Anda di halaman 1dari 17

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH

MARDHATILLAH
Jl. Jenderal Soedirman Timur Randudongkal Pemalang 52353
Telp/Fax . 0284 – 3287180 email : rsmuhmardhatillah@gmail.com

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH
NOMOR : 1484/PRN/IV.06.AU/X/2022
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RESUSITASI

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH

Menimbang : a. bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan perawatan


pasien, termasuk usaha penyelamatan nyawa untuk
mengurangi angka kematian pasien, pengunjung,
maupun staf maka rumah sakit perlu adanya kebijakan
pelayanan resusitasi;
b. bahwa pemberlakuan kebjakan tersebut perlu
ditetapkan dengan peraturan Direktur Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan dari butir a dan b, maka
kebijakan tentang pelayanan resusitasi perlu ditetapkan
oleh Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah;
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEBIJAKAN PELAYANAN RESUSITASI DI RUMAH


SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH

Pasal 1
Pelayanan resusitasi adalah pelayanan/asuhan berupa serangkaian tindakan dalam
usaha memberikan pemulihan fungsi organ/sistem dari kegagalan akut yang
mengalami henti nafas/henti jantung secara mendadak, tanpa membuang waktu
untuk mencegah kematian.
Pasal 2
Bantuan Hidup Dasar wajib dikuasai oleh semua staf rumah sakit dari semua
elemen.
Pasal 3
Bantuan Hidup Lanjutan dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan yang
kompeten dan memiliki sertifikat kelulusan pelatihan bantuan hidup lanjutan.

Pasal 4
Dokumen peraturan direktur ini digunakan sebagai acuan dalam pelayanan
resusitasi.

Pasal 5
Peraturan Direktur Utama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Randudongkal
Pada tanggal : 20 Dzulqo’dah 1443 H
20 Juni 2022 M

Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah

dr. Aviv Aziz Triono, MMR


NIK. 018.01.0716
LAMPIRAN 1
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT MUHAMMADIYAH
MARDHATILLAH
NOMOR : 1484/PRN/IV.06.AU/X/2022
PEDOMAN PELAYANAN
RESUSITASI JANTUNG PARU

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Pelayanan resusitasi adalah pelayanan/asuhan berupa serangkaian tindakan
dalam usaha memberikan pemulihan fungsi organ/sistem dari kegagalan akut
terhadap orang yang mengalami henti nafas/henti jantung secara mendadak, tanpa
membuang waktu untuk mencegah kematian.

B. TUJUAN
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan.
2. Memberikan bantuan eksternal berupa sirkulasi dan ventilasi dari
pasien/orang yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan indikasi henti nafas dan henti jantung.

BAB II
PEMBAHASAN

A. HENTI JANTUNG dan PARU


Apabila jantung berhenti berdetak, itu artinya jantung tidak bekerja dengan
baik. Darah akan berhenti dipompa dari jantung menuju organ vital lainnya,
seperti otak, hati, dan paru-paru. Akibatnya, kondisi ini membuat penderitanya
tidak bernapas normal, tidak sadarkan diri, atau bahkan berhenti bernapas.
1. Penyebab henti jantung (cardiac arrest).
a. Penyakit kardiovaskular: penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut,
embolus paru, fibrosis pada sistem konduksi (penyakit lenegre, sindrom
adamsstokes, noda sinus sakit).
b. Kekurangan oksigen akut: henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

1
jalan oleh sekresi.
c. Kelebihan dosis obat: digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen
adrenalin, isoprenalin.
d. Gangguan asam basa/elektrolit: kalium serum yang tinggi atau rendah,
magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis.
e. Kecelakaan: contoh syok listrik dan tenggelam.
f. Refleks vagal: peregangan sfingter ani, penekanan/penarikan bola mata.
g. Anestesi dan pembedahan.
h. Terapi dan tindakan diagnostik medis.
i. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis).
2. Sebab henti nafas (apnea).
a. Sumbatan jalan nafas: benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,
pipa trakeal terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glotis dan
sekitarnya (sembab glotis perdarahan).
b. Depresi pernafasan
1) Sentral: obat-obatan, intoksikasi, pa O2 rendah, pa O2 tinggi, setelah henti
jantung, tumor otak, tenggelam.
2) Perifer: obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomielitis.

B. DIAGNOSIS HENTI JANTUNG


1. Tanda – tanda henti jantung
Orang yang mengalami henti jantung memiliki ciri dan tanda sebagai
berikut;
a. Kesadaran hilang, biasanya terjadi dalam kurun waktu 15 detik setelah henti
jantung.
b. Denyut nadi arteri besar tidak teraba (karotis dan femoralis pada pasien
dewasa atau brakialis pada bayi).
c. Henti nafas atau megap – megap (gapsing).
d. Terlihat seperti orang mati (death like appearance)
e. Warna kulit pucat sampai kelabu
f. Pupil dilatasi (setelah 45 detik)

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

2
2. Diagnosis henti jantung
Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan apabila dijumpai:
a. Pasien/orang mengalami ketidaksadaran
b. Tidak teraba denyut pada nadi. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin
tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
c. Pemeriksaan auskultasi jantung mendapatkan data negative/tidak ada bunyi
detak jantung.

BAB III
RUANG LINGKUP

1. Panduan ini mengatur untuk melakukan tindakan resusitasi jantung paru baik
berupa bantuan hidup dasar maupun bantuan hidup lanjutan.
2. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/orang yang mengalami
kegawatan berupa henti nafas dan henti jantung apapun penyebabnya pada
area rumah sakit.
3. Bantuan hidup dasar harus dikuasai oleh semua petugas dan staf Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah yang telah mendapatkan pelatihan Bantuan
Hidup Dasar (BHD), sedangkan bantuan hidup lanjutan hanya boleh dilakukan
oleh Profesional Pemberi Asuhan yang kompeten antara lain doker dan
perawat.

BAB IV
TATALAKSANA

Penilaian tahapan Bantuan Hidup Dasar sangat penting dan harus di


kuasai oleh staf rumah sakit. Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat
terus memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam
paru dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lainnya.
penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas
dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak
beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa
detik.
Tindakan resusitasi dilakukan jika memang betul dibutuhkan,
ditentukan dengan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

3
dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Pada
korban yang tiba-tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan
tindakan “goncangan dan teriak” yang terdiri dari menggoncangkan korban
dengan lembut dan memanggil keras-keras. Bila tidak dijumpai tanggapan,
hendaknya korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC (Airway,
Breathing & Circulation). BHD hendaknya dilakukan segera setelah diketaui
kondisi henti nafas dan henti jantung. Sementara itu mintalah pertolongan dan
bila mungkin aktifkan sistem pelayanan medis darurat Code Blue.

A. TAHAPAN BHD PADA ORANG DEWASA


Jika ditemukan korban yang tidak sadarkan diri staf rumah sakit wajib
mengecek jalan nafas, pernafasan, sirkulasi.
1. Jalan Nafas (Airway)
Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior
faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada korban tidak
sadar yang terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak
diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap
terbuka. Pada metode ekstensi kepada dan angkat leher, penolong
mengekstensikan kepala korban dengan satu tangan sementara tangan
yang lain menyangga bagian atas leher korban. Pada metode ekstensi
kepala angkat dagu, kepala diekstensikan dan dagu diangkat ke atas (lihat
gambar 2).
Pada metode ekstensi kepala dan dorong mandibula, kepala
diekstensikan dan mandibula didorong maju dengan memegang sudut
mandibula korban pada kedua sisi dan mendorongnya ke depan. Metode
angkat dagu dan dorong mandibula lebih efektif dalam membuka jalan
nafas atas daripada angkat leher. Akan tetapi penolong mungkin harus
menarik bibir bawah korban dengan ibu jari. Pendorongan mandibula saja
tanpa wkstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk
memelihara jalan nafas atas agar tetap terbuka, pada korban dengan
dugaan patah tulang leher.
Korban yang tidak sadar dan bernafas spontan dengan ventilasi
adekuat sebaiknya diletakkan dalam posisi sisi mantap untuk mencegah

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

4
aspirasi (gambar 4). Bila ventilasi adekuat, tetapi nafas tidak adekuat (ada
sianosis), pasien perlu diberi O2 lewat kateter nasal atau sungkup muka.

Gambar 2. Membuka jalan nafas Gambar 3. Menentukan tidak ada


nafas

Gambar 4. Posisi sisi mantap

Bila diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban
hanya digerakkab/dipindahkan bila memang mutlak perlu, karena gerak
yang tidak betul dapat emngakibatkan paralisis pada korban dengan cedera
leher. Disini, teknik dorong mandibula tanpa ekstensi kepala merupakan
cara paling aman untuk membuka jalan nafas. Bila dengan ini belum
berhasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

2. Pernafasan (Breathing)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai
apakah pasien dapat bernafas spontan. Ini dapat dilakukan dengan
mendengarkan bunyi nafas dari hidung dan mulut korban dan
memperhatiakan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan
tidak timbul kembali, diperlukan ventilasi buatan.

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

5
Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya
mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang
telah disebutkan di atas dan memencet hidung korban dengan dua jari atau
menutup lubang hidung pasien dengan pipi penolong (lihat gambar 5).
Selanjutnya diberikan 2 kali ventilasi dalam (1 kali nafas = 1.5 – 2 detik).
Kemudian segera raba denyut nadi karotis (lihat gambar 6) atau femoralis.
Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan
ventilasi dalam (800-1200 ml pada orang dewasa) setiap 5 detik. Bila
denyut nadi karotis tak teraba, 2 kali ventilasi dalam harus diberikan
sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh
seorang penolong dan 1 nafas dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada
resusitasi yang dilakukan oleh 2 penolong. Tanda-tanda bahwa ventilasi
buatan adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun, dengan
amplitudo yang cukup dan ada udara keluar melalui hidung dan mulut
korban selama ekspirasi, sebagai tambahan, selama pemberian ventilasi
pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan kekembangan
(compliance) paru korban ketika diisi. Pada beberapa pasien ventilasi
mulut ke hidung (lihat gambar 7) mungkin lebih efektif daripada ventilasi
mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada
pasien dengan trakeostomi (lihat gambar 8).
Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil
baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus
diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing. Pada
tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu
sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan
memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan
jari tengan tangan yang lain ke dalam satu sisi mulut korban, melalui
bagian belakang faring, keluar lagi melalui sisi lain mulut korban dalam
satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda
asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen (abdominal thrust,
gerakan Heimlich) (lihat gambar 9 dan 10) atau hentakan dada (chest
thrust). Hentakan dada dilakukan pada korban terlentang, teknik ini sama
dengan kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah :
a. Berikan 6-10 kali hentakan abdominal
b. Buka mulut dan lakukan sapuan jari
c. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan
Urutan ini hendaknya diulang sampai benda asing keluar dan
ventilasi dapat dilakukan dengan sukses.

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

6
Gambar 5. Ventilasi mulut ke mulut

Gambar 6. Meraba denyut arteri karotis

Gambar 7. Ventilasi mulut ke hidung

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

7
Gambar 8. Ventilasi mulut ke stoma

Gambar 9. Hentakan abdominal (geralan heimlich) pada korban sadar

Gambar 10. Hentakan abdominal (gerakan heimlich) pada korban tidak


sadar

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

8
Bila sesudah dilakukan gerakan tripek (ekstensi kepala, buka mulut
dan dorong mandibula) dan pembersihan mulut dan faring, ternyata masih
ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas
(oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway).

3. Sirkulasi (Circulation)
Bantuan ketiga BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tidak
ada nadi yang teraba pada arteri besar (periksalah arteri karotis sesering
mungkin) merupakan tanda utama henti jantung. Henti jantung adalah
gambaran klinis berhentinya sirkulasi mendadak yang terjadi pada
seseorang yang tidak diduga mati pada waktu itu atau penghentian tiba-
tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh.
Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak
teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada
luar diperlukan pada keadaan sangat gawat ini.
Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras bila
kompresi dada luar dilakukan. Penolong berlutut di samping korban dan
meletakkan pangkal sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah
sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari sefalad
dari persambungan sifoid-sternum. Tangan penolong yang lain diletakkan
di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua
bahu tempat diatas ternum korban, penolong memberikan tekanan vertikal
ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4-5 cm (lihat gambar 11).
Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh
diangkat dari dada korban. Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama
relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju : 80-100
kali/menit = 9-12 detik) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi
dalam (2-3 detik). Dalam 1 menit harus ada 4 daur kompresi dan 2 kali
ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 nafas). Jadi 15 kali
kompresi + 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2
penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80-100
kali per menit dan pemberian 1x ventilasi dalam (1.5-2 detik) oleh
penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam 1 menit minimal
harus ada 60 kompresi dada dan 12 nafas. Jadi 5 kompresi + 1 ventilasi
maksimal dalam 5 detik.
Kompresi dada dilakukan secara halus dan berirama. Bila
dilakukan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan
sistolik lebih dari 100mmHg dan tekanan rata-rata 40mmHg pada arteri
karotis.
Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi (rasio 15:2), lakukan re-
evaluasi pasien. Periksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila
tidak ada, mulai lagi resusitasi jantung paru dengan 2 ventilasi diikuti

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

9
dengan 15 kompresi. Bila ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut:
Periksa pernafasan (3-4 detik) bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan
ketat. Bila tidak ada, lakukan nafas buatan 12 kali per menit dan pantau
nadi dengan ketat. Bila resusitasi jantung paru dilanjutkan, sesudah
beberapa menit dihentikan dan periksa apakah sudah timbul nadi dan nafas
spontan dan begitu seterusnya.

Gambar 11. Kompresi Dada

B. TAHAPAN BHD PADA ANAK DAN BAYI


Kondisi tidak sadar yang datangnya tiba - tiba dapat di temui pada
siapapun, termasuk pada anak – anak maupun bayi. Bantuan hidup dasar pada
anak dan bayi berbeda dengan bantuan hidup dasar pada orang dewasa. Sebelum
itu perlu diketahui beberapa sebab henti jantung pada anak dan bayi diantaranya
adalah kegawatan napas yang tidak dikelola dengan benar, akibat penyakit
tertentu atau trauma.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai tatalaksana bantuan hidup dasar pada
anak – anak dan bayi:
1. Tahapan Bantuan Hidup Dasar pada Anak
Lakukan hal yang sama seperti pada korban deawasa dengan pastikan
lingkungan aman untuk pasien dan penolong, kemudian cek respon korban
dengan memanggil sambal menepuk atau menggoyangkan korban, perhatikan
apakah korban terdapat tanda - tanda trauma pada korban tersebut. Kemudian
cari bantuan dan pertolongan untuk mengaktifkan system gawa darurat (code
blue).
Periksalah jalan nafas, nadi, dan sirkulasinya. Jika pada pemeriksaan
tersebut diketahui tidak ada denyut nadi serta tidak ada nafas maka segeralah
lakukan Tindakan kompresi. Perbedaan dalam melaksanakan kompresi pada
anak korban tidak sadarkan diri adalah dengan menggunakan satu tangan.
Teknik kompresi jantung satu tangan dilakukan untuk anak usia kurang dari 8
tahun. Berikut ini Teknik kompresi dada pada anak:
a. Letakan satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan jari jari pada
tulang iga anak.
b. Menekan sternum dengan kedalam sekitar 5 cm dengan kecepatan minimal

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

10
100 kali per menit.
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat.
d. Berikan kompresi dan napas buatan dengan rasio perbandingan 15 : 2. Perlu
diperhatikan pemberian napas tidak boleh berlebihan untuk mencegah
pneumoniathoraks.
e. Jika korban sudah sadar atau Kembali kekondisi sirkulasi spontan (ROSC:
Return of Spontaneous Circulation), maka korban dibaringkan dalam posisi
miring mantap seperti korban dewasa. Posisi miring mantap dapat
diterpakan pada anak uria 1 – 8 tahun.
2. Tahapan Bantuan Hidup Dasar pada Bayi
Melakukan bantuan hidup dasar pada bayi prosesnya sama seperti
melakukan bantuan hidup terhadap anak – anak. Untuk Langkah awal lakukan
hal yang sama dengan memastikan aman diri, aman pasien, aman lingkungan,
memeriksa kesadaran, memanggil bantuan, dan melakukan resusitasi.
Perlu diperhatikan bahwa yang menjadi perbedaan adalah Teknik
kompresinya. Teknik kompresi pada bayi yaitu seperti yang akan dijelaskan
dibawah ini:
a. Gunakan satu tangan kemudain letakan dua jari (gunakan jari telunjuk dan
jari tengah) pada setengah bawah sternum, lebar satu jari dibawah garis
intermamari.
b. Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari
sternum dengan kecepatan minimal 100 kali per menit
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat ( jika dialkukan oleh satu penolong).
d. Kompresi dan napas bantuan degnan rasio 15 : 2 (jika dialkukan oleh dua
penolong).
e. Jika korban sudah sadar atau Kembali kekondisi sirkulasi spontan (ROSC:
Return of Spontaneous Circulation), maka untuk korban bayi lakukan
Langkah seperti dibawah ini:
1) Gendong bayi secara tengkurap di lengan penolong sambil menyanggga
perut dan dada bayi dengan kepala bayi terletak lebih rendah
2) Posisi menggendong tidak boleh menutupi mulut dan hidung bayi
3) Evaluasi nafas korban secara kontinyu dan jika memungkinkan rekam
tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan pernafasan sampai
pertolongan medis datang.

C. KOMPILKASI TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR


Bantuan hidup dasar sangat membantu untuk mengembalikan korban yang
secara tiba tiba jatuh tidak sadarkan diri. Namun perlu diketahui bahwa pada
beberapa tahapan rangkaian tindakan bantuan hidup dasar dapat menyebabkan

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

11
kompilkasi, komplikasi yang dapat terjadi selama bantuan hidup dasar dilakukan
adalah:
1. Aspirasi regurgitasi
Asam lambung, cairan, dan sisa makanan yang belum tercerna dapat
kembali naik ke pencernaan bagian atas yaitu kerongkongan dan mulut. Hal itu
dapat terjadi karena adanya tekanan pada area sekitar lambung.
2. Fraktur costa sternum
Patah tulang costa sternum dapat terjadi pada korban yang mendapatkan
Tindakan bantuan hidup dasar, patah tulang tersebut terjadi akibat tekanan
pada dada saat penolong melakukan pijat jantung (resusitasi jantung paru).
3. Pneumothoraks
Peneumothoraks adalah terjebaknya udara diantara rongga dada dan paru.
Pada umumnya ini terjadi pada pru - paru yang mengalami kebocoran.
Tindakan ventilasi / memberikan nafas bantuan pada korban yang tidak
sadarkan diri berpotensi menyebabkan pneumothoraks. Tekanan yang terjadi
dari luar dan dilakukan secara kuat dapat memberikan efek robekan pada paru
– paru dan terjadilah penumotoraks.
4. Hematotoraks
Robekan pada paru – paru pada Tindakan ventilasi / nafas buatan dapat
menyebabkan hematotoraks. Pada paru paru memiliki jutaan pembuluh darah
sehingga saat mendapatkan tekanan dari luar berpotensi pecah dan darah
menggenang di rongga paru – paru. Genangan darah didalam rongga paru
itulah yang disebut hematotoraks.
5. Kontusio paru
6. Laserasi hati atau limpa

D. SUMBATAN JALAN NAFAS


Salah satu penyebab terjadinya kehilangan kesadaran dapat juga terjadi
akibat jalan nafas yang tersumbat. Kejadian tersumbatnya jalan nafas dapat terjadi
karena beberapa factor diantaranya karena cairan, lidah yang jatuh ke
tenggorokan, dan bisa juga karena benda asing.
Pertolongan korban yang mengalami sumbatan jalan nafas ada beberapa
cara, diantaranya adalah sebagi berikut:
1. Korban dewasa kondisi sadar
a. Sumbatan Ringan
Sumbatan ringan ditandai dengan masih bisa bicara, batuk-batuk, dan
masih bernafas. Jika sumbatan ringan, penolong merangsang penderita
untuk batuk.
b. Sumbatan Berat
Sumbatan berat ditandai dengan tidak bisa bicara, tidak bisa bernafas,
batuk tanpa suara. Jika sudah yakin dengan kondisi penderita, penolong

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

12
langsung melakukan abdominal thrust dengan cara:
1) Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan pada
bagian atas perut (abdomen).
2) Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan letakkan
di antara umbilicus dan iga
3) Raih kepalan tangan tersebut dengan lengan yang lain, tarik ke dalam dan
atas secara mendadak sebanyak lima kali. Jika sumbatan belum keluar
lakukan kembali abdominal trust berulang-ulang sampai sumbatan
berhasil dikeluarkan.
2. Korban dewasa tidak sadar
Jika penolong menemukan korban sumbatan jalan nafas yang tidak sadar
maka lakukan langkah berikut ini:
a. Aamankan pasien dan amankan diri, serta amankan lingkungan.
b. Meminta bantuan kepada orang sekitar dan Aktifkan system layanan gawat
darurat.
c. Berikan bantuan hidup dasar seperti tahapan yang sudah dijelakan diatas.
d. Jika diketahui terdapat sumbatan jalan nafas maka keluarkan benda asing
tersebut secara manual.
3. Korban anak – anak kondisi sadar
Untuk sumbatan jalan nafas pada anak dengan kondisi sadar ada beberapa
cara untuk menolongnya, yaitu sebgai berikut:
a. Tindakan back blows tindakan ini bisa dilakukn untuk anak dan bayi,
urutannya yaitu:
1) Penolong duduk pada kursi atau jongkok
2) Posisikan bayi atau anak dipangkuan paha supaya lebih aman dan
posisikan kepala mengarah kebawah supaya gaya grafitasi dapat
membantu mengeluarkan benda asing
3) Pertolongan pada bayi, topanglah kepala dengan menggunakan salah satu
tangan di bagian kedua rahang. Pada anak usia diatas 1 tahun tidak
memerlukan topangan khusus pada kepala.
4) Lakukan 5 hentakan back blows secara kuat dengan telapak tangan pada
tengah punggung dengan tujuan untuk mengupayakan sumbatan benda
asing terlepas atau jatuh. Seandainya dalam satu hentakan sudah lepas
sumabtan jalan nafsnya maka hentikan.
5) Evaluasi nafas secara berkala untuk memastikan pernafasan adekuat.
b. Chest thrust
1) Posisikan bayi dengan kepala dibawah dan posisi terlentang. Tindakan
ini akan lebih aman bila penolong meletakan punggung bayi dilengan

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

13
yang bebas serta menopang ubun-ubun dengan tangan.
2) Topang dan letakan bayi pada lengan dengan bantuan paha penolong
3) Identifikasi daerah yang akan dilakukan tekanan (bagian bawah
sternum), kemudian lakukan chest thrust, yaitu: mirip
c. Abdominal thrust
4. Korban anak – anak kondisi tidak sadar
Pada korban sumbatan jalan nafas yang tidak sadarkan diri, maka
pertolonganya adalah dengan bantuan hidup dasar.

E. BANTUAN HIDUP LANJUTAN


Bantuan hidup lanjutan adalah Bantuan Hidup Lanjut (BHL) merupakan
tindakan yang dilakukan secara simultan dengan bantuan hidup dasar dengan
tujuan memulihkan dan mempertahankan fungsi sirkulasi spontan sehingga
perfusi dan oksigenasi jaringan dapat segera dipulihkan dan dipertahankan.
Untuk mengembalikan sirkulasi secara spontan, diperlukan pemberian
obat-obatan serta cairan, diagnosis dengan elektrokardiografi, dan juga terapi
fibrilasi. Ketiga tahapan ini dapat dilakukan dengan urutan yang berbeda-beda
tergantung keadaan yang dihadapi.
Peralatan yang dipakai pada BHL meliputi alat jalan napas (pipa orofaring,
nasofaring, endotrakea, sungkup muka, alat isap, laringoskop, forsep Magil),
perlengkapan untuk memasang infus, EKG monitor dengan defibrillator arus
searah, dan papan datar yang kuat untuk resusitasi. Obat-obatan yang diperlukan
adalah golongan simpatomimetik (adrenalin, noradrenalin, dopamine, ephedrine,
efortil, metaraminol, dan isoproterenol), golongan pelumpuh otot (suksinil kolin,
pankuronium, atau derivate kurare yang lain), golongan sedatif dan anti kejang,
lidokain, prokainamid, atropin, morfin atau petidin, nalokson, bronkodilator, dan
cairan infus.
Bantuan Hidup Lanjutan diberikan oleh orang yang sudah terlatih dan
memiliki kewenangan dalam memberikan bantuan hidup lanjutan. Didalam area
rumah sakit yang berwenang memberikan bantuan hidup lanjutan adalah dokter,
perawat yang sudah terlisensi, atau diberikan delegasi. Pada umumnya dalam area
rumah sakit sering disebut tim code blue, dalam penyebutannya di RS
Mardhatillah di sebut tim BRAVO.

F. KEPUTUSAN MENGAKHIRI BANTUAN HIDUP DASAR DAN


LANJUTAN
Semua petugas yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit dituntut untuk
memulai RJP segera setelah korban diketahui henti nafas atau henti jantung.
Setelah sebelumnya meminta pertolongan pada orang sekitar dan memberikan
instruksi mengaktifkan code blue. Penolong pertama harus melakukan RJP sampai

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

14
petugas tim code blue (tim bravo) datang ke lokasi. Setelah tim bravo datang
kegiatan pertolongan bantuan hidup diambil alih oleh tim bravo untuk diberikan
bantuan hidup lanjutan. Tim bravo memberikan pertolongan sesuai prosedurnya.
Jika dalam kurun waktu 15 – 30 menit pasien tidak merespon pernafasan spontan,
maupun tidak adanya tanggapan jantung terhadap tindakan resusitasi maka
dengan tanda tanda klinis kematian otak, adalah titik akhir yang lebih baik untuk
membuat keputusan mengahiri upaya bantuan hidup. Tidak adanya aktivitas
kelistrikan pada jantung (Asistol) yang dapat dilihat pada layar monitor selama
paling sedikit 3 menit setelah dilakukan upaya resusitasi dan terapi obat yang
optimal menandakan jantung mengalami kematian.

BAB IX
PENUTUP
Panduan ini dibuat untuk memberikan bahan ajar kepada seluruh petugas
rumah sakit agar senantiasa memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
pelayanan resusitasi sesuai kebutuhan pasien. Panduan ini agar laksanakan dengan
sebaik-baiknya setelah di tetapkan.

Ditetapkan di : Randudongkal
Pada tanggal : 20 Dzulqa’dah 1443 H
20 Juni 2022 M

Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah

dr. Aviv Aziz Triono, MMR


NIK. 018.01.0716

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG PARU

15

Anda mungkin juga menyukai