Anda di halaman 1dari 23

PEDOMAN

PELAYANAN

2023
RESUSITASI

RS SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS


The Ultimate Islamic Healthcare
RS SARKIES
‘AISYIYAH KUDUS

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS


NOMOR:
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI
RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS,

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dirumah sakit diperlukan
adanya panduan pelayanan resusitasi di RS Sarkies ‘Aisyiyah kudus
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas perlu ditetapkan
panduan pelayanan resusitasi di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
membutuhkan acuan dalam penyelenggaraannya;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
4. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor : 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien;
5. Surat Keputusan Disnaker DMPTSP Nomor : 445/01 tahun 2021 tentang
Perpanjangan Izin Operasional Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus.

6. Peraturan Direktur RS Sarkies ‘Aisyiyah Kudus Nomor :

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS
TENTANG PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT SARKIES
‘AISYIYAH KUDUS.
Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M
Direktur,

dr. Hendra Oktavianto


NIP : 2381001

PEDOMAN PELAYANAN RESUSITASI


DI RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan
dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada
orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal
selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami henti nafas karena sebab-sebab tertentu.
Resusitasi jantung paru terdiri dari yaitu bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjutan yang
masing-masing keduanya tidak terpisahkan.
Dalam hal ini perlu tata cara yang baik sehingga pelayanan kesehatan untuk kasus kasus gawat dan
darurat tidak terganggu oleh pelayanan kasus kasus yang tak gawat dan darurat tanpa harus
menolaknya, sehingga akan tercapai pelayanan :
1. Memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dengan kasus kegawatan dalam hal resusitasi
2. Melayani pasien lain yang membutuhkan pertolonangan kesehatan.
3. Memberikan hasil dan dampak yang optimal penanganan pasien.
Untuk meningkatkan mutu rumah sakit maka diperlukan standarisasi pelayanan resusitasi melalui
akreditasi rumah sakit dan pengendalian biaya kesehatan dalam era jaminan kesehatan nasional adalah
pilihan yang harus dilakukan. Untuk itu diperlukan pedoman pelayanan Resusitasi di Rumah Sakit
Sarkies ‘Aisyiyah Kudus.

B. TUJUAN
Tujuan dari pelayanan resusitasi ini adalah mengembalikan fungsi jantung dan paru agar kembali
seperti semula.

BAB II
Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan resusitasi di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus meliputi:
1. Panduan ini mengatur untuk melakukan tindakan resusitasi jantung paru baik berupa bantuan hidup
dasar maupun bantuan hidup lanjutan.

2. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang mengalami kegawatan berupa henti jantung dan
henti nafas apapun penyebabnya baik dirawat jalan maupun rawat inap.

3. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh semua petugas di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
yang telah mendapatkan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) sedangkan bantuan hidup lanjutan
hanya boleh dilakukan oleh dokter dan perawat.

4. Panduan ini mengatur bagaimana pelaksanaan resusitasi, tim code blue dan penanganan setelah
resusitasi berhasil dilakukan.

BAB III
KEBIJAKAN

1. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


2. Undang-undang Kesehatan Nomor : 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
4. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 tahun 20111 tentang Perubahan
Atas Menteri Kesehatan Nomor 148 tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/IV/tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik

BAB IV
. TATA LAKSANA PELAYANAN

A. BANTUAN HIDUP DASAR


1. Rumah sakit sarkies Aisyiyah kudus harus memastikan semua petugas yang ada dirumah sakit
mampu melakukan bantuan hidup dasar kepada pasien yang mengalami henti jantung dan henti
nafas
2. Setiap petugas di Rumah Sakit Sarkies Aisyiyah kudus sebelum melakukan bantuan hidup dasar
diharuskan :
a. Memahami tanda-tanda henti jantung dan henti nafas
b. Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi buatan yang baik dan benar
c. Teknik kompresi yang baik serta frekuensi serta kompresi yang adekuat
d. Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan nafas
3. Bantuan hidup dasar yang dilakukan mengacu kepada rekomendasi yang dikeluarkan oleh
American heart asosiation tahun 2015 yang dikenal dengan 5 rantai kelangsungan hidup, yaitu :
a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi system gawat darurat segera (eaely acces)
b. Resusitasi jantung paru segera (early CPR)
c. Defibrilasi segera (early defibrilation)
d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif (ACLS)
e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (integratet post cardiac arrest care)

4. Rantai kelangsungan hidup adalah


a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi system gawat darurat segera apabila ditemukan
kejadian henti jantung maka, petugas harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke system gawat darurat
2) Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP
3) Penilaiaan cepat tanda-tanda potensial henti jantung
4) Identifikasi henti jantung dan henti nafas
a) Resusitasi jantung paru segera
Kompresi dada segera dilakukan jika penderita mengalami henti jantung. Kompresi
dada dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh serta berirama
ditengah tulang dada. Tekanan ini dilakukan untuk mengalirkan darah serta
mengantarkan oksigen ke otak dan otot jantung.
b) Defibrilasi segera
Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai kelangsungan hidup penderita.
Waktu antara penderita kolaps dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis.
Angka keberhasilan menurun 7-10% setiap menit keterlambatan penggunaan
defibrillator.
c) Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh tim ACLS merupakan rantai keberhasilan manajemen
henti jantung dengan bantuan alat-alat ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan
stabilisasi penderita. ACLS memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan henti jantung :
- Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkan manajemen
jalan nafas, pemberian bantuan nafas mdan pemberian obat-obatan
- Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi
- Memberikan defibrilasi jika terjadi fibrilasi ventrikel, mencegah fibrilasi
berulang dan menstabilkan penderita setelah resusitasi.
d) Penanganan terintegrasi pasca henti jantung
Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan American Heart Association tahun 2015
adanya kepentingan pelayanan sistematis dan penatalaksanaan multi spesialistik bagi
penderita setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan (reter of spontan
neous circulation)
5. Pelaksanaan bantuan hidup dasar
Tujuan utama pelaksaan RJP adalah untuk mempertahankan kehidupan, memperbaiki kehidupan,
memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi disability tanpa melupakan hak
dan keputusan pribadi. Dalam pelaksanaannya keputusan untuk melakukan tindakan RJP sering kali
hanya diambil hanya dengan hitungan detik oleh penolong yang mungkin tidak mengenal penderita
yang mengalami henti jantung atau tidak mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika akan
melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak penderita serta beberapa
keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilakukan yaitu :
a. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan di tanda tangani
oleh penderita atau keluarga penderita
b. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat pengobatan
secara optimal
c. Pada neonates atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi, misalnya bayi
sangat premature, anensefali atau kelainan kromosom
6. Penghentian RJP
Bantuan RJP dapat dihentikan bila :
a. Penolong sudah melakukan BHD dan bantuan hidup lanjut secara optimal.
b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau mengalami
overdosis obat yang menghambat susunan system syaraf pusat
c. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10 menit atau
lebih
7. Teknik pelaksaan BHD
a. Sebelum melakukan BHD penolong harus memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita
aman untuk melakukan pertolongan dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respons
penderita, sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan system gawat darurat dan
menyediakan defibrillator
b. Pengecekan pulsasi arteri
1) Pengecekan pulsasi dilakukan bila penderita mengalami pingsan mendadak, tidak bernafas
atau bernafas tidak normal. Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik,
jika dalam 10 detik tidak dapat meraba pulsasi maka segera lakukan kompresi dada
2) Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada tulang
dada, dengan kecepatan 100-120x/menit, kedalaman minimal 2 inci(5cm) berrikan
kesempatan dada mengembang sempurna (recoil) setelah kompresi, seminimal mungkin
intrupsi dab hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan
8. Pembukaan jalan nafas
Pembukaan jalan nafas dilakukan dengan teknik angkat kepala angkat dagu pada penderita yang
diketahui tidak mengalami cedera leher, sedangkan untuk yang mengalami cedera leher dilakukan
dengan menarik rahang tanpa ekstensi kepala
9. Pemberian nafas bantuan
Pemberian nafas bantuan dilakukan setelah jalan nafas aman dengan memperhatikan pemberian
nafas bantuan dalam waktu 1 detik dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding
dada, di berikan dua kali nafas setelah 30 kali kompresi
10. Defibrilasi
Defibrilasi harus dilakukan secepat mungkin setelah perangkat siap digunakan misalnya bila pasien
dengan fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardia tanpa nadi

B. BANTUAN HIDUP LANJUTAN


1. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelah bantuan hidup dasar maka rumah
sakit sarikies ‘aisyiyah kudus membentuk tim bantuan hidup lanjutan yang disebut tim biru (code
blue). Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergency yang harus segera diaktifkan jika
ditemukan seseorang dalam kondisi cardiac respiratory arrest di dalam area rumah sakit. Code blue
respon tim atau tim code blue adalah satu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas
merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang
sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.
System respon cepat code blue di bentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi cardiac respiratory
arrest tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. System respon terbagi dalam dua
tahap yaitu :
a. Respon awal (responder pertama) berawal dari petugas rumah sakit baik medis ataupun non
medis yang berada disekitar korban.
b. Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue
2. Zonasi/ area penanganan cardiac respiratoty arrest di rumah sakit sarkies ‘aisyiyah kudus di bagi
menjadi dua yaitu :
a. Tim 1 terdiri dari dokter jaga IGD, perawat IGD, HCU
Area tim satu meliputi :
- Area parkir, masjid dan sekitarnya
- Kantor sarana dan prasarana dan sekitarnya
- Area admisi dan poliklinik
- IGD dan sekitarnya
- Area RadiollogiArea Laboratorium
- Area Farmasi
- Area IBS
- Area Kantor ASKES
- Ruang ICU dan VK
- Ruang HCU
b. Tim 2, terdiri dari dokter jaga ruang, perawat IGD, perawat ICU,. Area 2 meliputi :
- Perawat Lt 4
- Perawat Lt 5
- Area kamar jenazah dan sekitarnya
- Instalasi gizi
- Gudang Logistik
- Laundry
- IPAL

c. Tim biru terdiri dari dokter dan perawat terlatih yang bersertifikasi BTCLS dan atau ACLS.
d. Leader tim biru adalah dokter umum bersertifikat ACLS.
e. Pemimpin tim biru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua dilakukan pada saat
ya g tepat dengan cara yang tepat dengan memantau dan mengintegrasikan kinerja perorangan
semua anggota tim
f. Tugas ketua tim adalah :
1) Memimpin pelaksanaan code blue diarea rumah sakit
2) Ketua tim code blue diarea satu adalah dokter jaga IGD
3) Memimpin pelaksanaan resusitasi jantung paru (RJP)
4) Menentukan tindak lanjut pasca resusitasi
5) Melakukan koordinasi dengan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
6) Sebagai pengambil keputusan dalam kondisi emergency atau kondisi jika DPJP tidak
ada ditempat atau sulit dihubungi
7) Memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien
g. Peran anggota tim adalah :
Berkoordinasi dengan perawat ruangan atau first responder dalam hal :
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas (airway)
a) Tekan dahi angkat dagu (head tilt-chin lift) bila tidak ada trauma
b) Mendorong rahang bawah
c) Pemasangan oropharyngeal airway
2) Bertanggung jawab terhadap ke adekuatan pernafasan pasien (breathing)
a) Memberikan bantuan pernafasan melalui bag-valve-mask
b) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
3) Perawat pelaksana code blue bertugas :
a) Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation) pasien
b) Memasang monitor EKG/defibrillator
c) Memonitor tekanan darah dan nadi
d) Bertanggung jawab membawa resusitasi kit
e) Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrillator
f) Bertanggung jawab terhadap dokumentasi semua kegiatan dalam rekam medis pasien
dan melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi
4) Tim biru dari Rs Sarkies ‘Aisyiyah Kudus meliputi perawat dari IGD, ICU/HCU,IBS
5) Untuk kelancaran operasional maka Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus melengkapi
pelaksanaan tim biru dengan alur kerja dengan standar prosedur operasional (SPO) code
blue, SPO BHD, SPO RJP, SPO intubasi
6) Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma yang dikeluarkan oleh American Heart
Assosiation tahun 2015

C. PROSEDUR CODE BLUE


1. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka perawat
ruangan atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu :
a. Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban, pastikan lingkungan penderita aman untuk
dilakukan pertolongan
b. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu
c. Meminta bantuan pertolongan perawat lain atau petugas yang ditemui dilokasi untuk
mengaktifkan code blue
d. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) sampai dengan tim code blue dating
2. Perawat ruangan yang lain atau penolong kedua, segera menghubungi oprator telepon “0/100”
untuk mengaktifkan code blue, dengan prosedur sebagai berikut:
a. Perkenalkan diri
b. Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue
c. Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas, yaitu :
nama lokasi atau ruangan, korban (usia, jenis kelamin, jumlah korban), contohnya :
“assalamu’alaikum,,,,operator, saya nur, petugas cleaning service, ada code blue diruangan
laundry, korban dewasa, jumlah 1 orang, mohon bantuan, terima kasih”(pastikan operator
sudah menerima informasi dengan jelas)
d. Jika lokasi kerjadian diruangan rawat inap maka informasikan : “nama ruangan… nomor…”,
contohnya : “ass,,,operator, saya buyung perawat haji, ada code blue diruangan kamar haji
nomor 4, pasien anak jumlah 1 orang, mohon bantuan, terima kasih”(pastikan operator sudah
menerima informasi dengan jelas)
e. Waktu respon operator menerima telepon “0/100” adalah harus secepatnya diterima kurang
dari 3 kali deringan telepon.
3. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan, setelah menghubungi
operator, perawat ruangan lain segera membawa troly emergency (emergency troly) kelokasi dan
membantu perawat ruangan melakukan resusitasi sampai dengan tim code blue datang. Operator
menggunakan pengeras suara mengatakan code blue dengan prosedur sebagai berikut :
4. “code blue, code blue, code blue, diarea…nama lokasi atau ruangan, korban (usia, jenis kelamin,
jumlah korban), kepada tim (satu/dua) segera menuju lokasi…”, contohnya “code blue,,,code
blue,,,code blue,,,diruang laundry, korban dewasa, jumlah 1 orang, kepada tim dua segera menuju
lokasi code blue”(diulangi 3 kali)
5. Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan : “code blue,,,code blue,,,code
blue,,,nama ruangan…nomor kamar…”/ contohnya : ““code blue,,,code blue,,,code
blue,,,diruangan/kamar haji nomor 4, pasien anak jumlah 1 orang kepada tim 2 segera menuju kelokasi
code blue” (diulangi 3 kali)
6. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, Setelah tim code blue menerima
informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera menghentikan tugasnya masing-masing,
mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest. Waktu respon
dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan timcode blue di lokasi terjadinya cardiac respiratory
arrest adalah 5 menit.
7. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia (public area) maka
petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut
sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
8. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi dihentikan oleh
ketua tim code blue.
Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
a. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke ruang perawatan intensif
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju
b. Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika ruang perawatan intensifpenuh maka pasien dirujuk ke
rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai.
c. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa, maka
keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
d. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan bagian bina
rohani, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah;

1. Tim biru mencatat segala kejadian, tindakan dan obat-obatan yang diberikan dalam
form codeblue.
2. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan layanan asuhan mencatat
didalam form catatan terintegrasi.
3. Bila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif, maka dokter dan
perawat mencatat rencana selanjutnya dalam form catatan terintegrasi dan selanjutnya
pasien dikirim keruang rawat intensif setelah mendapat persetujuan dari keluarga
pasien.
4. Bila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal harus dicatat kapan pasien
tersebut dinyatakan meninggal serta penyebab pasien meninggal dalam form catatan
terintegrasi

Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M

Direktur,

dr. Hendra Oktavianto


NIP : 2381001
RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS BANTUAN HIDUP DASAR

No.Revis: A Halaman :
1/2

Ditetapkan :
Direktur
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL Tanggal Terbit:
2 Februari 2023
dr. Hendra Octavianto
NIP. 2381001
Pengertian Bantuan hidup dasar atau basic life support adalah sekumpulan rangkaian
tindakan yang dilakukan bertujuan untuk merangsang, mengembalikan dan
mempertahankan fungsi jantung maupun paru pada korban henti jantung dan
henti nafas.
Tujuan 1. Mempertahankan dan mengembalikan aliran oksigenasi ke organ-organ vitan
(otak, jantung, dan paru).
2. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan.
3. Memberikan bantuan dari luar untuk sirkulasi dan ventilasi pada korban dengan
melakukan resusitasi jantung paru.

Kebijakan

Prosedur 1. Aman diri (APD), Amankan Lingkungan, Aman Pasien,


2. Cek Respon dengan Menepuk/mengguncang, Merangsang nyeri.
3. Meminta bantuan secara tepat, cepat dan efektif.
4. Memeriksa nadi carotis selama 5-10 detik.
5. Bila tidak ada nadi lakukan kompresi 30 kali dengan caara :

 Duduk disamping korban.


 Letakkan dua telapak tangan pada pertengahan dada (seperdua bawah
sternum).
 Lengan tegak lurus diatas dada.
 Kedalam kompresi 5-6 cm

6. Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala korban (Head tild – chin lift /
jaw trust ) dan bersihkan jalan nafas bila ada sumbatan
7. Berikan ventilasi 2 kali
8. Lakukan RJP selama 5 siklus / 2 menit

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
9. Lakukan evaluasi RJP dengan cara

- Memeriksa nadi carotis


- Memeriksa nafas look-listen-feel
- Bila nadi ( - ) Lanjutkan RJP 5 siklus / 2 menit
- Bila nafas ( - ) Lanjutkan ventilasi 10 – 12/mnt
- Bila nadi (+) nafas (+) Recovery position

10. Hentikan Bantuan Hidup Dasar apabila :

- Ada tanda – tanda kehidupan


- Penolong kelelahan

Permintaan keluarga untuk menghentikan

Seluruh uniT rumah sakit


UNIT TERKAIT

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS RESUSITASI JANTUNG PARU PADA PASIEN DEWASA

No.Revis: A Halaman :
1/2

Ditetapkan :
Direktur
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL Tanggal Terbit:
2 Februari 2023

dr. Hendra Octavianto


NIP. 2381001
Pengertian Suatu tindakan emergency untuk mengatasi keadaan henti jantung dan atau henti
nafas.
Tujuan 1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi melalui pengenlan dan intervensi
segera.
2. Memberi batuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi melalui RJP.
3. Memberikan oksigenasi pada otak, jantung dan organ-organ vital lainnya serta
mengmbalikan fungsi jantung dan ventilasi normal

Kebijakan Memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Prosedur 1. Perawat memastikan adanya henti nafas dan atau henti jantung.
2. Perwat meminta pertolongan.
3. Perawat memposisikan pasien terlentang.
4. Perawat memasang pengalas keras.
5. Perawat mengatur posisi penolong

a. Penanganan airway (posisi pada bagian atas kepala)


b. Penanganan sirkulasi (posisi bagian samping bahu kanan pasien)
c. Penyedian obat (posisi dekat dengan emergency)

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
d. Leader

6. Perwat memberi bantuan nafas dengan ambu bag


7. Perawat melakukan kompresi jantumg (30:2)
8. Perawat memberikan obat-obatan emergency sesuai ketentuan
9. Perawat melakukan tidakan sesuai alogaritma
10. Jika berhasil perawat menyiapkan untuk penanganan lebih lanjut

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Gawat Darurat


2. Instalasi Rawat Inap
3. ICU/HCU
4. IBS

RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

No.Revis: A Halaman :
1/2

Ditetapkan :
Direktur
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL Tanggal Terbit:
2 Februari 2023

dr. Hendra Octavianto


NIP. 2381001
Pengertian Mencegah berhentinya sirkulasi dan respirasi, memberikan bantuan eksternal
terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien yang mengalami henti antung dan
memberikan oksigenasi pada otak, jantung dan organ vital.
Tujuan Prosedur ini dilakukan untuk memastikan sirkulasi darah tetap terjaga dan
mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh
Kebijakan

Prosedur A. Persiapan
Alat-alat:
a. Monitor
b. Defibrillator
B. Pelaksanaan

1. Cek respon pasien (panggil,goyangkan bahu) Panggil bantuan / minta tolong

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
3. Raba nadi karotis (kurang dari 10 detik), bila tidak ada nadi lanjutkan untuk
RJP.
4. Atur posisi klien (terlentang dengan alas datar dan keras)
5. Tentukan titik kompresi: bagian tengah sternum 2 jari di atas processus
xyphoideus
6. Berikan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm untuk dewasa, 4 cm
untuk anak, minimalkan interupsi dan ikuti recoil dada secara sempurna
7. Lakukan kompresi dengan irama teratur dan kecepatan minimal 100-
120X/menit, dilanjutkan ventilasi dengan perbandingan 30:2
8. Cek nadi setelah 5 siklus (2 menit).
9. Pasang monitor/defibrillator.
10. Lakukan defibrilasi dengan kekuatan 360 J (monofasik) bila irama Vertrikel
Tachicardi tanpa nadi atau Ventrikel Fibrilasi, kemudian segera lanjutkan
RJP selama 5 siklus (2 menit) kemudian lakukan evaluasi irama dan cek
nadi

11. Lakukan RJP selama 5 siklus/2 menit bila irama asystole/PEA, lakukan
pemasangan iv line bila belum terpasang, berikan vasopressor epineprin 1
mg iv (dewasa ), epineprin 0,1 – 0,3 mL/kg BB larutan 1 : 10.000 ( anak ),
ulangi setiap 3-5 menit.

12. Lakukan intubasi endotracheal untuk mempertahankan jalan napas,


kemudian jika masih membutuhkan RJP, kompresi dan ventilasi berjalan
sendiri-sendiri (kompresi minimal 100- 120x/menit, ventilasi 8-10
kali/menit)

13. Hentikan kompresi jika :


a. Irama sinus rytme dan nadi sudah ada.

b. Penolong kelelahan

c. Dalam waktu >30 menit tidak ada respon

14. Hentikan ventilasi, jika nafas sudah spontan. Kemudian cari dan tangani
faktor penyebab, lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
C. Hal Yang Harus Diperhatikan

1. Apabila keluarga menolak resusitasi, maka harus menandatangani blangko


penolakan tindakan medis. Berikan informasi (inform consent) kepada
keluarga.
5. Instalasi Gawat Darurat
6. Instalasi Rawat Inap
7. ICU/HCU

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS RESUSITASI JANTUNG PARU

No.Revis: A Halaman :
1/2

Ditetapkan :
Direktur
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL Tanggal Terbit:
2 Februari 2023

dr. Hendra Octavianto


NIP. 2381001
Pengertian Resusitasi jantung paru merupakan suatu metode bantuan sirkulasi dan pernafasan
dengan melakukan kompresi dada dan ventilasi buatan.di Rumah Sakit Sarkies
‘Aisyah Kudus
Tujuan 1. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah bagi tenaga medis dalam
resusitasi jantung paru.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
respirasi.
3. Memberikan oksigenasi terhadap otak, jantung dan organ- organ vital
lain sampai datangnya sistem pengobatan yang definitif.
Kebijakan

Prosedur A. Persiapan
Alat-alat:
a. Monitor
b. Defibrillator
B. Pelaksanaan

2. Cek respon pasien (panggil,goyangkan bahu) Panggil bantuan / minta tolong


15. Raba nadi karotis (kurang dari 10 detik), bila tidak ada nadi lanjutkan untuk
RJP.
16. Atur posisi klien (terlentang dengan alas datar dan keras)
17. Tentukan titik kompresi: bagian tengah sternum 2 jari di atas processus
xyphoideus
18. Berikan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm untuk dewasa, 4 cm
untuk anak, minimalkan interupsi dan ikuti recoil dada secara sempurna
19. Lakukan kompresi dengan irama teratur dan kecepatan minimal 100-
120X/menit, dilanjutkan ventilasi dengan perbandingan 30:2

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
20. Cek nadi setelah 5 siklus (2 menit).
21. Pasang monitor/defibrillator.
22. Lakukan defibrilasi dengan kekuatan 360 J (monofasik) bila irama Vertrikel
Tachicardi tanpa nadi atau Ventrikel Fibrilasi, kemudian segera lanjutkan
RJP selama 5 siklus (2 menit) kemudian lakukan evaluasi irama dan cek
nadi

23. Lakukan RJP selama 5 siklus/2 menit bila irama asystole/PEA, lakukan
pemasangan iv line bila belum terpasang, berikan vasopressor epineprin 1
mg iv (dewasa ), epineprin 0,1 – 0,3 mL/kg BB larutan 1 : 10.000 ( anak ),
ulangi setiap 3-5 menit.

24. Lakukan intubasi endotracheal untuk mempertahankan jalan napas,


kemudian jika masih membutuhkan RJP, kompresi dan ventilasi berjalan
sendiri-sendiri (kompresi minimal 100- 120x/menit, ventilasi 8-10
kali/menit)

25. Hentikan kompresi jika :


d. Irama sinus rytme dan nadi sudah ada.

e. Penolong kelelahan

f. Dalam waktu >30 menit tidak ada respon


26. Hentikan ventilasi, jika nafas sudah spontan. Kemudian cari dan tangani
faktor penyebab, lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
C. Hal Yang Harus Diperhatikan

2. Apabila keluarga menolak resusitasi, maka harus menandatangani blangko


penolakan tindakan medis. Berikan informasi (inform consent) kepada
keluarga.
8. Instalasi Gawat Darurat
9. Instalasi Rawat Inap
10. ICU/HCU

Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com


– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus
Jl. Mas Sirin No.79, Kudus 0291-4150-000 rssarkies@gmail.com
– Margoyoso Km.2 Kudus,
59316
Purwosari Kudus

Anda mungkin juga menyukai