Anda di halaman 1dari 44

PANDUAN

PELAYANAN RESUSITASI

Rumah Sakit Sumber Kasih


Jl. Siliwangi No. 135 Cirebon

1
LEMBAR PENGESAHAN

Panduan Pelayanan Resusitasi telah disahkan dan disetujui pada :

hari : Senin

tanggal : 3 Januari 2022

Disahkan oleh : DIREKTUR

RUMAH SAKIT

dr. Lucia Dewi Puspitasari, MM

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
kepada kami, maka buku Panduan Pelayanan Resusitasiini dapat diselesaikan.

Dengan tersusunnya buku PanduanPelayanan Resusitasidi RS Sumber Kasih ini


diharapkan akan bermanfaat bagi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di RS
Sumber Kasih. Selain itu manfaat secara luas lainnya adalah untuk melindungi profesi
pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan.

Buku Panduan ini senantiasa akan terus dievaluasi, diperbaiki secara berkala dan
dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan dan ketentuan
dari pengguna jasa pelayanan medis di RS Sumber Kasih.

Cirebon, Januari 2022

Tim Penyusun

3
TIM PENYUSUN

dr. Lucia Dewi Puspitasari, MM


( Direktur Rumah Sakit Sumber Kasih )

dr. Rizka Utami


( Manager Pelayanan Medis Rumah Sakit Sumber Kasih )

dr. Ribud Anggoro


( Komite Rekam Medis Rumah Sakit Sumber Kasih )

Evi Septriana
( Ahli Gizi Rumah Sakit Sumber Kasih )

Agnes Nursyamsyiah
( Koordinator Rekam Medis Rumah Sakit Sumber Kasih )

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2

KATA PENGANTAR 3

TIM PENYUSUN 4

DAFTAR ISI 5

BAB I DEFINISI 14

A. Pengertian 14

B. Tujuan 14

BAB II RUANG LINGKUP 15

BAB III TATA LAKSANA 16

BAB IV DOKUMENTASI 40

DAFTRA PUSTAKA

5
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SUMBER KASIH

NOMOR 035/PER/DIR/RSSK/I/2022

TENTANG PELAYANAN

RESUSITASI

DIREKTUR RUMAH SAKIT SUMBER KASIH

Menimban : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka
g diperlukan penyelenggaraan Pelayanan Resusitasi Yang Seragam;

b. bahwa agar pelayanan resusitasi yang seragam di rumah sakit dapat


terlaksana dengan baik, perlu adanya, kebijakan Direktur rumah sakit sebagai
landasan bagi penyelenggaraan pelayanan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,


perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur rumah sakit tentang Pelayanan
Resusitasi yang Seragam;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit;

3. Peraturan Menteri Kesekalan Republik Indonesia


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;

6
5. Keputusan Direktur Utama PT Sumber Kasih Nomor 001/SK-RKI/2015 Tentang
Struktur Organisasi Rumah Sakit Sumber Kasih;

6. Keputusan Direktur PT Sumber Kasih Nomor 004/KEP/SK-RKI/XII/2015 tentang


Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Sumber Kasih;
MEMUTUSKAN :

Menetapka
n

Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SUMBER KASIH TENTANG


KEBIJAKAN PELAYANAN RESUSITASI.

Kedua : Kebijakan pelayanan resusitasi yang seragam di Rumah Sakit Sumber


Kasih sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan.

Ditetapkan di : Cirebon
Pada tanggal : 3 Januari 2022
DIREKTUR RUMAH SAKIT

dr. Lucia Dewi Puspitasari ,MM


LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH


SAKIT SUMBER KASIH NOMOR
035/PER/DIR/RSSK/I/2022
TENTANGPELAYANAN RESUSITASI
YANG SERAGAM

BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap
mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian.
Beberapa definisi Resusitasi Jantung Paru :
1. Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau
henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh
suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi
tersebut bekerja kembali.
2. Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada
orang yang mengalami henti nafas karena sebab-sebab tertentu.
3. Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 yaitu bantuan hidup dasar dan bantuan hidup
lanjutan yang masing-masing keduanya tidak terpisahkan.

B. TUJUAN
Tujuan dari tindakan resusitasi adalah mengembalikan fungsi jantung dan paru
agar kembali seperti semula.
BAB II RUANG
LINGKUP

1. Panduan ini mengatur untuk melakukan tindakan resusitasi jantung paru baik berupa
bantuan hidup dasar maupun bantuan hidup lanjutan.
2. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang mengalami kegawatan berupa henti
jantung dan henti nafas apapun penyebabnya baik dirawat jalan maupun rawat inap.
3. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh semua petugas di RSSKyang telah
mendapatkan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) sedangkan Bantuan hidup lanjutan
hanya boleh dilakukan oleh dokter dan perawat.
4. Panduan ini mengatur bagaimana pelaksanaan resusitasi, team blue code dan
penanganan setelah resusitasi berhasil dilakukan.

10
10
11
BAB III TATA
LAKSANA

A. Bantuan Hidup Dasar


1. RSSKharus memastikan semua petugas yang ada di rumah sakit mampu melakukan
bantuan hidup dasar kepada pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas.
2. Setiap petugas di RSSK sebelum melakukan bantuan hidup dasar
diharuskan :
a. Memahami tanda-tanda henti jantung dan henti nafas.
b. Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi buatan yang baik dan
benar. c. Teknik kompresi yang baik serta frekuensi kompresi yang adekuat.
d. Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan nafas.
3. Bantuan hidup dasar yang dilakukan mengacu kepada rekomendasi yang
dikeluarkan olehAmerican Heart Association tahun 2010 yang dikenal dengan
mengambil 3 rantai pertama dari 4 rantai kelangsungan hidup,yaitu :
a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera
(Early Acces).
b. Resusitasi jantung paru segera (Early CPR).
c. Defibrilasi segera (Early Defibrilation)
d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif(Effective ACLS).
e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Interated Post Cardiac Arrest Care)
f.
g. Petugas menggunakan sistem BHD ARCCAB
h. Petugas yang menemukan pasien/petugas/pengujung tidak sadar, harus diamankan
(amankan diri, amankan pasien dan amankan lingkungan)
i. Pastikan bahwa pasien tersebut tidak sadar dengan cara memanggil, menepuk atau
menggoyangkannya.
j. Bila pasien tetap tidak sadar, maka posisikan pasien dalam keadaan terlentang dengan
alas tidur rata dan keras, kemudian meminta bantuan kepada orang terdekat untuk
memanggil tim kode blue /mengaktifkan kode blue di nomer 111.
k. Sambil menunggu pertolongan petugas melakukan pengecekan sirkulasi dengan
menekan arteri karotis pada dewasa, femoralis pada anak dan barchialis pada bayi,
apakah ada denyutan atau tidak (maksimal penilaian selama 10 detik)
l. Bila pasien tidak ada denyut nadi karotis, maka petugas langsung melakukan pijat
jantung luar/kompresi dengan cara menempatkan kedua tangan pada tulang dada

12
12
secara

13
13
bertumpuk, kemudian menekan ke bawah sedalam 3-5 cm dengan posisi tangan
lurus dan tidak ditekuk, kecepatan kompresi minimal 100 kali/menit.
m. Setelah hitungan kompresi 30 kali, Bila ada sumbatan jalan nafas maka lakukan
pembersihan dengan menggunakan sapuan jari/cross finger. Lalu berikan nafas
buatan/ventilasi sebanyak 2 kali (1 siklus dengan rasio kompresi:ventilasi = 30:2).
Petugas melanjutkan kompresi dan ventilasi selama 5 siklus.
n. Setelah 5 siklus cek kembali nadi karotis. Jika belum teraba lanjutkan resusitasi dan
ventilasi.
o. Bila penolong lain datang maka kompresi dan ventilasi dapat dilakukan
bergantian. p. Bantuan hidup dasar dilanjutkan sampai tim code blue datang
q. Semua yang dilakukan didokumentasikan pada form code blue

4. Rantai kelangsungan hidup adalah :


a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat
segera.Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka, petugas harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem gawat darurat.
- Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada
orang dewasa atau sekitar satu menit setelah memberikan pertolongan RJP
pada bayi dan anak.
- Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung.
- Identifikasi henti jantung dan henti nafas.
b. Resusitasi jantung paru segera
Kompresi dada segera dilakukan jika penderita mengalami henti jantung.
Kompresi dada dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh
serta berirama ditengah tulang dada. Tekanan ini dilakukan untuk mengalirkan
darah serta mengantarkan oksigen ke otak dan otot jantung. Pernafasan
bantuan dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan
memberikan nafas dalam waktu satu detik sesuai volume tidaidan diberikan
setelahdilakukan 30 kompresi dada.
c. Defibrilasi segera
Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai kelangsungan hidup
penderita. Waktu antara penderita kolaps dan dilaksanakan
defibrilasi

14
14
merupakan saat kritis. Angka keberhasilan menurun 7-108 setiap menit
keterlambatan penggunaan defibrilator.
d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang
efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh team ACLS merupakan rantai keberhasilan
manajemen henti jantung dengan bantuan alat-alat ventilasi. obat untuk
mengontrol aritmia dan stabilisisasi penderita. ACLS memiliki 3 tujuan dalam
penyelamatan henti jantung :
- Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkanmanajemen jalan
nafas. pemberian bantuan nafas dan pemberian obat-obatan.
- Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan
defibrilasi.
- Memberikan defibrilasi jika terjadi fibrilasi ventrikel, mencegah fibrilasi
berulang dan menstabilkan penderita setelah resusitasi.
e. Penanganan terintegrasi pasca henti
jantung
Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan American Heart Association tahun 2010
mulai diperkenalkan kepentingan pelayanan sistematis dan penatalaksanaan
multi spesialistik lagi penderita setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara
spontan (Return of Spontaneous Circulation).
5. Pelaksanaan bantuan hidup dasar
Tujuan utama pelaksanaan RJP adalah untuk mempertahankan kehidupan,
memperbaiki kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan
membatasi disability tanpa melupakan hak dan keputusan pribadi. Dalam
pelaksanaanya keputusan untuk melakukan tindakan RJP sering kali hanya diambil
dalam hitungan detik oleh penolong yang mungkin tidak mengenal penderita yang
mengalami henti jantung atau tidak mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika
akan melakukan pertolongan. penolong harus mengetahui dan memahami hak
penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilakukan
yaitu :
a. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah
dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita.
b. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat
15
15
pengobatan secara optimal.

16
16
c. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi,
misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau kelainan kromosom.
6. Penghentian RJP
Bantuan RJP dapat dihentikan bila :
a. Penolong sudah melakukan BHD dan Bantuan Hidup Lanjut secara optimal.
b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun
atau mengalami over dosis obat yang menghambat susunan sistem saraf pusat.
c. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama
10 menit atau lebih.
7. Tekhnik pelaksanaan BHD
a. Sebelum melakukan BHD penolong harus memastikan bahwa lingkungan sekitar
penderita aman untuk melakukan pertolongan dilanjutkan dengan memeriksa
kemampuan respons penderitasambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan
sistem gawatdarurat dan menyediakan defibrilator.
b. Pengecekan pulsasi arteri
- Pengecekan pulsasi tidak perlu dilakukan bila penderita mengalami pingsan
mendadak, tidak bernafas atau bernafas tidak normal. Penilaian pulsasi
sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam 10 detik tidak dapat
meraba pulsasi maka segera lakukan kompresi dada.
- Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat
dan berirama pada tulang dada,dengan frekuensi minimal 100 kali/menit,
kedalaman minimal 4 cm,berikan kesempatan dada mengembang sempurna
setelah kompresi, seminimal mungkin interupsi dan hindari pemberian nafas
bantuan yang berlebihan.
c. Pembukaan jalan nafas
Pembukaan jalan nafas dilakukan dengan teknik angkat kepala angkat dagu
pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher, sedangkan untuk
yang mengalami cedera leher dilakukan dengan menarik rahang tanpa ekstensi
kepala.
d. Pemberian nafas bantuan
Pemberian nafas bantuan dilakukan setelahjalan nafas aman dengan
memperhatikan pemberian nafas bantuan dalam waktu 1 detik dengan volume
17
17
tidaiyang cukup untuk mengangkat dinding dada,diberikan 2 kali nafas setelah
10 kali kompresi.
e. Defibrilasi
Defibrilasi hanya dilakukan bila pasien dengan fibrilasi ventrikel dengan
kemungkinan keberhasilan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
waktu.
Berikut pelayanan resusitasi yang
seragam :

1. Pelayanan Resusitasi yang seragam harus dapat dilaksanakan di setiap area


dalam 24 jam.

2. Setiap petugas Rumah Sakit harus mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) yang dibuktikan dengan adanya sertifikat BHD setelah melakukan pelatihan
berkala minimal 2 tahun sekali.

3. Obat-obatan dan peralatan Code Blue dalam trolly emergency harus selalu
dalam keadaan siap pakai & terpelihara dengan adanya bukti control pengecekan
setiap hari termasuk hari libur oleh petugas yang telah ditentukan (Para Direktur
Ruangan pada jam kerja serta perawat setiap shift jaga diluar jam kerja & hari libur)

4. Peralatan dalam trolly emergency harus selalu dilakukan kalibrasi secara


berkala sesuai dengan program Rumah Sakit.

5. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu & keselamatan


pasien.

6. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

7. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi


ketentuan dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

8. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar


prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, etikket, dan menghormati hak
pasien.

9. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola


ketenagaan.

10. Setiap akhir kegiatan pelayanan resusitasi harus dilakukan


pendokumentasian dan evaluasi.

11. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat

18
18
rutin bulanan minimal satu bulan sekali oleh Tim Pokja pelayanan pasien yang telah
ditunjuk.

19
19
12. Setiap orang yang bisa melakukan tindakan BHD, dalam hal ini petugas medis
atau petugas lain yang telah memiliki sertifikat dapat melakukan tindakan BHD
menggunakan ARCCAB ( Amankan, Respon, Call for Help, Circulation, Airways,
Breathing

13. Ada 4 kunci dalam melakukan resusitasi yaitu: Segera mengenali pasien dengan
gangguan nafas dan sirkulasi, aktifkan Code Blue, segera lakukan Resusitasi jantung
Paru (RJP) sampai bantuan datang, dan lakukan tindakan terintegrasi setelah pasien
dinyatakan henti jantung / "Cardiac Arrest". Sumber: 2010 America Heart
Association Guidelines for CPR and ECG, 2010 Handbook of Emergency
Cardiovascular Care For Healthcare Provider.

14. Setiap kegawat daruratan hentl nafas dan atau henti jantung pada pasien yang
memungkinkan untuk dapat ditolong ditangani dengan mengaktifkan "Code Blue"

15. Mengingat time respont penanganan pasien resusitasi Rumah Sakit Sumber
Kasih harus cepat maka untuk penanganan Code Blue dapat dilakukan oleh para
petugas yang terdekat dengan kejadian berdasarkan area tertentu sesuai dengan
kondisi sarana dan prasarana. Untuk ini maka ditentukan Tim Code Blue yang ruang
lingkup tugasnya berdasarkan area tertentu. Sedangkan Tim bantuan hidup lanjut
berkedudukan statis di ICU.

Pembagian Area Code Blue

NO TIM CODE BLUE AREA CAKUPAN KETERANGAN

1 2 3 4

1. TIM 1 1. IGD
2. Poliklinik
3. Instalasi Farmasi
4. Rekam Medis
5. Laboratorium
6. Radiologi
7. Pantologi Anatomi
8. Ruang Karumkit
9. Ruang Staf
2. TIM 2 1. ICU
2. Ruang Perawatan
3. Dapur

20
20
4. Laundry
5. Kamar Bedah

16. Tim Code Blue terdiri dari :

a. Dokter umum Rumah Sakit Sumber Kasih yang memiliki kompetensi


penanganan resusitasi jantung paru.

b. Perawat 1 yang merupakan perawat di ruangan

c. Perawat 2, dan 3 sebagai anggota tim Code Blue yang dipersiapkan


untuk melakukan kompresi jantung dan pemberian nafas buatan.

d. Perawat 4, yang bertugas mempersiapkan ketersediaan obat dan alat


yang dibutuhkan setiap saat

17. Apabila tindakan Code Blue berhasil maka penanganan pasien selanjutnya
dapat diambil alih/dikonsulkan kepada Tim bantuan hidup lanjut yang berkedudukan
di ICU Rumah Sakit Sumber Kasih yang dapat dihubungi pada kesempatan pertama
untuk melanjutkan perawatan yang telah dilakukan oleh Tim Code Blue baik
ditempat kejadian maupun ditransfer / alih rawat ke ICU.

18. Untuk pasien yang dinyatakan "Do NotResuscitation" (DNR)


dinyatakan dengan pengisian Informed Consent IDNR oleh keluarga yang diketahui
oleh DPJP & Case Managerdan kemudian pasien ditandai dengan gelang putih.

19. Petugas medis (perawat, dokter, residen, dan spesialis) penemu


pertama pasien ancaman gangguan napas dan sirkulasi dapat melakukan tindakan
bantuan hidup dasar (BHD), kemudian petugas lainnya mengaktifkan "Code Blue"

20. Pengaktifan alarm Code Blue di Rumah Sakit Sumber Kasih dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi di area tempat kejadian. Secara umum dapat dilakukan
dengan :

Menghubungi call center (operator dengan nomor 111) yang telah ditentukan, dan
selanjutnya petugas penerima akan mengurnandangkan Code Blue ke seluruh

21
21
penjuru Rumah Sakit sehingga petugas terkait dan petugas terdekat
segera memberikan respon.

B. Bantuan Hidup Lanjutan


1. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelahbantuan hidup dasar
maka RSPP membentuk team bantuan hidup lanjutan yang disebut team biru (Blue
code).
2. Team biru terdiri dari dokter dan perawat terlatihyang bersertifikasi perawatan
intensifdan atau ACLS.
3. Penanggung jawab team biru adalah Ka. SMFAnastesiologi.
4. Leader dalam team biru adalahdokter umum yang jaga saat kejadian atau perawat
team biru yang bersertifikat ACLS.
5. Pemimimpin team biru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua
dilakukan pada saat yang tepat dengan cara yang tepat dengan memantau dan
mengintegrasikan kinerja perorangan semua anggota team.
6. Tugas pemimpin team adalah :
a. Memantau kinerja perorangan dari semua anggota team.
b. Menyokong anggota team.
c. Berkonsentrasi pada penanganan pasien secara
komprehensif. d. Mengajar dan melatih.
e. Memberikan pemahaman.
f. Menetapkan peranan anggota team
7. Peranan anggota team adalah :
a. Siap untuk memenuhi tanggung jawab peranannya.
b. Sering mempraktekan pengetahuan mengenai algoritma.
c. Memiliki pengetahuan mengenai algoritma
d. Bertanggung jawab untuk mencapai keberhasilan.
e. Melaksanakan perintah pemimpin team.
8. Team biru terdiri dari Team ICU danTeam IGD.

22
22
9. Untuk kelancaran operasional maka RSSK melengkapi pelaksanaan team biru
dengan Alur Kerja dan Standar Prosedur Operasional (SPO), Blue code, SPO BHD,
SPOHenti Jantung Henti Nafas, SPOIntubasi.
10. Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma yang dikeluarkan oleh American
Heart Association tahun 2010.

20
20
C. Panduan Kode Biru (Blue Code)

TIM KODE BIRU


a. Pelatihan penyedia perawatan pasien melakukan resusitasi pada setiap orang,
yang mengalami
1) Gagal cardiopulmonary (cardio paru)
2) Gagal pernapasan
3) Masalah jalan napas
b. Melatih:
1) Dokter
2) Perawat
3) Personil pendukung

AKTIVASI KODE BIRU


a. Semua karyawan harus dididik untuk mengaktifkan Kode Biru merespon dalam hal
1) Serangan jantung
2) Gagal pernapasan
b. Aktifkan Respon Kode Biru dengan
1) Menghubungi Operator Darurat Rumah Sakit dengan nomor telepon 100
2) Memberikan informasi: Lokasi pasien
c. Operator Darurat Rumah Sakit akan aktif merespon ketika diberitahu terjadi
kode biru
1) Sistem radio panggil kode biru
2) Mengumumkan lokasi kode itu terjadi

21
21
ANGGOTA KODE BIRU
a. Dokter: Unit Gawat Darurat
b. Unit Perawatan Intensif/Perawat Darurat yang sudah terjadwal di jadwal
jaga perawat.

PERAN ANGGOTA LOKAL/ PENEMU PERTAMA


a. Memastikan keamanan bagi diri sendiri, korban dan
lingkungan b. Memeriksa respon pasien
c. Menghubungi call centre ke 100 untuk mengaktifkan blue code.
d. Memeriksa nadi.
e. Memeriksa Jalan nafas
f. Memeriksa gerakan pernafasan
g. Memulai Resusitasi Cardio Paru sambil menunggu tim kode biru datang.

KETRAMPILAN KEPERAWATAN KODE BIRU


a. Mengidentifikasi pernapasan/serangan jantung
b. Aktifkan Kode Biru
c. Pemberian Oksigen: Nasal cannula, masker
d. Resusitasi Kantong-Katup-Masker dengan 100%
O2 e. Memantau Jantung/Aplikasi bantalan
defibrillator
f. Akses Intra Venous (intra vena)
g. Administrasi obat
h. Defibrillasi ( pelatihan ACLS)
i. Dokumentasi CPR

SURVEI DASAR BANTUAN HIDUP


a. Membentuk sikap responsif
b. Aktifkan Sistem Tanggap
Darurat c. Sirkulasi
d. Defibrillasi

22
22
PROSEDUR BLUE CODE DI RUMAH SAKIT PERMATA CIREBON
1. Team blue code terdiri dari dokter jaga ruangan dan perawat terlatih yang telah
mengikuti pelatihan BHD, kursus ICU dan atau Kardiologi Dasar/ACLS
2. Team blue code terdiri dari 2 team masing-masing shift yaitu team ICU dan team IGD.
3. Bila terjadi kegawatan terhadap pasien di ruang rawat inap, perawat yang menemukan
kegawatan/penanggung jawab kamar menghubungi nurse station bersangkutan
memberitahukan ada kegawatan dan meminta bantuan team blue code melalui
nomer
100, dan bila terjadi kegawatan di rawat jalan, maka perawat yang menemukan
memberitahukan ada kegawatan dan meminta bantuan team blue codesecara lisan ke
counter terdekat.
4. Perawat di nurse station yang menerima berita langsung menginformasikan melalui
central call ke seluruh ruangan agar perawat yang ada di kamar perawatan menuju ke
kamar terjadinya kegawatan, sambil membawa trolley emergency lengkap.
5. Perawat di nurse station ataucounter poliklinik menghubungi informasi di pesawat 100
untuk memohon bantuan team blue code dengan menyebutkan lokasi terjadinya
kegawatan, serta menghubungi dokter jaga ruangan/poliklinik.
6. Petugas informasi segera mengangkat telepon 100 tanpa menunggu bunyi ke tiga dan
menahan seluruh pembicaran yang sedang berlangsung dari nomor lain
7. Petugas informasi melakukan identifikasi yang memberikan informasi kegawatan medis
dengan menanyakan identitas yang memberikan laporan
8. Petugas informasi memberitahukan melalui announcer“BLUE CODE DI RUANG.......” ke
semua ruangan team blue code perihal kegawatan di lokasi yang bersangkutan secara
berulang sebanyak 3 kal dengan nada yang datar agar tidak terjadi kepanikani.
9. Semua petugas blue code segera mempersiapkan diri dan peralatan menuju lokasi
kejadian dengan segera dan tidak menggunakan lift.
10. Sambil menunggu bantuan datang, penemu pasien gawat tersebut memposisikan pasien
dalam posisi tertentang dan beralas rata/keras dan melakukan BHD.
11. Sebelum team blue code datang, maka ketua shift bertindak sebagai leader resusitasi.
12. Ketika dokter jaga ruangan/poliklinik datang, maka leader resusitasi beralih ke
dokter jaga ruangan, begitu pula jika DPJP datang maka leader resusitasi beralih ke DPJP
dan bila dokter spesialis anestesi datang, maka leader resusitasi beralih ke dokter
23
23
spesialis anestesi.

24
24
13. Sebelum team blue code tiba di lokasi, maka perawat ruangan dapat memberikan
bantuan hidup dasar sesuai dengan SPO BHD dan SPO Penanggulangan Henti Jantung
dan Henti Nafas.
14. Setelah team blue code datang, maka penanggulangan kegawatan dilanjutkan oleh
team blue code dan perawat ruangan membantu mempersiapkan untuk tindak
lanjutnya, leader tetap oleh dokter jaga ruangan atau DPJP, bantuan intubasi,
ventilasi dan defibrilasi oleh team blue code, bantuan kompresi dan pemberian obat-
obatan dan dokumentasi oleh perawat ruangan.
15. Dokter jaga ruangan menghubungi DPJP untuk melaporkan kondisi pasien dan
tindaklanjut berikutnya.
16. Setelah penanganan kegawatan teratasi namun pasien masih perlu pemantauan, maka
pasien tersebut dapat dikirim ke ICU dengan didampingi oleh team blue code setelah ada
persetujuan dari keluarga dan DPJP.
17. Bila penanggulangan kegawatan tidak teratasi dan pasien dinyatakan meninggal,
maka perawatan selanjutnya diteruskan oleh perawat ruangan sesuai dengan SPO
Penanganan Jenazah.
18. Team blue code dan perawat ruangan mendokumentasikan tindakan yang
telah dilakukan pada form blue code.

25
25
Algoritma BLS dewasa sederhana
BLS Dewasa sederhana

Berg R A et al. Circulation 2010;122:S685-S705

26
26
MEMBENTUK SIKAP RESPONSIF
1) Tekan dan berteriak “Apakah anda baik-baik saja”
2) Periksa kesadaran/pernapasan abnormal dengan membaca gerakan dada

MENGAKTIFKAN SISTEM TANGGAP DARURAT


Meminta bantuan atau mengirim seseorang untuk pertolongan
1) Berteriak minta tolong
2) Protokol Kode Biru mengaktifkan Kode Biru di security di nomor telepon 100

SIRKULASI
1. Periksa nadi corotid selama 5-10 detik
2. Jika tidak ada nadi Mulai Resusitasi Cardio Paru
a. Menekan pusat dada (lebih rendah ½ dari sternum)
b. Rasio: 30:2 menekan untuk napas
c. Kedalaman: paling tidak 2 inci
d. Tingkat: paling tidak 100 tekanan per menit
e. Memungkinkan melengkapi pentalan dada
f. Meminimalkan interupsi
g. Beralih penyedia setiap 2 menit
h. Hindari ventilasi berlebihan
3. Jika nadi mulai ada mulai bantuan pernapasan
a. 1 napas setiap 5-6 detik (10-12 napas per menit)
b. Periksa nadi setiap 2 menit

SURVEI MENDUKUNG KELANJUTAN KEHIDUPAN JANTUNG


1. Jalan napas
2. Pernapasan
3. Sirkulasi
4. Perbedaan Diagnosa

27
27
JALAN NAPAS
1. Mempertahankan jalan napas paten dibawah sadar
a. Dagu mengangkat kepala miring
b. Tambahan jalan napas sederhana:

2. Gunakan jalan napas lanjutan jika diperlukan:


a. Konfirmasi penempatan yang tepat
- Pemeriksaan fisik
- Kuantitatif gelombang Capnography
b. Perangkat aman untuk mencegah keluar dari posisi
c. Memantau penempatan jalan napas dengan kuantitatif gelombang
Capnography terus menerus

PERNAPASAN
1. Tambahan O2 ketika diindikasi
a. Menetapkan kadar O2 untuk oksigen sat ≥ 94% tidak menahan
Pt’s b. 100% O2 untuk Pt’s dalam serangan jantung
2. Memantau kecukupan ventilasi danoksigenasi
- Kriteria klinis: kenaikan dada dan cyanosis
- Kuantitatif gelombang capnography
- Saturasi oksigen
3. Hindari ventilasi berlebihan

SIRKULASI
1. Memantau kualitas CPR
2. Pasang monitor/Defibrillator
3. Memantau aritmia atau penangkapan irama
4. Memberikan defibrillasi/Cardioversion
28
28
5. Mendapatkan akses IV/IO
6. Berikan obat yang sesuai
7. Berikan cairan jika diperlukan

PERBEDAAN DIAGNOSA
Mencari dan mengobati penyebab reversibel

H’s DAN T’s


- Hypoxia - Ketegangan pneumothorax
- Hypovolemia - Tamponade jantung
- Hydrogen ion (acidosis) - Racun
- Hypo/hyper kalemia - Trombosis Paru
- Hypothermia - Trombosis Koroner

29
29
Algoritma Serangan Jantung ACLS
Serangan Jantung Dewasa
Berteriak minta tolong/Aktifkan Tanggap Darurat

YaTidak

29

Tidak
10

6 Ya

TidakTidak

11
Ya

TidakYa
8 12

30
30
Kualitas CPR
1. Menekan keras (≥ 2 inci{5 cm}) dan cepat (≥ 100/menit) dan
memungkinkan melengkapi pentalan dada
2. Meminimalkan gangguan dalam kompresi
3. Hindari ventilasi berlebihan
4. Putar kompresor setiap 2 menit
5. Jika tidak ada jalan napas, 30:2 rasio kompresi ventilasi
6. Kuantitatif gelombang capnography
- Jika Petco2<10 mm Hg, berusaha untuk meningkatkan kualitas CPR
7. Tekanan intra arteri
- Jika fase relaksasi (diastolic) tekanan<20 mm Hg, berusaha untuk
meningkatkan kualitas CPR

Kembalinya sirkulasi Spontan (ROSC)


1. Nadi dan tekanan darah
2. Peningkatan yang berkelanjutan mendadak di Petco2 (biasanya) ≥ 40 mm Hg)
3. Gelombang tekanan spontan arteri dengan pemantauan intra arteri

Energi Kejut
1. Biphasic:Rekomendasi produksi (misalnya, dosis awal 120-200 J); jika tidak
diketahui, gunakan maksimum yang tersedia. Dosis kedua dan selanjutnya harus
setera, dan dosis tertinggi dapat dipertimbangkan.
2. Monophasic: 360 J

Terapi Obat
1. Dosis Epinephrine IV/IO: 1 mg setiap 3-5 menit
2. Dosis Vasopressin IV/IO: 40 unit dapat menggantikan dosis pertama atau
kedua epinephrine
3. Dosis Amiodarone IV/IO:
Dosis pertama: 300 mg bolus
Dosis kedua: 150 mg

30
30
Jalan Napas Lanjutan
1. Jalan napas lanjutan Supraglottic atau intubasi endotracheal
2. Gelombang capnography untuk mengkonfirmasi dan memantau penempatan tabung
ET
3. 8-10 napas per menit dengan penekanan dada terus menerus

Penyebab Reversibel
1. Hypovolemia
2. Hypoxia
3. Hydrogen ion (acidosis)
4. Hypo-/hyperkalemia
5. Hypothermia
6. Ketegangan pneumothorax
7. Tamponade, jantung
8. Racun
9. Trombosis, paru
10. Trombosis, koroner

31
31
Algoritma Melingkar Serangan Jantung ACLS

Serangan Jantung Dewasa

Berteriak minta tolong/Aktifkan Tanggap Darurat

Neumar R W et al. Circulation 2010;122:S729-S767

32
32
Kualitas CPR
1. Menekan keras (≥ 2 inci{5 cm}) dan cepat (≥ 100/menit) dan
memungkinkan melengkapi pentalan dada
2. Meminimalkan gangguan dalam kompresi
3. Hindari ventilasi berlebihan
4. Putar kompresor setiap 2 menit
5. Jika tidak ada jalan napas, 30:2 rasio kompresi ventilasi
6. Kuantitatif gelombang capnography
- Jika Petco2<10 mm Hg, berusaha untuk meningkatkan kualitas CPR
7. Tekanan intra arteri
- Jika fase relaksasi (diastolic) tekanan<20 mm Hg, berusaha untuk
meningkatkan kualitas CPR

Kembalinya sirkulasi Spontan (ROSC)


1. Nadi dan tekanan darah
2. Peningkatan yang berkelanjutan mendadak di Petco2 (biasanya) ≥ 40 mm Hg)
3. Gelombang tekanan spontan arteri dengan pemantauan intra arteri

Energi Kejut
1. Biphasic:Rekomendasi produksi (misalnya, dosis awal 120-200 J); jika tidak
diketahui, gunakan maksimum yang tersedia. Dosis kedua dan selanjutnya harus
setera, dan dosis tertinggi dapat dipertimbangkan.
2. Monophasic: 360 J

Terapi Obat
1. Dosis Epinephrine IV/IO: 1 mg setiap 3-5 menit
2. Dosis Vasopressin IV/IO: 40 unit dapat menggantikan dosis pertama atau
kedua epinephrine
3. Dosis Amiodarone IV/IO:
Dosis pertama: 300 mg bolus
Dosis kedua: 150 mg

33
33
Jalan Napas Lanjutan
1. Jalan napas lanjutan Supraglottic atau intubasi endotracheal
2. Gelombang capnography untuk mengkonfirmasi dan memantau penempatan tabung
ET
3. 8-10 napas per menit dengan penekanan dada terus menerus

Penyebab Reversibel
1. Hypovolemia
2. Hypoxia
3. Hydrogen ion (acidosis)
4. Hypo-/hyperkalemia
5. Hypothermia
6. Ketegangan pneumothorax
7. Tamponade, jantung
8. Racun
9. Trombosis, paru
10. Trombosis, koroner

34
34
Algoritma Bradycardia
Bradycardia Dewasa
(Dengan Nadi)

Tidak

5 Ya

© 2010 American Heart Association


Neumar R W et al. Ciculation 2010;122:S729-S767

35
35
Algoritma
Tachycardia
Tachycardia Dewasa
(dengan nadi)
1

3 4
Ya

6
5 Tidak
Ya

Tidak

©2010 American Heart Association


Neumar R W et al. Ciculation 2010;122:S729-S767
NSR dengan Ectopy > VT>VF>NSR

36
36
● Seorang pekerja besi tua 48 tahun dibawa ke Departemen Darurat oleh rekan
kerja lainnya menyusul timbulnya tiba-tiba “tipe tekanan” nyeri dada menjalar ke
leher, rahang dan lengan kiri.
● Dia sedikit pucat mengeluarkan keringat, dan sangat cemas.

Tacchycardia lebar yang kompleks>VF>NSR


● Wanita berusia 63 tahun peminum alkohol dengan riwayat CHF, dibawa ke
rumah sakit oleh anak perempuannya karena memburuknya gejaladyspnea,
batuk dan napas berbunyi seperti peluit.
● Dia tampak cukup sakit tapi menyangkal nyeri dada
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah :


1. Team biru mencatat segala kejadian, tindakan dan obat-obatan yang diberikan
dalam form blue code.
2. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan layanan asuhan mencatat di
dalam form catatan terintegrasi.
3. Bila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif, maka dokter dan
perawat mencatat rencana selanjutnya dalam form catatan terintegrasi dan selanjutnya
pasien dikirim ke ruang rawat intensif setelah mendapat persetujuan dari keluarga
pasien.
4. Bila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal harus dicatat kapan
pasientersebut dinyatakan meninggal serta penyebab pasien meninggal dalam form
catatan terintegrasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://ml.scribd.com/doc/250217063/Panduan-Resusitasi, tanggal 25 Mar 2015 11:34:01
GMT.

Anda mungkin juga menyukai