PELAYANAN PASIEN
TAHAP TERMINAL DAN
2023
DNR
Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dirumah sakit diperlukan adanya
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Dan DNR di RS Sarkies ‘Aisyiyah kudus
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas perlu ditetapkan
panduan pelayanan pasien terminal di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
membutuhkan acuan dalam penyelenggaraannya;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
perlu ditetapkan Peraturan Direktur tentang Pedoman Pelayanan di Rumah Sakit
Sarkies ‘Aisyiyah Kudus;
Menetapkan : MEMUTUSKAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS
TENTANG PELAYANAN PASIEN TERMINAL RUMAH SAKIT SARKIES
1 ‘AISYIYAH KUDUS.
Mencabut peraturan direktur nomor : 320/Per/RSSAK/3/2019 tentang panduan
pelayanan terminal dan DNR Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
2 Mengesahkan panduan layanan pasien tahap terminal dan DNR Rumah Sakit Sarkies
‘Aisyiyah Kudus dimaksud dalam point ke satu sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini
Pemberlakuan panduan pelayanan pasien tahap terminal dan DNR Rumah Sakit
3 Sarkies ‘Aisyiyah Kudus sebagaimana dimaksud harus dijadikan acuan dalam tertib
-2-
administrasi di lingkungan Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
Peraturan direktur ini berlaku sejak tanggal di tetapkannya dan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
4 mestinya
Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M
Direktur,
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
-3-
Pasien terminal adalah suatu kondisi pasien pada suatu penyakit atau stadium penyakit terminal
(menjelang akhir hayat) yang secara keilmuan tidak bisa disembuhkan lagi dengan progesivitas penyakit
mengarah ke kondisi yang terus memburuk atau kematian.
Pasien menjelang meninggal dan keluarganya memerlukan pelayanan yang terfokus pada kebutuhan
yang unik dari masing-masing pasien. Sehingga penanganan pasien menjelang akhir hayat mencakup
pengkajian awal pasien sampai dengan perawatan pasien dinyatakan meninggal atau sering disebut dengan
perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dengan
cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat
diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga.
Do Not Rescucitate (DNR) adalah perintah yang dikeluarkan oleh dokter setelah melakukan pengkajian,
penjelasan ke pasien/keluarga pengambil keputusan untuk pasien (surrogate) dan telah mendapatkan
persetujuan tertulis mengenai penolakan tindakan resusitasi. DNR berarti dalam kondisi henti napas dan
henti jantung, tenaga kesehatan di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus tidak akan melakukan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
Menahan tindakan life support (Withholding life support) atau alat bantu hidup dasar adalah kelompok
tindakan yang meliputi : Tidak menaikkan/ merubah dosis obat inotropik maupun menambah jenis obat
inotropik.
1. Menghentikan tindakan life support (withdrawing life support) atau alat bantu hidup dasar adalah
kelompok tindakan yang meliputi :
a. Menurunkan dosis obat inotropik pada pasien/menghentikan obat inotropik padahal fungsi
kardiovaskular pasien masih belum optimal atau menurun
b. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah : menghentikan tindakan resusitasi jantung paru
sesuai indikasi.
2. Mati Batang Otak (MBO) adalah :
a. Suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak.
b. Diskontinuitas system neuronal saraf perifer ke kortek (syarat mutlak untuk kesadaran).
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari panduan pelayanan pasien menjelang akhir hayat adalah :
BAB IV
TATA LAKSANA
Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan asesmen dan asesmen ulang
sesuai kebutuhan individual mereka. Asesmen dan asesmen ulang perlu dilaksanakan secara
individual untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian.
Asesmen dan asesmen ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :
d. Faktor faktor pasca akhir kehidupan berdasarkan teori PEOL yang meliputi. Nyeri,
kenyamanan, meninggikan martabat dan rasa hormat, berada dalam kedamaian, kedekatan
dengan mereka yang peduli.
e. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok agama tertentu
f. Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan dan rasa bersalah
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang
unik pada akhir hidupnya. Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.
Rumah sakit perlu mengupayakan :
1) Semua staf harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yang unik
menjelang akhir kehidupan.
2) Asuhan akhir kehidupan oleh rumah sakit mengutamakan kebutuhan
pasien menjelang akhir kehidupan dengan memperhatikan, sedikitnya
termasuk elemen s/d f ) tersebut diatas.
3) Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga
pasien.
5. Lakukan asesmen problem yang berkaitan dengan kematian (problem psikologi, fisiologi,
sosial, spiritual) yang meliputi :
a. Bantuan emosional/psikososial
1) Pada fase denial. Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaanya.
2) Pada fase marah atau anger. Biasanya pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaanya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih hal yang normal dalam merespon perasaan kehilanga
menjelang kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat
sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
3) Pada fase menawar. Pada fase ini perawat perliu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat bicara. Karena dapat mengurangi rasa bersalah
dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada fase depresi. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yng dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman baginya.
5) Pada fase penerimaan. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai.
Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
-6-
menerima keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk mendorong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
a. Ada anggota keluarga dengan tingkat kedekatan 1 level yang merasa keberatan dengan status DNR
tersebut, kecuali kehendak langsung dari pasien;
b. Dokter berdasarkan perkembangan klinis pasien menilai bahwa prognosis pasien telah berubah
dan bahwa pasien secara klinis memiliki prognosis setidaknya Quo ad vitam dan Quo ad
Functionam Dubia at Bonam.
-9-
C. PELAYANAN PASIEN MENJELANG AKHIR HAYAT
a) Pasien koma
b) Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi atau deserebrasi)
c) Tidak ada refleks batang otak : refleks okulosefalik
d) Tidak ada sentakan epileptik
e) Tidak ada nafas spontan
Bila salah satu (+), batang otak : refleks otak masih hidup, maka tidak perlu tes refleks
batang otak.
2). Lima tes refleks batang otak
a) Tidak ada respon terhadap cahaya
b) Tidak ada refleks kornea
c) Tidak ada refleks vestibule-okuler
d) Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang adekuat
- 11
-
pada area somatik
e) Tidak ada refleks muntah (gangguan refleks) atau refleks batuk terhadap rangsang
oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.
b. Kewenangan menyatakan mati batang otak
Yang berhak menyatakan seorang pasien mati batang otak adalah minimal 3 (tiga)
orang dokter, yaitu DPJP Utama/Dokter Spesialis Anestesia / Dokter Spesialis Saraf.
c. Penanganan setelah pasien dinyatakan mati batang otak
1) Mengkomunikasikan kepada keluarga merupakan langkah awal setelah pasien
dinyatakan Mati Batang Otak (MBO). Keluarga yang diberi penjelasan adalah keluarga
terdekat dengan urutan prioritas mulai dari suami/istri, orang tua kandung, anak
kandung dan terakhir saudara kandung.
2) Keluarga diberi penjelasan bahwa setelah pasien dinyatakan mati batang otak, maka
akan dilakukan penghentian seluruh tindakan dengan sebelumnya mengkomunikasikan
dengan keluarga.
3) Bilamana keluarga pasien belum dapat menerima maka pihak rumah sakit memberi
waktu kepada keluarga untuk melalui fase denial.
4) Second opinion dapat diminta oleh pihak keluarga dalam fase denial (fase menyangkal)
dan dalam hal ini DPJP akan berkomunikasi dengan dokter yang diminta oleh pihak
keluarga sebagai second opinion sesuai pelayanan Rumah Sakit Islam Banjarnegara
tentang second opinion.
5) Selama fase denial (fase menyangkal) dokter dapat menolak melakukan tindakan medis
invasif yang tidak sesuai dengan etika kedokteran jika perlu, namun dengan tetap
mengkomunikasikan kepada pihak keluarga.
4. Pelayanan Pasien Terminal Yang Memilih Meninggal Di Rumah (Tidak di Rumah Sakit)
a. Pasien atau walinya yang sah dapat memutuskan untuk meninggal tidak dirumah sakit karena
alasan agama/ kepercayaan, budaya, adat istiadat, pertimbangan sosio- ekonomi dan
geografis;
b. Keputusan untuk meninggal tidak di rumah sakit dilakukan secara tertulis dengan
menandatangani formulir informed consent berupa PERSETUJUAN MENGHENTIKAN
PERAWATAN setelah mendapat penjelasan yang lengkap dari DPJP yang merawat
mengenai prognosis dan konsekuensi keputusan tersebut;
c. Rumah sakit menghormati keputusan pasien/walinya yang sah tersebut.
Pencabutan alat bantu hidup dasar (ETT) pada pasien yang pulang paksa dilakukan
sesampainya di rumah. Selama di ambulan tetap dilakukan bagging yang dilakukan oleh
perawat. Apabila di rumah pasien dirawat oleh tenaga medis terdekat, maka harus dilakukan
timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien selama di rumah. Tenaga medis yang
akan melanjutkan perawatan pasien di rumah harus memberikan data identitas dan surat ijin
profesi yang masih berlaku untuk melengkapi data di resum medis pasien
5. Pelayanan Euthanasia
a. Rumah Sakit Islam Banjarnegara mengikuti pelayanan pemerintah Republik Indonesia untuk
tidak mengijinkan dilakukannya euthanasia.
b. Pasien yang menjelang meninggal bisa mengalami gejala lain yang berhubungan dengan
proses penyakit atau terapi kuratif atau membutuhkan bantuan dalam menghadapinya secara
psikososial, spiritual dan kultural berhubungan dengan kematian dan sekarat.
c. Pasien dapat pula merasakan nyeri berkaitan dengan terapi atau prosedur seperti nyeri pasca
operasi, nyeri saat sesi fisioterapi atau nyeri yang berhubungan dengan penyakit kronis atau
nyeri akut.
- 12
-
D. PENGELOLAAN NYERI (Pain Management)
Nyeri merupakan gejala yang sering ditemukan pada pasien menjelang akhir hayat. Karena
sifatnya yang menurunkan mutu sisa hidup pasien, maka nyeri harus mendapat penanganan secara tepat.
Berbagai aspek terlibat dalam penanganan nyeri, seperti masalah ketergantungan fisik maupun
psikologis, untuk itu pelayanan dalam penanganan nyeri pada pasien menjelang akhir hayat.
Penatalaksanaan nyeri mengikuti panduan managemen nyeri.
F. KEMATIAN
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui yaitu adanya perubahan yang cepat
dari fase akut ke kronik.
- 13
-
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti kemungkinan sembuh belum pasti biasanya terjadi pada pasien
dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik
dan telah berjalan lama.
2.Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan- perubahan
nadi, respirasi dan tekanan darah.
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG
H. PELAYANAN ROHANI
Dalam proses pelayanan menjelang akhir hayat ini, perlu dilibatkan keluarga untuk pendampingan, dan
ditawarkan rohaniawan bilamana dirasa perlu oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada pasien
tersebut.
Pelayanan Rohani diatur tersendiri dalam Panduan Pelayanan Rohani beserta prosedurmya.
BAB IV
DOKUMENTASI
Semua penatalaksanaan pasien menjelang akhir hayat didokumentasikan dalam rekam medis, berupa :
1. Status rawat jalan emergensi (Instalasi Gawat Darurat)
2. Status rawat inap RM atau Catatan Pelayanan Pasien Terintegrasi
3. Format asesmen pasien tahap terminal
4. Format pelayanan kerohanian
- 15
-
5. Buku catatan pelayanan kerohanian
6. Surat kematian
Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M
Direktur,
RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS PELAYANAN PASIEN TERMINAL
No.Revisi: Halaman :
1/2
Ditetapkan :
Direktur
Pengertian Pelayanan pasien tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
dalam keadaan dimana pasien mengalami penyakit / sakit yang secara medis tidak
mempunyai harapan untuk embuh atau dekat dengan kematian yang dirawat di
Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyah Kudus
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan pelayanan pasien
tahap terminal.
Kebijakan
- 17
-
- 18
-