Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN

PELAYANAN PASIEN
TAHAP TERMINAL DAN

2023
DNR

RS SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS


The Ultimate Islamic Healthcare
RS SARKIES
‘AISYIYAH KUDUS

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS


NOMOR:
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL DAN DNR
RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS,

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dirumah sakit diperlukan adanya
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Dan DNR di RS Sarkies ‘Aisyiyah kudus
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas perlu ditetapkan
panduan pelayanan pasien terminal di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
membutuhkan acuan dalam penyelenggaraannya;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
perlu ditetapkan Peraturan Direktur tentang Pedoman Pelayanan di Rumah Sakit
Sarkies ‘Aisyiyah Kudus;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
4. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor : 290/Menkes/Per/II/208 tentang
Informed Concent;
5. Permenkes Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien
6. Surat Keputusan Disnaker DMPTSP Nomor: 445/01 tahun 2021 tentang
Perpanjangan Izin Operasional Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus;
7. Surat Keputusan Yayasan Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
002/SK/YRSSAK/I/2019 tentang Pengangkatan dr. Agus Ujianto, Msi,Med,Sp.B
sebagai Direktur Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus;
8 Surat keputusan yayasan Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus nomor
020/SK/YRSSAK/II/2019 tentang struktur organisasi dan tata kerja rumah sakit;
9 Peraturan direktur rumah sakit nomor 826/Per/RSSAK/3/2022 tentang pelayanan
dan asuhan pasien Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus

Menetapkan : MEMUTUSKAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS
TENTANG PELAYANAN PASIEN TERMINAL RUMAH SAKIT SARKIES
1 ‘AISYIYAH KUDUS.
Mencabut peraturan direktur nomor : 320/Per/RSSAK/3/2019 tentang panduan
pelayanan terminal dan DNR Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
2 Mengesahkan panduan layanan pasien tahap terminal dan DNR Rumah Sakit Sarkies
‘Aisyiyah Kudus dimaksud dalam point ke satu sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini
Pemberlakuan panduan pelayanan pasien tahap terminal dan DNR Rumah Sakit
3 Sarkies ‘Aisyiyah Kudus sebagaimana dimaksud harus dijadikan acuan dalam tertib

-2-
administrasi di lingkungan Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus
Peraturan direktur ini berlaku sejak tanggal di tetapkannya dan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
4 mestinya

Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M

Direktur,

dr. Hendra Oktavianto

PEDOMAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL DAN DNR


DI RUMAH SAKIT SARKIES ‘AISYIYAH KUDUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI

-3-
Pasien terminal adalah suatu kondisi pasien pada suatu penyakit atau stadium penyakit terminal
(menjelang akhir hayat) yang secara keilmuan tidak bisa disembuhkan lagi dengan progesivitas penyakit
mengarah ke kondisi yang terus memburuk atau kematian.
Pasien menjelang meninggal dan keluarganya memerlukan pelayanan yang terfokus pada kebutuhan
yang unik dari masing-masing pasien. Sehingga penanganan pasien menjelang akhir hayat mencakup
pengkajian awal pasien sampai dengan perawatan pasien dinyatakan meninggal atau sering disebut dengan
perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dengan
cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat
diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga.
Do Not Rescucitate (DNR) adalah perintah yang dikeluarkan oleh dokter setelah melakukan pengkajian,
penjelasan ke pasien/keluarga pengambil keputusan untuk pasien (surrogate) dan telah mendapatkan
persetujuan tertulis mengenai penolakan tindakan resusitasi. DNR berarti dalam kondisi henti napas dan
henti jantung, tenaga kesehatan di Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus tidak akan melakukan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
Menahan tindakan life support (Withholding life support) atau alat bantu hidup dasar adalah kelompok
tindakan yang meliputi : Tidak menaikkan/ merubah dosis obat inotropik maupun menambah jenis obat
inotropik.
1. Menghentikan tindakan life support (withdrawing life support) atau alat bantu hidup dasar adalah
kelompok tindakan yang meliputi :
a. Menurunkan dosis obat inotropik pada pasien/menghentikan obat inotropik padahal fungsi
kardiovaskular pasien masih belum optimal atau menurun
b. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah : menghentikan tindakan resusitasi jantung paru
sesuai indikasi.
2. Mati Batang Otak (MBO) adalah :
a. Suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak.
b. Diskontinuitas system neuronal saraf perifer ke kortek (syarat mutlak untuk kesadaran).

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari panduan pelayanan pasien menjelang akhir hayat adalah :

1. Tidak dilakukan resusitasi (Do Not Rescucitation).


2. Menahan/menghentikan bantuan hidup (Withdrawal/Witholding Life Support).
3. Mati batang otak.
4. Pilihan meninggal di rumah.
5. Pengkajian dan pengelolaan nyeri dan gejala-gejala lain, dengan pendekatan preventif dan
terapeutik.
6. Pelayanan rohani.
7. Gejala seperti mual muntah dan kesulitan pernapasan.
Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
-4-
BAB III
KEBIJAKAN

1. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


2. Undang-undang Kesehatan Nomor : 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
4. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis
6.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
7.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 tahun 20111 tentang Perubahan Atas
Menteri Kesehatan Nomor 148 tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
8.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/IV/tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik

BAB IV
TATA LAKSANA

A. PENGKAJIAN PASIEN TERMINAL


1. Perawat rawat inap melakukan pengkajian khusus tambahan dengan formulir pengkajian pasien
terminal segera setelah pasien dinyatakan Mati Batang Otak (MBO) dan atau Do Not
Resucitation (DNR) apabila terjadi perburukan sesuai prosedur pelayanan pasien menjelang
akhir hayat.
2. Pengkajian pasien terminal digunakan untuk menentukan masalah-masalah yang terdapat pada
pasien tersebut dari berbagai segi dan untuk menentukan rencana keperawatan yang dilakukan
dapat menjaga kualitas hidup pasien sebaik mungkin dan mengurangi penderitaan pasien
menjelang akhir hayat.
3. Asesmen pasien di akhir kehidupan/hayat

Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan asesmen dan asesmen ulang
sesuai kebutuhan individual mereka. Asesmen dan asesmen ulang perlu dilaksanakan secara
individual untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian.
Asesmen dan asesmen ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :

a. Gejala seperti mual muntah dari kesulitan pernapasan

b. Faktor-faktor yang memperparah gejala fisik

c. Managemen gejala saat ini dan hasil respon pasien

d. Faktor faktor pasca akhir kehidupan berdasarkan teori PEOL yang meliputi. Nyeri,
kenyamanan, meninggikan martabat dan rasa hormat, berada dalam kedamaian, kedekatan
dengan mereka yang peduli.

e. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok agama tertentu

f. Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan dan rasa bersalah

g. Status psikososial pasien dan keluarga seperti kekerabatan, kelayakan perumahan,


pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien dan keluarganya menghadapi
-5-
penyakit.

h. Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya.


4. Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan
a. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atas kesedihan.
Asuhan pasien di akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit :
1) Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.
2) Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan keinginan
pasien dan keluarga.
3) Menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi dan donasi organ.
4) Menghormati nilai, agama serta budaya pasien dan keluarga.
5) Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan.
6) Memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual serta budaya pasien
dan keluarga.

Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang
unik pada akhir hidupnya. Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.
Rumah sakit perlu mengupayakan :
1) Semua staf harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yang unik
menjelang akhir kehidupan.
2) Asuhan akhir kehidupan oleh rumah sakit mengutamakan kebutuhan
pasien menjelang akhir kehidupan dengan memperhatikan, sedikitnya
termasuk elemen s/d f ) tersebut diatas.
3) Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga
pasien.

5. Lakukan asesmen problem yang berkaitan dengan kematian (problem psikologi, fisiologi,
sosial, spiritual) yang meliputi :
a. Bantuan emosional/psikososial
1) Pada fase denial. Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaanya.
2) Pada fase marah atau anger. Biasanya pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaanya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih hal yang normal dalam merespon perasaan kehilanga
menjelang kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat
sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
3) Pada fase menawar. Pada fase ini perawat perliu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat bicara. Karena dapat mengurangi rasa bersalah
dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada fase depresi. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yng dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman baginya.
5) Pada fase penerimaan. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai.
Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
-6-
menerima keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk mendorong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

b. Membantu memenuhi kebutuhan fisiologis


1) Kebersihan diri
Pasien dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.

2) Mengotrol rasa sakit.


Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin dan sebagainya. Obat ini sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obat lebih baik diberikan intra vena
dibandingkan intra muskuler atau sub cutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah
menurun.
3) Membebaskan jalan nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan pasien
tidak sadar posisi yang baik adalah posisi semi fowler dengan dipasang drainase dari
mulut dan pemberian oksigen.
4) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti :
turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah dekubitus dan dilakukan
secara periodik. Jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien,
karena tonus otot menurun.
5) Nutrisi
Klien sering kali anoreksia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan antiemetik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta
pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot
yang berkurang, terjadi disfagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum
diberikan makan, kalau perlu diberikan makanan cair atau intra vena atau infuse.
6) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxatif perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada
sekitar peritoneum, apabila terjadi lecet harus segera disalep.
7) Perubahan sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menhadapkan kepala ke arah lampu atau tempat yang terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

c. Membantu memenuhi kebutuhan social


Klien dengan dying akan ditempatkan di ruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawat dapat melakukan :
1) Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan
-7-
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya : teman-teman dekat atau keluarga yang lain.
2) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
3) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan teman-teman terdekatnya,
yaitu dengan menganjurkan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
4) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
d. Membantu memenuhi kebutuhan spiritual
1) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana- rencana
klien selanjutnya menjelang kematian.
2) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritualnya.
3) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
6. Memberikan pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri, gejala primer atau sekunder sesuai
permintaan pasien dan keluarga.
7. Melakukan intervensi dalam hal keagamaan dan kebudayaan pasien dan keluarga (pastoral
care)
8. Melakukan pelayanan tahap terminal pada pasien dengan hormat dan respek.
9. KIE keluarga mengenai kondisi pasien.
10. Peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya.
11. Menghormati hak pasien dan keluarga untuk menolak pengobatan atau tindakan medis lainnya.
12. Mengikut sertakan keluarga dalam pemberian pelayanan.
13. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan pengobatan dengan persetujuan pasien
atau keluarga.
14. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat yang menangani pasien tersebut
melakukan pengkajian ulang, mengevaluasi, memperbaharui rencana keperawatan ecara terus
menerus, dan menuliskannya pada formulir Catatan Terintegras
15. Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus menghormati seluruh kehendak langsung dari pasien,
sejauh pasien berada dalam kondisi yang secara hukum memenuhi persyaratan untuk
mengambil keputusan atas dirinya sendiri.
16. Pernyataan pasien tidak mampu mengambil keputusan karena tingkat kesadarannya harus
berdasarkan konsultasi dengan DPJP.
17. Selain kedua hal di atas, maka pasien yang dinyatakan mampu mengambil keputusan untuk
dirinya sendiri berhak membuat keputusan tertulis mengenai penanganan dirinya dan Rumah
Sakit Sarkies ‘Aisyiyah Kudus akan menghormati keputusan tersebut

B. DO NOT RESCUCITATION ( DNR )


1. Landasan pelayanan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) yang dilakukan di
rumah sakit pada pasien-pasien terminal walau dapat mengembalikan denyut jantung dan pernapasan
spontan, namun kurang berhasil untuk membuat pasien bertahan hingga pulang.
Survival to hospital discharge rate following CPR yang rendah membuat upaya CPR pada
kasus-kasus di bawah ini (lihat tabel) tidak terlalu dirasakan manfaatnya baik bagi pasien maupun
keluarga. Untuk itu dokter perlu memberikan penjelasan yang proporsional sesuai dengan prognosis
pasien dengan mempertimbangkan kehendak pasien maupun keluarga sesuai dengan ketentuan
persetujuan tindakan medik.
Tabel Survival to hospital discharge rate following CPR Condition with highest survival rates
Ventricular Fibrillation
-8-
post MI 26 – 46%
Drug reaction or Overdose 22 – 28%
Ventricular Arrythmia 19 – 50%
Condition with lowest survival rates Malignancy 0 – 3,5%
Neurologic disease 0 – 6,7%
Renal Failure 0 – 10%
Respiratory disease 0 – 7%
Sepsis 0 – 7%
Out-of Hospital Cardiopulmonary arrest 0,6%

2. Kewenangan Pengeluaran Perintah DNR


Kewenangan pengeluaran perintah DNR berada di Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
setelah mendapat persetujuan pasien/keluarga pengambil keputusan untuk pasien (surrogate) atau atas
permintaan pasien yang kompeten untuk mengambil keputusan setelah pasien tersebut mendapat
penjelasan yang menyeluruh mengenai konsekuensi dari keputusan tersebut.

3. Prosedur pengeluaran DNR


Ada minimal satu indikasi mengeluarkan order DNR, yaitu sebagai berikut:
a. Terminal Illness (penyakit terminal)
b. GCS ≤ 3 dengan satu atau lebih organ failure (kerusakan organ)
Indikasi DNR dibuat oleh DPJP atau dokter jaga IGD.
Indikasi tersebut dikomunikasikan kepada pasien/keluarga pasien dan diberikan waktu tanpa batas
untuk mengambil keputusan.
4. Keputusan dari keluarga pasien untuk menulis DNR dibuktikan dalam lembar edukasi

Keterlibatan keluarga dalam mengeluarkan perintah DNR


a. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan, telah
mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten,
keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali sah yang ditunjuk oleh pengadilan.
b. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi perihal DNR
dengan pasien/walinya :
1) Kasus-kasus di mana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami.
2) Pasien tidak sadar secar permanen.
3) Pasien berada dalam kondisi terminal.
4) Ada kelainan atau disfungsi kronik di mana lebih banyak kerugian dibanding keuntungan
jika resusitasi dilakukan.
5. Pengumuman DNR

Pasien yang telah dinyatakan DNR diberikan gelang ungu.

6. Pencabutan Status DNR


Status DNR dapat dicabut bila :

a. Ada anggota keluarga dengan tingkat kedekatan 1 level yang merasa keberatan dengan status DNR
tersebut, kecuali kehendak langsung dari pasien;
b. Dokter berdasarkan perkembangan klinis pasien menilai bahwa prognosis pasien telah berubah
dan bahwa pasien secara klinis memiliki prognosis setidaknya Quo ad vitam dan Quo ad
Functionam Dubia at Bonam.

-9-
C. PELAYANAN PASIEN MENJELANG AKHIR HAYAT

1. Pelayanan Menahan Pemasangan Alat/Tindakan Penunjang Hidup (Witholding Life Support) :


a. Menahan life support dilakukan sesuai indikasi pada tersebut di atas, namun di mana keluarga
memilih pilihan ini dari pada menghentikan life support;
b. Keputusan menahan pemasangan alat/ tindakan penunjang hidup ada di tangan DPJP setelah
melakukan konsultasi dengan sedikitnya 2 dokter spesialis lain, terkait dengan kondisi pasien,
dan salah satunya harus dokter anestesi;
c. Keputusan menahan pemasangan alat/tindakan penunjang hidup didasarkan indikasi medis
yang jelas, dan telah dikomunikasikan pada keluarga dengan hubungan 1 level (pasangan hidup,
orang tua atau anak kandung) dan pihak keluarga telah memberikan persetujuan tertulis;
d. Di mana perlu keluarga dapat meminta kehadiran rohaniawan dalam pengambilan keputusan
ini;
e. Sebelum menahan tindakan penunjang hidup dipersiapkan obat-obat yang menjamin
kenyamanan pasien dalam proses ini, hingga pasien meninggal, termasuk di antaranya obat
sedatif dan pain killer;
f. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan pasien (sedatif dan pain killer),
sesuai instruksi tertulis dokter (bisa anestesi, DPJP atau dokter lain) dan didokumentasikan di
rekam medis.
Adapun tanda-tanda ketidaknyamanan adalah :

1) Penggunaan otot bantu pernapasan;


2) Respiratory rate (pernafasan) lebih dari 35/menit;
3) Gasping, gaduh dan atau peningkatan respiratory effort, batuk/ tercekik;
4) Agitasi adalah gerakan yang tidak perlu dari kepala lengan maupun tubuh atau mimik
wajah;
5) Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih dari 20% di atas kondisi
sebelum pencabutan/penghentian life support sebelum sedasi.
g. Apabila dalam proses penahanan tindakan penunjang hidup ini fungsi vital pasien menurun,
maka keluarga dihubungi untuk mendampingi, dan ditawarkan rohaniawan bilamana dirasa
perlu oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada pasien yang ditahan life support-nya.
h. Pasien dapat dilanjutkan ke pencabutan/ penghentian life support atau dipertahankan sampai
terjadi kematian alaminya.
i. Keluarga dapat memilih membawa pulang pasien yang belum dinyatakan meninggal, dan
pemulangan diatur dengan ambulans yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
j. Bila pasien meninggal di Rumah Sakit Islam Banjarnegara, maka berlaku prosedur penanganan
pasien meninggal.

2. Pelayanan Mencabut/Menghentikan Tindakan Penunjang Hidup (Withdrawing Life Support)


a. Keputusan mencabut/menghentikan tindakan penunjang hidup ada di tangan keluarga setelah
dlakukan edukasi oleh DPJP dan setelah DPJP melakukan konsultasi dengan sedikitnya 1
dokter spesialis lain terkait dengan kondisi pasien
b. Keputusan mencabut/menghentikan tindakan penunjang hidup didasarkan indikasi medis
yang jelas dan telah dikomunikasikan pada keluarga dengan hubungan 1 tingkat (pasangan
hidup, orang tua atau anak kandung) dan pihak keluarga telah memberikan persetujuan
tertulis;
c. Di mana perlu, keluarga dapat meminta kehadiran rohaniawan dalam pengambilan keputusan
ini;
d. Sebelum pencabutan/penghentian tindakan penunjang hidup, dipersiapkan obat-obat yang
menjamin kenyamanan proses penghentian ini, hingga pasien meninggal, termasuk di
- 10
-
antaranya obat sedatif dan pain killer;
e. Pencabutan/penghentian tindakan penunjang hidup ini disaksikan oleh keluarga/wali (jika
diinginkan), dokter maupun perawat Rumah Sakit Islam Banjarnegara dan
rohaniawan (jika diperlukan oleh keluarga/ wali supaya dapat dilakukan doa sebelum
pencabutan);
f. Pertama diberikan obat-obat yang menjamin kenyamanan pasien (sedatif dan pain killer),
sesuai instruksi tertulis dokter (bisa anestesi, DPJP atau dokter lain) dan didokumentasikan di
rekam medik;
g. Pada saat obat tersebut diberikan ke pasien, monitor tanda-tanda ketidaknyamanan. Bila ada
tanda ketidaknyamanan, dokter perlu memerintahkan untuk meningkatkan pemberian obat
yang memberikan kenyamanan pasien.
Adapun tanda-tanda ketidaknyamanan adalah :

1) Penggunaan otot bantu pernapasan;.


2) Respiratory rate lebih dari 35/menit;
3) Gasping, gaduh dan/atau peningkatan respiratory effort, batuk/ tercekik;
4) Agitasi, gerakan yang tidak perlu dari kepala lengan maupun tubuh, atau mimik wajah;
5)Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih dari 20 % diatas kondisi
sebelum pencabutan/ penghentian life support sebelum sedasi.
h. Kemudian yang melakukan tindakan mencabut alat bantu hidup yang terpasang pada pasien
adalah keluarga pasien yang menandatangani pernyataan penghentian alat bantu hidup dasar
dengan dibimbing oleh dokter anestesi atau perawat. Pencabutan alat bantu hidup dasar (ETT)
pada pasien yang pulang paksa dilakukan sesampainya di rumah. Selama di ambulan tetap
dilakukan bagging yang dilakukan oleh perawat. Apabila di rumah pasien dirawat oleh tenaga
medis terdekat, maka harus dilakukan timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien
selama di rumah. Tenaga medis yang akan melanjutkan perawatan pasien di rumah harus
memberikan data identitas dan surat ijin profesi yang masih berlaku untuk melengkapi data di
resum medis pasien.

3. Pelayanan Menyatakan Mati Batang Otak (Brain Death)


a. Prosedur menyatakan mati batang otak
1) Sebelum tes refleks batang otak

Harus ada tanda-tanda fungsi batang otak telah hilang :

a) Pasien koma
b) Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi atau deserebrasi)
c) Tidak ada refleks batang otak : refleks okulosefalik
d) Tidak ada sentakan epileptik
e) Tidak ada nafas spontan
Bila salah satu (+), batang otak : refleks otak masih hidup, maka tidak perlu tes refleks
batang otak.
2). Lima tes refleks batang otak
a) Tidak ada respon terhadap cahaya
b) Tidak ada refleks kornea
c) Tidak ada refleks vestibule-okuler
d) Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang adekuat
- 11
-
pada area somatik
e) Tidak ada refleks muntah (gangguan refleks) atau refleks batuk terhadap rangsang
oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.
b. Kewenangan menyatakan mati batang otak
Yang berhak menyatakan seorang pasien mati batang otak adalah minimal 3 (tiga)
orang dokter, yaitu DPJP Utama/Dokter Spesialis Anestesia / Dokter Spesialis Saraf.
c. Penanganan setelah pasien dinyatakan mati batang otak
1) Mengkomunikasikan kepada keluarga merupakan langkah awal setelah pasien
dinyatakan Mati Batang Otak (MBO). Keluarga yang diberi penjelasan adalah keluarga
terdekat dengan urutan prioritas mulai dari suami/istri, orang tua kandung, anak
kandung dan terakhir saudara kandung.
2) Keluarga diberi penjelasan bahwa setelah pasien dinyatakan mati batang otak, maka
akan dilakukan penghentian seluruh tindakan dengan sebelumnya mengkomunikasikan
dengan keluarga.
3) Bilamana keluarga pasien belum dapat menerima maka pihak rumah sakit memberi
waktu kepada keluarga untuk melalui fase denial.
4) Second opinion dapat diminta oleh pihak keluarga dalam fase denial (fase menyangkal)
dan dalam hal ini DPJP akan berkomunikasi dengan dokter yang diminta oleh pihak
keluarga sebagai second opinion sesuai pelayanan Rumah Sakit Islam Banjarnegara
tentang second opinion.
5) Selama fase denial (fase menyangkal) dokter dapat menolak melakukan tindakan medis
invasif yang tidak sesuai dengan etika kedokteran jika perlu, namun dengan tetap
mengkomunikasikan kepada pihak keluarga.
4. Pelayanan Pasien Terminal Yang Memilih Meninggal Di Rumah (Tidak di Rumah Sakit)
a. Pasien atau walinya yang sah dapat memutuskan untuk meninggal tidak dirumah sakit karena
alasan agama/ kepercayaan, budaya, adat istiadat, pertimbangan sosio- ekonomi dan
geografis;
b. Keputusan untuk meninggal tidak di rumah sakit dilakukan secara tertulis dengan
menandatangani formulir informed consent berupa PERSETUJUAN MENGHENTIKAN
PERAWATAN setelah mendapat penjelasan yang lengkap dari DPJP yang merawat
mengenai prognosis dan konsekuensi keputusan tersebut;
c. Rumah sakit menghormati keputusan pasien/walinya yang sah tersebut.
Pencabutan alat bantu hidup dasar (ETT) pada pasien yang pulang paksa dilakukan
sesampainya di rumah. Selama di ambulan tetap dilakukan bagging yang dilakukan oleh
perawat. Apabila di rumah pasien dirawat oleh tenaga medis terdekat, maka harus dilakukan
timbang terima dan edukasi tentang perawatan pasien selama di rumah. Tenaga medis yang
akan melanjutkan perawatan pasien di rumah harus memberikan data identitas dan surat ijin
profesi yang masih berlaku untuk melengkapi data di resum medis pasien
5. Pelayanan Euthanasia

a. Rumah Sakit Islam Banjarnegara mengikuti pelayanan pemerintah Republik Indonesia untuk
tidak mengijinkan dilakukannya euthanasia.
b. Pasien yang menjelang meninggal bisa mengalami gejala lain yang berhubungan dengan
proses penyakit atau terapi kuratif atau membutuhkan bantuan dalam menghadapinya secara
psikososial, spiritual dan kultural berhubungan dengan kematian dan sekarat.
c. Pasien dapat pula merasakan nyeri berkaitan dengan terapi atau prosedur seperti nyeri pasca
operasi, nyeri saat sesi fisioterapi atau nyeri yang berhubungan dengan penyakit kronis atau
nyeri akut.

- 12
-
D. PENGELOLAAN NYERI (Pain Management)
Nyeri merupakan gejala yang sering ditemukan pada pasien menjelang akhir hayat. Karena
sifatnya yang menurunkan mutu sisa hidup pasien, maka nyeri harus mendapat penanganan secara tepat.
Berbagai aspek terlibat dalam penanganan nyeri, seperti masalah ketergantungan fisik maupun
psikologis, untuk itu pelayanan dalam penanganan nyeri pada pasien menjelang akhir hayat.
Penatalaksanaan nyeri mengikuti panduan managemen nyeri.

E. PENGELOLAAN GEJALA-GEJALA LAIN

Gejala Umum Fase Akhir Kehidupan


Gejala Bagaimana cara untuk memberikan kenyamanan
Penurunan kesadaran Keadaan awal yang harus diwaspadai dan segera menghubungi
(Kantuk) Dokter unutk memberi
Menjadi tidak responsif Banyak pasien masih bisa mendengar setelah mereka tidak lagi dapat
berbicara, sehingga perawat bicaralah seolah-olah pasien
dapat mendengar.
Kebingungan tentang Bicaralah dengan tenang untuk membantu mengembalikan
waktu, tempat, identitas orientasi pasien. Perlahan mengingatkan pasien tanggal, waktu, dan
orang-orang terkasih orang-orang yang bersama mereka.
Hilangnya nafsu makan, Biarkan pasien memilih apakah dan kapan harus makan atau minum.
penurunan kebutuhan pangan Sediakan es, air, atau jus dapat menyegarkan jika pasien masih bisa
dan cairan menelan. Jaga mulut pasien agar tetap lembab dengan menggunakan
pelembab bibir dengan produk seperti swab gliserin
dan lip balm.
Kehilangan kontrol Jaga agar pasien tetap bersih, kering, dan senyaman mungkin.
kandung kemih atau usus Pasien dapat menggunakan kateter atau popok.
Akral dingin Hangatkan pasien dengan menggunakan selimut tapi hindari selimut
listrik atau alas pemanas, yang dapat menyebabkan luka
bakar.
Rasa nyeri meningkat / tidak Segera hubungi dokter yang merawat untuk memberikan instruksi
berkurang dengan untuk mengurangi rasa nyeri.
pemberian terapi sebelumnya
Napas sesak, tidak teratur, Pernapasan mungkin lebih mudah jika tubuh pasien adalah
dangkal, atau bising dibaringkan ke samping dan bantal diletakkan di bawah kepala dan
napas di belakang punggung. Sebuah humidifier kabut dingin juga dapat
membantu.

F. KEMATIAN

1. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian

Ada 4 tipe dari perjalanan proses kematian yaitu:

a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui yaitu adanya perubahan yang cepat
dari fase akut ke kronik.
- 13
-
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti kemungkinan sembuh belum pasti biasanya terjadi pada pasien
dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik
dan telah berjalan lama.
2.Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian

a. Kehilangan Tonus Otot ditandai:


1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, kembung
4) Penurunan kontrol spinkter urinari dan rektal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstremitas.
3) Kulit dingin pertama kali pada daerah kaki kemudian tangan, telinga, hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
1) Nadi lambat dan lemah
2) Tekanan darah turun
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensori
1) Penglihatan kabur.
2) Gangguan penciuman dan perabaan

3. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal

a. Pupil mata melebar.


b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka
4. Tanda-tanda Meninggal Secara Klinis.

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan- perubahan
nadi, respirasi dan tekanan darah.
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG

G. PERAWATAN SETELAH KEMATIAN


- 14
-
1. Menangani tubuh klien secepat mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan atau
perubahan bentuk tubuh (setelah kematian tubuh akan mengalami perubahan fisik)
2. Beri kesempatan keluarga untuk melihat tubuh pasien
3. Luangkan waktu bersama keluarga untuk melihat tubuh klien
4. Siapkan kondisi ruangan sebelum keluarga melihat jenazah klien
5. Perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan
senyaman mungkin.

H. PELAYANAN ROHANI

Dalam proses pelayanan menjelang akhir hayat ini, perlu dilibatkan keluarga untuk pendampingan, dan
ditawarkan rohaniawan bilamana dirasa perlu oleh keluarga. Doa juga dapat dilakukan pada pasien
tersebut.
Pelayanan Rohani diatur tersendiri dalam Panduan Pelayanan Rohani beserta prosedurmya.

BAB IV
DOKUMENTASI

Semua penatalaksanaan pasien menjelang akhir hayat didokumentasikan dalam rekam medis, berupa :
1. Status rawat jalan emergensi (Instalasi Gawat Darurat)
2. Status rawat inap RM atau Catatan Pelayanan Pasien Terintegrasi
3. Format asesmen pasien tahap terminal
4. Format pelayanan kerohanian
- 15
-
5. Buku catatan pelayanan kerohanian
6. Surat kematian

Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 11 Rajab 1444 H
02 Februari 2023 M

Direktur,

dr. Hendra Oktavianto


NIP : 2381001

RS SARKIES ‘AISYIYAH
KUDUS PELAYANAN PASIEN TERMINAL

No.Revisi: Halaman :
1/2

Ditetapkan :
Direktur

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit:


OPERASIONAL 2 Februari 2023 dr. Hendra Octavianto
NIP. 2381001

Pengertian Pelayanan pasien tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
dalam keadaan dimana pasien mengalami penyakit / sakit yang secara medis tidak
mempunyai harapan untuk embuh atau dekat dengan kematian yang dirawat di
Rumah Sakit Sarkies ‘Aisyah Kudus
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan pelayanan pasien
tahap terminal.
Kebijakan

Prosedur 1. Perawat melakukan identifikasi sesuai prosedur sebelum melakukan


- 16
-
pengkajian kepada pasien dalam keadaan terminal.
2. Perawat melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur sebelum
melakukan kontak dengan pasien serta memakai APD sesuai kebutuhan.
3. Perawat / petugas tetap menjaga privasi pasien dengan memasang
tirai /sampiran selama perawatan.
4. Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien dalam keadaan terminal
meliputi ;
a. Kondisi klinis pasien :keluhan pasien , mual, muntah , tensi ,
suhu, nadi, pernafasan, dankeluhannyeri.
b. Kondisi Psikososialpasien..
c. Latar belakang agama dan kepercayaan pasien Hasil
pengkajian awal dicatat dalam catatan terintegrasi
5. Perawat melaporkan hasil pengkajian klinis pasien kepada DPJP sesuai
prosedur
6. DPJP menjelaskan kepada pasien / keluarga jika pasien dalam keadaan
terminal, yang ditulis di form penjelasan dokter tentang pasien dengan
kondisi terminal.
7. Jika keluarga setuju tidak dilakukan DNR, dokter / perawat memintakan
persetujuan keluarga tidak dilakukan DNR, dengan caramenulis di form
persetujuan ntuk tidak dilakukan resusitasi (DNR).
8. Perawat memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mendampingi
pasien, maksimal 2 orang secara bergantian.
9. Perawat memberikan kesempatan kepada keluarga, apabila keluarga
menghendaki pendampingan pasien oleh okhaniawan sesuaidengan
agama dan kepercayaan pasien.
10. Perawat melakulkan pengkajian ulang pada pasien kondisi terminalsetiap
30 menit-1 jam sekalidan didokumentasikan dalam catatan terintegrasi
Unit Terkait Instalasi Rawat Inap
IGD
ICU/HCU

ASESMEN PASIEN SAKIT TERMINAL/ MENGHADAPI KEMATIAN

- 17
-
- 18
-

Anda mungkin juga menyukai