Anda di halaman 1dari 38

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH PANIAI NOMOR


.../.../.../..../.../....

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN MENJELANG


AKHIR HAYAT DIREKTUR RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH PANIAI

Menimbang : a. bahwa pelayanan mejelang akhir hayat merupakan


bagian
pelayanan yang diperlukan untuk membantu
meningkatkan
keselamatan pasien diruang perawatan;
b. bahwa Panduan Pelayanan Menjelang Akhir Hayat
perlu
diselenggarakan secara bermutu untuk mendukung
upaya
peningkatan kualitas kesehatan pasien;
c. bahwa Peraturan Direktur Nomor .../.../.../..../.../ .. tentang
Panduan Pelayanan Menjelang Akhir Hayat perlu
disesuaikan
dengan kebutuhan sehingga perlu adanya
penyempurnaan
panduan sebagai dasar dalam memberikan Pelayanan
kepada
pasien;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud
huruf a, b dan c maka perlu ditetapkan dengan
Peraturan
Rumah Sakit Umum Daerah Paniai;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek


kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020
tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH PANIAI
NOMOR
.../.../.../..../.../.... TENTANG PANDUAN PELAYANAN
MENJELANG AKHIR HAYAT RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH PANIAI.

Pasal 1
(1) Pasien dalam tahap akhir hayat dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang.
(2) Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam
tahap akhir hayat. Proses ini meliputi:
a. Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri;
b. Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan
mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga;
c. Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga;
d. Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan;
e. Memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta
budaya pasien dan keluarga.

Pasal 2
(1) Terdapat bukti terhadap pasien dijelaskan hasil asuhan dan pengobatan
termasuk hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan.
(2) Rumah sakit menghormati keinginan danilihan pasien untuk menolak
pelayanan resusitasi, menunda, atau melepas bantuan hidup dasar (do not
resucitate/DNR)
(3) Penentuan kematian di Rumah Sakit Umum Daerah Paniai harus ditentukan oleh
dokter
(4) Penentuan kematian dapat digunakan dengan menggunakan kriteria
diagnosa kematian klinis / konvensional atau kriteria diagnosis kematian
batang otak
(5) Penentuan kematian klinis / konvensional
a. Kriteria diagnosa kematian klinis / konvensional didasarkan pada telah
berhentinya fungsi jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti secara
permanen
b. Proses penentuan kematian klinis / konvensional sebagaimana dimaksud,
dilakukan sesuai standar profesi, standar pelayanan dan standar
operasional prosedur

Pasal 3
(1) Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati
batang otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti
berdenyut.
(2) Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan
hidup harus segera dihentikan.
(3) Rumah Sakit Umum Daerah Paniai tidak melayani otopsi dan donor organ.
Pasal 4
Panduan Pelayanan Menjelang Akhir Hayat ini digunakan sebagai acuan bagi
para perawat dan dokter dalam memberikan asuhan medik dan asuhan
keperawatan di Rumah Sakit.

Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai Panduan Pelayanan Menjelang Akhir Hayat
Rumah Sakit tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisah
dari peraturan Direktur rumah sakit ini.

Pasal 6
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Direktur Rumah Sakit
U m u m D a e r a h P a n i a i ini atau jika terdapat perubahan maka akan diatur
kemudian hari.

Ditetapkan : di Paniai
pada tanggal :
......................
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PANIAI

dr. AGUS CHEN, M.Kes


LAMPIRAN
PERATURAN
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PANIAI NOMOR
.../.../.../..../.../....
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN
MENJELANG AKHIR HAYAT

PANDUAN PELAYANAN MENJELANG AKHIR

HAYAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Kondisi Akhir Hayat adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan
dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan
sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat.
Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya
akan berefek dan memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
B. Pasien Tahap Akhir Hayat adalah pasien dengan kondisi terminal yang
makin lama makin memburuk
C. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
D. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
E. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
F. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
G. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 1


H. With-holding life support (penundaan bantuan hidup) adalah menunda
pemberian terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa menghentikan
terapi bantuan hidup yang sedang berjalan.

I. With-drawing life support (penghentian bantuan hidup) adalah menghentikan


sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada
pasien
J. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup (Withdrowing life support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support).
K. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju
(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,
rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup
(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
L. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mempertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi akhir hayat.
11. Do Not Resuscitate ( DNR ) adalah suatu tindakan dimana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil
dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung paru dasar maupun lanjut :
1. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
potensi jalan napas, dan sebaginya. Tidak perlu melakukan usaha
bantuan hidup dasar maupun lanjut
2. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (
misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan ) tetap dilakukan pada
pasien DNR
3. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 1


12. Do Not Resuscitate ( DNR ) adalah suatu tindakan dimana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil
dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung paru dasar maupun lanjut :
1. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
potensi jalan napas, dan sebaginya. Tidak perlu melakukan usaha
bantuan hidup dasar maupun lanjut
2. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (
misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan ) tetap dilakukan pada
pasien DNR
3. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan seseorang dalam kondisi


akhir hayat, antara lain:

1. Dementia
⚫ Tidak bisa berjalan tanpa ada yang membantu
⚫ Inkontinesia untuk BAK dan BAB
⚫ Pengucapan verbal yang tanpa arti
⚫ Tidak dapat berpakaian tanpa ada yang mebantu
⚫ Barthel Score <3
⚫ Berkurang kemampuan untuk melakukan aktivitas pokok perawatan diri
⚫ Ditambah dengan salah satu dari: pyelonephritis/ ISK, serum albumn
25g/L, luka decubitus dalam, demam berulang, berlkurangnya intake oral/
berat badan turun, pneumonia aspirasi
2. Kelemahan fisik karena usia

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 2


⚫ Multiple komorbiditas dengan tanda-tanda dari ketidakmampuan
untuk melakukan kativitas sehari-hari
⚫ Memburuknya keadaan umum
⚫ Kombinasi dari setidaknya 3 gejala seperti: lemas, jalan lambat,
aktivitas fisik yang rendah, berkurangnya berat badan, mudah lelah
3. Cancer
Semua pasien dengan kanker metastasis yang tidak reponsif dengan terapi
onkologi atau tidak dapat menerima terapi. Faktor prediksi dari kanker yang
paling penting adalah keadaan umum dan kemampuan untuk beaktitivitas -
bila pasien menghabiskan lebih dari 50% waktunya di tempat tidur atau
hanya berbaring di tempat tidur, rata-rata prognosisnya tidak lebih dari 3
bulan.
4. Stroke
⚫ Kondisi vegetatif yang menetap atau kondisi kesadaran minimal/
kelamahan yang berat/ inkontinensia
⚫ Komplikasi medis
⚫ Tidak ada perbaikan dalam 3 bulan sejak onset penyakit
⚫ Gangguan fungsi kognitif atau post-stroke dementia
5. Penyakit Jantung - Gagal Jantung kronis, Minimal dua dari indikator dibawah
ini
⚫ CHF NYHA stage 3 atau 4 - sesak saat istirahat atau aktivitas fisik minimal
⚫ Pasien diperkirakan di tahun-tahun terakhir kehidupannya
⚫ Berulang kali dirawat karena gejala dari gagal jantung
⚫ Penurunan kemampuan fisik atau gejala psikologi yang progresif
meskipun dengan terapi optimal
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
⚫ FEV1 < 30%
⚫ Perawatan rumah sakit berulang ( >3 kali dirawat dalam 1 tahun
karena eksersebasi akut)
⚫ Memenuhi kriteria long term oxygen therapy
⚫ MRC Breathlesness Scale grade 4/5
⚫ Sesak setelah jalan 100 meter di jalan yang rata
⚫ Tanda dan gejala dari gagal jantung kanan
⚫ Kombinasi dari faktor lain, seperti: anorexia, hasil kuman yang
resisten dari rawatan seblumnya, depresi
⚫ Lebih 6 minggu dari steroid sistemik unutk terapi PPOK dalam setahun
terakhir
7. Gagal Ginjal Kronis
⚫ Pasien dengan PGK stage 5 yang tidak melanjutkan Renal Replacement
therapy
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 3
karena pilihan atau karena terlalu banyak penyakit komorbid yang
menyertai

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 4


⚫ Pasien dengan PGK stage 5 yang kondisinya terus memberuk dalam
1 tahun terakhir
⚫ Indikator klinis
PGK stage 5 (eGFR <15cc/mnt)
Gejala gagal ginjal (mual, muntah, pruritus, kelebihan cairan)
⚫ Memburuknya gejala komorbiditas yang menyulitkan terapi

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 5


BAB II
RUANG LINGKUP

A. Pelayanan pasien tahap akhir hayat ini berlaku untuk semua staf dan unit
pelayanan di RS Bakti KARS terutama di ICU dan ruang perawatan. Hal ini
merupakan tanggung jawab semua staf RS baik klinisi atau admisi. RS
melatih staf untuk menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial,
emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya
dalam keputusan pelayanan.
B. Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam
tahap akhir hayat. Proses ini meliputi:
a) intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri;
b) memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan
mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga;
c) menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi atau donasi
organ;
d) menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga;
e) mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan;
f) memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta
budaya pasien dan keluarga.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 6


BAB III
TATA LAKSANA

I. Skrining Menjelang Tahap Akhir Hayat


Pasien yang mendekati akhir hayatnya mendapatkan asesmen awal dan
penanganan yang tepat, diperlakukan secara terhormat dan bermartabat
perawatannya mencakup :
1. Ketepatan pemberian pelayanan harus dimulai pada saat kontak pertama
dengan pasien, saat dokter telah mengindentifikasi pasien tahap akhir
hayat dari segi medis dan perawat mengidentifikasi gejala tahap akhir
hayat.
2. Asesmen awal dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai
dengan kebutuhan pasien dalam tahap akhir hayat (dying) dan
keluarganya. Asesmen awal dan asesmen ulang harus menilai kondisi
pasien seperti :
a) gejala mual dan kesulitan pernapasan;
b) faktor yang memperparah gejala fisik;
c) orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam
kelompok agama tertentu;
d) keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa,
penderitaan, dan rasa bersalah;
e) status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan,
kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi,
serta reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit;
f) kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk
pasien dan keluarganya;
g) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan;
h) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara
mengatasi dan potensi reaksi patologis atas kesedihan.
i) Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan
asuhan
3. Pasien yang sedang menghadapi kematian mempunyai kebutuhan yang
unik dalam pelayanan yang penuh hormat dan kasih-sayang. Perhatian
terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
pelayanan pada tahap akhir kehidupan. Agar dapat terlaksana, semua
staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya.
Kebutuhan ini meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri,
respons terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama, budaya
pasien dan keluarganya, serta keterlibatannya dalam keputusan
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 7
pelayanan.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 8


II. Kondisi Tahap Akhir Hayat
Banyak masalah yang melingkupi kondisi akhir hayat pasien, yaitu
mulai dari titik yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai
diputuskan meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal /
mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau
kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak
merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang
ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati.
Respon pasien dalam kondisi akhir hayat sangat individual tergantung
kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang
ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat
kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien akhir hayat.
Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu:
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang
parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan
bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan mekanis
pertahanan yang acapkali ditemukan pada hampir setiap pasien pada
saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger (fase kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian
memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali
diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi pelayanan
tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang
tersinggung oleh karena kemarahannya.
3. Bargaining (fase tawar menawar).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa
menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau
menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan
mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.
Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa
harapan.
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 9
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan
yang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka
akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka
mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi
dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya.
Pasien dalam kondisi akhir hayat akan mengalami berbagai masalah baik
fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
1. Problem oksigenisasi; nafas tidak teratur, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;
agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi sekret, nadi
ireguler.
2. Problem eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltik, kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau
kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla
spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit mis gagal ginjal
3. Problem nutrisi dan cairan; asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
4. Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai
selimut
5. Problem sensori; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.
penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6. Problem nyeri; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
7. Problem kulit dan mobilitas; seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan
posisi yang sering.
8. Masalah psikologis; pasien akhir hayat dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa.
9. Perawatan Paliatif; Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality
of life dan quality of death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis,
spiritualis, fisik, keadaan sosial. Terkait hal ini, memberikan pemahaman
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 10
bagi keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul
bahwa pasien tidak akan sembuh, sehingga mereka akan memberikan
perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut.

A. Aspek Keperawatan
1. Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien &/ keluarga:
1) Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
2) Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi akhir hayat
pasien dan tidak membicarakannya lagi, Kadang-kadang
keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan dari tekanan.
3) Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat
berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada
tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu
yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi organ.
2. Asesmen faktor fisik pasien
Pada kondisi akhir hayat atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada
berbagai masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali
perubahan fisik yang terjadi pada pasien akhir hayat meliputi:
a. Pernapasan (breath)
1) Apakah teratur atau tidak teratur,
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dll,
3) Apakah terjadi sesak napas,
4) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna,
bau dan jenisnya
6) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak?
b. Kardiovaskuler (blood)
1) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 11


2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin,
basah dan pucat
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah
teraba, hilang timbul atau tidak teraba
4) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam
CmH2O
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
7) Lain – lain bila ada
c. Persyarafan (brain)
1) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik
dan kesadaran pasien
2) Berapa ukuran ICP dalam cmH2O
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
5) Lain – lain bila ada
d. Perkemihan (blader)
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan
bantuan dower kateter
4) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam,
bagaimana warnanya, bagaimana baunya
e. Pencernaan (bowel)
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
5) Apakah ada mual atau muntah
6) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau
tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau dari feses
f. Muskuloskeletal / integumen
1) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan,
pucat atau hiperpigmentasi
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 12


5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan
apa jenis lukanya
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan
apa jenis frakturnya
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya
3. Asesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat mengganggu,
maka segera lakukan menajemen nyeri sesuai dengan pedoman
manajemen nyeri.
4. Asesmen faktor kulturopsikososial
a. Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien
dan penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan
hasilnya.
b. Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
c. Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan
berusaha untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
d. Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat
terbuka untuk mendapatkan data dari pasien
e. Tahapan Acceptance: Asesmen keinginan pasien
untuk istirahat/menyendiri.
5. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang
dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien
sedang berada di tahapan bargaining.
Intervensi keperawatan
1) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien
2) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
3) Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas
4) Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat
5) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi
kornea
6) Lakukan oral hygiene
7) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase
pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak
kayu putih untuk mencegah dekubitus
8) Lakukan manajemen nyeri yang memadai
9) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien
berdoa
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 13
10) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada
keluarga yang berduka
11) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) atau penundaan bantuan hidup
(withholding life support).

B. Aspek Medis
1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai
berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda – tanda
sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu
dilakukan pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi
pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim
nutrisi secara langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna
untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien akhir hayat yang mengalami
penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan
LFG <
15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun
sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia.
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 14
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial,
meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan
antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau
dari alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).
Pasien menderita penyakit akhir hayat dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila
dilakukan resusitasi maupunventilator. mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya
risiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi penurunan fungsi imun,
gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas,
katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat kesehatan yang
digunakan (seperti ventilator). Pasien menderita penyakit akhir hayat
dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.

III. With-drawing life support & with-holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (with-
drawing life support) dan penundaan bantuan hidup (with-holding life
support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang intensif (ICU).
Keputusan with-drawing / with-holding adalah:
1. Pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan
akibat penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran
sudah sia-sia (futile) dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi
bantuan hidup.
2. Kebijakan mengenai kriteria keadaan pasien yang terminal state dan
tindakan kedokteran yang sudah sia-sia (futile) ditetapkan oleh Direktur
Rumah Sakit.
3. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup
tindakan kedokteran terhadap pasien dapat dilakukan oleh tim dokter
yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang
ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik.
4. Rencana tindakan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup
harus diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien
atau yang mewakili pasien.
5. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan
yang bersifat terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa
(extra-ordinary), meliputi:
a. Rawat di Intensive Care Unit;
b. Resusitasi Jantung Paru;
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 15
c. Pengendalian disritmia;
d. Intubasi trakeal;
e. Ventilasi mekanis;
f. Obat vasoaktif;
g. Nutrisi parenteral;
h. Organ artifisial;
i. Transplantasi;
j. Transfusi darah;
k. Monitoring invasif;
l. Antibiotika; dan
m. Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran

6. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi
oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid.
7. Keluarga pasien dapat meminta dokter untuk melakukan penghentian
atau penundaan terapi bantuan hidup atau meminta menilai keadaan
pasien untuk penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup.
8. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup
tindakan kedokteran terhadap pasien dilakukan oleh tim dokter yang
menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk
oleh Komite Medik atau Komite Etik.
9. Permintaan keluarga pasien untuk penghentian dan penundaan terapi
bantuan hidup hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. Pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang
hal ini
(advanced directive) yang dapat berupa:
1) Pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan penghentian
atau penundaan terapi bantuan hidup apabila mencapai keadaan
futility (kesia-siaan).
2) Pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada
seseorang tertentu (surrogate decision maker).
b. Pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga
pasien yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan
seperti itu, berdasarkan kepercayaannya dan nilai-nilai yang
dianutnya.
10. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (7) dan
point (8) bila pasien masih mampu membuat keputusan dan menyatakan
keinginannya sendiri.
11. Dalam hal permintaan dinyatakan oleh pasien sebagaimana dimaksud
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 16
pada point (9), maka permintaan pasien tersebut harus dipenuhi.
Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga dan
rekomendasi tim yang ditunjuk oleh komite medik atau komite etik, dimana
keluarga tetap meminta penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup,
tanggung jawab hukum ada di pihak keluarga. Kondisi Akhir Hayat
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

IV. Mati Batang Otak (MBO)


Prosedur Penentuan Mati Batang Otak:
1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim
dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten.
2. Anggota tim harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter
spesialis syaraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis
rumah sakit.
3. Masing-masing anggota tim melakukan pemeriksaan secara mandiri dan
terpisah.
4. Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif
(Intensive Care Unit).
5. Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan
keadaan sebagai berikut:
a. Koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0;
b. Tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau
deserebrasi);
c. Tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptik.
6. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati
batang otak meliputi:
a. Terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh
kerusakan otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi
menyebabkan mati batang otak; dan
b. Tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain
karena obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.
Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut:
a. Memastikan arefleksia batang otak yang meliputi:
1) Tidak adanya respons terhadap cahaya
2) Tidak adanya refleks kornea
3) Tidak adanya refleks vestibulo-okular

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 17


4) Tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial
terhadap rangsangan adekuat pada area somatik.
5) Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.
b. Memastikan keadaan henti nafas yang menetap dengan cara:
1) Pre-oksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit
2) Memastikan pCO2 awal testing dalam batas 40-60 mmHg dengan
memakai kapnograf dan atau analisa gas darah (AGD)
3) Melepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea dengan O2 100 %, 6
L/menit melalui kateter intra trakeal melewati karina
4) Observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernafas, tes
dinyatakan positif atau berarti henti nafas telah menetap.
c. Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti nafas dinyatakan positif, tes
harus diulang sekali lagi dengan interval waktu 25 menit sampai 24 jam.
d. Bila tes ulangan tetap positif, pasien dinyatakan mati batang otak, walaupun
jantung masih berdenyut.
e. Bila pada tes henti nafas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa
maka ventilator harus dipasang kembali sehingga tidak dapat dibuat
diagnosis mati batang otak.

V. Do Not Resuscitate (DNR)


A. KEPUTUSAN DINI / AWAL (DAHULU DIKENAL DENGAN ISTILAH SURAT
WASIAT)
1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini
akan penolakan tindakan penyelamatan hidup/nyawa oleh pasien.
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien
(outonomi)
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi / penanganan
lainnya, seperti pemberian obat-obatan, cairan infus, dan lain-lain.
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan
5. Berikut adalah beberapa kondisi di mana perlu dilakukan diskusi dengan
pasien
:
a. Jika resusitasi tidak ada gunanya/sia-sia
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya
pasien menjadi depsresi.
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa
mereka tidak ingin mendiskusikan hal tersebut
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam
fase sekarat/akhir hayat dari penyakitnya.
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 18
6. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil
keputusan. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa
persyaratan di bawah ini :
a. Usia pasien harus >18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan
c. Keputusan ini harus tertulis yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus
dicatat di rekam medis
d. Harus ditanda tangani oleh 2 orang, yaitu :
1) Penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama
pasien sambil diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu
menandatanagninya sendiri)
2) 1 orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, dapat dituliskan didokumentasi lain/terpisah
yang menyatakan bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk
tindakan / penanganan spesifik, bahkan jika terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus
ditanda tangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).
7. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini
harus atas izin pasien
8. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan
dengan keluarga/wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi
dan keinginan pasien. Jika tidak terdapat keluarga/wali yang sah,
keputusan dapat diambil oleh dokter penanggung jawab pasien
9. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat keputusan dini DNR
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.
10. Dokter dapat tidak menghargai keputusan dini yang dibuat oleh pasien,
jika terdapat hal-hal berikut ini :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validasi
keputusan tersebut, misalnya pasien pindah agama.
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersubut dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya
perkembangan terkini dalam tatalaksana pasien yang secara drastis
mengubah prospek kondisi tertentu pasien).
c. Situasi/kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 19
d. Terdapat perdebatan/perselisihan mengenai validasi keputusan
dini/awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
11. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan/maksudkan,
paramedis harus bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik
untuk pasien.
12. Dapat meminta saran dari dokter senior juga.Tatalaksana emergency
tidak boleh tetunda hanya karena mencari ada tidaknya intruksi DNR
pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa intruksi tersebut ada
13. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikaN
14. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang
nyaman dan hangat, pengurangan rasa sakit / analgetik, manajemen
gejala-gejala yang memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah,
inkontinensia), dan manajemen higiene/kebersihan diri pasien
15. Jika pasien tetapi menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas
sebaiknya meminta saran dari dokter senior dan masalah ini dapat juga
dibawa kekomisi etik
16. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil
keputusan DNR

B. PANDUAN DALAM MENDISKUSIKAN KEPUTUSAN DNR DENGAN


PASIEN
1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif tenang, privasi pasien terjaga
2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh
pasien dalam mendiskusikan hal ini
3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi / posisi pasien
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk
mendampingi diskusi
5. Perawatan dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien memberikan dukungan kepada pasien setelah dokter
meningkatkan ruangan
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan umum seperti
bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana
yang dijalaninya
7. Mengangkat topik utama :
a. Mulai dengan menyatakan “ saya ingin berdiskusi dengan anda”

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 20


b. “Apakah yang anda ingin kami (paramedis) lakukan jika suatu waktu
anda menjadi terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?”
c. Salah satu hal penting adalah mengenai pertanyaan tindakan
resusitasi
d. “meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk mempertimbangkan
mengenai tindakan apa yang harus kami lakukan jika jantung anda
terhenti.”
e. Beberapa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa
banyak pennganan yang ingin mereka terima jika mereka menjadi
sangat sakit. Saya ingin tahu apakah anda pernah memikirkan hal
ini.”
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi :
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah
diagnosis ditegaskkan
b. Waktu diskusikan yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis
sudah jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima
penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasi saat
ini, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi jika
dilakukan, serta harapan dan keinginan pasien. Pasien dan keluarganya
sering memiliki harapan / ekspektasi yang tidak realistis dari nilai resusitasi
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang
dapat dimengerti oleh pasien
11. Tingkatkan pemberian informasi harus dinilai dari respon dan pemahaman
setiap pasien
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapatan dari sudut pandang
dokter (paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat
dengan menyatakan “Pendapat saya mungkin berbeda dengan apa yang
anda inginkan. Karena alasan itulah saya ingin berdiskusi dengan anda.”
13. Cobalah untuk mengerti :
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian ( misalnya : penanganan apa saja
yang dijalani pasien )
14. Cacat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien dan ruang
lingkup pengaplikasian di rekam medis
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai
bagian dari perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut
diabaikan/ditelantarkan dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan
kematian.
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 21
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan
tetap diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara
teratur, pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan/membedakan keputusan DNR dengan
keputusan mengenai manajemen pasien lainnya
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi
dengan dokter, akan membantu pasien merasa dihargai dan menurunkan
tingkat kecemasan/stress pasien juga.

C. KEPUTUSAN DNR PADA PASIEN DEWASA PERI-OPERATIF


1. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam
perubahan kondisi medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya
dikarenakan adanya perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan
resiko pasien
2. Tindakan anastesi sendiri (baik regional ataupun umum) akan
menimbulkan instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan
dukungan / penanganan medis
3. Angka keberhasilan RJP dikamar operasi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan diruang rawat inap (dimana keputusan DNR ini ditetapkan)
angka keberhasilan RJP dikamar operasi ini dapat mencapai 92%.
4. Menilik dari hal-hal tersebut diatas, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan
5. Rekomendais :
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan
anastesiologis
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anastesiologis dan
dokter bedah dengan pasien, wali, keluarga atau dokter penaggung
jawab pasien (jika diindikasikan) sebelum melakukan prosedur
anestesi dan pembedahan
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah ini adalah untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penanganan apa saja yang akan boleh
dilakukan selama prosedur anastesi dan pembedahan
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR yaitu :
1) Pilihan pertama : keputusan DNR dibatalkan selama menjalani
anestesi dan pembedahan dan tinjau ulang kembali saat pasien
keluar dari ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan
anestesi, lakukan RJP jika terdapat henti jantung/napas

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 22


2) Pilihan kedua : keputusan DNR dimodifikasi, dengan
mengizinkan pemberian obat-obatan dan tehnik anestesi yang
sejalan / sesuai dengan pemberian anestesi. Hal ini termasuk :
a) Monitor EKG, tekanan darah, oksigen, dan monitor
intraoperasi lainnya.
b) Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan
pernapasan dengan intubasi dab ventilasi, jika diperlukan
dan dengan pemahaman bahwa pasien akan bernapas
secara spontan di akhir prosedur
c) Penggunaan vasopresor atau obat anti-aritmia untuk
mengkoreksi stabilitas kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pemberian anestesi dan pembedahan.
Penggunaan kardioversi atau defibrilator untuk mengkoreksi
aritmia harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien/wali
sahnya. Lakukan juga diskusi mengenai pemberian kompresi
dada.
3) Pilihan ketiga : keputusan DNR tetap berlaku ( tidak ada
perubahan )
a) Pada beberapa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan
pemberian anastesi umum dalam pembedahan
b) Pasien dapat menjalani prosedur pembedahan minor
dengan tetap mempertahankan keputusan DNR nya.
c) Anestesiologis harus berdiskusi dan membantu
kesepakatan dengan pasien / wali sah mengenai
intervensi apa saja yang diperolehkan, seperti kanulasi
intravena pemberian cairan intravena, sedasi, analgesik,
monitor, obat vasopressor, obat anti-aritmia, oksigenasi
atau intervensi lainnya.
e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat direkam medis pasien
f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis
yang terlibat dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi dan
ruang pemulihan
g. Secara hukum yang berwenang untuk membuat keputusan DNR ini
adalah :
1) Pasien dewasa yang kompeten secara mental
2) Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
3) Dokter penanggung jawab pasien yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien (jika belum
ada keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat oleh pasien /
wali sahnya.
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 23
h. Jika setelah diskusi masih belum terdapat kesepakatan mengenai
pilihan DNR mana yang akan digunakan, pemenang keputusan
tetaplah diberikan ke pasien / wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidak jelasan mengenai siapa yang
berwenang untuk membuat keputusan DNR atau terdapat keraguan
mengenai validasi suatu keputusan DNR dini / awal atau terdapat
keraguan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk pasien,
segeralah mencari saran kepada komisi etik atau lembaga hukum
setempat.
j. Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang
menurut terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua informasi
yang tersedia
k. Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada
di kamar operasi dan ruang pemulihan
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke
ruang rawat inap.
6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi
operatif pada pasien dengan keputusan DNR adalah :
a. Alat bantu asupan nutrisi ( misalnya : feeding tube )
b. Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan
penyakit kronis pasien ( misalnya : apendikasitis akut )
c. Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan dengan
penyakit kronis pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian
dari proses terminal penyakitnya ( misalnya : ileus obstruksi )
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri ( misalnya : operasi fraktur kolum
femur )
e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskuler
7. Pada situasi emergency
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
mengenai keputusan DNR sebelum melakukan anestesi,
pembedahan atau resusitasi
b. Akan tetap harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya
keputusan DNR dini / awal yang telah di buat sebelumnya (jika
memungkinkan).
8. Fase Pre Operatif
a. Lakukan diskusi abtara pasien/wali sah, keluarga, anastesiologis,
dokter bedah, dokter penananggung jawab pasien dan perawat
b. Lakukan asesmen mengenai :
1) Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 24
2) Intervensi pembedahan yang diperlukan Riwayat keputusan DNR
sebelumnya, termasuk :
a) Durasi /batas waktu berlakunya keputusan tersebut
b) Siapa yang bertanggung jawab menetapkan keputusan
tersebut
c) Alasan keputusan tersebut dibuat
3) Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien
ini perlu menjalani anestesi dan pembedahan ( pertimbangan
dari sudut pandang pasieb, keluarga, dokter bedah dan
anestesiologi )
4) Jika pembedahan dinaggap perlu, tentukan batasan-batasan
tindakan resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri
operatif, lakukan komunikasi yang efektif, detail dan terbuka
dengan pasien, keluarga dan atau wali sah pasien
5) Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus di catat di
rekam medis pasien, ditanda tangani oleh pihak-pihak yang
terlibat dan tancumkan tanggal keputusan dibuat
6) Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan di
buat dan kondisi medis pasien memungkinkan untuk menjalani
pembedahan
9. Fase Intra Operatif
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada dikamar operasi
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati
untuk menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien
sebelum di transfer ke kamar operasi
c. Semua petugas kamar opearsi harus mengetahui mengenai piihan
keputusan DNR yang diambil
d. Dokter bedah dan anestesiologis yang terlibat dalam konsultasi pre
operatif harus hadir selama prosedur berlangsung.
10. Fase Pasca Operatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas di
ruang pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan /
dipindahkan dari ruang pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih
rawat pasien dari ruang rawat inap.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas
waktunya hingga pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap pasca
operasi. Misalnya : jika penggunaan infus epidural / alat analgesik
akan tetap dipakai oleh pasien pasca operasi.
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 25
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan
keputusan DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.

D. KEPUTUSAN DNR PADA PEDIATRIK


1. Pada pasien anak ( usia <18 tahun), diskusikan dengan orang tua
pasien
2. Orang tua harus mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya
mengenai kondisi dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi
mengenai RJP dan DNR
3. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan tumbuh kembang
pasien anak
4. Intruksikan DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien,
kecuali pada kondisi berikut ini : Jika RJP dianggap membahayakan
pasien atau bersifat non terapeutik
5. Di rekam medis harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua
pasien. Keputusan harus ditanda tangani oleh dokter, perawat yang
terlibat dan orang tua pasien
6. Pada kasus tertentu di mana orang tua tetap meminta dilakukan RJP
meskipun tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini
membahayakan pasien / bersifat non terapeutik, orang tua
diperbolehkan mencari pendapat ekspertise lainnya ( second opinion
) atau ( jika orang tua meminta ) diperbolehkan melakukan transfer
pasien jika kondisi pasien memungkinkan untuk di transfer.
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan
orang tua pasien, lakukan proses peninjauan ulang (review) oleh tim
medis untuk menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau tidak,
seperti tercantum di bawah ini :
a. Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan
diantara anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien
b. Meminta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien ( second
opinion ) mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non
terapeutik
/ membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah
seorang anggota tim medis harus menghubungi komisi etik
untuk menjadwalkan konsultasi etik
d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim
medis harus memberitahukan/melaporkannya kepada kepala
pelayanan medis dan lembaga hukum.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 26


e. Jika kepala pelayanan medis setuju dan lembaga hukum
menyatakan bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan
orang tua harus diberitahukan bahwa keputusan DNR akan
dituliskan di rekam medis pasien
f. Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini,
orang tua sebaiknya debrikan kesempatan dan bantuan untuk
mentransfer pasien ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk
menerima pasien
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, intruksikan
DNR akan di tuliskan di rekam medis.
8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani
prosedur anastesi dan pembedahan
a. Pasien dengan intruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur
anestesi dan pembedahan terutama prosedur dengan tujuan
menfasilitasi perawatan atau mengurangi nyeri
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda
secara signifikan dengan situasi di luar ruang operasi sehingga
perlu dilakukan re-evaluasi mengenai intruksi DNR
c. Faktanya angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi di dalam
kamar operasi/selama anestesi berlangsung
d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan
adanya pembatasan usaha resusitasi yang digunakan sepanjang
periode peri-operatif
e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang
dapat dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusistasi,
misalnya pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan
obat-obatan intravena, dan manajemen jalan napas dan ventilasi
pasien
f. Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasien dan orang tua,
menilai ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur
pembedahan dan mengkomunikasikan hasil diskusi ini kepada
seluruh petugas rumah sakit yang terlibat perawatan pasien
selama periode intra -operatif dan pasca-operatif.
g. Terdapat 3 pilihan intruksi DNR sebelum prosedur anestesi /
pembedahan :
1) Pilihan pertama : intruksi DNR dibatalkan untuk sementara
(jika terjadi henti napas? jantung, dilakukan usaha resusitasi
sepenuhnya).

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 27


2) Pilihan kedua : resusitasi terbatas (spesifik terhadap
prosedur) pasien dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya
kecuali prosedur spesifik, yaitu : kompresi dada, kardioversi.
3) Pilihan ketiga : resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan)
pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping
yang terjadi dianggap bersifat sementara dan reversible,
berdasarkan pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis.
h. Harus dicacat di rekam medis
i. Saat pasien keluar / dipindahkan dari ruang pemulihan, intruksi
DNR ini harus ditinjau ulang
j. Jika pasien/orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan
instruksi DNR selama menjalani prosedur anestesi/pembedahan,
dokter boleh menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini
pasien/keluarga harsu mencari dokter lain yang bersedia untuk
merawat pasien.
E. PENINJAUAN ULANG MENGENAI KEPUTUSAN DNR
1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan
rutin, terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan
keinginan pasien
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan olah dokter senior
yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan penanggung jawab
pasien
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi
dapat juga dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi
perbaikan kondisi dan respon pasien terhadap terapi/pengobatan.
F. PEMBATALAN KEPUTUSAN DNR
1. Jika intruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan di formulir DNR
harus dilengkapi/diisi. Diruliskan tanggal dan tanda tangani oleh dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan
2. Pembatalan ini harus dengan jelas di catat di dalam rekam medis pasien.
G. KEPUTUSAN DNR DAN TRANSFER PASIEN
1. Jika pasien di transfer ke rumah sakit lain dengan intruksi DNR dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggung
jawab untuk melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan
berdasarkan informasi yang didapat saat mengenai : “apakah intruksi
DNR masih berlaku atau tidak ?” sebelum asesmen ulang tersebut
dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 28


2.
Jika pasien di transfer ke pelayanan primer lain dengan intruksi DNR,
dokter umum di layanan primer tersebut bertanggung jawab melakukan
asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus di komunikasikan
dengan semua petugas yang terlibat dalam perawatan pasien, sebelum
asesmen ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap DNR
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap diserahkan
dalam rekam medis pasien, formulir DNR ini tidak boleh di fotocopy.
H. INTRUKSI DNR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT
1. Pada situasi kasus emergency yang terjadi di luar rumah sakit, usaha
RJP memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan
usia sangat lanjut atau memiliki penyakit berat/terminal
2. Saat ini banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk
meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang
agresif, seperti RJP, banyak juga pasien yang memilih dirawat di rumah
sampai akhir usianya tiba
3. Protokol pelayanan kegawatdaruratan medis menyatakan bahwa inisiasi
RJP ditujukan kepada semua pasien yang mengalmi henti jantung /
napas, kecuali pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan
tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien memiliki intruksi tertulis
DNR yang valid dan di tanda tangani oleh dokter.
4. Tujuan di buatnya panduan ini :
a. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang
mereka inginkan dari tim kegawatdaruratan medis jika terjadi henti
jantung / napas di luar rumah sakit
b. Tim kegawatdaruratan medis meliputi : pemberian pertolongan
pertama ( polisi / pemadam kebakaran / lainnya yang mengikuti
pelatihan RJP ), petugas ambulance, paramedis dan perawat di
mobil rawat intensif ( mobile intensive care unit - MICU ).
5. Definisi
a. Formulir intruksi DNR di luar rumah sakit yang valid : formulir tertulis
yang dinyatakan valid jika terisi lengkap dan di tanda tangani oleh
pasien/wali sahnya dan dokter penanggung jawab pasien, fotokopy
yang dilegalisir dianggap sah dan berlaku.(lihat lampiran 4)
b. Gelang DNR adalah gelang pengenal yang berarti bahwa
pemakaiannya memiliki intruksi DNR yang valid. Gelang ini harus
telah disetujui oleh pemerintah setempat, resmi, mudah dikenali dan
khusus / khas, dipakai dipergelangan tangan atau kaki. Gelang ini
harus dikenali oleh tim kegawatdaruratan medis dan petugas
kesehatan lainnya.

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 29


6. Panduan
a. Tim kegawatdaruratan medis akan melakukan usaha RJP pada
semua pasien yang ditemukan hanti napas / jantung kecuali jika
pasien tersebut memiliki intruksi DNR yang valid
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki intruksi DNR tim
kegawatdaruratan medis harus :
1) Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan dan
atau denyut jantung
2) Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif
(MICU) ikuti protokol setempat.
3) Untuk petugas MICU, kontak/hubungi dokter penanggung jawab
pasien (yang menandatanagni DNR) untuk mengkonfirmasi
validasi intruksi DNR di luar rumah sakit, beritahukan kondisi
pasien.
c. Jika pasien dengan intruksi DNR yang valid tidak berada dalam
kondisi henti jantung / napas, tim kegawat daruratan medis harus :
1) Melakukan asesmen pasien
2) Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
3) Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
4) Menghargai dan mematuhi intruksi DNR jika terjadi henti
jantung / napas pada pasien selama transfer
5) Memberikan salinan intruksi DNR ke rumah sakit penerima
jika tersedia.
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak
boleh mempengaruhi keinginan pasien / wali sahnya.
e. Intruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan
merusak / menyobek formulir dan gelang DNR atau dengan
menyatakan secara lisan
f. Validasi intruksi :
1) Hanya dokter penanggung jawab pasien yang boleh menulis
instruksi DNR untuk pasien yang dirawat di rumah
2) Hubungi dokter penanggung jawab pasien untuk mendiskusikan
pembuatan intruksi DNR
3) Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter,
termasuk tanda tangan dan alamat pasien / wali sah, nama,
alamat, nomor telephone, dan tanda tangan dokter, dan tanggal
pembuatannya.
4) Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat
pasien berobat. (lihat lampiran 5 mengenai panduan gelang
DNR)
Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 30
5) Simpan salinan intruksi DNR di rumah dan selalu di bawa oleh
pasien kemanapun dia pergi
6) Pastikan semua keluarga/wali pasien mengetahui intruksi DNR ini.
7. Pada pasien di panti jompo : perawat pasien diperbolehkan untuk
menulis intruksi DNR dan penolakan untuk dirawat di rumah sakit ( do not
hospitalized). Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter.
a. Prosedur dasar
1) Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed concent) dari
pasien / wali sahnya
2) Melengkapi formulir intruksi DNR diluar rumah sakit. Berikan
salinan di rekam medis pasien, berikan beberapa salinan kepada
pasien dan keluarga / pengasuh di luar rumah sakit / panti jompo
3) Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai
penggunaan formulir DNR ini dan ajarkan agar formulir ini
diletakan di tempat-tempat yang mudah terlihat di rumah (
misalnya : papan harian pasien, senderan ranjang, pintu kamar
tidur, atau kulkas).
4) Pasien boleh menggunakan gelang DNR ( tidak wajib ). Gelang
ini harus dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien
memiliki intruksi DNR di luar rumah sakit. Dokter harus
menginformasikan kepada pasien / wali sahnya mengenai
ketersediaan gelang DNR sebagai sarana tambahan untuk
memberitahukan Tim Kegawatdaruratan Medis.
5) Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodik
dengan pasien / wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana
penanganan pasien (jika diperlukan) dan catatlah di rekam medis
pasien, jika intruksi DNR ini dibatalkan, beri intruksi untuk
menghancurkan/menyobek formulir DNR dan melepas gelang
DNR.
b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi intruksi DNR
Dokter sebaiknya memberi catatan di kurva medis pasien mengenai
intruksi DNR, yang mencakup :
1) Diagnosa
2) Alasan di buat intruksi DNR
3) Kapasitas pasien dalam membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa diskusi mengenai status DNR telah
dilakukan, tulis juga siapa saja yang menghadiri diskusi tersebut.
c. Pembuatan instruksi DNR

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 31


Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan cara
menghancurkan/merobek formulir dan melepas gelang DNR atau
dengan menyatakan secara lisan

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 32


BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir Asesmen Tahap Akhir Hayat


2. Formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran
3. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran
4. Formulir Catatan Terintegrasi
5. Formulir Catatan Keperawatan

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH PANIAI

dr. Agus Chen, M.Kes

Panduan Pelayanan Pasien Terminal Hal 33

Anda mungkin juga menyukai