Menimbang : a Bahwa kesehatan pasien adalah hak pasien sebagai individu, maka
dalam hal memutuskan perkara pengobatannya pasien bertanggung
jawab atas dirinya sendiri
: b Bahwa untuk memberikan perlindungan hukum kepada
pasien(penerima layanan kesehatan), dokter, dan dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran
Ditetapkan di : Padang
Pada tanggal : 24 April 2015
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
BAB I
PENDAHULUAN
1. Resusitasi Jantung Paru (RJP) didefiniskan sebagai dalam memberikan bantuan hidup dasar
dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan
untuk pasien yang tidak sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-
tanda sirkulasi.
a. RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya telah dibentuk
tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam melakukan RIP
b. Menurut statistik, tindak RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar kematian pasien
yang terjadi di rumah sakit Amerika Serikat setiap tahunnya. Proporsi dari tindakan
RJP ini dianggap berhasil dalam merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien.
c. Dari pasien-pasien yang dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan 1/3 dari
pasien-pasien yang berhasil ini dapat bertahan hingga pulang dari rumah sakit
d. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada sifat dan derajat penyakit pasien.
e. Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut yang telah
bermetasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga pulang dari rumah sakit.
Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang bertahan hidup sampai pulang dari
rumah sakit.
f. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi meninggal sebelum
pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di Ruang Rawat Intensif (intensive
Care Unit-ICU)
g. Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11% pasien yang berhasil
dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali selama masa
perawatan di rumah sakit.
h. Baisanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit tidak
mengalami gangguan / disfungsi yang berat
i. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari pasien-pasien ini memiliki orrientasi yang
baik saat dipulangkan dari rumah sakit.
j. Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP, beberapa diantaranya berhasil
mengalami pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi memiliki masalah kesehatan
dan tidak pernah kembali ke level normal sebelum terjadi henti jantung / napas,
beberapa mengalami kerusakan / cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh
kembali ke dalam kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.
k. Tingkat Keberhasilan RJP bergantung pada:
i. Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien
ii. Penyakit / masalah medis yang mendasari
iii. Kondisi kesehatan pasien secara umum
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
l. Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami kondisi yang sakit
dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan biasanya dirawat di ICU
2. Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan jantung
menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP tidak akan
membuahkan hasil (sia-sia)
3. Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk deketahui bahwa kebijakan ini harus
dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan profesional di tingkat primer, rumah sakit,
dan petugas / tim transfer intra-dan antar-rumah sakit.
4. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin dikarenakan pasien
berpendapt bahwa dengan melakukan usaha RJP akan memperpanjang kualitas hidup yang
buruk.
5. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan penundaan atau pembatalan
pemberian tatalaksana lainnay, seprti terapi antibiotik, nutrisi parental, dan sebagainya.
Lataran Belakang
1. Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang dilakaukan RJP dan pulang
dari rumah sakit sekitar 5 20 %, dan telah terbukti bahwa uasaha RJP akan lebih baik jika :
a. Akses ke Tim Reusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal (segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal
2. Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (<1-2%), misalnya
pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah jangka waktu lama, gagal ginjal /
jantung yang berat, atau keganasan denag penyebaran luas (metastasis).
3. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas di rumah sakit
adalah rendah. Namun jika ditangani dengan tepat dan segera, memiliki angka keberhasilan
sebesar 70%.
4. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas di luar rumah
sakit masih di bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak yang berhasilan bertahan hidup dan
pulang dari rumah skait mengalami defisit neurologi.
Tujuan
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakn Do Not
Resuscitate (DNR) tidak disalah artikan / misnterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan terstandarisasi
mengenai pengambilan keputusan DNR
Definisi
1. Henti jantung : adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
a. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless electrical
activity (PEA).
b. Untuk memperoleh RJP yang yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera mungkin
(<3 menit setelah kejadian henti jantung).
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, adn pupil dilatasi
maksimal; hal ini bukanlah henti jantung dan tidak perlu dilakukan tindakan
resusitasi.
2. Resusitasi jantung paru (RJP: didefinisikan sebagai suatu sarana dalam memberikan
bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung.
RJP diindikasikan untuk: pasien yang tidak sadra, tidak bernapas, dan yang tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi; dan tidak tertulis instrusi DNR di rekam
medisnya.
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan di mana jika pasien mengalami
henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan akan dilakukan usaha
resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakuakn asesmen segera untuk
mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posien, patensi jalan napas, dan
sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap kondisi pasien
diberhentikan. Pemeriksaan dan penangana pasien (misalnya terapi intravena,
pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
4. Fase / kondisi terminal penyakit: adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya dapat disembuhkan dan
bersifat ireversibel. Dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian dalam rentangan waktu
yang singkat, dan dimana pengaplikasian terapi untuk memperpanjang / mempertahankan
hidup hanya akan berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
5. Pelayanan paliatif : adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk mengurangi nyeri
/ penderitaan apsien. Hal ini termasuk : pemberian nutrisi, hidrasi, dan kenyamanan, kecuali
terdapat instrusi spesifik untuk menunda pemberian nutrisi / hidrasi.
Tanggung Jawab
1. Chief Executive Officerdan Dewan Direksi: bertanggung jawab untuk memastikan
implementasi kebijakan Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini didelegasikan kepada
Manajer pelayanan Medis.
2. Manajer Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui dan mematuhi
kenijakan ini, serta memastikan dilakuakn audit kebijakan DNR.
3. Staf / petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalam pengambilan keputusan tindakan
DNR dan Resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan ini. Penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi selama proses ini berlangsung harus dilaporkan pada berkas /
formulir insidens sesuai dengan algoritma yang berlaku.
Prinsip
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakuakn resusitasi kecuali telah dibuat keputusan
secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR)
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas / jantung
mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal ini terjadi
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
Contoh:
Tanggal 18 Maret 2010
Pukul 10.30 WIB
Tidak dilakukan RJP
Indikasi: syok kardiognetik
Batas waktu:24 jam
14. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakukan instruksi DNR, misalnya:
keganasan fase terminal.
15. Pada pasien asing (luar negri) dan populasi etriitis minoritas di mana terdapat kesulitan
pemahaman bahasa,harus terdapat layanan penerjemah yang kompeten.
16. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tatalksana pasien lainnya
tetap dilakukan dengan optimal.
17. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian / penderitaan yang
dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi keuntungan dilakukannya terapi.
b. Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk mengambil
keputusan, menolak untuk dilakuakn usaha RJP.
c. RJP bertentangan dengan keputusan dini / awal yang dibuat oleh pasien, yang bersifat
valid dan matang, mengenali penolakan semua tindakan untuk mempertahankan
hidup pasien.
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase sekarat / terminal
dari penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil keputusan
(lihat lampiran 1)
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan tindakan
penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratan di bahwa ini :
a. Usia pasien harus >18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental untuk
mengambil keputusan
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti ditulis oleh pasien sendiri atau keluarga /
kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus dicatat di rekam medis.
d. Harus ditandangani oleh 2 orang, yaitu:
i. Penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama pasien sambil
diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu menandatanganinya sendiri)
ii. 1 orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh pembuat keputusan,
dapat dituliskan di dokumen lain / terpisah, yang menyatakan bahwa keputusan dini
ini diaplikasikan untuk tindakan / penanganan spesifik, bahwa jika terdapat risiko
kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus ditandatangani dan
disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien)
8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini harus atas izin paisen.
9. Jika pasien tidak kompeten seacra mental, diskusi dapat dilakuakn dengan keluarga / wali sah
pasien dengan mempertimbangkan kondisi dan keinginan pasien. Jika tidak terdapat keluarga
/ wali yang sah, keputusan dapat diambil oleh dokter penanggungjawab pasien.
10. Jiak terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensi untuk mengambil keputusan tetapi
telah membuat keputusan dini DNR sebelumnya yang valid, keputusan ini harsulah tetap
dihargai.
11. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh pasien, jika terdapat hal-
hal berikut ini :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten keputusan dini / awal yang
dibuat, yang mempengaruhi validitas keputusan tersebut (mislanya, pasien pindah
agama)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut dapat
mempengaruih keputusan pasien (mislanya, perkembangan terkini dalam tatalaksana
pasien yang seacra drastis mengubah prospek kondisi tertentu paisen).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
d. Terdapat perdebatan / perselisihan mengenai validitas keputusan dini / awal dan kasus
tersebut telah dibawa ke pengadilan.
12. Jika terdapat keraguan terhadap apa yangg pasien inginkan / maksudkan, paramedis harus
bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik untuk pasien. Dapat meminta saran
dari dokter senior juga
13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya keren mencari ada tidaknya instruksi DNR
pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa instruksi tersebut ada.
14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan.
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
15. Perawatn dasar ini didefiniskan sebagai pemberian temapt tidur yang nyaman dan hangat,
pengurangan rasa sakit / analgesik, manajemen gejala-gejala yang memicu stress fisik
(seperti sesak napas, muntah, inkontinensia), dan manajemen higene / kebersihan diri pasien.
16. Jika pasien tetap menoak perawatan dasr, dokter yang bertugas sebaiknya meminta searan
dari dokter senior, dan masalah ini dapat jiga dibawa ke komisi etik.
17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil keputusan DNR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
BAB II
PANDUAN DALAM MENDISKUSIKAN
KEPUTUSAN DNR DENGAN PASIEN
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian dari perawatan
suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan / ditelantarkan dan merasa nyeri,
melebihi rasa takutnya akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mama saja yang akan tetap diberikan,
pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara teratur, pengendalian nyeri, dan
memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan keputusan mengenai
manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan dokter, akan
membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat kecemasan / stress pasien juga.
8. Fase pre-operatif
a. Lakukan diskusi antara pasien / wali sah, keluarga, anestesiologis, dokter bedah,
dokter penanggungjawab pasien dan perawat
b. Lakukan asesmen mengenai :
i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi pasien
ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan
iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk ;
Durasi / batas waktu berlakunya keputusan tersebut
Siapa yang bertanggungjawab meneetapkan keputusan tersebuut
Alasan keputusan tersebut dibuat
iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini perlu
menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangan dari sudut pandang pasien,
keluarga, dokter bedah dan anestesiologis)
v. Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan tindakan resusitasi apa
saja yang dapat dilakukan di fase peri-operatif, lakukan komunikasi yang efektif,
detail dan terbuka dengan pasien, keluarga dan atau wali sah pasien
vi. Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus dicatat di rekam medis
pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat dan cantumkan tanggal
keputusan dibuat
vii. Lakukan prosedur pembedahan segera setealh keputusan dibuat dan kondisi medis
pasien memungkinkan untuk menjalani pembedahan
9. Fase intra-operatif
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sanagt hati-hati untuk menghindari
terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di transfer ke kamar operasi
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui pilihan keputusan DNR yang diambil
d. Dokter bedah dan anestesiologi yang terlibat dalam konsultasi pre-operatif harus
hadir selama prosedur berlangsung
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan DNR yang
dijadwalkan untuk menjalani operasi
8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur anestesi dan
pembedahan
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur anestesi dan
pembedahan terutama prosedur dengan tujuan memfasilitasi perawatan atau mengurangi
nyeri
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara signifikan dengan
situasi di luar ruang operasi sehingga perlu dilakukan re-evaluasi mengenai instruki DNR
c. Faktanya, angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi di dalam kamar operasi / selama
anestesi berlangsung
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan adanya pembatasan usaha
resusitasi yang digunakan sepanjang periode per-operatif
e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat dianggap sebagai
salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya pemasangan kateter intravena,
pemberian cairan dan obat-obatan intravena dan manajemen jalan napas dan ventilasi
pasien
f. Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasein dan atau orang tua, melalui ulang status
DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan dan mengkomunikasikan hasil diskusi ini
kepada seluruh petugas rumah sakit yang terlibat dengan perawatan pasien selama
periode intra-operatif dan pasca-operatif
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi / pembedahan :
Pilihan pertama : instruksi DNR dibatalkan untuk sementara (jika terjadi
henti napas / jantung dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya)
Pilihan kedua : resusitasi terbatas (spesifik terhadap prosedur). Pasien
dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur spesifik, yaitu : kompresi
dada, kardioversi
Pilihan ketiga : resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan). Pasien dilakukan
usaha resusitasi hanya jika efek samping yang terjadi dianggap bersifat sementara
dan reversible, berdasarkan pertimbangan dokter bedah dan anestesiologi
h. Harus dicatat di rekam medis pasien
i. Saat pasien keluar / dipindahkan dari ruang pemulihan, instruksi DNR ini harus ditinjau
ulang
j. Jika pasien / orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan instruksi DNR selama
menjalani prosedur anestesi / pembedahan, dokter boleh menolak untuk berpartisipasi
dalam kasus ini. Pasien / keluarga harus mencari dokter lain yang bersedia untuk merawat
pasien
Dokumentasi
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien dan di formulir
Do Not Resuscitate (DNR) (lihat Lampiran 3). Formulir DNR harus diisi dengan lengkap dan
disimpan di rekam medis pasien
2. Alasan diputusnkannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir DNR. Keputusan harus dikomunikasikan
kepada semua orang yang terlibat dalam aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi,
padiatrist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas / pengoperan pasien ke petugas
/ unit lainnya.
4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien dan keluarga
mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa petugas / unit lain
mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke unit lain).
6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan instruksi DNR
ini.
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
BAB III
PENINJAUAN ULANG MENGENAI KEPUTUSAN DNR
1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin, terutama jika
terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan keinginan pasien.
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus detentukan oleh dokter senior yang saat itu sedang
bertugas atau oleh konsultan penanggungjawab pasien.
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi dapat juga dilakukan
setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan kondisi, dan
respon pasien terhadap terapi / pengobatan.
a. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang mereka inginkan
dari Tim Kegawatdaruratan Medis jika terjadi henti jantung / napas di luar rumah
sakit.
b. Tim kegawatdarurat medis meliputi: pemberi pertolongan pertama (polisi / pemadam
kebakaran / lainnya yang menggikuti pelatihan RJP), petugas ambulans, paramedis
dan perawat di mobil rawat intensif (mobile intensive care uunit-MICU)
5. Definisi:
a. Formulir Instruksi DNR di luar Rumah Sakit yang valid: formulir tertulis yang
dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh pasien / wali sahnya dan
dokter penanggungjawab pasien. Fotokopi yang dilegalisir dianggap sah dan berlaku.
b. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang berarti bahwa pemakainya memiliki
instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui oleh pemerintahan
setempat, resmi, mudah dikenali, dan khusus / khas; dipakai di pergelangan tangan
atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh Tim kegawatdaruratan Medis dan petugas
kesehatan lainnya.
6. Tata laksana:
a. Tim kegawatdaruratan medis akan melakukan usaha RJP pada semua pasien yang
ditemukan henti napas/jantung kecuali jika pasien tersebut memiliki instruksi DNR
yang valid
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR, tim
kegawatdaruratan medis harus :
Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan dan atau denyut
jantung
Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif (MICU), ikuti
protokol setempat
Untuk petugas MICU, kontak / hubungi dokter penanggungjawab pasien
(yang menandatangani DNR) untuk mengkonfirmasi validitas instruksi DNR-
di luar rumah sakit, beritahukan kondisi pasien
c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid berada dalam kondisi henti jantung /
napas, tim kegawatdaruratan medis harus :
Melakukan asesmen pasien
Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas / jantung
pada pasien selama tranfer
Memberikan salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima, jika tersedia
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh mempengaruhi
keinginan pasien / wali sahnya
e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak / menyobek
formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara lisan
f. Validitas instruksi DNR :
Hanya dokter penanggungjawab pasien yang boleh menulis instruksi DNR
untuk pasien yang dirawat di rumah
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
7. Pada pasien di panti jompo : perawat pasien diperbolehkan untuk menulis instruksi DNR
dan penolakan untuk dirawat di rumah sakit (Do Not Hospitalized), berdasarkan hasil
konsultasi dengan dokter
a. Prosedur Dasar
Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed consent) dari pasien / wali sahnya
Melengkapi formulir instruksi DNR di luar rumah sakit. Berikan salinan di
rekam medis pasien. Berikan beberapa salinan kepada pasien dan atau keluarga /
pengasuh di luar rumah sakit / panti jompo
Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai penggunaan formulir
DNR ini dan anjurkan agar formulir ini diletakkan di tempat-tempat yang mudah
terlihat di rumah (misalnya : papan harian pasien, senderan ranjang, pintu kamar
tidur, atau kulkas)
Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang ini harus di anggap
valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki instruksi DNR di luar rumah
sakit. Dokter harus menginformasikan kepada pasien / wali sahnya mengenai
ketersediaan gelang DNR sebagai sarana tambahan untuk memberitahu Tim
Kegawatdaruratan Medis
Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodikan dengan pasien /
wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana penanganan pasien (jika diperlukan)
dan catatlah di rekam medis pasien. Jika instruksi DNR ini dibatalkan, berikan
instruksi untuk menghancurkan / menyobek formulir DNR dan melepas gelang
DNR
8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampiran salinan formulir DNR di luar
rumah sakit
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat
Pelatihan
1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatihan-pelatihan apa
saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini
2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus didiskusikan
sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja Rumah Sakit (Performance
Development Review) dan keputusan mengenai pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus
dituliskan dalam Rencana Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (
Personal Development Plan)
LAMPIRAN 1
KRITERIA PASIEN YANG TIDAK MEMILIKI KAPASITAS ADEKUAT DAN TIDAK
KOMPETEN DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
1. Pasien memiliki gangguan fungsi kognitif / mental yang membuatnya tidak dapat mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri
2. Pasien tidak dapat mengerti mengenai informasi yang relevan dengan pengembalian
keputusan, yang diberikan oleh dokter / petugas medis lainnya
3. Pasien memiliki gangguan dalam hal mengingat informasi yang baru diberikan
4. Pasien tidak dapat mengolah atau mempertimbangkan informasi tersebut sebagai bagian dari
proses pengambilan keputusan
5. Pasien tidak dapat mengkomunikasikan keputusannya, baik dengan berbicara, bahasa tubuh,
atau cara lainnya.
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
LAMPIRAN 4
FORMULIR INSTRUKSI DNR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT
DOKUMEN INI HARUS DITUNJUKKAN DAN TERSEDIA SETIAP SAAT UNTUK TIM
KEGAWATDARURATAN MEDIS
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
1. Lakukan asesmen pada pasien mengenai tidak adanya pernapasan dan atau denyut
jantung
2. Jika pasien tidak berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, sediakan semua
perawatan yang dibutuhkan, termasuk transportasi, jika diperlukan
3. Jika pasien berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, jangan melakukan RJP
dan usaha resusitasi lainnya
6. Hanya individu (pasien, wali sah, atau dokter) yang menandatangani formulir ini yang
dapat membatalkan instruksi ini setiap saat
7. Salinan dokumen ini adalah sah dan harus dihormati setiap saat
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK
Jl. Dr. sutomo No.94 Padang
Telp. (0751) 38846, Fax: (0751) 841286
Email Address: rsbcicik@gmail.com
LAMPIRAN 5
PANDUAN GELANG DNR
1. Gelar DNR merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki
instruksi DNR yang valid dan berada di luar rumah sakit
2. Gelang ini harus dihargai dan ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis dengan atau tanpa
adanya formulir instruksi DNR tertilis.
3. Gelang ini harus:
a. Dipakai di pergelangan tangan / kaki pasien
b. Bertuliskan:
i. Nama pasien
ii. Nama dan nomor telepon dokter
iii. Tanggal pembuatan instruksi DNR dan masa berlakunya (jika ada)
c. Tidak rusak / sobek
4. Pasien / wali sahnya dapat meminta gelang DNR ini dari rumah sakit tempat pasien berobat
dengan membawa formulir DNR tertulis yang didapat dari dokter.
5. Rumah sakit akan menyimpan salinan formulir instruksi DNR
6. Rumah sakit akan bertanggungjawab dalam:
a. Memberikan gelang DNR kepada pasien, berdasarkan formulir tertulis DNR yang ada
b. Melengkapi tulisan di gelang DNR, meliputi: nama pasien, nama dokter, dan tanggal
pembuatan instruksi DNR
c. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai tujuan dan maksud dari
insruksi DNR ini. Menekankan bahwa instruksi DNR ini hanya berlaku untuk usaha
RJP, penanganan lainnya tetap dilakukan
7. Instruksi DNR dapat dibatalkan dengan cara:
a. Melepas gelang DNR
b. Menyatakan secara lisan mengenai pembatalan instruksi DNR
c. Menghancurkan / menyobek instruksi tertulis DNR
8. Pembatalan DNR ini harus dilaporkan kepada dokter pembuat formulir dan rumah sakit
tempat pasien berobat sehingga dapat dicatat ke rekam medis pasien.
Ditetapkan di : Padang
Pada tanggal : 24 April 2015
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CICIK