PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat don ridho-Nya
makapenyusunan Buku Panduan Pelayanan Kegawatdaruratan Rumah Sakit Umum Pusat
Farrnawati 2013 dapat diselesaikan.
Saya sangat mendukung dengan diterbitkannya buku panduan ini karena RSUD Dr.
Soedarso sebagai rumah sakit pendidikan dituntut unfuk memberikan pelayanan yang
profesional dan bermutu oleh pegawai-pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Kebutuhan buku panduan ini sangat penting baik bagi RSUD Dr. Soedarso maupun bagi
semua mitra kerja antara lain dibidang pendidikan, pelayonan, penuniang maupun umum karena
sangat berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien, yang juga dalamupaya
membangun sistem manajemen rumah sakit.
Penyiapan dokumen ini sebagai regulasi merupakan hal pokok untuk kelancaran
pelaksanaan Program Pelayanan Pasien di RSUP Fatmawa yang disusun rnengacu
padaKeputusan Direktur Utama RSUD Dr. Soedarso Nomor; HK.O3.05/H.1/430/2012 tentang
Pelayanan kesehatan Yang Berfokus Pasien di RSUD Dr. Soedarso .
Diharapkan dengan adanya Buku Panduan Pelayanan Kegawatdaruratan Rumah
SakitUmum Pusat Fatmawati ini, maka Program Pelayanan Pasien di RSUD Dr. Soedarso dapat
tersosialisasikan pada seluruh karyawan RSUD Dr. Soedarso dan memovasi untuk terciptanya
pelayanan yang bermutu di RSUD Dr. Soedarso .
Kami berharap buku panduan ini dapat menjadi acuan dan dapat dilaksanakan
denganSebaik-baiknya dalam rangka mewuiudkan VisiRSUD Dr. Soedarso : " Terdepan,
Paripurna DanTerpercaya Di Indonesia ".
Melalui kesempatan ini iuga saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah memberikan masukan-masukan
untukpenyempurnaan buku panduan ini.
Ditetapkan,
Direktur
TIM EDITOR
Bidcmg Pelayanan Medik
RSUD Dr. Soedarso
Jakarta
PANDUAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kegawatdaruratan meliputi dari tindakan bantuan hidup dasar dan sistem
yang menopangpelaksanaan tindakan bantuan hidup dasar tersebut.
Jikapada suatu keadaan ditemukan seseorang dengan penilaian dini terdapat
penurunan kesadaran, gangguanjalan nafas, pola nafas yang berubah dan tidak ada nadi,
makadapat dikatakan terdapat kegawatdaruratanpada seseorang. Apabila terjadi sumbatan
jalan nafas, tidak ada nafas dan tidak ada nadi, maka penolongharus segera melakukan
tindakan yang dinamakan dengan istilah bantuan hidup dasar (BHD).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu
mempertahankan hidupseseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana rersebut adalah
bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan
penafasan dan bagaimana membantu menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana
memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang
penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah
matinya sel otak.
Penelian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna
melanjutkan ketahpan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus
termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan. Bila tindakan ini dilakukan
secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses
pertolongan.
Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan
istilah resusitasi jantung paru (RJP).
Di RSUD Dr. Soedarso pelayanan kegawatdaruratan terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Pelayanan instalasi Gawat Darurat
Pelayanan instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedarso dibedakan menjadi 4
kategori pasien, yaitu pasien Emergent, urgent, Non Urgent dan False Emergensi
berdasarkan tingkat kegawatan pasien dan pembagian ruang instalasi Gawat Darurat.
2. Pelayanan kegawatdaruratan diluar instalasi gawat darurat
Pelayanan kegawatdaruratan diluar instalasi Gawat Darurat diatasi oleh sebuah sistem
yang diharapkan dapat memeberikan respon cepat terhadap suatu kegawatdaruratan,
sistem ini disebut dengan Fatmawati One atau disingkat F-1
B. PENGERTIAN
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas dengan
tujuan untuk membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan
alat bantu (Alkatiri, 2007), tujuan tindakan bantuan hidup dasar adalah oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen.
dengan kekuatan sendiri secara nprmal (Latief, ZOO9) Tindakan bantuan hidup dasar
sangat penting padapasien Trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga
perempat kasusnya terjadi di luar rumahsakit (Alkatiri, 2007).
C. TUJUAN
Tujuan dari bantuan Hidup dasar adalah untuk :
1. Menyelamatkan jiwa penderita
2. Mencegah cacat
3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Respon time atauhitungan waktu sangat penting dalam rnelakukan bantuan hidup dasar.
Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen Iebih dari 8 -10 menit akan mengalami kemarian,
sehingga korban dapat mati, dalam istilah kedokteran dikenal dua istilah untuk mati. Yaitu mati
klinis don mati biologis. Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan
pemeriksaan penderira penolong tidak menemukan danyapernapasan dan denyut nadi yang
berarti sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Padabeberapa keadaan,
penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistemtersebut berfungsikembali.
Penderita mengalami henti nafas dan henti jantung rnempunyai harapan hidup lebih baik jika
semualangkah dalam rantai penyelamatan dilakukan bersamaan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung dengan tujuan
mencegahberhentinya respirasi dan sirkulasi dan rnemberikan bantuan eksternal terhadap
sirkulasi dan ventilasi darikorban yang mengalami henti jantung / henti nafas melalui resusitasi
jantung paru.
BAB II
RUANG LINGKUP
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melaksanakan pelayanan terhadap seluruh pasien
yang rnembutuhkan bantuan hidup dasar di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
berdasarkan Surat Kepututusan Direktur lJtoma RSUD Dr. Soedarso Nomar:
HK.03.05/11.1/430/201 2 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pelayanan Kesehatan Yang Berfokus
Pasien, Untuk mencapai tujuan dari pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan bantuan
hidup dasar maka perlu dibuat suatu panduan bantuan hidup dasar sebagai acuan dalam
pelaksonaan terhadap seluruh personil yang membutuhkan tindakan darurat tersebut.
Tindakan bantuan hidup dasar dilaksanakan untuk seluruh penyunjung, baik posien,
keluarga pasien, tamu dan karyawan di dalam lingkup RSUD Dr. Soedarso yang memerlukan
pertolongan bantuan hidup dasar. Koordinasi pelaksanaan dengan SMF Dokter Medik Dasar dan
Perawat trampil yang bersertifikat. Seluruh karyawan diwajibkan dapat melaksanakan tindakan
bantuan hidup dasar pada saat dibutuhkan.
Panduan ini dirancang sebagai rujukan teknis yang dapat digunakan oleh / atau disesuaikan
dengan kebutuhan dan kapasitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang meliputi .
1. Fasilitas yang dibutuhkan untuk tindakan bantuan hidup dasar
2. Tatalaksana Bantuan Hidup Dasar
2.1 Anamnesa
2.2 Langkah - langkah pertolongan
2.3 Pemeriksaan fisik
3. Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Soedarso
3.1 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
1. Ruang Emergent /Ruang Resusitasi
2. Ruang Urgent
3. Ruang Non Urgent
4. Ruang False Emergensi
3.2 Sistem Pelaksanaan Pelayanan Tim Fatmawati One (F-1) 1.
1. Personel dari tim F-1
2. Alat - alat dan fasilitas pada pelayanan F-1.
3. Titik - titik pelayanan F-1 4.
4. Sistem Pemanggilan F-1 5.
5. Sistem Pencatatan Pasien F-1
Panduan ini memberikan dasar-dasar untuk aksi, mengidentifikasi peran dan tanggung
jawab, menetapkan kebijakan-kebijakan dan aksi pokok yang diperlukan untuk manajemen
pasien yang mengeluhkan rasa nyeri dalam pelayanan kesehatan, dan juga memberikan rujukan
inti dalam setiap bagian.
BAB III
TATA LAKSANA
a. DEFENISI
Trolley Emergensi adalah suatu trolley yang berisi obat - obatan dan alat
medis yang dibutuhkan untuk mendukung tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD),
sehingga dapat menyokong kebutuhan medis seseorang. Trolley ini ditempatkan
pada ruangan yang dianggap rawan terjadi tindakan emergensi, misalnya ruarng
rawat intensif dan instalasi gawat darurat yang banyak memerlukan tindakan
resusitasi.
Trolley emergensi yang standar dan dilengkapi dengan defibrilator di RSUD Dr.
Soedarso harus memiliki kelengkapan sebagai berikut:
LACI 1. OBAT-OBATAN EMERGENSI
Pada laci pertama dari trolly emergensi berisi obat-obatan standar yang dapat membantu
tindakan resusitasi pasien. Pada beberapa satuan kerja, isi dari laci pertama ini dapat
berubah, karena kebutuhan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan ruang rawat.
Naum isi dari laci pertama yang standar berisi.
NOMER SER
2.1 ANAMNESA
1. Menyapa klien / pengantar dengon ramah dan penuh perhatian sambil menanyakan secara
singkat keperluannya datang ke instalasi Gawat Darurat (miisal: Selamat pagi bapak ibu,
ada yang bisa saya bantu?)
2. Bila kondisi klien tidak sadar kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluaga atau
pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien,
- Nama pasien ?
- Sudah berapa lama tidak sadar ?
- tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
3. Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera maka anamnesa
kita Iakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa sambil
kita memberikan pertolongan kepada pasien.
4. Tanda-tanda kegawatdaruratan:
a. Adanya sumbatan jalan nafas
b. Adanya henti nafas
c. Adanya henti jantung
d. Adanya penurunan kesadaran
e. Adanya perdarahan
5. Jika pada anamnesis pasien menghendaki untuk tidak diresusitasi (baik menggunakan
atau tidak menggunakan gelang dengan kancing berwarna ungu/Do Not Resuscitace),
maka petugus tidak melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan
penghisapan (suction) Cross finger hanya dilakukan apabila benda asing tannpak
dari luar mulut.
3. Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudha kita lakukan manuver
tersebut, maka kita pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi
jalan nafas.
1. Non invasif, dengan pipa oroforing dan pipanasofaring
Prosedur pemasangan Pipa Orofaring:
1) Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2) Menempatkan pasien pada posisi terlentang dan menggunakan teknik chin
lifthead tilt / jaw trust untuk mempertahankan jalan nafas secara manual.
3) Menentukan ukuran pipa yang akan dipakai dengan cara membentangkan
pipa dari sudut mulut penderita ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang
sama.
4) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada
gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.Lebarkan/ jauhkan jari
untuk membuka rahang pasien.
5) Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipake langit-langit) dan jalankan
sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari
belakang (uvula) atau hingga anda menemukan tahanan melewati pelatum
mole.
6) Putar pipa 180 dengan hati-hati sehingga ujunynyamengarah ke bawah ke
arah faring pasien.
7) Menempatkan pasien non trauma dalam posisi head tin. Jika ada
kemungkinan cedera spinal, dilakukan stabilisasi leher dengan collar neck
8) Memeriksa respon pasien setelah pipa terpasang (lihat SPO
pemeriksaanairway)
Prosedur Pemasangan pipa nasofaring:
1 ) Petugas rnemakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2) Posisi pasien terlentang dan kita gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrus
untuk menjalankan jalan nafas secara manual
3) Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum
dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. Bahan seperti jelly
dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan
faring sehingga meningkatkan resiko infeksi.
4) Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas. Hampir semua pipa
nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel
(bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau
septum nasi.
5) Memasukkan pipa ke dalam lubang hidung, majukan terus hingga bagian
pinggir pipa berhenti dan tertahan kust pada lubang hidung pasien. Jangan
pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik ke luar dan
coba pada lubang hidung yang lain
B. ( Breathing ) / PERNAFASAN
1. Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik
2. Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak
bernafaf
3. Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara:
a. Mouth to mouth ventilation :
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karen aitu harus selalu
memakai alat perantara yang terbuat dari plastic (masker) yang dapat
ditempatkan antara mulut penderita dan mulut penolong. Caranya sebagai
berikut :
1. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2. Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien pegang dengan ibu jari
dan telunjuk jari tangan kiri serta kanan.
3. Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tanganyang lain sehingga
masker betul-betul menutup muka pasien tidak bocor.
4. Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker
SECONDARY SURVEY
1. Memeriksa kondisi umum menyeluruh
2. Melakukan pemeriksaan lengkap dari kepala sampai ke kaki, terdiri atas inspeksi,
auskultasi, palpasi dan perkusi, setiap langkah pemeriksaan menilai adanya DECAPBLS ;
deformitas, ekskoriasi, contusio, aborsi, penyetrasi, burn /luka bakar, laserasi dan
swealling / pembentukan.
a. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi
b. Riwayat cedera, atas dasar :
- Observasi personal
- Saksi / pengantar
- Bila pasien sadar ditanyakan tentang simptom , allergi, medikasi, penyakit yang
diderita makan terakhir, kejadian sebelum cedera.
3. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi.
a. Rambut dan kulit kepala, apakah ada pendarahan, pengelupasan, berjaalan.
b. Telinga diperiksa apakah ada perlukaan, darah atau cairan yang keluar dari lubang
telinga
c. Mata diperiksa apakah ada :
- Perlukaan, pembengkaan, perdarahan.
- Refleks pupil, dengan cara membuka kelopak mata dengan jari telunjuk dan ibu
jari kemudian dengan senter yang menyala kita arahkan ke mata pasien dari arah
samping ke tengah.
- Kondisi kelopak amta, kemerahan perdarahan pada sklera, benda asing,
pergerakan abnormal.
- Hidung, diperiksa apakah ditemukan :
Perlukaan, darah, cairan,
Nafas cuping hidung
Kelainan anatomi karena ruda paksa.
- Mulut, diperiksa apakah ada perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi.
- Bibir diperiksa apakah ada perlukaan, perdarahan sianosis, kering
- Rahang, diperiksa apakah ada perlukaan, stabilitas, krepitasi.
- Kulit, diperiksa apakah ada perlukaan, basah / kering, darah warna goresan-
goresan suhu.
- Leher, diperiksa apakah ada perlukaan k, bendungan vena, deviasi trakhea,
spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher.
4. Memeriksa dada
Apakah ada flailchest, pernafasan dianfragma, kelainan bentuk, tarikan antara igo, nyeri
tekan, perlukaan, suara ketuk, suara nafas dengan palpasi dan auskultasi.
5. Memeriksa perut, apakah ada perlukaan, aistensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
6. Memeriksa tulang belakang, apakah ada kalinan bentuk, nyeri tekan, spasme otot dengan
melihat dan meraba area tulang belakang.
7. Memeriksa pelvik / genetalia, apakah ada perlukaan nyeri, pembengkakan, krepitas,
inkontinesia dengan melihat dan meraba area tersebut
8. Memeriksa ekstremitas atas dan bawah.
- Apakah ada perlukaan
- Hambatan pergerakan
- Gangguan rasa
- Bengkak
9. Melakukan pemeriksaan neurologi
a. Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan GCS (Glasgow
Coma Scale)
1) Refleks membuka mata (eye)
4 : membuka mata secara spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tindakan ada respon
2) Refleks verbal ( V )
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimata baik isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kta tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak keluar suara
3) Refleks motorik ( M )
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada gerakan.
d. Kulaitas kesadaran :
1) Kompos mentis : bereaksi secara adekuat
2) Kesadaran tumpul : perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
3) Bingung : disorientasi terhadap tempat, orang dan watu
4) Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi
5) Apatis : acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
e. Gangguan fungsi serebal . meliputi
1) Gangguan komunikasi
2) Gangguan intelektual
3) Gangguan perilaku
4) Gangguan emosi
b. Pelayanan Kegawatdaruratan
Pelayanan Kegawatdaruratan di lnstalasi Gawat Darurat dilakukan berdasarkan tingkat
kedaruratan pasien, sesuai mekanisme Triase, dimana kalegori kegawatdaruratan
pasienterbagi atas 4 kategori, antara lain:
1. EMERGEN
Pasien emergen adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang segera
membutuhkan penanganan
Kriteria dari pasien emergen terlampir pada panduan skrining dan triase
Pasien dengan kategori ini dimasukkan ke dalam ruang resusitasi.
Pada kondisi ini, respon time dari pelayanan adalah 0 menit atau SEGERA
Kapasitas maksimal dari ruang emergen adalah 8 pasien.
Tim Ruang Resusitasi Terdiri dari l orang dokter umum dengan sertifikasi
BantuanHidup Dasar dan ACLS dan 2 orang perawat dengan sertiflkasi bantuan
hidup Dasar.
2. URGEN
Pasien urgen adalah pasien stabil dengan kondisi serius yang membutuhkan
penanganan medis segera.
Pelayanan kepada pasien dengan kategori urgen harus dilakukan dalam waktu 30
menit setelah pasien datang.
Jumlah kapasitas ruang urgen disesuaikan dengan jumlah pasien, kemampuan
sumber daya dan luas bangunan.
Ruang Urgen terdiri dari ruang dewasa dan ruang anak.
Tim Ruang Urgen terdiri dari 2 orang dokter umum dengan sertifikasl Bantuan
hidup dasar dan minimal 4 orang perawat.
Dalam 8 lam setelah pasien masuk ke IGD, pasien harus dapat ditentukan apakah
pasien pulang atau memerlukan ruang rawal.
3. NON URGEN
Pasien Non Urgen adalah pasien slabil tanpa keluhan gawat darurat
yangmembutuhkan penanganan medis tidak segera atau dapat di tunda
sampaidengan l jam, pasien dengan kategori non urgen dapat dilakukan evaluasi
awal di klinik false emergensi dan jika membutuhkan observasi dapat dilakukan
padaruang non urgen
Yang melakukan pengkajian pada ruang non urgen adalah dokter umum
yangberfugas pada Poli False Emergensi.
Tim Non Urgen terdiri dari l orang dokter umum dengan sertifikasi Bantuan
HidupDasar dan l orang perawat dengan sertiflkasi Bantuan Hidup Dasar.
4. FALSE EMERGENSI
Pasien False Emergensi adalah pasien yang memerlukan pertolongan medis
yangTidak gawat dan Tidak darurat.
Pelayanan pasien False Emergensi disediakan untuk pasien dengan kondisl
tidakgawat darurat dengan keluhan ringan yang membuluhkan pelayanan
konsultasidi luar jam poliklinik.
Pasien dapat menunggu pelayanan sampai 21am.
Tim False Emergensi terdiri dari 1 orang perawat, sememara dokter yang berfugas
adalah dokter umum pada bagian non urgen.
B. Pelayanan Kegawatdaruratan di Luar lnstalasi Gawat Darurat (Sistem Pemanggilan
Fatmawati One atau F -1)
Sistem pelayanan kegawatdaruratan diluar lnstalasi Gawat Darurat di RSUP Farmawati
diatasi dengansuatu sistem yang disebut Fatmawati One atau sering disebut F-1. Kriteria dari
pemanggilan F-1 antara lain:
Kegawatan yang tidak dapat ditangani oleh petugas medis
Henri nafas dan henti jantung
Penurunan kesadaran tiba-tiba terhadap seseorang
Perubahan saturasi oksigen secara tiba-tiba (SatO2 < 90 % dengan penggunaan oksigen
maksimal)
Perubahan pola nafas tiba-tiba (Repiratory Rate < 8x/menit atau > 30x/menit)
Perubahan tekanan darah tiba-tiba (tekanan darah sistolik < 90 mmHg)
Perubahan denyut jantung tiba-tiba (Heart Rare < 40x/menit atau >15Ox/menit)
EMERGENSI KIT
Emergensi kit diletakkan pada setiap satuan kerja yang tidak memiliki trolley
Emergensi, emergensi kit dikelola oleh Instalasi Farmasi sebagai pengganti sementara
dari Trolley emergensi atau Tas Emergensi pada saat terjadi kegawatan sebelum Tim
F-1 datang. Setiap emergensi Kit harus disegel pada saat tidak dipergunakan.
Perlakukan dari emergensi kit sama dengan Trolley Emergensi dimana harus
dilakukan monitoring dan pemantauan.
PS FATMAWATI
5) Pengecualian F-1
F-1 tidak dapat diaktifkan pada keadaan emergensi pada:
Kegawatdaruratan yang terjadi pada ruangan :
- lnstalasi Gawat Darurat
- Ruang rawat intensif, misalnya ICU, ICCU, NICU / PICU.
- Instalasi Bedah Sentral
Pasien masuk dalarn Kriteria Permintaan Untuk Tidak Melakukan Resusitasi (Do Not
Resuscitate)
1. Permintaan untuk tidak dilakukan resusitasi (DNR) dilakukan oleh pasien yang
kompetensecara mental, diinformasikan, pasien dewasa, atau untuk beberapa
pasien yang tidak kompeten dilakukan oleh kerabat terdekat, wali yang telah
ditetapkan oleh pengadilancourtappointed atau pengganti pengambil keputusan.
2. Dalam mempertimbangkan kesesuaian untuk permintaan untuk DNR, taktor-
faktor yangperlu didiskusikan dengan pasien / pengganti:
a. Terapi untuk mempertahankan kehidupan sangat mungkin tidak akan efektif
atausia-sia, atau mungkin hanya akan memperpanjang proses sekarat (dying).
b. Pasien tidak sadar secara permanen;
c. Pasien dalam kondisi terminal, atau
d. Ada gangguan kemunduran (debilitating) yang kronis atau kerugian
untuktindakan resusitasi secara signifikan lebih besar dari pada manfaatnya.
e. Faktor-faktor lain yang mungkin spesifik untuk kondisi pasien.
3. Berhubungan dengan perawatan Iainnya ; instruksi DNR meningkatkan
tangungjawabprofesionalisme untuk mendapatkan kenyamanan dan kebutuhan
perawatan lainnya.
Prosedur Untuk Tindakan DNR antara lain:
1. Pastikan adanya instruksi DNR dari DPJP dalarn catatan terintegrasi Rekam
Medispasien
2. Mempersiapkan informed consent dari pasien atau keluarga untuk diizinkan tindakan
DNR, menggunakan informed Consent lain Iain
3. Perawat melakukan pemasangan kancing ungu pada gelang identitas pasien dan
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya mengenai makna dari
pemasangan kancing warna ungu bahwa untuk menandakan kepada dokter/perawat
di ruangan bahwa untuk tidak melaksanakan tindakan resusitasi.
4. Perawat akan meiaporkan kepada DPJP mengenai keadaan pasien secara berkala.
5. Jika terjadi perubahan yang signifikan pada pasien, maka DPJP akan melakukan
pengkajian ulang dan membuat rencana perawatan baru serta memberikan informasi
kepada pasien atau keluarganya.
6. Jika keputusan untuk DNR akan dibatalkan, dapatkan insruksi dokter dalam form
catatan terintegrasi dan pemusnahan kancing ungu.
7. Pendokumentasian yang dibutuhkan dalam catatan terintegrasi oleh DPJP adalah :
a. Diagnosis
b. Alasan untuk tindakan DNR
c. Kapasitas pasien untuk membuatan keputusan
d. Catatan bahwa telah dilakukan diskusi mengenai keputusan DNR dan dengan
siapa (pasien/keluarganya).
6) Sistem perencanaan Pasien F-1
Setiap pasien yang ditangani oleh Tim F-1 akan dicatat pada suatu status khusus. Contoh
formulir dari F-1 adalah :
BAB IV
DOKUMENTASI
Panduan bantuan hidup Dasar Rumah sakit Umu Pusat Fatmawati Terdokumentasi dalam
bnetuk SPO Pelayana Pemanggilan F1, dan SPO Resusitasi Jantung Paru.
Dalam operasional pelaksanaan pelayanan pasien yang mengalami henti napas tidak
terlepas dari koordinasi lintas fungsi dengan satuan kerja tekait di dalam lingkungan RSUP
Fatmawati. satuan kerja terkait di antara lain yaitu :
- Instalasi Gawat Darurat
- Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
- Instalasi Rekam Medik dan Informasi kesehatan
- Instalasi Farmasi
- IRNA A
- IRNA B
- IRNA C
- Instalasi Paviliun Anggrek
- Instalasi Rawat Intensif
- Instalasi Griya Husada
- Instalasi Rawat jalan
- Instalasi Farmasi
- SMF terkait.
BAB V
PENUTUP
Panduan pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit ini dijadikan sebagai acuan bagi tim
/unit serta semua petugas terkait dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi
pasien denga tujuan akhir keamanan, keselamtan dan kepuasan pasien, keluarga dan tim medis.
Dengan dilaksanakannya pelayanan bantuan hidup dasar (BHD) di rumah sakit umum pusat
Fatmawati secara biak, maka diarapkan akan terwujudnya peningkatan pelayanan rumah sakit
kepada masyarakat.