Anda di halaman 1dari 39

PANDUAN

PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat don ridho-Nya
makapenyusunan Buku Panduan Pelayanan Kegawatdaruratan Rumah Sakit Umum Pusat
Farrnawati 2013 dapat diselesaikan.
Saya sangat mendukung dengan diterbitkannya buku panduan ini karena RSUD Dr.
Soedarso sebagai rumah sakit pendidikan dituntut unfuk memberikan pelayanan yang
profesional dan bermutu oleh pegawai-pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Kebutuhan buku panduan ini sangat penting baik bagi RSUD Dr. Soedarso maupun bagi
semua mitra kerja antara lain dibidang pendidikan, pelayonan, penuniang maupun umum karena
sangat berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien, yang juga dalamupaya
membangun sistem manajemen rumah sakit.
Penyiapan dokumen ini sebagai regulasi merupakan hal pokok untuk kelancaran
pelaksanaan Program Pelayanan Pasien di RSUP Fatmawa yang disusun rnengacu
padaKeputusan Direktur Utama RSUD Dr. Soedarso Nomor; HK.O3.05/H.1/430/2012 tentang
Pelayanan kesehatan Yang Berfokus Pasien di RSUD Dr. Soedarso .
Diharapkan dengan adanya Buku Panduan Pelayanan Kegawatdaruratan Rumah
SakitUmum Pusat Fatmawati ini, maka Program Pelayanan Pasien di RSUD Dr. Soedarso dapat
tersosialisasikan pada seluruh karyawan RSUD Dr. Soedarso dan memovasi untuk terciptanya
pelayanan yang bermutu di RSUD Dr. Soedarso .
Kami berharap buku panduan ini dapat menjadi acuan dan dapat dilaksanakan
denganSebaik-baiknya dalam rangka mewuiudkan VisiRSUD Dr. Soedarso : " Terdepan,
Paripurna DanTerpercaya Di Indonesia ".
Melalui kesempatan ini iuga saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah memberikan masukan-masukan
untukpenyempurnaan buku panduan ini.

Ditetapkan,
Direktur

Dr. Gede Sandjaja, SpOT


Pembina Tingkat I
NIP. 19550609 198011 1 003
TIM PENYUSUN
Lia Gardenia Portokusumo, SpPK (K), MM
drg. Nusoti Ikowohiu, M.Kes
dr. Rochmi Handayani,SpKJ,MARS
dr. Arimurni, MARS
dr. lrianny Pudjiostuti, MARS
dr. Ugi Sugiri, SpEM
dr. Luci Liana, SpPK
dr.DhiniWulandari

TIM EDITOR
Bidcmg Pelayanan Medik
RSUD Dr. Soedarso
Jakarta
PANDUAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pelayanan kegawatdaruratan meliputi dari tindakan bantuan hidup dasar dan sistem
yang menopangpelaksanaan tindakan bantuan hidup dasar tersebut.
Jikapada suatu keadaan ditemukan seseorang dengan penilaian dini terdapat
penurunan kesadaran, gangguanjalan nafas, pola nafas yang berubah dan tidak ada nadi,
makadapat dikatakan terdapat kegawatdaruratanpada seseorang. Apabila terjadi sumbatan
jalan nafas, tidak ada nafas dan tidak ada nadi, maka penolongharus segera melakukan
tindakan yang dinamakan dengan istilah bantuan hidup dasar (BHD).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu
mempertahankan hidupseseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana rersebut adalah
bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan
penafasan dan bagaimana membantu menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana
memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang
penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah
matinya sel otak.
Penelian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna
melanjutkan ketahpan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus
termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan. Bila tindakan ini dilakukan
secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses
pertolongan.
Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan
istilah resusitasi jantung paru (RJP).
Di RSUD Dr. Soedarso pelayanan kegawatdaruratan terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Pelayanan instalasi Gawat Darurat
Pelayanan instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedarso dibedakan menjadi 4
kategori pasien, yaitu pasien Emergent, urgent, Non Urgent dan False Emergensi
berdasarkan tingkat kegawatan pasien dan pembagian ruang instalasi Gawat Darurat.
2. Pelayanan kegawatdaruratan diluar instalasi gawat darurat
Pelayanan kegawatdaruratan diluar instalasi Gawat Darurat diatasi oleh sebuah sistem
yang diharapkan dapat memeberikan respon cepat terhadap suatu kegawatdaruratan,
sistem ini disebut dengan Fatmawati One atau disingkat F-1
B. PENGERTIAN
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas dengan
tujuan untuk membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan
alat bantu (Alkatiri, 2007), tujuan tindakan bantuan hidup dasar adalah oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen.
dengan kekuatan sendiri secara nprmal (Latief, ZOO9) Tindakan bantuan hidup dasar
sangat penting padapasien Trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga
perempat kasusnya terjadi di luar rumahsakit (Alkatiri, 2007).

C. TUJUAN
Tujuan dari bantuan Hidup dasar adalah untuk :
1. Menyelamatkan jiwa penderita
2. Mencegah cacat
3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Respon time atauhitungan waktu sangat penting dalam rnelakukan bantuan hidup dasar.
Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen Iebih dari 8 -10 menit akan mengalami kemarian,
sehingga korban dapat mati, dalam istilah kedokteran dikenal dua istilah untuk mati. Yaitu mati
klinis don mati biologis. Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan
pemeriksaan penderira penolong tidak menemukan danyapernapasan dan denyut nadi yang
berarti sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Padabeberapa keadaan,
penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistemtersebut berfungsikembali.
Penderita mengalami henti nafas dan henti jantung rnempunyai harapan hidup lebih baik jika
semualangkah dalam rantai penyelamatan dilakukan bersamaan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung dengan tujuan
mencegahberhentinya respirasi dan sirkulasi dan rnemberikan bantuan eksternal terhadap
sirkulasi dan ventilasi darikorban yang mengalami henti jantung / henti nafas melalui resusitasi
jantung paru.
BAB II
RUANG LINGKUP

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melaksanakan pelayanan terhadap seluruh pasien
yang rnembutuhkan bantuan hidup dasar di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
berdasarkan Surat Kepututusan Direktur lJtoma RSUD Dr. Soedarso Nomar:
HK.03.05/11.1/430/201 2 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pelayanan Kesehatan Yang Berfokus
Pasien, Untuk mencapai tujuan dari pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan bantuan
hidup dasar maka perlu dibuat suatu panduan bantuan hidup dasar sebagai acuan dalam
pelaksonaan terhadap seluruh personil yang membutuhkan tindakan darurat tersebut.
Tindakan bantuan hidup dasar dilaksanakan untuk seluruh penyunjung, baik posien,
keluarga pasien, tamu dan karyawan di dalam lingkup RSUD Dr. Soedarso yang memerlukan
pertolongan bantuan hidup dasar. Koordinasi pelaksanaan dengan SMF Dokter Medik Dasar dan
Perawat trampil yang bersertifikat. Seluruh karyawan diwajibkan dapat melaksanakan tindakan
bantuan hidup dasar pada saat dibutuhkan.
Panduan ini dirancang sebagai rujukan teknis yang dapat digunakan oleh / atau disesuaikan
dengan kebutuhan dan kapasitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang meliputi .
1. Fasilitas yang dibutuhkan untuk tindakan bantuan hidup dasar
2. Tatalaksana Bantuan Hidup Dasar
2.1 Anamnesa
2.2 Langkah - langkah pertolongan
2.3 Pemeriksaan fisik
3. Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Soedarso
3.1 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
1. Ruang Emergent /Ruang Resusitasi
2. Ruang Urgent
3. Ruang Non Urgent
4. Ruang False Emergensi
3.2 Sistem Pelaksanaan Pelayanan Tim Fatmawati One (F-1) 1.
1. Personel dari tim F-1
2. Alat - alat dan fasilitas pada pelayanan F-1.
3. Titik - titik pelayanan F-1 4.
4. Sistem Pemanggilan F-1 5.
5. Sistem Pencatatan Pasien F-1
Panduan ini memberikan dasar-dasar untuk aksi, mengidentifikasi peran dan tanggung
jawab, menetapkan kebijakan-kebijakan dan aksi pokok yang diperlukan untuk manajemen
pasien yang mengeluhkan rasa nyeri dalam pelayanan kesehatan, dan juga memberikan rujukan
inti dalam setiap bagian.
BAB III
TATA LAKSANA

1. FASILITAS YANG DIBUTUHKAN UNTUK TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR


Dalam, persiapan tindakan Bantuan Hidup Dasar dibutuhkan persiapan alat kesehatan
sebagai penunjang medik yang memenuhi Standar sesuai ketentuan. Adapun kebutuhan
tersebut adalah

1. KEBUTUHAN SARANA NON MEDIS (ALAT & BAHAN)

No. Alat / bahan Kebutuhan (unit)

1.2 KEBUTUHAN SARANA MEDIS NON STERIL

No. Sarana Medis Non Steril Kebutuhan (unit)


1.3 KEBUTUHAN SARANA MEDIS STERIL

No. Sarana Medis Non Steril Kebutuhan (unit)

1.4 TROLLEY EMERGENSI

a. DEFENISI
Trolley Emergensi adalah suatu trolley yang berisi obat - obatan dan alat
medis yang dibutuhkan untuk mendukung tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD),
sehingga dapat menyokong kebutuhan medis seseorang. Trolley ini ditempatkan
pada ruangan yang dianggap rawan terjadi tindakan emergensi, misalnya ruarng
rawat intensif dan instalasi gawat darurat yang banyak memerlukan tindakan
resusitasi.

b. LOKASI TROLLEY EMERGENSI


Trolley emergensi terletak di berbagai lokasi yang dapat diakses dengan
mudah dan di ruangan yang banyak bersinggungan dengan tindakan
kegawatdaruratan. Pada beberapa satuan kerja, trolley emergensi dilengkapi dengan
defibrilator dan obot - obatan khusus.

DAFTAR TROLLEY EMERGENSI Dl RSUD DR. SOEDARSO


Data Per November 2013

No. Satuan Kerja Jumlah Letak Trolley Dilengkapi dengan


C. KELENGKAPAN TROLLEY EMERGENSI
Trolley Emergensi berisi obat - obat dan alat emergensi yang dibutuhkan dalam
suatu tindakan resusitasi. Alat Ambu Bag dan Laringoskop set dipisahkan dari
Trolley Emergensi dan disimpan oleh satuan kerja. Saat ini, trolley emergensi
masih dalam pengadoan, sehingga bentuk dari Trolley Emergensi tidak sama di
semua satuan kerja. Pada beberapa ruang rawat intensif, kebutuhan obat emergensi
berbeda dengan obat standar yang seharusnya ada pada trolley emergensi. Trolley
Emergensi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan obat - obatan dan alat-alat medis
yang diperlukan pada saat dilakukan tindakan resusitas pasien. Untuk bagian yang
tidak memiliki trolley emergensi, kebutuhan obat-obatan emergensi dapat dipenuhi
sementara dengan adanya emergensi kit yang tersedia di tiap bagian.

Trolley emergensi yang standar dan dilengkapi dengan defibrilator di RSUD Dr.
Soedarso harus memiliki kelengkapan sebagai berikut:
LACI 1. OBAT-OBATAN EMERGENSI
Pada laci pertama dari trolly emergensi berisi obat-obatan standar yang dapat membantu
tindakan resusitasi pasien. Pada beberapa satuan kerja, isi dari laci pertama ini dapat
berubah, karena kebutuhan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan ruang rawat.
Naum isi dari laci pertama yang standar berisi.

Laci 1 . Obat-obatan Emergensi Standar

No. Nama Obat Jumlah Satuan


LACI 2. ALAT-ALAT EMERGENSI
Pada laci kedua, terdapat alat medis yang berguna untuk pemberian obat-obat emergensi

Laci 2. Alat Kesehatan

No. Nama Alat Kesehatan Jumlah Satuan

LACI 3. ALAT-ALAT EMERGENSI


Laci ketiga berisi alat-alat medis yang sering dibutuhkan saat tindakan resuitasi.

Laci 3. Alat Kesehatan


No. Nama Alamat Jumlah Satuan
LACI 4. ALAT-ALAT EMERGENSI
Laci keempat dari trolley emergensi berisi alat suplai oksigen untuk membantu
penafasan dari pasien.

Laci 4 . Alat-alat kesehatan

No. Nama Alat Jumlah Satuan

LACI 5 CAIRAN INFUS


Pada laci terakhir dari trolley emergensi berisi cairan infus dan suction kateter.

Laci 5 Cairan Infus.

No. Nama Alat Jumlah Satuan

D. PEMANTAUAN TROLLEY EMERGENSI


d. 1 Caro Pemantauan Trolley Emergensi

1. Petugas pada satuan kerja yang memiliki Trolley Emergensi memeriksa


kelengkapan alat kesehatan emergensi, sesuai dengan formulir monitoring
trolley emersensi.
2. Setiap trolley emergensi harus dilengkapi dengan:
- 1 buah tabuns oksigen
- 1 set bag valve mask untuk anak dan dewasa yang telah dibersihkan dan siap
pakai
- 1 set iaringoskop yang telah dibersihkan dan siap pakai
3. Setiap hari, perawat dari satuan kerja harus melakukan pengecekan, kelengkapan
dari tabung oksigen, bag valve mask dan laringoskop.
4. Setiap hari, perawat dari satuan kerja yang memiliki trolley emergensi yang
dilengkapi dengan alat defibrilator harus melakukan monitoring terhadap alat
defibrilator yang ada di satuan kerjanya, berupa pembuangan arus sesuai dengan
SPO Pemantauan Alat Defibrilator.
5. Setiap ada pemakaian obat dan alat kesehatan dari trolley emergensi, perawat
yang membuka trolley emergensi harus mencatat pemakaian obat dan alat
kesehoton pada buku pemakaian trolley emergensi. Hal - hal yang harus dicatat,
antara lain:
- Tanggal pemakaian
- Nama Pasien
- Nama obat atau alat kesehatan yang terpakai
- Jumlah obat dan alat kesehatan yang terpakai.
6. Petugas farmasi akan mendata pema.kaian obat-obatan dan alat - alat kesehatan
dan mengisi kembali kekurangan dari obat - obatan dan alat kesehatan yang ada
di trolley emergensi sesuai dengan ketentuan.
7. Petugas farmasi harus melakukan pengecekan terhadap obat - obatan dan alat
kesehatan pada trolley emergensi, dimana anggal kadaluarsa harus diatas dari 3
bulan.
8. Setelah obat - obatan dan alat kesehatan dalam trolley emergensi lengkap,
petugas farmasi harus mengunci trolley emergensi dengan kunci segel bernomor
seri dan menuliskan nomor seri pada lembar monitoring trolley emergensi dan
memberi paraf pada lembar monitoring .

NOMER SER

Nomer seri ini dicatat


oleh petugas Famasi.
Apabila segel rusak
harus diganti dan
dilakukan penghitungan
ulang kelengkapan obat-
obatan dan alat
kesehatan di dalamya.I
d.2 Waktu Monitoring Trolley Emergensi

1. Setiap trolley emergensi harus dilakukan pemantauan secara berkala.


2. Untuk ruangan Instalasi Gawat Darurat,lnstalasi Gawat Darurat Kebidanon,lnstalasi
Rawat Intensif (ICU, ICCU dan NICU/PICU), ruang High Care Unit dan Instalasi Bedah
Sentral, pemantauan trolley emergensi dilakukan 1 kali dalam 1 hari.
3. Untuk Satuan Kerja lain yang rnemiliki Trolley Emergensi, pemantauan dilakukan 1 kali
setiap minggu, kecuali trolley emergensi terpakai, sehingga harus dilakukan pembukaan
kunci segel dari trolley emergensi.
4. Apabila kunci segel bernomor dari Trolley Emergensi terbuka sebelum pemantauan
berikutnya, maka satuan kerja yang memiliki trolley emergensi tersebut harus
melaporkan hal ini kepada bagian farmasi yang memonitor trolley emergensi tersebut,
sehingga isi dari trolley ennergen^ji dapat dilengkapi kembali dan diiakukan penguncian
trolley kembali.
5. Apabila dalam 4 kali monitoring berturut - turut segel masih terkunci, maka pada
monitoring ke 5, segel harus dibuka dan dilakukan pengecekan atas kelengkapan dan
tanggal kadaluarsa obat - obat emergensi dan alat kesehatan yang ada di dalam trolley
emergensi.

d.3 Dokumentasi Monitoring Trolley Emergensi

1. Pencatatan monitoring trolley emergensi dilakukan paaa formulir monitoring trolley


emergensi.
2. Pencatatan pemakaian trolley emergensi dilakukan pada buku pemakaian trolley
emergensi di masing - masing satuan kerja.

l.5 KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA


semua petugas/personal yang melakukan tindakan pembebasan jalan nafas (bantuan
hidup dasar) dan resusitasi jantung paru, perlu mendapatkan pelatihan Bantuan Hidup Dasar dan
tersertifikasi. Kebijakan di RSUD Dr. Soedarso , seluruh petugas dilakukan pelatihan Bantuan
Hidup Dasar. Pelatihan Bantuan Hidup Dasar perlu dilaksanakan secara berkesinambungan
sehingga petugas dapat selalu siap melaksanakan pelayanan dengan cepat dan tepat untuk suatu
keadaan kegawatdaruratan.

2 TATA LAKSANA BANTUAN HIDUP DASAR


Urutan tatalaksana pelaksanaan bantuan hidup dasar adalah :
2.1 anamnesia
2.2 langkah-langkah pertolongan
2.3 pemeriksaan fisik

CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Tindakan bantuan hidup dasar harus dilakukan secara SIMULTAN antara tindakan resusitasi dan
assesment

2.1 ANAMNESA
1. Menyapa klien / pengantar dengon ramah dan penuh perhatian sambil menanyakan secara
singkat keperluannya datang ke instalasi Gawat Darurat (miisal: Selamat pagi bapak ibu,
ada yang bisa saya bantu?)
2. Bila kondisi klien tidak sadar kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluaga atau
pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien,
- Nama pasien ?
- Sudah berapa lama tidak sadar ?
- tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
3. Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera maka anamnesa
kita Iakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa sambil
kita memberikan pertolongan kepada pasien.
4. Tanda-tanda kegawatdaruratan:
a. Adanya sumbatan jalan nafas
b. Adanya henti nafas
c. Adanya henti jantung
d. Adanya penurunan kesadaran
e. Adanya perdarahan
5. Jika pada anamnesis pasien menghendaki untuk tidak diresusitasi (baik menggunakan
atau tidak menggunakan gelang dengan kancing berwarna ungu/Do Not Resuscitace),
maka petugus tidak melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.

2.2 LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN


Sebelum memulai resusitasi, tindakan pertama adalah menentukan ketidak sadaran
pasien, dengan menilai respon pasien secara cepat dengan metode AVPU.
A = Alert: sadar penuh
V = Verbal menjawab rangsang verbal ( bicara )
P = Pain : bereaksi atas rangsang nyeri
U = Unresponsive: tidak memberi reaksi
Caranya adalah dengan kita tepuk atau cubit pasien sambil kita bertanya dengan suara keras
misal Pak Bu... namanya siapa ? apabila posien tidak ada respon segera kita lakukan resusitasi
dengan urutan sebagai berikut :
2.2.1 PRIMARY SURVEY
2.2.2 Pelaksanaan adalah dengan merneriksa :
A. ( Airway ) / JALAN NAFAS
Jika pasien dapat berbicara, maka jalan nafas selalu bersih pasien yang tidak sadar
akan selalu membutuhkan bantuan jalan nafas dan ventilosi. Gejala penting
obstruksi jalan nafas antara lain: mendengkur (snoring), stridor dan gerakan dada
paradoksal. Cara memeriksanya yaitu dengan cara:
1. Lihat, Dengar, Raba (Look, Listen, Feel )
SPO :
a. Mengambil posisi di sebelah kanan atau kiri brancart pasien.
b. Membungkukkan badan dengan wajah kita menghadap ke arah dada pasien
sambil melihat (Look)

1) Pergerakan dinding dada


2) Kesimetrisan naik turunnya dinding dada dengan membandingkan
pergerakan dinding dada kanan dan kiri pada saat inspirasi
3) Frekuensi cepat / pelan
4) Nafas dalam / dangkal
5) Nafas sesak / longgar
6) Nafas pendek / panjang
7) Pernafasan cuping hidung ada / tidak
8) Nafas dengan otot-otot bantu nafas ditandui dengan adanya retraksi
dinding dada
c. Telinga kita dekatkan dengan hidung dan mulut pasien untuk mendengarkan :
1. suara nafas pasien, bila terdengar suara mendengkur (snoring) atau stridar
berarti terdapat sumbatan jalan nafas
2. suara tambahan, wheezing, rhonki
3. batuk-batuk
d. rasakan hembusan udara di pipi pada saat pasien mengeluarkan nafas, baik
dari hidung ataupun mulut, bila perlu dekatkon jari kita didepan hidung pasien
dan rasakan adanya hembusan nafas.
e. Apabila tidak terdengar suara nafas ataupun hembusan nafas, maka
kemungkinan pasien mengalami sumbatan pada jalan nafasnya dan harus
segera bebaskan jalan nafas pasien.
f. Bebaskan jalan nafas dengan :
CHIN LIFT-HEAD TILT adalah sebagai berikut :
1. Posisikan pasien dalam keadaan terletang, letakkan satu tangan di dahi
dan letakkan ujung jari yang lain di bawah daerah tulang pada bagian
tengah rahang bawahpasien
2. Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien
3. Gunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang
bagian bawah. Jangan menekan jaringan lunak di bawah rahang karena
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas
4. Usahakan mulut untuk tidak menutup, Untuk mendapatkan penpembukaan
mulut yang adekuat, gunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir
bawah pasien tertarik ke belakang.
5. Tidak disarankan bila curigaada patah tulang leher

JAW THRUST pada pasien dengan curiga cedera leher:


1. Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar
denganpermukaan pasien berbaring
2. Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan tulang
belakang tetap satu garis
3. Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien
pada sudut rahang di bawah telinga
4. Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda
5. Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke
arah atas dan depan
6. Bila perlu dengan menggunakan ibu jari kita dorong bibir bawah sedikit
kedepan untuk rnempertahankan mulut tetap terbuka.
7. Jangan mendongakkan atau rnemutar kepala pasien

2. Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan
penghisapan (suction) Cross finger hanya dilakukan apabila benda asing tannpak
dari luar mulut.

Prosedur Cross finger (sapuan dengan jari)


1) Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45 derajat kearah kita.
2) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan
letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.
3) Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
4) Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi, atau benda asing lainnya
yang menyumbat jalan nafas dengan cara melakukan usapan memutar searah
jarum jam kearah luar
5) Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa makanan, gigi palsu)
masuk lebih jauh ke jalan nafas

Prosedur Suction / Penghisapan

1) Petugas rnemakai,alat pelindung (masker dan sarung tangan sekali pakai)


memakai masker dan sarung tangan
2) Menyediakan 1 botol cairan pembilas ( Normal Saline)
3) Menyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobalah untuk menghisap
pada baju
4) Posisikon pasien miring ke kanan kurang lebih 30 derajat sehingga akan
membuat sekret bebas mengalir ke mulut saat dilakukan penghisapan
5) Ukur panjang kateter penghisap. Panjong kateter yang harus dimasukkan ke
dalam mulut pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan
lobulus telinga.
6) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang perlu
dihisap. Sorot memasukkan lubang kontrol podo selang penghisap dibiarkan
terbuka jika tidak hati-hati ujung penghisap kaku dapat menyebabkan
kerusakan jaringan danperdarahan)
7) Setelahmasuk, mulai penghisapan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk
tangan kiri pada samping mulut, tutup lubang kontrol dan hisap sambil
perlahann mnarik ujung penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung
penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain.
8) Jangan pernah melakukan penghisapanlebih dari 10 detik pada waktu yang
sama, karena suplementasi oksigen atau ventilasi dihentikan selama
penghisapan dipertimbangkan untuk mempertahankan oksigenasi pasien.
9) Bila terdapat sekret yang pekat dan menyumbat, kita bilas dengan cairan
pembilas dengan cara memasukkan ujung pipa suction kedalam cairan
pembilas dari menutup lubang kontrol.
10) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung
penghisap dan pindah ke posisi yang lain.

3. Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudha kita lakukan manuver
tersebut, maka kita pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi
jalan nafas.
1. Non invasif, dengan pipa oroforing dan pipanasofaring
Prosedur pemasangan Pipa Orofaring:
1) Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2) Menempatkan pasien pada posisi terlentang dan menggunakan teknik chin
lifthead tilt / jaw trust untuk mempertahankan jalan nafas secara manual.
3) Menentukan ukuran pipa yang akan dipakai dengan cara membentangkan
pipa dari sudut mulut penderita ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang
sama.
4) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada
gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.Lebarkan/ jauhkan jari
untuk membuka rahang pasien.
5) Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipake langit-langit) dan jalankan
sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari
belakang (uvula) atau hingga anda menemukan tahanan melewati pelatum
mole.
6) Putar pipa 180 dengan hati-hati sehingga ujunynyamengarah ke bawah ke
arah faring pasien.
7) Menempatkan pasien non trauma dalam posisi head tin. Jika ada
kemungkinan cedera spinal, dilakukan stabilisasi leher dengan collar neck
8) Memeriksa respon pasien setelah pipa terpasang (lihat SPO
pemeriksaanairway)
Prosedur Pemasangan pipa nasofaring:
1 ) Petugas rnemakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2) Posisi pasien terlentang dan kita gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrus
untuk menjalankan jalan nafas secara manual
3) Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum
dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. Bahan seperti jelly
dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan
faring sehingga meningkatkan resiko infeksi.
4) Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas. Hampir semua pipa
nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel
(bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau
septum nasi.
5) Memasukkan pipa ke dalam lubang hidung, majukan terus hingga bagian
pinggir pipa berhenti dan tertahan kust pada lubang hidung pasien. Jangan
pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik ke luar dan
coba pada lubang hidung yang lain

2. Tehnik invasif dengan Endotracheal Tube


Prosedur intubasi trakea:
1) Menempatkan pasien pada posisi sniffing dengan meletakkan bantal
setinggi kurang lebih 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap
ekstensi
2) Melakukan preoksigenasi, yaitu memberi oksigen 100% selama minimal
5 menit melalui daging. (lihat SPO bagging)
3) Laringoskop dipegang dengan tangan kiri, kemudian bilah dimasukkan
dari sudut mulut pasien sebelah kanan menyusuri lidah. Setelah mendekati
pangkal lidah, laringiskop digeserkan kesebelah kiri sampai berada di
garis tengah dengan menyingkirkan lidah ke sebelah kiri. Jika
menggunakan bilah lengkung (macintosh), maka ujung bilah ditempatkan
di dalam valekula pada pangkal epiglitis, sedangkan bila menggunakan
bilah lurus, maka ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara
lansung
4) Mengangkat epigiotis dengan bilah sehingga terlihat pita suara. Setelah
pita suara terlihat maka tangan kanan memasukkan ETT ke dalam trakea
melalui celah diantara pita suara. Batas garis hitam pada ETT terletak
dibawah pita suara
5) Mengembangkan balon udara dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc
dengan volume secukupnya melalui ujung ETT sampai tidak terdengar
kebocoran di rongga mulut pada saat dilakukan ventilasi. Melakukan
fiksasi dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
6) Melakukan konfirmasi posisi ETT dengan cara melakukan aukutasi pada
dada kiri, kanan serta lambung. Setelah suara napas di paru kiri dan kana
sama, lalu dilakukan fiksasi dengan menggunakan plester di wajah atau
pipi
7) Menghubungkan ETT dengan manual baging atau ventilator

B. ( Breathing ) / PERNAFASAN
1. Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik
2. Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak
bernafaf
3. Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara:
a. Mouth to mouth ventilation :
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karen aitu harus selalu
memakai alat perantara yang terbuat dari plastic (masker) yang dapat
ditempatkan antara mulut penderita dan mulut penolong. Caranya sebagai
berikut :

1. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2. Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien pegang dengan ibu jari
dan telunjuk jari tangan kiri serta kanan.
3. Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tanganyang lain sehingga
masker betul-betul menutup muka pasien tidak bocor.
4. Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker

b. bag mask ventilation oleh 1 orang.


1) Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan)
2) Mengambil posisi diatas kepala pasien dan pertahankan terbukanya jalan
nafas dengan head tilt-chin lift / jaw thrust.
3) Pilih ukuran BVM yang sesuai dengan lebar sungkup menutupi hidung
dan mulut pasien
4) Posisikan masker pada wajah letakkan masker bagian opex (atas )
melingkupi batang hidung pasien, sedangkar^1 bagian bawah masker
menutupi mulut dan dagu bagian atas
5) Bentuk huruf C mengelilingi pintu masuk ventilasi dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk. gunakan jari tengah jari manis, dan
jari kelingking di bawah rahang pasien untuk menahan rahang ke masker.
6) Dengan tangan yang lain, peras kantung sekali tiap 5 detik hingga
menyebabkan dada pasien mengembang (sebanyak volume tidakl 500-600
ml. 6-7 ml/kg BB), untuk bayi dan anak-anak peras kantung tiap 3 detik
7) Lepaskan tekanan pada kantung dan biarkan pasien menghembuskan
nafasnya secara pasif. Saat itu, katnung akan terisi kembali dengan
oksigen dari sumbernya.

c. Bag valve-mask ventilation oleh 2 orang


1) Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SPO
memakai masker dan sarung tangan )
2) Buka jalan nafas pasien dengan teknik had tilt = chin lift
3) Pilih bag balve-mask yang sesuai (dewasa, anak, atua bayi)
4) Letakkan ibu jari pada bagian atas masker, jari telunjuk dan tengah pada
bagian bawah masker.
5) Letakkan masker bagian opex (atas ) melingkupi batang hidung pasien,
sedangkan bagian bawah masker menutupi mulut dan dagu bagian atas.
Jika masker besar, kelilingi bagian pintu ventilasi dengan manset, letakkan
bagian tengah pintu ventilasi pada mulut pasien.
6) Gunakan jari manis dan kelingking untuk mendongakkan rahang,
mendekat ke arah masker, pertahankan head tilt- chin lift.
7) Penolong kedua menghubungkan kantung dengan masker, jika belum siap.
Sementara penolong pertama mempertahankan tertutupnya masker,
penolong kedua harus menekan memeras kantung dengan 2 tangannya
hingga dada pasein mengembang (sebanyak volume tidal 500-600 ml. 6-7
ml/kg BB)
8) Penolong kedua memeras kantung tiap 5 detik untuk dewasa, sekali tiap 3
detik untuk bayi dan anak-anak.
c. (Circulation ) / SIRKULASI
1. Setelah memberikan 2 kali nafas buatan tentukan keadaan sirkulasi pasien dengan
meraba denyut nadi. Catatan : (menurut UK Resuscatotion concil 2010 langsung
kompresi, tidak memberikan nafas buatan lebih dahulu.
2. Dengan menggunakan jari telunjuk dari jari tengah kita meraba denyut arteri karotis
pada orang dewasa atau anak-anak, arteri brachial pada bayi
Prosedur pemeriksaan arteri karotis.
1) letak arteri karotis terdapat di kedua sisi jaring, diantara jakun yang berjalan dari
telinga, melintas leher menuju bagian atas tulang dada.
2) Kepala pasien kita tarik kebawah, raba jakun dengan 2 jari, kemudian jari digeser
ke celah antara jakun dan jalinan otot, lebih kurang 2cm ke kiri atau kanan dari
jakun. Pada daerah tersebut akan teraba denyutan
3) Bila tidak ada denyutan maka kita lakukan kampresi dada / pijat jantung
Prosedur pijak jantung pada dewasa
a. Penolong berdiri disamping kanan pasien
b. Letakkan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita (2 jari diatas
proessus xyphoideus). Untuk bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah di
tengah dada.
c. Letakkan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan pertama
d. Saling rautkan jari-jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak menyamping
diatas igo. Jangan meletakkan kedua tangan di perut atas atau tepi bawah
tulang dada.
e. Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasien dan dengan tumpuan pada
telapak tangan, tekan dengan menggunakan berat badan penolong ke arah
dada hingga dada tertekan sedalam 4-5 cm.
f. Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan
kontak antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan
kecepatan 100 kompresi permenit.
g. Setelah 30 kali kampresi berikan 2 kali nafas buatan.
h. Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis (menurut UK
Resuscitation Concil 2010 hanya menghentikan resusitasi bila ada tanda pulih
nafas atau nadi).
i. Tukarkan posisi setiap 2 menit untuk menghindari kelelahan penolong.

Prosedur pijat jantung pada anak-anak (1-8 tahun)


a. Penolong berdiri disamping kanan pasien
b. Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita (2 jari di atas prosessus
xyphoideus).
c. Lakukan tekanan/ kompresi sedalam sepertiga atau setengah ketebalan dinding dada anak.
d. Setelah setiap kampresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara
telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per
menit.
e. Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
f. Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis.

Prosedur pijat jantung pada bayi:


a. Penolong berdiri disamping kanan pasien.
b. Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada ( 2 jari di atas prosessus xyphoideus)
c. Berikan tekanan hingga dada tertekan sedalam sepertiga sampai setengah tebal dada bayi.
d. Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara
telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per
menit.
e. Setelah 15 kali kompresi berikan itu cek pulsasi brachialis

4. Lanjutkan resusitasi sampai :


a. Pasien kembali bernafas dan muncul sirkulasi spontan.
b. Penolong kelelahan
c. Datang penolong yang lebih ahli (tim F-1)
d. Pasien ternyata diketahui menderita penyakit stadium terminal
e. Muncul tanda-tanda kematin, misalnya lebam mayat.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK.
Pemeriksaan fisik secara lebih lengkap kita lakukan pada saat secondary survey . secondary
survey mulai dilakukan apabila urutan ABC stabil, atau primary survey telah dilaksanakan
dengan baik, bila pada saat melakukan secondary suuvey tiba-tiba keadaan pasien membentuk
maka kita harus kembali melakukan primary survey.

SECONDARY SURVEY
1. Memeriksa kondisi umum menyeluruh
2. Melakukan pemeriksaan lengkap dari kepala sampai ke kaki, terdiri atas inspeksi,
auskultasi, palpasi dan perkusi, setiap langkah pemeriksaan menilai adanya DECAPBLS ;
deformitas, ekskoriasi, contusio, aborsi, penyetrasi, burn /luka bakar, laserasi dan
swealling / pembentukan.
a. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi
b. Riwayat cedera, atas dasar :
- Observasi personal
- Saksi / pengantar
- Bila pasien sadar ditanyakan tentang simptom , allergi, medikasi, penyakit yang
diderita makan terakhir, kejadian sebelum cedera.
3. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi.
a. Rambut dan kulit kepala, apakah ada pendarahan, pengelupasan, berjaalan.
b. Telinga diperiksa apakah ada perlukaan, darah atau cairan yang keluar dari lubang
telinga
c. Mata diperiksa apakah ada :
- Perlukaan, pembengkaan, perdarahan.
- Refleks pupil, dengan cara membuka kelopak mata dengan jari telunjuk dan ibu
jari kemudian dengan senter yang menyala kita arahkan ke mata pasien dari arah
samping ke tengah.
- Kondisi kelopak amta, kemerahan perdarahan pada sklera, benda asing,
pergerakan abnormal.
- Hidung, diperiksa apakah ditemukan :
Perlukaan, darah, cairan,
Nafas cuping hidung
Kelainan anatomi karena ruda paksa.
- Mulut, diperiksa apakah ada perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi.
- Bibir diperiksa apakah ada perlukaan, perdarahan sianosis, kering
- Rahang, diperiksa apakah ada perlukaan, stabilitas, krepitasi.
- Kulit, diperiksa apakah ada perlukaan, basah / kering, darah warna goresan-
goresan suhu.
- Leher, diperiksa apakah ada perlukaan k, bendungan vena, deviasi trakhea,
spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher.

4. Memeriksa dada
Apakah ada flailchest, pernafasan dianfragma, kelainan bentuk, tarikan antara igo, nyeri
tekan, perlukaan, suara ketuk, suara nafas dengan palpasi dan auskultasi.
5. Memeriksa perut, apakah ada perlukaan, aistensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
6. Memeriksa tulang belakang, apakah ada kalinan bentuk, nyeri tekan, spasme otot dengan
melihat dan meraba area tulang belakang.
7. Memeriksa pelvik / genetalia, apakah ada perlukaan nyeri, pembengkakan, krepitas,
inkontinesia dengan melihat dan meraba area tersebut
8. Memeriksa ekstremitas atas dan bawah.
- Apakah ada perlukaan
- Hambatan pergerakan
- Gangguan rasa
- Bengkak
9. Melakukan pemeriksaan neurologi
a. Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan GCS (Glasgow
Coma Scale)
1) Refleks membuka mata (eye)
4 : membuka mata secara spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tindakan ada respon
2) Refleks verbal ( V )
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimata baik isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kta tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak keluar suara
3) Refleks motorik ( M )
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada gerakan.

b. Cara penulisannya berurutan EMV sesuai nilai yang didapatkan :


Penderita yang sadara = kompas mentis pasti GCSnya 15.
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak, sedang V dan M
normal maka penulisannya x-5-6
c. Derajat kesadaran
1) Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
2) Somnolensi dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara verbal /
motorik, kemudian terlena lagi / gelisah
3) Stupon : gerakan spontan menjawab seara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendenganran dengan suara keras. Verbalisasi mungkin terjadi, tetapi terbatas pada
satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
4) Semi koma : tidak teradapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan reaksi
menghindar.
5) Koma : tidak bereaksi terhahap stimulus.
Catatan : kesadaran cukup dievaluasi dengan GCS, lebih obyektif dan dapat dibuat
gradasi yang jelas.

d. Kulaitas kesadaran :
1) Kompos mentis : bereaksi secara adekuat
2) Kesadaran tumpul : perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
3) Bingung : disorientasi terhadap tempat, orang dan watu
4) Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi
5) Apatis : acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
e. Gangguan fungsi serebal . meliputi
1) Gangguan komunikasi
2) Gangguan intelektual
3) Gangguan perilaku
4) Gangguan emosi

3. PELAYANAN KEGAWATDARURATAN DI RSUD DR. SOEDARSO


A. Pelayanan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat
A.1 kegawatdaruratan kebidanan dan Kandungan
- Kegawatdaruratan di bidang kebidanan dan kandungan diatasi pada Ruang Gawat
Darurat Bagian Kebidanan dan Kandungan yang terletak pada lantai dasar
Gedung Teratai
- Pasien yang masuk ke instalasi Gawat Darurat ditangani sesuai
kegawadaruratannya oleh tim dari SMF kebidanan dan kandungan
- Setiap pasien juga melalui proses triase dan dipilah sesuai kegawatannya
berdasarkan.
- Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation dan Diasability, apabila terdapat
gangguan pada salah satu dari komponen tersebut, pasien digolongkan kepada
katagori emergen apabila tidak terdapat gangguan dari ketiga komponen tersebut,
maka dilakukan pemeriksaan lanjutan, berupa secondary survery, pemeriksaan
USG atau laboratorium untuk menergakkan diagnosa.
A.2 kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat
a. Triase
Triase merupakan proses awal penerimaan pasien baru yang datang ke Ruang
Gawat Darurat.
Triase adalah proses pemilahan pasien unwk mengidentifikasi kondisi yang
mengancam nyawa sehingga dapat menentukan prioritas penanganan pasien
berdasarkan kondisi pada saat pasien datang ke instalasi gawat darurat Pada
IGD RSUD Dr. Soedarso dilakukan dua kali proses Triase, yaitu:
1. Triase Pertama
- Triase perrama bertugas unruk melakukan pemeriksaan pada saat
pasien pertama kali datang atau turun dari kendaraan yang mengantar.
Berdasarkan kondisi pasien dan tanda- tanda yang mengancam nyawa,
perawat primer bertugas untuk memilah pasien dengan dua kondisi,
yaitu rnengancam nyawa atau tidak mengancam nyawa.
- Triase pertama dilakukan berdasarkan pemeriksaan secara subjektif.
- Pada kondisi yang rnengancam nyawa, perawat dapat langsung
memasukkan pasien ke dalam ruang Emergen
- Pada Triase pertama, perawat yang bertugas harus sudah rersertifikasi
dengan Pelatihan Triase dari RSUD Dr. Soedarso dan pelatihan
Bantuan Hidup Dasar.
2. Triase Kedua
- Triase Kedua dilakukan oleh perawat primer untuk melihat kondisi
pasien sesuai dengan kategorinya, yaitu pasien Urgent, Non Urgent
atau False Emergensi
- Pada Triase kedua, perawat melengkapi lembar pengkajian triase dan
mengantar parsien ke ruang IGD sesuai dengan kategorinya.
- Pada triase kedua, perawat yang bertugas harus sudah tersertifikasi
dengan Pelatihan Triase dari RSUD Dr. Soedarso dan Pelatihan
Bantuan Hidup Dasar.
Respon Time dari pemeriksaan di Triase adalah selama 5 menit, pada masing-
masing tahapan Triase.
Alur dan Tata cara pelaksanaan skrining dan triase secara lengkap rercantum
dalamPedoman Pelayanan Skrining dan Triase.

b. Pelayanan Kegawatdaruratan
Pelayanan Kegawatdaruratan di lnstalasi Gawat Darurat dilakukan berdasarkan tingkat
kedaruratan pasien, sesuai mekanisme Triase, dimana kalegori kegawatdaruratan
pasienterbagi atas 4 kategori, antara lain:
1. EMERGEN
Pasien emergen adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang segera
membutuhkan penanganan
Kriteria dari pasien emergen terlampir pada panduan skrining dan triase
Pasien dengan kategori ini dimasukkan ke dalam ruang resusitasi.
Pada kondisi ini, respon time dari pelayanan adalah 0 menit atau SEGERA
Kapasitas maksimal dari ruang emergen adalah 8 pasien.
Tim Ruang Resusitasi Terdiri dari l orang dokter umum dengan sertifikasi
BantuanHidup Dasar dan ACLS dan 2 orang perawat dengan sertiflkasi bantuan
hidup Dasar.
2. URGEN
Pasien urgen adalah pasien stabil dengan kondisi serius yang membutuhkan
penanganan medis segera.
Pelayanan kepada pasien dengan kategori urgen harus dilakukan dalam waktu 30
menit setelah pasien datang.
Jumlah kapasitas ruang urgen disesuaikan dengan jumlah pasien, kemampuan
sumber daya dan luas bangunan.
Ruang Urgen terdiri dari ruang dewasa dan ruang anak.
Tim Ruang Urgen terdiri dari 2 orang dokter umum dengan sertifikasl Bantuan
hidup dasar dan minimal 4 orang perawat.
Dalam 8 lam setelah pasien masuk ke IGD, pasien harus dapat ditentukan apakah
pasien pulang atau memerlukan ruang rawal.
3. NON URGEN
Pasien Non Urgen adalah pasien slabil tanpa keluhan gawat darurat
yangmembutuhkan penanganan medis tidak segera atau dapat di tunda
sampaidengan l jam, pasien dengan kategori non urgen dapat dilakukan evaluasi
awal di klinik false emergensi dan jika membutuhkan observasi dapat dilakukan
padaruang non urgen
Yang melakukan pengkajian pada ruang non urgen adalah dokter umum
yangberfugas pada Poli False Emergensi.
Tim Non Urgen terdiri dari l orang dokter umum dengan sertifikasi Bantuan
HidupDasar dan l orang perawat dengan sertiflkasi Bantuan Hidup Dasar.
4. FALSE EMERGENSI
Pasien False Emergensi adalah pasien yang memerlukan pertolongan medis
yangTidak gawat dan Tidak darurat.
Pelayanan pasien False Emergensi disediakan untuk pasien dengan kondisl
tidakgawat darurat dengan keluhan ringan yang membuluhkan pelayanan
konsultasidi luar jam poliklinik.
Pasien dapat menunggu pelayanan sampai 21am.
Tim False Emergensi terdiri dari 1 orang perawat, sememara dokter yang berfugas
adalah dokter umum pada bagian non urgen.
B. Pelayanan Kegawatdaruratan di Luar lnstalasi Gawat Darurat (Sistem Pemanggilan
Fatmawati One atau F -1)
Sistem pelayanan kegawatdaruratan diluar lnstalasi Gawat Darurat di RSUP Farmawati
diatasi dengansuatu sistem yang disebut Fatmawati One atau sering disebut F-1. Kriteria dari
pemanggilan F-1 antara lain:
Kegawatan yang tidak dapat ditangani oleh petugas medis
Henri nafas dan henti jantung
Penurunan kesadaran tiba-tiba terhadap seseorang
Perubahan saturasi oksigen secara tiba-tiba (SatO2 < 90 % dengan penggunaan oksigen
maksimal)
Perubahan pola nafas tiba-tiba (Repiratory Rate < 8x/menit atau > 30x/menit)
Perubahan tekanan darah tiba-tiba (tekanan darah sistolik < 90 mmHg)
Perubahan denyut jantung tiba-tiba (Heart Rare < 40x/menit atau >15Ox/menit)

1) Personel dari Tim F-1


Tim F-1 Terdiri dari, yaitu Tim lnfi yang berasal dari lnstalasi Gawat Darurat dan Tim
Pelaksana lapangan. Tim ini dari IGD beranggotakan 1 orang dokter yang bersertifikat
ACLS, ATLS arau FCCSdan 1 orang perawat terlatih dengan membawa peralatan F-1 dari
ruang gawat darurat. Timpelaksana lapangan beranggotakan dari perawat ruang gawat yang
telah menjalani pelatihan F-1 dam bersertifikasi BLS. Hingga saat ini, perawat pelaksana
anggota tim F-1 tersebar di seluruh ruangrawat, dan Telah mengikuti pelatihan F-1 dengan
rincian:
GELOMBANG 1. TANGGAL 5 s.d 8 JULI 2010
NO. NAMA NIP UNIT KERJA

GELOMBANG 2. TANGGAL 19 s.d 22 JULI 2010


NO. NAMA NIP UNIT KERJA

GELOMBANG 3. TANGGAL 4 s.d 7AGUSTUS 2010


NO. NAMA NIP UNIT KERJA
2) Alat-alat dan fasilitas pada pelayanan F-1
Emergensi Kit, Trolley Emergensi dan Tas Emergensi F-1 tersebesar di 8 titik rawan di
seluruh kawasan RSUD Dr. Soedarso , setiap tas harus dicek secara berkala dan merupakan
tonggung jawab dari satuan kerja tersebut. Setiap penggunaan dan pencekkan harus
dilaporkan oleh satuan kerja masing-masing. Saat ini AED belum tersedia pada Tas
Emergensi F-1 di RSUD Dr. Soedarso , namun idealnya Tas Emergensi F-1 harus dilengkapi
oleh AED di masa yang akan datang.

Alat yang digunakan petugas F-1


berupa Tas Emergensi F-1 yang
berisi alat-alat medis yang dapat
menunjang tindakan resusitasi
pasien.

EMERGENSI KIT
Emergensi kit diletakkan pada setiap satuan kerja yang tidak memiliki trolley
Emergensi, emergensi kit dikelola oleh Instalasi Farmasi sebagai pengganti sementara
dari Trolley emergensi atau Tas Emergensi pada saat terjadi kegawatan sebelum Tim
F-1 datang. Setiap emergensi Kit harus disegel pada saat tidak dipergunakan.
Perlakukan dari emergensi kit sama dengan Trolley Emergensi dimana harus
dilakukan monitoring dan pemantauan.

Gambar Emergensi Kit

Isi dari emergensi Kit antara lain :


No Nama Obat dan Alat Emergensi Jumlah
TAS EMERGENSI F-1 TIM INTI DI IGD
Sedangkan tim inti yang datang dari IGD membawa Tas Emergensy F-1 yang berisi

NO KELOMPOK NAMA ALAT JUMLAH

Bagian samping tas Emergensi F-1


Bagian samping dari Tas Emergensi F-1 berisi peralatan Stabilitas dan Transport
pasien.
3) Titik-titik rawan pelayanan F-1
Tas Emergency Kit yang berada di 8 titik rawan pelayanan , yaitu

PS FATMAWATI

AREA 1 Emergensi Kit disimpan di Ruang OK Minor Poliklinik Bedah


Instalasi Rawat Jalan Lantai 1. Trolley emergensi tersedia di
Poliklinik jantung Lantai 1 Gedung Poliklinik dan Poliklinik anak di
lantai 3 Gedung Poliklinik.
Area meliputi instalasi Rawat jalan, isntalasi Rehabilitas medis,
Poliklinik Wijaya Kusuma dan Terapi Metadon, Poliklinik Amarilis,
Pusat Pendidikan dan Pelatihan RSUP Fatmawati dan Perpustakaan.
AREA 2 Trolley Emergensi disimpan di ruang tndakan Kontras Instalasi
Radiologi Induk Lantai 1. Area ini meliputi bagian Radiologi, Depo
Farmasi dan Bagian Laboratorium.
AREA 3 Tas Emergency F-1 dan Trolley emergensi disimpan di ruang
Resuitasi IGD lantai 1 Area ini meliputi sekitar gedung Instalasi
Gawat Darurat, Icu, ICCU, NICU/PICU, Hemodialisa serta
keseluruhan Gedung Induk.
AREA 4 Emergency Kit dan Trolley emergensi disimpan di Recovery Room
Instalasi Bedah sentral lantai 1.
Area ini meliputi sekitar instalasi Bedah Sentral dan Unit Sterilisasi.
AREA 5 Emergency Kit dan Trolley Emergensi disimpan di Stroke Unit
Paviliun Anggrek Lantai 1
Area ini meliputi sekitar Instalasi Griya Husada dan Praviliun Anggre
AREA 6
AREA 7
AREA 8

4) Sistem Pemanggilan F-1


Pada saat terjadi krisis kegawatdaruratan, petugas kesehatan/ petugas terlatih
(bersertifikat BLS) yang pertama kali menemukan korban harus segera melakukan
penilaian cepat, malakukan bantuan Hidup Dasar dan meminta bantuan untuk
mengaktifkan Tim F1. F1 adalah suatu sistem panggilan dalam merespon keadaan
kegawatdaruratan medik di lingkungan RSUP Fatmawati.
Cara melakukan pemanggilan tim F1 :
- Angkat telepon tekan 5000 (sirine akan berbunyi di seluruh area RSUP Fatmawati )
- Setelah sirine selesai berbunyi langsung bicara :
F1..F1.. lokasi... (sebutkan lokasi tempat tejadi krisis segera direspn !!
- Pengeras suara akan berbunyi dengan nada khusus diarea tim F1 dan semua area di
RSUP Fatmawati.
- Secara otomatis petugas (anggota Tim F1/bersertitikatBLS dan PPGD) di area krisis
yang terdekat sesuai lokasi kejadian segera mengambil peralatan emergensi dan
langsung menuju ke lokasi ( < 3 menit ).
- Pada waktu yang bersamaan Tim F1 (personil 2 orang / bersertifikat ACLS dan
ATLS),yang berpusat di IGD segera menuju lokasi (dengan peralatan lengkap sesuai
standarACLS/ATLS dalam waktu kurang dari 6 menit ).
- Setelah pasien dilakukan tindakan dan stabil, diruiuk ke ruangan sesuai kasus atau ke
IGDjika tidak ada tempat, pasien dibawa dengan menggunakan stretcher atau
ambulan bila lokasi jauh.

5) Pengecualian F-1
F-1 tidak dapat diaktifkan pada keadaan emergensi pada:
Kegawatdaruratan yang terjadi pada ruangan :
- lnstalasi Gawat Darurat
- Ruang rawat intensif, misalnya ICU, ICCU, NICU / PICU.
- Instalasi Bedah Sentral
Pasien masuk dalarn Kriteria Permintaan Untuk Tidak Melakukan Resusitasi (Do Not
Resuscitate)
1. Permintaan untuk tidak dilakukan resusitasi (DNR) dilakukan oleh pasien yang
kompetensecara mental, diinformasikan, pasien dewasa, atau untuk beberapa
pasien yang tidak kompeten dilakukan oleh kerabat terdekat, wali yang telah
ditetapkan oleh pengadilancourtappointed atau pengganti pengambil keputusan.
2. Dalam mempertimbangkan kesesuaian untuk permintaan untuk DNR, taktor-
faktor yangperlu didiskusikan dengan pasien / pengganti:
a. Terapi untuk mempertahankan kehidupan sangat mungkin tidak akan efektif
atausia-sia, atau mungkin hanya akan memperpanjang proses sekarat (dying).
b. Pasien tidak sadar secara permanen;
c. Pasien dalam kondisi terminal, atau
d. Ada gangguan kemunduran (debilitating) yang kronis atau kerugian
untuktindakan resusitasi secara signifikan lebih besar dari pada manfaatnya.
e. Faktor-faktor lain yang mungkin spesifik untuk kondisi pasien.
3. Berhubungan dengan perawatan Iainnya ; instruksi DNR meningkatkan
tangungjawabprofesionalisme untuk mendapatkan kenyamanan dan kebutuhan
perawatan lainnya.
Prosedur Untuk Tindakan DNR antara lain:
1. Pastikan adanya instruksi DNR dari DPJP dalarn catatan terintegrasi Rekam
Medispasien
2. Mempersiapkan informed consent dari pasien atau keluarga untuk diizinkan tindakan
DNR, menggunakan informed Consent lain Iain
3. Perawat melakukan pemasangan kancing ungu pada gelang identitas pasien dan
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya mengenai makna dari
pemasangan kancing warna ungu bahwa untuk menandakan kepada dokter/perawat
di ruangan bahwa untuk tidak melaksanakan tindakan resusitasi.
4. Perawat akan meiaporkan kepada DPJP mengenai keadaan pasien secara berkala.
5. Jika terjadi perubahan yang signifikan pada pasien, maka DPJP akan melakukan
pengkajian ulang dan membuat rencana perawatan baru serta memberikan informasi
kepada pasien atau keluarganya.
6. Jika keputusan untuk DNR akan dibatalkan, dapatkan insruksi dokter dalam form
catatan terintegrasi dan pemusnahan kancing ungu.
7. Pendokumentasian yang dibutuhkan dalam catatan terintegrasi oleh DPJP adalah :
a. Diagnosis
b. Alasan untuk tindakan DNR
c. Kapasitas pasien untuk membuatan keputusan
d. Catatan bahwa telah dilakukan diskusi mengenai keputusan DNR dan dengan
siapa (pasien/keluarganya).
6) Sistem perencanaan Pasien F-1
Setiap pasien yang ditangani oleh Tim F-1 akan dicatat pada suatu status khusus. Contoh
formulir dari F-1 adalah :

BAB IV
DOKUMENTASI

Panduan bantuan hidup Dasar Rumah sakit Umu Pusat Fatmawati Terdokumentasi dalam
bnetuk SPO Pelayana Pemanggilan F1, dan SPO Resusitasi Jantung Paru.
Dalam operasional pelaksanaan pelayanan pasien yang mengalami henti napas tidak
terlepas dari koordinasi lintas fungsi dengan satuan kerja tekait di dalam lingkungan RSUP
Fatmawati. satuan kerja terkait di antara lain yaitu :
- Instalasi Gawat Darurat
- Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
- Instalasi Rekam Medik dan Informasi kesehatan
- Instalasi Farmasi
- IRNA A
- IRNA B
- IRNA C
- Instalasi Paviliun Anggrek
- Instalasi Rawat Intensif
- Instalasi Griya Husada
- Instalasi Rawat jalan
- Instalasi Farmasi
- SMF terkait.

BAB V
PENUTUP

Panduan pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit ini dijadikan sebagai acuan bagi tim
/unit serta semua petugas terkait dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi
pasien denga tujuan akhir keamanan, keselamtan dan kepuasan pasien, keluarga dan tim medis.
Dengan dilaksanakannya pelayanan bantuan hidup dasar (BHD) di rumah sakit umum pusat
Fatmawati secara biak, maka diarapkan akan terwujudnya peningkatan pelayanan rumah sakit
kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai