Anda di halaman 1dari 20

ADAPTASI SISTEM PERNAFASAN INTRAUTERIN DAN

EKSTRAUTERIN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Patofisiologi Pada Kasus Kebidanan Program Studi Profesi Jurusan
Kebidanan Tasikmalaya
Dosen pembimbing:
Hj. Sri Gustini, SST., M.Keb

Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Adinda Putri N
Cucu Rosita
Dewi Pitaloka
Mutia
Rahayu Nida M
Yati Suryati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN

TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan Makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, serta umatnya yang selalu istiqomah
di jalannya.
Laporan ini penulis buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian tugas mata kuliah
Patofisiologi Pada Kasus Kebidanan. Makalah ini membahas tentang “Adaptasi sistem pernafasan janin
intrauterin ke ekstrauterin”. Judul ini menjelaskan bagaimana mengelola pelayanan kebidanan.
Pembuatan Laporan ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi
Komunikasi dari referensi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kesempurnaan
makalah ini, terutama kepada Dosen Pembimbing Ibu Hj. Sri Gustini, SST. M.Keb yang telah
memberikan pencerahan dan telah membimbing penulis dalam pembelajaran dan diskusi. Penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri pribadi penulis dan para pembaca. Penulis menyadari
bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik yang
membangun dan saran dari para pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik dan sempurna.

Tasikmalaya, Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

1.1 Latar Belakang.............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................

1.3 Tujuan..........................................................................................................

1.4 Manfaat........................................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................................

2.1 Adaptasi sistem pernafasan janin intrauterin ke ekstrauterin........................

2.2 rangsangan untuk gerak pernafasan...............................................................

2.2.1 pernafasan pertama pada bayi normal..................................................

2.2.2 awal timbul pernafasan faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas
pertama bayi.........................................................................................

2.2.3 perubahan sistem pernafasan yang terjadi saat bayi lahir.....................

2.3 Upaya pernafasan bayi pertama.....................................................................

2.4 Komplikasi.....................................................................................................

2.4.1. Asfiksia................................................................................................

2.4.2 Gawat nafas..........................................................................................

2.4.3 Neonatus kurang bulan.........................................................................

2.4.4 Syok pada neonatus..............................................................................


BAB III PENUTUP.......................................................................................................

3.1 Simpulan...................................................................................................

3.2 Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir merupakan generasi penerus bagi keluarga yang akan
berperan penting dalam keluarganya, karena bayi yang sehat akan menjadi
penerus bangsa yang kuat dan berkualitas dimasa yang akan datang. Bayi
baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran,
berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi,
adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik (Ari,
2016).
Periode segera setelah bayi baru lahir merupakan awal yang tidak
menyenangkan bagi bayi tersebut. Hal ini disebabkan oleh lingkungan
kehidupan sebelumnya (intrauterin) dengan lingkungan kehidupan sekarang
(ekstrauterin) yang sangat berbeda. Di dalam uterus janin hidup dan tumbuh
dengan segala kenyamanan karena ia tumbuh dan hidup bergantung penuh
pada ibunya. Sedangkan, pada waktu kelahiran, setiap bayi baru lahir akan
mengalami adaptasi atau proses penyesuaian fungsi – fungsi vital dari
kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Sumiasih dan
Budiani, 2016).
Periode adaptasi terhadap kehidupan di luar rahim disebut periode
transisi. Periode ini dapat berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah
kelahiran untuk beberapa sistem tubuh bayi. Transisi yang paling nyata dan
cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi, sistem
termoregulasi dan dalam kemampuan mengambil dan menggunakan glukosa.
Saat ini bayi tersebut harus mendapat oksigen melalui sistem sirkulasi
pernafasannya sendiri yang baru, mendapatkan nutrisi oral untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh, dan
melawan setiap penyakit atau infeksi dimana semua fungsi ini sebelumnya
dilakukan oleh plasenta.
Namun apabila bayi baru lahir tidak mampu melakukan penyesuaian
adaptasi fisiologis tersebut, maka akan menimbulkan masalah dan komplikasi
pada neonatus seperti gangguan pernafasan, hipotermi, dan ikterus yang
apabila tidak segera ditangani dapat menyumbang Angka Kematian Neonatal
(AKN). Keadaan hipoksia pada asfiksia menjadi penghambat adaptasi bayi
baru lahir sehingga menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi
baru lahir (Ari, 2016).
Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostasis atau
kemampuan mempertahankan fungsi – fungsi vital, bersifat dinamis,
dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan 3 dan perkembangan intrauterin.
Adaptasi segera setelah lahir meliputi adaptasi fungsi-fungsi vital (sirkulasi,
respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan metabolisme). Oleh karena itu,
bayi baru lahir memerlukan pemantauan ketat dan perawatan yang dapat
membantunya untuk melewati masa transisi dengan berhasil. Ditinjau dari
pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode
yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, mempertahakan suhu tubuh bayi
terutama pada bayi berat lahir rendah, pemotongan dan perawatan tali pusat,
pemberian air susu ibu (ASI) dalam usaha menurunkan angka kematian oleh
karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan
dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi petugas kesehatan bayi
dan anak. Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh
kondisi ibu pada waktu ibu hamil dan melahirkan (Setiyani, ett all, 2016).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana adaptasi system pernafasan janin intra uterin ke ekstra
uterin?
2. Bagimana komplikasi akibat gagal adaptasi pada janin?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui adaptasi system pernafasan janin intra uterin ke
ekstra uterin.
2. Untuk mengetahui komplikasi akibat gagal adaptasi pada janin.

D. Manfaat
Dapat menambah wawasan baru dan pengetahuan mengenai adaptasi
system pernafasan janin intra uterin ke ekstra uterin dan komplikasi akibat
gagal adaptasi pada janin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Adaptasi Sistem Pernapasan Janin Intrauterin ke Ekstrauterin


Perkembangan paru – paru berasal dari titik yang muncul dari pharynx
kemudian bentuk bronkus sampai umur 8 tahun, sampai jumlah bronchialis
untuk alveolus berkembang, awal adanya nafas karena terjadinya hypoksia
pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernafasan di otak, tekanan rongga dada menimbulkan
kompresi paru–paru selama persalinan menyebabkan udara masuk paru–paru
secara mekanis (Rukiyah,dkk 2012).
1. Rangsangan untuk gerak pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik
pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan
tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan
nafas dan pengeluaran napas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan
di dalam. Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas difragmatik dan
abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum
teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-
paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalan kondisi seperti ini (anoksia),
neonatus masih mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan
metabolism anaerobik.
a. Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dengan:
1) Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar usia
8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan
napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang
akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24
minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan
alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak
tercukupinya jumlah surfaktan.
2) Awal timbulnya pernapasan
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi :
a) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik
lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di
otak.
b) Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi
paru - paru selama persalinan, yang merangsang masuknya
udara ke dalam paru - paru secara mekanis. Interaksi antara
system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat
menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan
serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
c) Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah bayi lahir, kadar
CO2 meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan.
Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin,
tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan
tingkat gerakan pernapasan janin.
d) Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.
Interaksi antara sistem pernapasan, kardiovaskuler dan susunan
saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan
berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk
kehidupan. Jadi sistem-sistem harus berfungsi secara normal.
Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernafas
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
 Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
 Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk
pertama kali Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat
surfaktan yang cukup dan aliran darah ke paru-paru.

Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan


dan jumlahnya akan meningkat sampai paru-paru matang
sekitar 30-34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi
tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan
dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan.
Tanpa surfaktan, alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir
setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas.
Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan
lebih banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan kebutuhan
energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan
glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stress pada
bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Surfaktan dan Efek
Respirasi Upaya nafas pertama bayi berfungsi untuk:
 Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
 Mengembangkan cairan alveoli paru-paru untuk pertama
kali Untuk mendapatkan fungsi alveoli, harus terdapat
surfaktan yang cukup dan aliran darah melalui paru-paru.
Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan
dan meningkat hingga paru-paru matang yaitu usia 30-34
minggu. Fungsi Surfaktan: Mengurangi tekanan
permukaan dan membantu menstabilkan dinding alveol
sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan.
3) Perubahan Sistem Pernafasan yang Terjadi Saat Bayi Lahir
a) Saat cukup bulan, terdapat cairan dalam paru-paru bayi. Pada
persalinan, bayi melaui jalan lahir yang menyebabkan 1/3 cairan
terperas keluar dari paru-paru.
b) Pada beberapa kali tarikan napas pertama setelah lahir, udara
ruangan memenuhi trakea dan bronkus bayi baru lahir. Sisa cairan
di dalam paru-paru dikeluarkan dan diserap oleh pembuluh limfe
dan darah. Semua alveol akan berkembang terisi udara dan
pernapasan bayi tergantung sepenuhnya pada paru-parunya sendiri
Dari cairan menuju udara Bayi cukup bulan, mempunyai cairan di
dalam paru-parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama
persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-
paru. Seorang bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria
kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada ini dan dapat
menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan
beberapa kali tarikan napas pertama, udara memenuhi ruangan
trakea dan bronkus bayi baru lahir. Dengan sisa cairan di dalam
paru-paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembuluh limfe
dan darah. Semua alveolus paru-paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu.
Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama ialah :
 Tekanan mekanis dari totaks sewaktu melalui jalan lahir 66.
Stimulasi mekanik, yaitu karena terdapat rongga dada pada
saat melewati jalan lahir hal tersebut mengakibatkan paru paru
kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat dildalamnya, sehingga
akan tersisa 80-100 mL Setelah bayi lahir dan cairan tersebut
akan diganti dengan udara. (Lyndon, 2014)
 Penurunan Pa O2 dan kenaikan Pa CO2 merangsang
kemoreseptor yang terletak di sinuskarotis
 Rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang
permukaan gerakan pernapasan
 Refleks deflasi hering breur, yaitu refleks mengeluarkan cairan
dalam paru-paru dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah
sehingga mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk
pertama kali.(Lyndon, 2014)
 Pernapasan pertama pada bayi baru lahir terjadi normal dalam
waktu 30 detik setelah kelahiran, tekanan rongga dada bayi
pada saat melalui jalan lahir pervagina mengakibatkan cairan
paru-paru (pada bayi normal jumlahnya 80 sampai 100 ml)
kehilangan 1/3 dari jumlah cairan tersebut, sehingga cairan
hilang ini diganti dengan udara.
 Paru-paru berkembang sehingga rongga dada kembali pada
bentuk semula pernapasan pada neonatus terutama pernapasan
diaframatik dan abdominal dan biasanya masih tidak teratur
frekuensi dan dalamnya pernapasan. (Kristiyanasari, 2011).
2. Upaya pernapasan bayi pertama
a. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
b. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali. Agar
alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan (lemak
lesitin/sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru-paru.
Produksi surfaktan di mulai pada 20 minggu kehamilan, yang
jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34 minggu
kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekan
permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus
sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasaan.Tidak adanya surfaktan
menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan
ini menyebabkan stres pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu
(Rukiah, 2012).

B. Komplikasi
1. Asfiksia
Asfiksia merupakan keadaan neonatus lahir tidak bernapas secara
spontan, teratur dan adekuat. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: lanjutan asfiksia intra partum; aspirasi cairan amnion, darah,
mekonium, dan muntahan; imaturitas paru; kelainan jantung bawaan dan
paru; anemia pada fetus; retardasi pertumbuhan intra uterin; kehamilan
lewat waktu; infeksi fetus. Asfiksia dapat terjadi pada hipoksia ibu karena
anemia berat, penyakit paru kronis; menurunnya aliran darah dari ibu ke
fetus pada hipotensi karena perdarahan, preeklamsia, eklamsia, diabetes
melitus; obat anastesi yang berlebihan pada ibu; serta infark dan
perdarahan plasenta (Dharmasetiawani, 2008).
Pada neonatus dengan asfiksia akan terjadi penurunan kadar
tekanan oksigen (PaO2) tubuh, peningkatan tekanan karbondioksida
(PCO2), penurunan keasaman (pH) darah, dan gangguan sirkulasi darah
(Dharmasetiawani, 2008). Adanya asfiksia pada neonatus ditentukan
dengan nilai APGAR (Tabel 2.1) pada menit ke-1, 5, 10, dan 15.

2. Gawat Napas
Berbagai kondisi dapat menyebabkan gawat napas pada neonatus
seperti penyakit membran hialin, pneumonia neonatal, transient tachypnea
of the newborn, sindrom aspirasi mekoneum, sepsis, serta kelainan atau
gagal jantung (Kosim, 2012).
Penyakit membran hialin biasanya terjadi pada neonatus kurang
bulan yang timbul segera atau beberapa saat setelah lahir akibat
kekurangan surfaktan. Pneumonia neonatal merupakan infeksi pada paru
yang terjadi perinatal atau pascanatal. Gawat napas pada transient
tachypnea of the newborn terjadi segera setelah lahir akibat penyerapan
cairan paru-paru janin terlambat pada sistem limfatik atau akibat
kekurangan surfaktan ringan. Pada neonatus dengan cairan amnion yang
terkontaminasi mekoneum bisa mengakibatkan sindrom aspirasi
mekoneum akibat janin menghirup cairan amnion tersebut. Pada sepsis
terjadinya gawat napas akibat respon sistemik dan atau kegagalan
multiorgan terutama pada paru akibat infeksi, sedangkan pada gagal
jantung akan terjadi bendungan pada paru (Kosim, 2012).
Umumnya gawat napas ditandai dengan napas cepat, napas cuping
hidung, grunting, letargi, tidak mau minum, retraksi dinding dada, distensi
abdomen, perfusi perifir kurang, dan atau sianosis. Pemeriksaan analisis
gas darah menunjukkan hipoksemia sampai asidosis. Pemeriksaan
radiologi diperlukan untuk menunjang diagnosis gawat napas dan
gambarannya sesuai dengan kelainan atau penyebab gawat napas (Kosim,
2012).
3. Neonatus kurang bulan
Neonatus kurang bulan atau neonatus prematur adalah neonatus
yang dilahirkan ibu pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (kurang
dari 259 hari). Neonatus kurang bulan umumnya mempunyai berat lahir
rendah dengan variasi berat lahir yaitu: kecil untuk masa kehamilan, sesuai
untuk masa kehamilan atau besar untuk masa kehamilan (Damanik, 2008).
Insiden bayi berat lahir rendah (BBLR) sekitar 19% atau kurang lebih 24
juta pertahun dari seluruh neonatus, dan merupakan salah satu faktor
penyebab yang penting dalam kematian neonatal (Almeida dkk., 2008).
Kegawatan pada neonatus kurang bulan berkaitan dengan
prematuritas, infeksi, asfiksia pada waktu lahir, hipotermia dan gangguan
pemberian minum. Sebagian besar dari neonatus tersebut lahir dari usia
kehamilan ibu sangat prematur dengan berat lahir sangat rendah. Masalah
yang ditemukan pada neonatus kurang bulan adalah kegagalan adaptasi
kehidupan di luar rahim, disebabkan kurang matangnya sistem organ.
Pernapasan neonatus kurang bulan kurang dapat beradaptasi dengan
pergantian gas dan terjadi depresi perinatal di ruang bersalin. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebabkan defisiensi surfaktan. Apneu
disebabkan kurang matangnya mekanisme pengaturan napas. Neonatus
kurang bulan juga mempunyai risiko terjadi Bronchopulmonary dysplasia
(BPD), dan chronic pulmonary insufficiency (Damanik, 2008; Kosim,
2012).
Neonatus dengan berat lahir rendah berisiko mengalami asfiksia
karena faktor paru yang belum matang (prematur), atau karena distres
pernapasan (gangguan napas) pada neonatus yang kecil untuk masa
kehamilannya (Wangdkk.,2012). Neonatus dengan berat lahir rendah
mempunyai dua risiko yang mengancam kehidupannya yaitu prematuritas
dengan berat lahir rendah dan asfiksia. Insiden asfiksia pada usia
kehamilan kurang dari 36 minggu adalah 9%, sedang lebih dari 36 minggu
sekitar 0,5% dan menyebabkan kematian 20% kasus (Kosim, 2012).
Gangguan atau masalah neurologi sering menjadi masalah pada
neonatus kurang bulan. Penyebab utama kelainan atau gangguan
neurologis pada bayi baru lahir kurang bulan adalah ensefalopati iskemik
hipoksik (EIH), perdarahan periventrikular, dan intraventrikular
(Damanik, 2008). Pada neonatus kurang bulan insidens EIH, kematian dan
cacat secara bermakna lebih tinggi dibanding bayi cukup bulan. Kelainan
neurologis pada neonatus kurang bulan sebagai penyebab utama kematian,
gangguan neurologis berat, dan terjadi dampaknya dalam jangka panjang
(Kosim, 2012).
Neonatus kurang bulan berisiko mengalami gangguan
kardiovaskular seperti hipotensi dan patent ductus arteriosus (PDA).
Hipotensi pada neonatus kurang bulan terjadi akibat hipovolemia, seperti
kehilangan volume karena memang volumenya yang relatip kecil atau
gangguan fungsi jantung dan vasodilatasi akibat sepsis. Pada neonatus
kurang bulan kejadian PDA cukup sering dan dapat mengakibatkan
terjadinya gagal jantung kongestif (Damanik, 2008; Kosim, 2012).
Berbagai risiko lainnya pada neonatus kurang bulan yaitu: (1)
Gangguan hematologi seperti anemia dan hiperbilirubinemia. Anemia
sering terjadi pada neonatus kurang bulan akibat berbagai macam
penyebab termasuk imaturitas sistem hematopoitik atau akibat hipoksia
oleh berbagai sebab. (2) Gangguan metabolik; terjadi gangguan
metabolisme glukosa dan kalsium, terutama pada neonatus kurang bulan
dengan gangguan nutrisi, sakit berat atau gangguan intrauterin. (3)
Masalah nutrisi; pada neonatus kurang bulan memerlukan perhatian
khusus tentang jenis, jumlah dan cara pemberiannya. (4) Gangguan
gastrointestinal; prematuritas merupakan risiko terbesar terjadinya
enterokolitis nekrotikans. (5) Masalah imaturitas ginjal; ditandai dengan
kecepatan filtrasi glomerulus yang rendah dan ketidak mampuan untuk
mengatasi beban air, kepekatan dan keasaman. Neonatus kurang bulan
perlu perhatian khusus karena bisa terjadi kesulitan dalam manajemen
cairan dan elektrolit akibat imaturitas ginjal. (6) Gangguan pengaturan
suhu; pada neonatus kurang bulan cenderung terjadi hipotermi dan
hipertermi. (7) Imaturitas sistem imun; pada neonatus kurang bulan terjadi
defisiensi respons imun seluler dan humoral, neonatus kurang bulan
mempunyai risiko terjadinya infeksi lebih besar dibanding bayi cukup
bulan. (8) Masalah oftalmologik; dapat terjadi retinopathy of prematurity (
ROP) pada neonatus kurang bulan karena retina imatur (Kosim, 2006;
Damanik, 2008; Filho dkk., 2012).
4. Syok pada neonatus
Syok merupakan sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi
sehingga pasokan oksigen dan substrat metabolik ke jaringan tidak
memadai. Syok pada neonatus merupakan kedaruratan karena berisiko
tinggi mengalami kematian (Kosim, 2012).
Penurunan volume sirkulasi darah adalah penyebab utama syok
pada neonatus dan dapat diakibatkan oleh berbagai hal: perdarahan
plasenta, transfusi feto maternal, donor fetus pada transfuse feto-fetal,
trauma persalinan yang mengakibatkan perdarahan, perdarahan
intrakranial, perdarahan intraabdomial, perdarahan paru yang hebat,
pembekuan intravaskular menyeluruh (PIM) atau DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation) atau gangguan koagulasi lain, keluarnya
plasma ke kompartemen ekstravaskular pada keadaan sepsis dan
hipoproteinemia, serta kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan
terjadi pada keadaan dehidrasi (Kosim, 2012)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik
pertama sesudah lahir. Awal adanya nafas karena terjadinya hypoksia pada
akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernafasan di otak, tekanan rongga dada menimbulkan
kompresi paru–paru selama persalinan menyebabkan udara masuk paru–paru
secara mekanis. Komplikasi akibat gagal adaptasi pada janin diantaranya
adalah asfiksia, gagal nafas, neoates kurang bulan dan syok.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bagi pembaca dapat menambah
wawasan dan infomasi mengenai adaptasi system pernafasan janin intra
uterin ke ekstra uterin dan komplikasi akibat gagal adaptasi pada janin. Untuk
itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran
untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Almeida, P.D. et al. 2008. Saliva Compotion and Function: A Comprehensive Review. The
Journal of Contemporary Dental Practice. 9(3):1-11.
Dharmasetiawani, N. 2008. Buku Ajar Neonatologi. BAB VII. Asfiksia dan Resusitasi bayi baru
lahir. Jakarta : IDAI
Damanik S,M,. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI.
Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : Kemenkes
RI
Lyndon. 2014. Asuhan Neonatus Bayi, dan Balita. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara.
M. Sholeh Kosim, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI
Rukiah, Ai Yeyeh, dkk. 2012. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta : Buku Kesehatan.
Sumiasih, Ni Nyoman dan Ni Nyoman Budiani. 2016. Biologi dasar dan biologi perkembangan.
Jakarta. Kemenkes RI
Setiyani, Astuti, Sukesi dan Esyuananik. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta. Kemenkes RI
DAFTAR PERTANYAAN
1. Berapa detik waktu pada bayi normal untuk pernafasan pertamanya setelah lahir?
A 35 detik
B 25 detik
C 30 detik
D 40 detik
E. 20 detik

2. Dimulai pada minggu ke berapa produksi surfaktan yang fungsinya membantu menstabilkan
dinding alveolus agar tidak kolap?
A. pada 5 minggu kehamilan
B. Pada 10 minggu kehamilan
C. Pada 15 minggu kehamilan
D. Pada 20 minggu kehamilan
E. Pada 25 minggu kehamilan

3. Awal timbulnya pernafasan, kecuali?


A. Hipoksia
B. Tekanan pada rongga dada
C. Penimbunan co2
D. Perubahan suhu
E. PENIMBUNAN O2

4. Berikut komplikasi adaptasi sitem pernapasan, kecuali?


A. Asfiksia
B. BBLR
C. Gawat janin
D. Syok pada neonatus
E. Neonatus kurang bulan

5. Seorang bayi lahir di bidan usia kehamilan 40 minggu, waktu lahir bayi langsung bergerak dan
menangis, ditolong oleh bidan “C”, bayi lahir melalui jalan lahir, sehingga tekanan dalam dada,
melalui pengempisan selama persalinan, merangsang, masuknya udara secara mekanik ke paru.
Bayi tersebut akhirnya terjadi hipoksia. Pada kasus diatas, pembuluh darah paru akan
mengalami?
A. Vasodilatasi
B. Vasokonstriksi
C. Vasospasme
D. Vasokontraksi
E. Vasopresor

Anda mungkin juga menyukai