Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1.B

1. M. Rifaldi Elvian 8. Novia Hidayatul S


2. Muthmainah 9. Noviana Pajar S
3. Nabilla Julianah 10. Olan Valapi
4. Nabila Novrianika PK 11. Rachmad Aprilio
5. Ninda Yulistia R 12. Reza Imel M
6. Nokiah Amaliah 13. Rian Masta D
7. Nopran Ilhamsyah 14. Riska Yuliana

DOSEN PEMBIMBING

H. Ns Jhon Feri., S,Kep M.Kes RN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU


TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena berkat


rahmat-Nyalah tugas Mata kuliah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran
Keperawatan Kritis serta untuk memperdalam pemahaman dalam pembuatan
makalah.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati kami
mohon saran dan kritiknya . Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

Lubuk Linggau, 06 Oktober 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang pesat,


kini mempengaruhi semua bidang kehidupan manusia di berbagai belahan
dunia. Dampak dari hal ini akhirnya menuntut setiap orang untuk memiliki
pengetahuan yang memadai atau cukup agar dapat menggunakan ataau
beradaptasi dengan tuntutan global ini. Hal ini juga berlaku untuk Profesi
keperawatan, khususnya area keperawatan kritis dan Intensif Care Unit (ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien
yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup
mereka, diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump,
dll. Dengan adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat
yang ada di ruang perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu
menggunakan teknologi yang sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena
perawat yang akan selalu ada di sisi pasien selama 24 jam. Ventilator salah
satu contohnya. Penggunaan Ventilator sendiri merupakan suatu tindakan
yang sangat invasive dan akan merubah homeostasis system pernafasan dan
mempengaruhi system yang lainnya. Perawat yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan mengenai mesin ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu
perawat menghemat tenaganya dalam mengawasi pernafasan pasien, karena
tugasnya mengawasi secara langsung keadaan pasien sudah dilakukan oleh
mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1
orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga sama-sama
menggunakan mesin ventilasi mekanik. Dalam makalah ini kemudian akan
membahas lanjut mengenai Ventilator / Ventilasi Mekanik.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode
waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negative atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama
waktu yang lama (Smeltzer, 2001 : 655)1 Ventilasi mekanik merupakan terapi
defenitif pada pasien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia
(Tanjung, 2007)
B. Fisiologi Penapasan Ventilasi Mekanik
Pada penpasan spontan inspirasi terjadi karna diagfragma otot
intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan
negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi
berjalan secara pasif.
Pada pernapasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan
udara dengan memompakan keparu pasien, sehingga tekanan selama inspirasi
adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir
inspirasi tekanan dalam rongga thorak paling positif
C. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklafikasikan berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negative
dan ventilator tekanan positif
1. Ventilator tekanan negative Ventilator tekanan negatif pada awalnya
diketahui sebagai “paru-paru besi”. Tubuh pasien diambil alih oleh
silinder besi dan tekanan negatif didapat untuk memperbesar rongga
toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-pendek intermiten
(VTNI) telah digunakan pada penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM) untuk memperbaiki gagal nafas hiperkapnik berat dengan
memperbaiki fungsi diafragma (Hudak & Gallo, 2010). Ventilator
tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar.
Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator
ini sama dengan ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif mudah
digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008).
2. Ventilator tekanan positif
(1) Pressure-Cycled. Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip
dasar bahwa bila tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak
& Gallo, 2010; Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila
komplain atau tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran,
volume udara yang diberikan berubah (Hudak & Gallo, 2010).
(2) Time-Cycled Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar
bahwa bila pada waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak &
Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Waktu
ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
nafas per menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak
& Gallo, 2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol
kecepatan yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus
waktu yang murni jarang digunakan pada pasien dewasa.
Ventilator tersebut digunakan pada bayi baru lahir dan infant
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
(3) Volume-Cycled. Ventilator volume yang paling sering digunakan
pada unit kritis saat ini (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip dasar ventilator ini adalah bila
volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien, inspirasi
diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru
pasien pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume
adalah perubahan pada komplain paru pasien, memberikan VT
konsisten (Hudak & Gallo, 2010)

D. Mode Operasional Ventilator

1) Control mode ventilation

Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu


antisipasi jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns,
2006). Padamodecontrol, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan
diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada
ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi.
Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya pasien tersedasi
berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking agents
neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi
untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-
obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest,
paralisa karena obatobatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).

2) Assist Mode

Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan


pada VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali
untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara
tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor
pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi apnea model ini kemudian
dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).
3).Model ACV (Assist Control Ventilation)

Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan


control mode yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik
mengambil alih (control mode) dan mempreset kepada volume tidal (Rab,
2007). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti bernafas selama
terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua pernafasan-apakah
dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang ditentukan-pada VT
yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi
(karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk
dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai
dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan
(Chulay & Burns, 2006). Secara klinis banyak digunakan pada sindroma
Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).

4) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya


sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode
ketika pasien bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan
ventilasi mandatori intermiten. Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT
praset. Bila pasien mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien
dapat melakukannya. Namun tidak seperti pada mode assist control,
berapapun pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak &
Gallo, 2010).
5) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)

PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan


paru-paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa
bervariasi. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri
paru-paru yang disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah
(Marino, 2006).

6) Pressure-Support Ventilation (PSV)

Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan


kesempatan kepada pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi
siklus respirasi dinamakan PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah
volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk mengatasi resistensi
pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV digunakan untuk
membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari ventilasi mekanik
(Marino, 2007).

7) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)

Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis
ganguan pertukaran gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu
tekanan posistif diberikan pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk
mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada akhir ekspirasi (Marino,
2007). PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka.
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan
reinflasi alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi
terbuka, dan memperbaiki komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
8) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)

Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan


sepanjang siklus respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP
merupakan mode pernafasan spontan digunakan pada pasien untuk
meningkatkan kapasitas residu fungsional dan memperbaiki oksigenasi
dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini
juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden, Stacy, Lough,
2010).

E. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik

Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh
ventilator (Smith-Temple & Johnson, 2011):

1) Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas,
yang diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat
ditingkatkan sampai15 ml/kg

2) Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal


biasanya10 kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi
klien.

3) Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2):


persentase oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2
21%. Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam
rentang 50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih
dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen.

4) PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu


alveoli tetap terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis.
Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga
mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti sindrom gawat nafas pada
orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada pengaturan
ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis gas
darah arteri, hasil pengukuran SaO 2, atau hasil pembacaan karbon dioksida
tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator.

F. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik

1. Kegagalan Ventilasi

1) Neuromusscular Diseaase
2) Central Nervvous Systemdisease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidak mampuan thoraks untuk ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal nafas / respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru gangguan difusi
3) Penyakit paru ventilasi / perfusi mismatch
3. Penyebab gagal napas
1) Penyebab sentral
a) Trauma kepala : contosio cerebri
b) Radang otak :encepalitis
c) Gangguan vaskuler :perdarahan otak , infark otak
d) Obat – obatan :Narkotika, obat anestesi
2) Penyebab perifer
a) Kelainan neuromuskuler
b) Guillian bare syndrome
c) Tetanus
d) Trauma servikal
e) Obat pelemas otot
f) Kelainan jalan nafas
g) Obstruksi jalan nafas
h) Asma bronchial
i) Kelainan di paru
j) Edema paru, atelectasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga/thorak
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathrorak
m) Kelainan jantung
n) Kegagalan jantung kiri
4. Kriteria pemasangan ventilator
a) Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit
b) Hasil analisa gas darah dengan dengan O2 masker PO2
kurang dari 70 mmHg
c) paCO2 lebih dari 60 mmHg
d) AaDO2 dengan O2 100% hasilnya lebih dari 350 mmHg
e) Vital capacity kurang dari 15 ml / kg BB

G. Komplikasi Ventilasi mekanik

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:

1) Komplikasi jalan nafas Jalur mekanisme pertahanan normal, sering


terhenti ketika terpasang ventilator, penurunan mobilitas dan juga
gangguan reflek batuk dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Aspirasi dapat terjadi sebelum,
selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat
diminimalkan dengan mengamankan selang, mempertahankan manset
mengembang, dan melakukan suksion oral dan selang kontinyu secara
adekuat (Hudak & Gallo, 2010).

2) Masalah selang endotrakeal Bila selang diletakkan secara nasotrakeal,


infeksi sinus berat dapat terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tak diketahui, sinus
dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi (Hudak &
Gallo, 2010). Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi
lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan
manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset 30
mmHg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan
pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010).

3) Masalah mekanis Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius.


Tiap 2 sampai 4 jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau
pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit
atau manset, selang, atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran.
Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi,
bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal
(Hudak & Gallo, 2010).

4) Barotrauma Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke


dalam dada, menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP
ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi.
Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema.
Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan
pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010)

5) Penurunan curah jantung Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi


bila pasien pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya
kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain
hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah yang dapat dijelaskan,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak & Gallo,
2010).
6) Keseimbangan cairan positif Penurunan aliran balik vena ke jantung
dirangsang oleh regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat
hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari
hipofisis posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron
renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik
tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar
dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak &
Gallo, 2010).

7) Peningkatan IAP Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan


rongga abdomen ke atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma
bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan antara intraabdomen atas
dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler intraabdomen (Valenza
et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala, 2010).

Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan bahwa


ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen
untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang
terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika
dirawat dan harus dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien
mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak memiliki faktor risiko lain
yang jelas untuk terjadinya IAH.

Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap


fungsi respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat
jarang dikaji. Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan
ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan
hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan
PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi
atau paru-paru; sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular
pada ARDS berat; melakukan open abdomen secara selektif pada pasien
dengan ACS berat (Pelosi & Vargas, 2012).

H. Prosedur pemberian ventilator


Sebelum memasang ventilator pada pasien, lakukan tes paru pada
ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan
pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1) Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2) Volume tidal 4-5 ml/kg BB
3) Prekuwensi pernafasan 10-15 kali/menit
4) Aliran inspirasi 40-60 liter/menit
5) PEEP ( Positive and Expiratory Prossesure) atau tekanan positive
akhir ekspirasi 0-5cn, ini di berikan pada pasien yang mengalami
oedema paru dan untuk dan untuk mencegah atelectasis .
Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan
perubahan pengesetan di tentukan oleh rspon pasien yang di tunjukkan
oleh hasi analisa gas darah (blood gas).
I. Kriteria penyempihan
Pasien yang dapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan
penyempihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut;
1) Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
2) Volume tidal 4-5 ml/kg BB
3) Kekuatan inspirasi 20cm H2O atau lebih besar
4) Prekuwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN VENTILATOR
1. Pengkajian
Perawat mempunyai peran penting mengkaji status pasien dan
fungsi ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal
berikut:
a) Tanda-tanda vital
b) Bukti adanya hipoksia
c) Frekuensi dan pola pernafasan
d) Bunyi nafas
e) Status neorologis
f) Volume tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital kuat
g) Kebutuhan pengisapan
h) Upaya ventilasi spontan klien
i) Status nutrisi
j) Status psikologis

a. Biodata

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama,


alamt, dll.

Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang


status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,
sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.

b. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan

Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang


sekarang dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena
kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk
memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui
kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal
nafas/dipasangnya ventilator.

c. Keluhan

Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa


dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan
keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas
terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.

Sistem pernafasan, Setting ventilator meliputi:

a) Mode ventilator
b) CR/CMV/IPPV(ControlledRespiration/Controlled Mandatory
Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
c) SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
d) ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
e) CPAP (Continous Possitive Air Presure)
f) FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
g) PEEP: Positive End Expiratory Pressure

Frekwensi nafas
a) Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
b) Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
c) Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
d) Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
e) Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
f) Humidifier: kehangatan dan batas aqua
g) Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
h) Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
i) Hasil foto thorax terakhir

Sistem kardiovaskuler

Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya


gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu
tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah,
nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan
keringat.

Sistem neurologi

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa


ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.

Sistem urogenital

Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine


menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)

Status cairan dan nutrisi

Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan
dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.

Status psycososial

Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami


depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
pernafasan ventilator mekanik adalah:
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi
secret
2. gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit,
pengesetan ventilator yang tidak tepat
3. ketidak efektifan pola nafas b.d kelelahan,pengesetan ventilator
yang tidak tepat ,peningkatan sekresi , obstruksi ETT

3. Rencana keperawatan

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret

Tujuan: klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan


mempertahankan keefektipan jalan nafas

Kriteria hasil: bunyi nafas bersih, ronchi (-), tracheal tube bebas sumbatan

INTERVENSI RASIONAL
1.manajemen nafas Mengevaluasi keefektivan bersihan
-penghisapa lendir pada jalan nafas jalan nafas
-manajen alergi
-manajemen anafilaksis
-pengurangan kecemasan
-manajemen jalan nafas buatan

2. gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan , proses penyakit,


pengesetan ventilator yang tidak tepat

Kriteria hasil: - hasil analisa gas darah normal, PH( 7,35-7,45) PO2 (80-
100 mmHg), PCO2 (35-45 mmHg), BE ( -2-+2) dan tidak syanocis.
INTERVENSI RASIONAL
1.Cek analisa gas darah setiap 10-30 Evaluasi keefektifan setting
menit setelah perubahan setting ventilator ventilator yang di berikan
2.Monitor hasil analisa gas darah atau
oksimetri selama periode penyapihan Evaluasi kemampuan bernafas klien
3.perubahan jalan nafas bebas dari
sekresi Sekresi menghambat kelancaran
4.Monitor tanda dan gejala hipoksia udara nafas
Deteksi dini adanya kelainan

3. ketida kefektipan pola nafas b.d kelelahan,, pengesetan ventilator yang


tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi EET

Tujuan: klien akan mempertahnkan pola nafas yang efektif

Kriteria hasil : nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat
Alrm tidak berbunyi

INTERVENSI RASIONAL
1.lakukan pemeriksaan ventilator Deteksi dini adanya kelainan atau
tiap 1-2 jam gangguan fungsi ventilator
2.evaluasi semua alarm dan tentukan Bunyi alrm menunjukkan adanya
penyebabnya gangguan fungsi ventilator
3.pertahankan alat resusitasi manual Mempermudah melakukan
( bag dan mask ) pada posisi tempat pertolongan bila sewaktu-waktu ada
tempat tidur sepanjang waktu gangguan fungsi ventilator
4.Monitor selang/ cubing ventilator
dari terlepas Mencegah berkuranya aliran uadara
,terlipat, bocor atau tersumbat nafas
5.evaluasi tekanan atau kebocoran
balon cuff Mencegah berkuranya aliran uadara
6.masukkan penahan gigi (pada nafas
pemasangan ETT lewat oral,) Mencegah tergigitnya selang EET
7.Amankan selang ETT dengan
fiksasi yang baik Mencegah terlepasnya selang EET
8.Monitor suara nafas dan
pergerakan ada secara teratur Evaluasi keevektifan pola nafas

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif
atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
selama waktu yang lama (Brunner and Suddarth, 2001).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang
kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator
mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan ”dalam
harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik
kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan
dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada
sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH),
maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti
pascaoperatif bedah toraks atau abdomen, takar lajak obat, penyakit
neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan
multisistem, dan koma semuanya dapat mengarah pada gagal nafas dan
perlunya ventilasi mekanis

Saran.
          Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat
yang berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk meningkatkan
pengetahuannya mengenai teknologi di ruang kritis terkait penggunaan mesin-
mesin penunjang kehidupan yang digunakan oleh pasien-pasiennya.
Penguasaan teknologi di ruang kritis merupakan tantangan bagi profesi
keperawatan. Perawat pemula ataupun perawat berpengalaman akan
memanfaatkan teknologi dengan cara yang berbeda, namun hal ini tetap
mempunyai implikasi yang sama terhadap praktek keperawatan yaitu
mengembangkan cara-cara baru dalam melakukan asuhan keperawatan.
Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa
manfaattransfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi
teknologi keperawatan, tidak hanya di area keperawatan kritis tapi juga di
area-area keperawatan lainnya. Hal ini sebenarnya akan meningkatkan
kualitas praktek dan profesi keperawatan. Namun sayangnya masih ada
perawat yang beranggapan bahwa teknologi di suatu area keperawatan
merupakan suatu tambahan pekerjaan bagi perawat.  
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008

Smeltzer, 2001 : 655, Tanjung, 2007


Hudak & Gallo, 2010 Chulay & Burns, 2006 Pelosi & Vargas,
2012(Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala,
2010. Urden, Stacy, Lough, 2010

Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Nawawi.M dkk. Ventilasi Mekanik .Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (dalam bentuk pdf. )

Anda mungkin juga menyukai