Anda di halaman 1dari 12

Pemantauan dan Perawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik

A. Konsep Ventilasi Mekanik


1. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk
tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010).
Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

1
2. Indikasi Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen
noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan
pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan
pasien untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat
yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal
tersebut merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay
& Burns, 2006).
3. Tujuan Ventilasi Mekanik
Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk
melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup,
maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis
meliputi membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi
arteri), meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas
residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi
mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan,
mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan
sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi
tekanan intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).
4. Jenis-jenis Ventilasi Mekanik
a. Ventilator tekanan negative
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru besi”.
Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif didapat untuk
memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-pendek
intermiten (VTNI) telah digunakan pada penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM) untuk memperbaiki gagal nafas hiperkapnik berat dengan memperbaiki
fungsi diafragma (Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini kebanyakan digunakan
pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neuromuskular seperti
poliomielitis, muscular dystrophy, amyotrophic lateral sclerosis, dan miastenia
gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
2
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar.
Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke
dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini sama dengan
ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif mudah digunakan dan tidak
memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura, bentuk
kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif.
Rongga toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi yang
disusun secara manual dengan “trigger”. Ventilator tekanan negatif
menguntungkan karena ia bekerja seperti pernafasan normal. Namun, alat ini
digunakan terbatas karena keterbatasannya pada posisi dan gerakan seperti juga
rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).
b. Ventilator tekanan positif
1) Pressure-Cycled.
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila
tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Ignatavicius
& Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Pada titik tekanan
ini, katup inspirasi tertutup dan ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti
bahwa bila komplain atau tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran,
volume udara yang diberikan berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain)
volume udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak
& Gallo, 2010). Volume udara atau oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi
resistansi jalan nafas dan perubahan komplain paru, sehingga volume tidal
yang dihantarkan tidak konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi, kecepatan, dan volume
tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit yang adekuat dan untuk
mendeteksi berbagai perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien
yang status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak
dianjurkan. Namun pada pasien komplain parunya sangat stabil, ventilator
tekanan adekuat dan dapat digunakan sebagai alat penyapihan pada pasien
terpilih (Hudak & Gallo, 2010).

3
2) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada
waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan
inspirasi (jumlah nafas per menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2
(Hudak & Gallo, 2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol
kecepatan yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang
murni jarang digunakan pada pasien dewasa. Ventilator tersebut digunakan
pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
3) Volume-Cycled
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat
ini (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip
dasar ventilator ini adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada
pasien, inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke
paru pasien pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume adalah
perubahan pada komplain paru pasien, memberikan VT konsisten (Hudak &
Gallo, 2010). Volume udara yang dihantarkan oleh ventilator dari satu
pernafasan ke pernafasan berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan
adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi (Ignatavicius & Workman,
2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
5. Mode-mode Ventilasi Mekanik
a. Control Mode Ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi
jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns, 2006). Pada mode
control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada
frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan
upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010).
Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking
agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi
untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-
obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa
karena obat-obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).

4
b. Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT yang
telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan (Hudak &
Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila
pasien menjadi apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C
(Rab, 2007).
c. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode yang
dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk
inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control mode)
dan mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin bahwa pasien
tidak pernah berhenti bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist
control, semua pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada
frekuensi yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi (karena
menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk dukungan
ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi
ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006).
Secara klinis banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac,
edema pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas
(Rab, 2007).
d. Intermittent Mandatory Vemtilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien
bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori
intermiten. Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien
mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya.
Namun tidak seperti pada mode assist control, berapapun pernafasan dapat
diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
e. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru.
Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi. Akan

5
tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang
disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
f. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan
PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan
spontan atau untuk mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator.
Belakangan ini PSV digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama
penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino, 2007).
g. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi pada
pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan
pertukaran gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif
diberikan pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan
kolaps alveolar pada akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi
alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan
memperbaiki komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
h. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus
respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode pernafasan
spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional
dan memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada
akhir ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik
(Urden, Stacy, Lough, 2010).
B. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator (Smith-
Temple & Johnson, 2011):
1. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang
diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan
sampai15 ml/kg
2. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10 kali
dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
6
3. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase
oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan
awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50% sampai 65%.
Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan
toksisitas oksigen.
4. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap
terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal
biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk
kondisi seperti sindrom gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan
yang dilakukan pada pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30
menit melalui analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil
pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator
C. Komplikasi Ventilasi mekanik
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:
1. Komplikasi jalan nafas
Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang ventilator,
penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat menyebabkan infeksi
pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Aspirasi dapat terjadi
sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat
diminimalkan dengan mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang,
dan melakukan suksion oral dan selang kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo,
2010).
2. Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan
sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi, maka
ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010).
3. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
7
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang,
tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit
(Hudak & Gallo, 2010).
5. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi
gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin,
nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak &
Gallo, 2010).
6. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormone antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron
renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil,
dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat mengalami edema
luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).
7. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam
hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan
intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen,
Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan bahwa
ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen untuk
8
terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang ventilasi
mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor
terus-menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak
memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi
dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS)
berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement ventilator yang
optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan
esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif,
dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-
paru; sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat;
melakukan open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi &
Vargas, 2012).
D. Penyapihan Ventilasi Mekanik
Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering menimbulkan
kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan psikologis. Hal ini
memerlukan kerja sama dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007).
Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-proses dasar
yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah
tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga tahapan.
Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3) oksigen.
Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini mungkin, konsisten
dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa keputusan dibuat atas dasar fisiologi
ketimbang sudut pandang mekanis. Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis
pasien diperlukan dalam membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan kewaspadaan
konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah
tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa
digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan
ventilator. Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan jumlah
oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki
9
hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang minimal atau tanpa
dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya ketika tidak
tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal: sepsis atau
elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).

10
DAFTAR PUSTAKA

Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of
America, The McGraw-Hill Companies.

Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New
York, Springer.

Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical Care.
Philadelphia, Elsevier Saunder.

Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.


American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.

Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory Support
and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical Care Nurse,
31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit.

LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care.
United Stated, Pearson Prentice Hall.

Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference Definitions and
Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and The Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final Publications, How Did
We Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 44-59.

Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

11
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia, Lippincott William & Wilkin. Volume 1.

Pilbeam, S.P. (1998). Mechanical Ventilation: Physiological and Clinical Application.


Philadelphia, Mosby, Inc.

Schumacher and Chernecky (2010). Critical Care & Emergency Nursing. US, Elsevier.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.

Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical Care Nursing.
Missouri, Elsevier Saunder.

Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby
Elsevier.

Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical Analysis of Recent
Literature. Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 33-43.

12

Anda mungkin juga menyukai