Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS SINTESIS TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) PADA

PASIEN POST FRAKTUR TIBIA


DI BANGSAL CEMPAKA
RS TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

Disusun Oleh :
NAMA : Danar Fauzan Adi Prayitno
NIM : SN211024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
Analisis Sintesis Tindakan Range of Motion (ROM) pada Tn. S

Di Ruang Cempaka Rumah Sakit TK III Slamet Riyadi Surakarta

Hari : Rabu

Tanggal : 17 November 2021

Jam : 14.00 WIB

A. Keluhan utama
Pasien mengatakan mengeluh nyeri sesudah operasi melepas pen dikaki kanannya

B. Diagnosis medis
Union tibia post orif (dextra)

C. Diagnosis keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0056)

D. Data yang mendukung diagnosis keperawatan


DS : Tn. S mengatakan mengeluh nyeri sesudah operasi melepas pen di kaki kanannya
DO : P : Nyeri saat bergerak
Q : Tertusuk-tusuk
R : Nyeri di kaki kanan
S : Sedang skala 4
T : Terus-menerus
TTV : TD : 120/70 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 20 x/mnt, S : 36,8 o C, SPO2 : 99%
E. Dasar pemikiran
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik total, partial yang dapat
mengenai tulang panjang dan sendi jaringan otot dan pembuluh darah yang disebabkan oleh
stress pada tulang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera saat olahraga, fraktur
degenerative (osteoporosis, kanker, tumor tulang) (Apley & Solomon, 2018). Berdasarkan
data World Health Organization (2013) kurang lebih terdapat 1,3 juta kasus fraktur di dunia,
penyebab paling banyak fraktur adalah kecelakaan. Kasus kecelakaan di Indonesia
mengalami peningkatan, dari total kasus kecelakaan yang terjadi sebanyak 5,8% korban
mengalami cedera dan sekitar 8 juta orang dari kasus cedera mengalami fraktur. Jenis fraktur
yang paling banyak terjadi adalah fraktur pada bagian ekstremitas atas sebesar 36,9% dan
ekstremitas bawah sebesar 65,2% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan dengan konservatif maupun operatif
(pembedahan). Proses konservatif dilakukan dengan pemasangan gips dan traksi sedangkan
proses pembedahan pada fraktur dengan cara ORIF (Open Reduction and Internal Fixation),
fiksasi eksternal dan graft tulang (Apley & Solomon, 2018). Setelah dilakukannya tindakan
pembedahan, pasien akan merasakan nyeri akibat insisi pembedahan (Cahyanti et al., 2019).
Luka insisi pembedahan dapat mengakibatkan pengeluaran impuls nyeri oleh ujung saraf
bebas yang diperantara oleh sistem sensorik (Hermanto et al., 2020). Secara keseluruhan,
pembedahan menyumbang 10% sampai 30% nyeri neuropatik klinis. Diperkirakan sekitar
80% pasien mengalami nyeri setelah operasi, dimana 86% mengalami nyeri sedang dan
berat atau ekstrim. Rasa nyeri (quality) yang timbul yang dirasakan pasien pasca bedah
fraktur bervariasi seperti menusuk, berdenyut, dan tajam (Handayani et al., 2019).
F. Prinsip tindakan keperawatan
1. Posisikan pasien dengan nyaman
2. Kaji skala nyeri PQRST
3. Berikan penjelaskan tentang manajemen nyeri dengan teknik distraksi dan relaksasi
nafas dalam
4. Menjelaskan prosedur tindakan teknik relasasi nafas dalam
5. Meminta pasien rilesk dan berkonsentrasi dan memejamkan mata
6. Meminta pasien untuk nafas panjang, menghirup lewat hidung dan mengelurkan
pelan-pelan lewat mulut
7. Melakukan pengulangan 5-10 kali
8. Meminta pasien untuk mengalihkan nyerinya
9. Meminta pasien untuk nafas biasa
10. Meminta pasien untuk tetep rileks dan merasakan nyerinya berkurang
11. Mengevaluasi apakah nyeri sudah berkurang atau belum
12. Melakukan dokumentasi

G. Analisis tindakan
Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah aspek yang penting dalam asuhan
keperawatan (Kneale & Davis, 2011). Sehubungan dengan penanganan nyeri, disarankan
untuk menggunakan kombinasi dengan terapi non farmakologi, baik itu digunakan salah
satu secara sendiri atau kombinasi keduanya (Suyanto & Bangsawan, 2013). Terapi non
farmakologis adalah teknik yang digunakan untuk mendukung teknik farmakologi
dengan metode sederhana, murah, praktis dan tanpa efek samping yang merugikan
(Pratiwi et al., 2020). Dalam pelaksanaan terapi non farmakologi, tenaga kesehatan yang
memiliki peran dominan adalah perawat karena merupakan tugas mandiri perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan (Mayasari, 2016). Teknik relaksasi napas dalam
merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin, Kiling, & Rottie (2013) didapatkan bahwa
relaksasi napas dalam efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi fraktur. Penggunaan
teknik relaksasi dalam periode pasca operasi akan mengurangi penggunaan analgesik
pada pasien, mengurangi efek samping yang terkait dengan obat dan memastikan bahwa
pasien akan merasa puas terhadap perawatan (Yaban, 2019). Beberapa teori dan jurnal
penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya didapatkan bahwa penerapan teknik
napas dalam untuk menurunkan nyeri pasca operasi fraktur terdapat perbedaan seperti
prosedur dalam pelaksanaan, durasi, siklus dan lama waktu pemberian teknik napas
dalam. Untuk itu penelitian ini bermaksud menganalisis penerapan teknik napas dalam
yang selama ini pernah dilakukan dan seberapa besar kontribusi teknik napas dalam
terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur. Sehingga diharapkan dapat
menghasilkan sebuah rekomendasi penanganan nyeri untuk pasien pasca operasi fraktur
yang lebih bisa dapat dipertahankan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan systematic review penelitian terbaru tentang
“penggunaan teknik napas dalam terhadap penuruanan nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur”.

H. Bahaya dilakukannya tindakan


Di jurnal tidak dijelaskan bahaya relaksasi napas dalam. Dijurnal hanya dijelaskan
dampak sesudah dilakukan operasi fraktur, setelah dilakukannya tindakan pembedahan,
pasien akan merasakan nyeri akibat insisi pembedahan (Cahyanti et al., 2019). Luka insisi
pembedahan dapat mengakibatkan pengeluaran impuls nyeri oleh ujung saraf bebas yang
diperantara oleh sistem sensorik (Hermanto et al., 2020).

I. Tindakan keperawatan lain yang dilakukan


1. Monitor TTV
2. Kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi analgetik

J. Hasil yang didapatkan setelah melakukan tindakan


S : Tn. S mengatakan nyeri sesudah operasi lepas pen dikaki kanan berkurang
O : P : Nyeri saat bergerak
Q : Tertusuk-tusuk
R : Nyeri di kaki kanan
S : Ringan skala 2
T : Hilang timbul
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Latih teknik relaksasi nafas dalam

K. Evaluasi diri
Intervensi teknik napas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur. Selain intervensi teknik napas dalam, intervensi yang bias diberikan untuk
menurunkan nyeri pasca operasi fraktur adalah pemberian cold pack. Dalam memberikan
tindakan relaksasi nafas dalam mahasiswa praktik hanya melanjutkan terapi non
farmakologis dari intervensi sebelumnya sambil melakukan observasi.

L. Daftar Pustaka
1. Aini, L., & Reskita, R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. 9(2013), 262–266.
http://103.114.35.30/index.php/JKM/article/view/3076
2. Aji, S. B., Armiyati, Y., & Sn, S. A. (2015). Efektifitas Antara Relaksasi Autogenik Dan
Slow Deep Breathing Relaxation Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Orif Di
Rsud Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK), 002.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1136/JIKK.k211
3. Anugerah, A. P., Purwandari, R., & Hakam, M. (2017). Pengaruh Terapi Kompres
Dingin Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) pada
Pasien Fraktur di RSD Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(2).
https://doi.org/10.33021/aia.v1i2.847
4. Apley, A. G., & Solomon, L. (2018). System of Orthopaedics and Trauma (A. Blom, D.
Warwick, & M. R. Whitehouse (eds.); 10th Editi). CRC Press.
https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9781315118192
5. Aslan FE, & Yizlid T. (2017). Phsiopathology. Akademisyen Medicine Bookstore.
6. Ayudianingsih, N. G., & Maliya, A. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di
Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. 191–199. https://doi.org/10.1002/oby.20557
7. Cahyanti, E. I., Anugrahanti, W., & Wibowo. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gastritis Dengan Masalah Nyeri Akut. Cirak, O., Yilmaz, H. O., & Ahyan, N. Y.(2018).
Nutritional factors in etiology of childhood obesity. General Medicine Open, 2(4), 1–5.
https://doi.org/10.15761/gmo.1000141
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profil Kesehatan Indonesia.
9. Evvendi, S., Sulisetyawati, D., & Agussafutri, W. D. (2019). Perbandingan Pemberian
Teknik Slow Deep Breathing Dan Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Pasien
Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah. https://doi.org/10.1177/1099800416654261
10. Handayani, S., Arifin, H., & Manjas, M. (2019). Kajian penggunaan analgetik Pada
Pasien Pasca Bedah Fraktur di Trauma Centre RSUP M. Djamil Padang. JSFK (Jurnal
Sains Farmasi & Klinis), 6(2), 113–120. https://doi.org/10.25077/JSFK.6.2.113-120.2019
11. Hermanto, R., Isro’in, L., & Nurhidayat, S. (2020). Studi Kasus : Upaya Penurunan Nyeri
Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur. Health Sciences Journal, 4(1), 112–123.
https://doi.org/10.1080/19325037.2018.1486755
12. Igiany, P. D. (2018). Perbedaan Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Fraktur Ekstremitas
Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam. Jurnal Manajemen
Informasi Dan Administrasi Kesehatan (JMIAK,01(01), 16–21.
https://doi.org/10.1186/s12966-0170571-2
13. Judha, M., Sudarti, & Fauziah, A. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Nuha Medika. Kneale, J., & Davis, P. (2011). Keperawatan Ortopedik Dan Trauma.
EGC.
14. Kristanto, A., & Arofiati, F. (2016). Efektifitas Penggunaan Cold Pack dibandingkan
Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction Internal Fixation
(ORIF). Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1).
https://doi.org/10.18196/ijnp.1154
15. Margono. (2014). Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Peningkatan
Adaptasi Regulator Tubuh Untuk Menutunkan Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Di
Rumah Sakit Ortopedi Soeharso. Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1).
https://doi.org/10.1155/2014/964236
16. Mayasari, C. D. (2016). Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non Farmakologi
bagi Seorang Perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan, 1(1).
https://doi.org/10.1016/j.hsag.2015.0 8.002
17. Mintarsih, S., & Nabhani. (2016). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
Nyeri Post Operasi Patah Tulang. Jurnal.Akper17.Ac.Id. https://doi.org/10.1186/s12889-
0163878-z
18. Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., Altman, D. G., & Group, the P. (2009). Preferred
reporting items for systematic reviews and metaanalyses: The PRISMA statement.
Annals of Internal Medicine, 151(4). https://doi.org/10.1371/journal.pmed. 1000097
19. Muttaqin, A. (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. EGC.
20. Nisak, A. J., & Mahmudino, T. (2017). Pola Konsumsi Makanan Jajanan di Sekolah
Dapat Meningkatkan Resiko Overweight/Obesitas pada Anak. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(3), 298–382. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i3.2017

Anda mungkin juga menyukai