Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSTIPASI

DISUSUN OLEH :

1) Ovie YolandaOvie Yolanda ( 2016.01.023 )


2) Rilliana Yemima Ate ( 2016.01.024 )
3) Rizki Amalia ( 2016.01.025 )
4) Rizki Aulia Kuzwi Astuti ( 2016.01.025 )
5) Rosa delima yunitria C.M ( 2016.010.27 )

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2017
DAFTAR ISI

COVER i

DAFTAR ISI ii

1. Definisi Konstipasi 1
2. Etiologi 2
3. Manifestasi Klinis 3
4. Patofisiologi 3
5. Komplikasi 5
6. Penatalaksanaan 5

DAFTAR PUSTAKA 7
KONSTIPASI

A. DEFINISI

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal akibat dari


pengerasan feses yang membuat defekasi sulit dan kadang menimbulkan nyeri.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya buang air besar, biasanya kurang dari
3 kali perminggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras (Brunner & Suddarth,
2002).

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang.


Disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses
yang sangat keras dan kering (Wilkinson. 2006).

Konstipasi merupakan gejala bukan penyakit, konstipasi adalah penurunan


frekuensi defekasi. Yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengejan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi. Apabila motilitas usus harus melambat massa feses lebih lama terpapar
pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi.
Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran
feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum (Potter & Perry,
2005).

Tipe konstipasi berdasarkan International Workshop on Constipation. Adalah


sebagai berikut :

1. Konstipasi fungsional
Kriteria :
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan
a. Mengejan keras 25% dari BAB
b. Feses yang keras 25% dari BAB
c. Rasa tidak tuntas 25% dari Bab
d. BAB kurang dari dua kali per minggu
2. Penundaan pada muara rectum
Kriteria :
a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
b. Waktu untuk BAB lebih lama
c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari


feses. Sedangkan penundaan pada muara rectosigmoid menunjukkan adanya
disfungsi anorektal. Yang terkahir ditandai adanya perasaan sumbatan pada
anus.

B. ETIOLOGI

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter & Perry. 2005 adalah
sebagai berikut :

1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengakibatkan keiginan untuk defeksi
dapat menyebabkan konstipai
2. Klien yang mengkonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misal
daging,susu,telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berserat) sering
mengalami konstipasi. Karna bergerak lebih lambat di dalam saluran cerna. Asupa
cariran yang rendah juga memperlambat gerak pristaltik
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi
4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya refleks defekasi normal,
selain itu. Kolon bagian bawah yang di kosongkan dengan sempurna memerlukan
waktu untuk di isi kembali oleh massa feses
5. Obat penenang, antikolinenergik, zat besi (mempunyai efek menciutkan dan kerja
yang lebih secara lokal kepada mukosa usus untuk menyebabmenyebabkan
konstipasi, zat besi juga mempunyai efek mngiritasi dan dapat menyebabkan diare
pada sebagian orang),diuretik,antasip dalam kalsium atau aluminium. Dan obat
obatan anti parkinson dapat menyebabkan konstipasi
6. Lansia mengalami kelambatan peristaltik, kehilangan elastisitas abdomen, dan
penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengkonsumsi makanan rendah serat
7. Konstipasi juga dapat di sebabkan oleh kelainan gastrointestinal. Seperti obstruksi
usus, ileus paralitik, dan difertikulitus.
8. Kondisis neurolis yang menghambat impuls saraf ke kolon (misalnya cedera pada
medula spinalis dapat menyebabkan konstipasi .
9. Penyakit penyakit organik seperti hipotirodisme,hipokalsemia,atau hipokalemia
dapat menyebabkan konstipasi
10. Peningkatan stress psikologi, emosi yang kuat di perkirakan menyebabkan
konstipasi dengan menghambat pergerakan pristaltik usus melalui kerja dari
efineprin dan sistem saraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus
sepastik(konstipasi hiper tonik atau iritasi kolon) Yang berhubungan dengan
konstipasi tipe ini adallah kram pada abdominal meningkatnya jumlah mukus dan
periode bertukar – tukarnya antara diare dan konstipasi
11. Umur saat umur bertambah otot smakin melemah dan melemahnya tonus spingter
yang terjadi pada orang tua turut berperan dalam menyebabkan konstipasi

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut stanleef (2007)

a. Mengejan berlebihan saat bab


b. Massa feses yang keras
c. Perasaan tidak puas saat bab
d. Sakit pada daerah rectum saat bab
e. Menggunakan jari jari untuk mengeluarkan feses

E. PATOFISIOLOGI

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem reflek. Kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk
mencapai tempat bab. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adallah
karna banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses bab normal (dorongan untuk
defekasi secara normal di rangsang oleh dinstensi rectal melalui 4 tahap kerja.antara
lain:rangsangan reflek penyakit rektoanal,relaksasi otot springter interna,relaksasi
otot sphingter eksternal dan otot dalam region pelfik dan peningkatan tekanan intra
abdomen). Ganguan dalam salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.

Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang mengantarkan feses
ke rectum untuk di keluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rectum di
ikuti relaksasi dari spingter anus interna. Untuk menghindarkan pngeluaran feses
yang spontan .terjadi reflek kontraksi dari spingter anus eksterna dan kontraksi otot
dasar pelfis yang di persarafi oleh saraf pudedus . otak menerima rangsang keinginan
untuk bab dan spingter anus interna di perintahkan untuk relaksasi sehingga rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot diding perut relaksasi spingter
dan otot elefator ani. Baik persyarafan simpatis maupun para simpatis terlibat dalam
proses bab.

Patogenesis dari konstipasi berfariasi penyebabnya multipel mencakup


beberapa faktor yang tumpang tindih walaupun konstipasi merupakan keluhan yang
banyak pada usia lanjut. Motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia
proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlaambatan dari perjalanan
saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah
karena bertambahnya usia tapi memang husus terjadi pada mereka dengan
konstipasi.

Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang
sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus. Termasuk
aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti
pertanda radioopak yang ditelan. Normalnya kurang dari tiga hari sudah dikeluarkan.
Sebaliknya penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi
menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Aktivitas motorik dari
kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respon motorik dari
sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsik karena degenerasi fleksus
mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler
yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu diatas usia 60 tahun terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin


yang meningkatkan. Disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen
diusus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipasi dari sediaan opiate yang dapat
menyebabkan relaksasitonus kolon. Motilitas berkurang, dan menghambat reflek
gaster-kolon. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga
menimbulkan kelemahan lebih lanjut. Sensasi dan torus dari rektum tidak banyak
berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat
mengalami 3 perubahan patologis pada rectum.
Sebagai berikut :

1. Discesia Rectum
Ditandai dengan penurunan tonus rectum, dilatasi rectum, gangguan sensasi
rectum, dan peningkatan ambang kapasista. Juga dapat diakibatkan karena
penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita
demensia, immobilitas, atau sakit pada daerah anus dan rectum
2. di-Synergis perlvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rectalis dan sfingter anus
eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan
tekanan pada salurang anus saat mengejan
3. peningkatan tonus rectum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit IRRITABLE BOWEL
syndrome. Dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

F. KOMPLIKASI

Menurut darmojo dan martono (2006) akibat atau komplikasi dari konstipasi antara
lain :

1. Impaksi feses
Merupaka akibat dari terpapar nya feses pada daya penyerapan dari kolon
dan rektum yang berkepanjangan.
2. Volvulus daerah sigmoid
Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan
konstipasi dapat berakibat prolabs dari rectum
3. Hemoroid
Tinja yang keras dan padat dapat menyebabakan makin sushnya defekasi
ehingga ada kemungkinan akan menimbulkan hemoroid
4. Kanker kolon
Bakteri mennghasilkan zat zat penyebab kanker. Konsistensi tinja yang keras
akan memperlambat pasase tinja sehingga bakteri memiliki waktu yang cukup lama
untuk memproduksi karsinogen dan karsinogen yang di produksi menjadi konsentrat
penyakit di vertikular mengejan berlebihan (peningkatan tekanan intra abdominal)
pada penderita konstipasi dapat menyebabkan terbentuknya kanung kantung pada
dinding colon diamana kantung kantung ini berisi sisa sisa makanan kantung
kantung ini dapat meradang dan di sebut dengan divertikulitis.

H. PENATALAKSANAAN

1. Tata laksana non farmakologi


a. Cairan
Orang lanjut usia minum sekurang kurangnya 1500ml cairan perhari
atau 8-6 gelas perhari.
b. Serat
Konsumsi serat sekitar 6-10 gram perhari atau ada juga yang
menyarankan 15-2 perhari perlu di inggat serat tidaklah efektif tanpa
cairan.
c. Bowl training
Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang
baik untuk di lakukan seperti pada pasien yang memiliki jadwal tidak
teratur di tentukan waktu untuk buang air besar setelah sarapan dan
makan malam.
d. Enema
Merangsang evakuasi sebagai respon destensi kolon hasil yang
kurang baik biasanya karna pemberian yang tidak memadahi.

2. Tata laksan farmakologik

a) Pencahar
Pembentuk tinja (bulk-bulk laktasit) sediaan yang ada
merupakan bentuk serat alamiah.seperti,pf silium dan
isophagulahuks.
b) Pelembut tinja
Docusate sodium bertindak sebagai sulfaktan yang
menurunkan tegangan permukaan feeses untuk membiarkan air
masuk dan memperlunak feses.
I. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan
durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien
tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan
tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis
dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta
enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa
penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare
encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi,
ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus
dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap
adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya
nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
3) Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
•   Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
•   Konsistensi feses lembut
•   Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi
Mandiri
•   Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk
menjalankannya
•   Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
•   Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
•   Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
•   Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi   
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya
nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
•   Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
•   Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
•   Nilai laboratorium dalam batas normal
•   Melaporkan keadekuatan tingkat energy
Intervensi
Mandiri
•   Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam
jadwal makan.
•   Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
dari rumah.
•   Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
•   Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
•   Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
•   Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
•   Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
•  Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa
darah
•   Ajarkan metode untuk perencanaan makan   

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen


Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
•    Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
•   Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
•   Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
•   Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
mencegah nyeri
•   Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-
analgesik secara tepat.
Intervensi
Mandiri
•   Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan
melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio
•   Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap
efek analgesik opiate
•  Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada
lansia   

J. IMPLEMENTASI dan EVALUASI

Implementasi:
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.Sumber: Setiadi (2012).
Evaluasi:
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
(Hidayat A.2007)
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi
2012)
Tujuan Implementasi dan Evaluasi 

Tujuan implementasi:
1. Melakukan membantu atau mengarahkan kinerja aktifitas kehidupan sehari-hari. 
2. Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien. 
3. Mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan
kesehatan yang berkelanjutan dari klien.
Tujuan evaluasi:
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.Mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. ( Asmadi 2008)
 
Tahapan-Tahapan Implementasi:
Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan yang efisien,
aman, dan efektif.
1.Pengkajian ulang terhadap klien
Langkah ini membantu perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan
masih sesuai dengan kondisi klien.
2. Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
Seteah mengkaji  ulang, lakukan peninjauan rencana keperawatan, bandingkan data
tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid, dan tentukan apakah intervensi
keperawatan tersebut masih menjadi yang terbaik untuk situasi klinis saat itu. Jika terjadi
perubahan status klien, diagnosis keperawatn dan intervensinya, lakukan modifikasi rencana
asuhan keperawatan. Rencana yang “ketinggalan zaman” akan menurunkan kualitas asuhan
keperawatan. Proses peninjauan dn modifikasi memungkinkan perawat menyediakan
intervensi keperwatn yang terbaik bagi kebutuhan klien.
3.  Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan
Sumber daya suatu fasilitas mencakup peralatan dan personel yang memiliki
keterampilan. Organisasi peralatan dan personel akan membuat perawatan klien menjadi
lebih tepat waktu, efisien, dan penuh keterampilan.  Persiapan pemberian asuhan juga
meliputi persiapan linggkungan dan klien untuk intervensi keperawatan.
4. Mengantisipasi dan mencegah komplikasi
Untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi, perawat mengenali resiko pada
klien, menyesuaikan intervensi dengan situasi, mengevaluasi keuntungan terapi
dibandingkan resikonya dan memulai tindakan pencegahan resiko.
5. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Implementasi intervensi keperawatan yang berhasil membutuhkan keterampilan
kognitif, interpersonal, dan psikomotor.

Keterampilan kognitif:
Keterampilan kognitif meliputi aplikasi keterampilan kognitif meliputi aplikasi
pemikiran kritis pada proses keperawatan. Untuk melaksanakan intervensi dibutuhkan
pertimbangan yang baik dan keputusan klinis  yang jelas, ini berarti intervensi keperawatan
tidak bersifat otomatis . perawat harus berpikir dan mengantisipasi secara kontinu sehingga
perawat dapat menyesuaikan perawatan klien dengan tepat . perawat akan belajar
mengintegrasikan berbagai konsep dan menghubungkannya sambil mengingat kembali
fakta, situasi dan klien yang pernah perawat temui sebelumnya

Keterampilan interpersonal:
Keterampilan ini dibutuhkan untuk terwujudnya tindakan keperawatan yang efektif .
Perawat membangun hubungan kepercayaan, menunjukan perhatian , dan berkomunikasi
dengan jelas.

Keterampilan psikomotorik:

Keterampilan psikomotor membutuhkan integrasi antara aktivitas kognitif dan


motorik.
Sebagai contoh, saat melakukan pentuntuksn, perawat harus memahami anatomi dan
farmakologi (kognitif), serta menggunakan koordinasi dan presisi untuk melakukan
penyuntikan dengan tepat (motorik). Keterampilan ini sangat penting untuk membangun
kepercayaan klien. Potter & Perry. (2009).

Tahapan-Tahapan Evaluasi:
1.     Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
2.     Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah terpenuhi
3.     Menginterpretasi dan meringkas data
4.     Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
5.     Menghentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan.
 
Macam-macam Implementasi:  
Intervensi Keperawatan Independen:
Tindakan yang dilakukan perawat (nurse initiated intervention).
Tindakan ini tidak membutuhkan arahan dari profesional kesehatan lainnya
Intervensi Keperawatan Dependen:
Tindakan yang membutuhkan arahan dari dokter atau profesional kesehatan lainnya.
Tindakan ini didasarkan pada respon dokter atau tenaga kesehatan untuk menangani suatu
diagnosis medis.
Intervensi Keperawatan Kolaboratif:
Tindakan yang membutuhkan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian berbagai
profesional layanan kesehatan.

 
Macam Evaluasi:
· Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawaatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data (perbandingan data denagn teori), dan perencanaan.

· Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
kepwrawatan seelsai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada
evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon
klien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan.

1. Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan (edisi 7), EGC, Jakarta.

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2 Jakarta : EGC

Corwin, E.J, 2000, Patofisiologi, Alih Bahasa Brahm U, Pandit EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai