Anda di halaman 1dari 22

Dosen : Nur febrianti,S.Kep,NS,M.

Kep
Mata kuliah : KMB 1

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn “E”

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

“KONSTIPASI”

Oleh :

RANA AULIA

NIM : 20040

PROGRAM STUDY D III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN JUSTITIA PALU TAHUN AJARAN


2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut:

o Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai
dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang
sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
o Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup
jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).
o Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut
konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1
sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan
(Mansjoer, 2000).
o Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras
atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor
psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus.
(Paath, E.F. 2004) .
o Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.
Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar
pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi.
Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran
feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry,
2005).
o Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada
kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.
B. Etiologi

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai
berikut:

1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging,
produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat)
sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran
cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain
itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu
untuk diisi kembali oleh masa feses.
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan
dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi.
Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada
sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan
antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan
penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti
obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada
medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia
dapat menyebabkan konstipasi.
10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi
dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi
hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah
kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya
antara diare dan konstipasi.
11. Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua
turut berperan menyebabkan konstipasi.

C. Patofisiologi

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai
tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena
banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi
secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot
sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen).
Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari
gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan.
Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus
interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi
dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf
pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna
diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan
kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi
sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat
dalam proses BAB.

Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa


faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada
usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang
normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan
patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi
memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang
sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk
aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda
radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya,
penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan
waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat
tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama
lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon
sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon
pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid
akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan
juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan
memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-
endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di
usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat
menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-
kolon.

Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-
otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi
mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras
sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan
pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya,
pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada
rektum, sebagai berikut:

1. Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi


rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum
untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok
dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak
disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga
dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB
seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan
rektum

2. Dis-sinergis Pelvis

Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus


eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan
tekanan pada saluran anus saat mengejan.

3. Peningkatan Tonus Rektum

Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan


pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana
konstipasi merupakan hal yang dominan.
D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-
beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau
kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:

1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja
sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti
sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan
jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil
bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus
mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan
tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya
(jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak
bisa buang
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air
besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari
keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

1. Konsistensi feses yang keras,


2. Mengejan dengan keras saat BAB,
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4. rekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
E. Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan


yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan
untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada
selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses
menelan.

Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan.
Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam
dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi.
Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan
dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan


usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk
mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada
saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air
besar.

Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan
tinja, atau adanya darah.

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko


konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya
darah dari dubur.

Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna,


tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi
untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan
melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau
riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian
orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat
menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%),
usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan
meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang
fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium
(kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus melemah,
penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan.
Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih
menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur,
sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya
poros usus.

F. Penatalaksanaan

Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi,


merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila
mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat
pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus
dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi:

1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar:

Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan
pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan
mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus
besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat
menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB,
dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

b. Diet

Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia
lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak
serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat
meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus.
untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga:

Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi


konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan
kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat
otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

2. Pengobatan farmakologis

Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis,


dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat
pencahar:

a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak
kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini
yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa
dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-
cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi
sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat
dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada
respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai
sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

G. Pencegahan

Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:

1. Jangan jajan di sembarang tempat.


2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan
lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk
olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi
konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang
elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat
aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah
masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah
penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri
abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.

5. Riwayat / Keadaan Psikososial


6. Pemeriksaan Fisik
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
8. Analisa Data

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi,


ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus
dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap
adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
B. Diagnosa
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
TINJAUAN KASUS

Seorang kakek bernama Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa
BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen
dan saat dipalpasi ada impaksi feses.

1. Pengkajian

Nama : Evart

Tanggal lahir : 5 November 1945

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 30 November 2010

Alamat : Surabaya

Diagnosa Medis : Konstipasi

Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi

Keluhan utama : Nyeri

Riwayat keluhan utama :

Nyeri pada bagian perut , terasa tertususk-tususk, seminggu belum BAB

Riwayat penyakit sekarang :

Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek
mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari
sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya.
Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Riwayat kesehatan keluarga :-


Review of system :

a. B1 (Breath) : RR meningkat
b. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat
c. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah
d. B4 (Bladder) :-
e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun
f. B6 (Bone) :-

Hasil pemeriksaan fisik umum :

a. keadaan umum : lemah


b. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt

Pemeriksaan fisik abdomen :

a. Inspeksi : pembesaran abdomen


b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : bising usus tidak terdengar

1. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1 Data subjektif : Pola BAB tidak Konstipasi


Seminggu tidak BAB, kebiasaan teratur
BAB tiga kali sehari ↓
Data objektif :
Inspeksi : pembesaran abdomen. Eliminasi feses tidak
Palpasi : perut terasa keras, ada lancar
impaksi feses. ↓
Perkusi : redup. konstipasi
Auskultasi : bising usus tidak
terdengar

2 Data subjektif: Sulit BAB Nutrisis kurang dari


Klien tidak nafsu makan kebutuhan
Perut terasa begah
Data objektif: ↓
Pasien tampak lemas Nafsu
Bising usus tidak terdengar makan menurun

Menurunnya intake
makanan

3 Data subjektif: konsistensi Nyeri akut


Keluhan nyeri dari pasien ↓
tinja yang keras
Data objektif: ↓
Pasien tampak meringis sulit keluar

Akumulasi di kolon

Nyeri abdomen

2. DIAGNOSA
1) Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan.
3) Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

3. INTERVENSI

No DIAGNOSA TUJUAN Intervensi Rasional


1. Konstipasi pasien dapatMm Mandiri : a.
berhubungan defekasi dengan a. Tentukan pola a. Untuk
dengan pola teratur (setiap hari) defekasi bagi klien mengemblikan
defekasi dengan KH : dan latih klien untuk keteraturan pola
tidak teratur.  Defekasi dapat menjalankannya defekasi klien
dilakukan satu b. Atur waktu yang b. Untuk
kali sehari. tepat untuk defekasi memfasilitasi
 Konsistensi feses klien seperti sesudah refleks defekasi
lembut makan
 Eliminasi feses c. Berikan cakupan c. Nutisi serat

tanpa perlu nutrisi berserat tinggi untuk

mengejan sesuai dengan melancarkan

berlebihan indikasi eliminasi fekal


d. Berikan cairan jika d. Untuk
tidak kontraindikasi melunakkan
2-3 liter per hari eliminasi feses

2.   Kolaborasi: Untuk melunakkan


Pemberian laksatif atau feses
menunjukkan status
enema sesuai indikasi
2. Perubahan gizi baik
nutrisi dengan KH : Mandiri :
kurang dari  Toleransi a. Buat perencanaan a. Menjaga pola
kebutuhan terhadap diet makan dengan makan pasien
berhubungan yang dibutuhkan pasien untuk sehingga pasien
dengan  Mempertahankan dimasukkan ke makan secara
hilangnya massa tubuh dan dalam jadwal teratur
nafsu berat badan makan.
makan. dalam batas b. b. Pasien merasa
Dukung anggota
normal nyaman dengan
keluarga untuk
 Nilai makanan yang
membawa makanan
laboratorium dibawa dari
kesukaan pasien dari
dalam batas rumah dan dapat
rumah.
normal meningkatkan

 Melaporkan nafsu makan

keadekuatan pasien

tingkat energi c. Tawarkan makanan c. Dapat menjaga


disiang hari ketika keadekuatan
nafsu makan tinggi nutrisi yang
masuk
d. Pastikan diet d. Tinggi
memenuhi karbohidrat,
kebutuhan tubuh protein, kalori,
sesuai indikasi. dibutuhkan
selama
perawatan

e. Pastikan pola diet


e. Untuk
yang pasien yang
mendukung
disukai atau tidak
peningkatan
disukai.
nafsu makan
pasien
f. Pantau masukan dan
f. Untuk
pengeluaran dan
mengetahui
berat badan secara
tindakan
periodik.
3. menunjukkan nyeri
selanjutnya
Nyeri akut telah berkurang
berhubungan dengan KH :
dengan  Menunjukkan Mandiri:
akumulasi teknik relaksasi a. Bantu pasien untuk a. Klien dapat
feses keras secara individual lebih berfokus pada mengalihkan
pada yang efektif aktivitas dari nyeri perhatian dari
abdomen. untuk mencapai dengan melakukan nyeri
kenyamanan penggalihan melalui
 Mempertahankan televisi atau radio.
tingkat nyeri b. Perhatikan bahwa b. Hati-hati dalam

pada skala kecil lansia mengalami pemberian

 Melaporkan peningkatan analgesik

kesehatan fisik sensitifitas terhadap


dan psikologisi efek analgesik opiat
 Mengenali faktor c. Perhatikan
penyebab dan kemungkinan interaksi
menggunakan obat – obat dan obat
tindakan untuk penyakit pada lansia
mencegah nyeri
 Menggunakan Kolaborasi
tindakan a. Observasi
mengurangi 1) Minta pasien untuk 1) Mengetahui
menilai nyeri atau tingkat nyeri
nyeri dengan
ketidak nyaman yang dirasakan
analgesik dan
pada skala 0 – 10 klien
non-analgesik
secara tepat
2) Gunakan lembar 2) Mengetahui
alur nyeri karakteristik
nyeri

3) Lakukan
3) Agar mengetahui
pengkajian nyeri
nyeri secara
yang komperhensif
spesifik

b. Health education 1) Perawatan dapat

1) Instruksikan pasien melakukan

untuk tindakan yang

meminformasikan tepat dalam

pada perawat jika mengatasi nyeri

pengurang nyeri klien

kurang tercapai 2) Agar pasien

2) Berikan informasi tidak merasa

tetang nyeri cemas


4. IMPLEMENTASI

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
Kep.
1. Konstipasi M mandiri :
berhubungan dengan 1. Menentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien
pola defekasi tidak untuk menjalankannya
teratur. 2. Mengattur waktu yang tepat untuk defekasi klien
seperti sesudah makan
3. Memberikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan
indikasi
4. Memberikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter
per hari

2.   Kolaborasi:
Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

2. Mandiri :
Perubahan nutrisi
1. Membuat perencanaan makan dengan pasien untuk
kurang dari
dimasukkan ke dalam jadwal makan.
kebutuhan
2. Mendukung anggota keluarga untuk membawa
berhubungan dengan
makanan kesukaan pasien dari rumah.
hilangnya nafsu
makan.
3. Menawarkan makanan disiang hari ketika nafsu
makan tinggi

4. Memastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh


sesuai indikasi.

5. Memastikan pola diet yang pasien yang disukai


atau tidak disukai.

6. Memantau masukan dan pengeluaran dan berat


badan secara periodik.
3. Nyeri akut
berhubungan dengan Mandiri:
akumulasi feses 1. Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas
keras pada abdomen. dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui
televisi atau radio.
2. Memperhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan
sensitifitas terhadap efek analgesik opiat
3. Memperhatikan kemungkinan interaksi obat – obat
dan obat penyakit pada lansia

Kolaborasi
1. Meminta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak
nyaman pada skala 0 – 10

2. Menggunakan lembar alur nyeri

3. Melakukan pengkajian nyeri yang komperhensif

Health education
1. Menginstruksikan pasien untuk meminformasikan
pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai

2. Memberikan informasi tetang nyeri


EVALUASI

NO. DIAGNOSA EVALUASI


1. Konstipasi berhubungan S : klien mengatakan BAB lancar
dengan pola defekasi O : abdomen tampak mengecil dan saat auskultsi
tidak teratur. terdengar bising usus
A : gangguan BAB teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan

2. Perubahan nutrisi S : klien mengatakan nafsu makan meningkat dari


kurang dari kebutuhan yang sebelumnya.
berhubungan dengan O : klien tampak lebih segar
hilangnya nafsu makan. A : gangguan perubahan nutrisi teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

3.
Nyeri akut berhubungan S : klien mengatakan nyeri berkurang
dengan akumulasi feses O : klien tampak lebih enteng dan tidak meringis lagi
keras pada abdomen. A : gangguan nyeri akut teratasi
P : intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai