Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


ELIMINASI FEKAL

Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Profesi (KDP)

Disusun oleh :
Yuzi Tania,S.Kep
NIM. 1907149010184

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES YARSI SUMATERA BARAT
BUKITTINGGI
TA 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
ELIMINASI FEKAL

Stase Praktek Keperawatan Profesi (KDP)

Disusun oleh :

Yuzi Tania,S.Kep
NIM. 1907149010184

Mengetahui,

Preseptor Akademik PreseptorKlinik

( ) ( )
KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL

1. PENGERTIAN

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik

berupa urin atau feses. Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau

pengeluaran sisametabolisme berupa feses yang berasal dari saluran

pencernaan melalui anus. Perawat sering kali menjadi tempat konsultasi atau

terlibat dalam membantu klien yang mengalami eliminasi.

2. FISIOLOGIS ELIMINASI FEKAL

Eliminasi fecal adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum,

sedangkan fisiologi defekasi adalah mekanisme perjalanan makanan hingga

akhirnya keluar menjadi feses melalui anus dalam proses defekasi. Frekuensi

defekasi sangat bersifat individual, yang beragam dari beberapa kali sehari

hingga dua atau tiga kali seminggu.Jumlah yang dikeluarkan juga bervariasi

pada setiap orang. Jika gelombang peristaltic menggerakkan feses ke kolon

sigmoid dan rektum,saraf sensorik di rektum di stimulasi dan individu

menjadi ingin defekasi. Jika sfingter anal internal relaks, maka feses akan

bergerak menuju anus. Setelah individu di dudukkan pada toilet, sfingter anal

eksternal akan berelaksasi secara volunter. Pengeluaran feses dibantu oleh

kontraksi otot abdomen dan diagfragma, yang meningkatkan tekanan

abdomen dan oleh kontraksi otot dasar panggul, yang memindahkan feses ke

saluran anus.

Berikut ini akan dibahas secara singkat organ-organ yang berperan

dalam sistem pencernaan beserta fungsinya.


a. Mulut

Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut.

Makanan akan dipotong, diiris, dan dirobek dengan bantuan gigi.

Makanan yang masuk ke mulut dipotong menjadi bagian yang lebih

kecil agar mudah di telan dan untuk memperluas permukaan makanan

yang akan terkena enzim. Setelah makanan dipotong menjadi bagian

yang lebih kecil, maka selanjutnya makanan akan diteruskan ke faring

dengan bantuan lidah.

b. Faring

Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi

dalam sistem pencernaan dan pernafasan.Dalam sistem pencernaan,

faring berfungsi sebagai penghubung antara mulut dan esofagus.

c. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang terbentang

antara faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan akan dipicu

oleh gelombang peristaltik yang akan mendorong bolus menelusuri

esofagus dan masuk ke lambung.

d. Lambung

Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus

halus. Di dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu

disalurkan ke usus halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus,

makanan terlebih dahulu akan dihaluskan dan dicampurkan kembali

sehingga menjadi campuran cairan kental yang biasa disebut dengan

kimus. Lambung menyalurkan kimus ke usus halus sesuai dengan


kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap makanan dan

biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam hitungan

menit.

e. Usus halus

Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan

penyerapan berlangsung.

f. Usus besar

Usus besar adalah organ pengering dan penyimpan makanan.Kolon

mengekstrasi H2O dan garam dari isi lumennya untuk membentuk

masa padat yang disebut feses.Fungsi utama usus besar adalah untuk

menyimpan feses sebelum defekasi.Kolon terdiri dari 7 bagian, yaitu

sekum, kolon asendens, kolon transversal, kolon desendens, kolon

sigmoid, rektum dan anus.

Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi oleh

mukosa.Serat otot yang dilapisi oleh membrane mukosa.Serat otot

berbentuk sikular dan longitudinal yang memungkinkan usus

membesar dan berkontraksi melebar dan memanjang.Otot longitudinal

lebih pendek dibandingkan kolon, oleh karena itu usus besar

membentuk kantung atau yang biasa disebut dengan haustra.Kolon

juga memberi fungsi perlindungan karena mensekresikan lendir.

Lendir ini berperan untuk melindungi usus besar dari trauma akibat

pembentukan asam di dalam feses dan berperan sebagai pengikat yang

akan menyatukan materi fekal. Lendir ini juga akan melindungi usus

besar dari aktifitas bakteri.


Di dalam usus besar terdapat 3 tipe pergerakan yaitu gerakan

haustral churning, peristalsis kolon, peristalsis masa. Gerakan haustral

churning akan menggerakan makanan ke belakang dan ke depan yang

berperan untuk menyatukan materi feses, membantu penyerapan air

dan untuk menggerakan isi usus kedepan. Gerakan peristalsis kolon

adalah gerakan yang menyerupai gelombang yang akan mendorong isi

usus kedepan. Gerakan ini sangat lambat dan diduga sangat sedikit

menggerakan materi feses tersebut disepanjang usus besar. Yang

ketiga adalah gerakan peristalsis massa. Gerakan ini melibatkan suatu

gerakan kontraksi yang sangat kuat sehingga menggerakkan sebagian

besar kolon.Biasanya gerakan ini terjadi setelah makan, distimulasi

oleh keberadaan makanan di dalam lambung dan usus halus. Gerakan

peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari pada orang

dewasa.

g. Rektum dan Anus

Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10 – 15 cm

sedangkan saluran anus memiliki panjang 2,5 – 3 cm. Di dalam rektum


terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertical. Setiap

lipatan vertikal berisi sebuah vena dan arteri.Diyakini bahwa lipatan

ini membantu menahan feses di dalam rektum.Jika vena mengalami

distensi seperti yang dapat terjadi jika terdapat tekanan berulang.

Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal dan

eksternal.Sfingter internal berada dibawah kontrol involunter dan

dipersarafi oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksternal

berada di bawah kontrol volunter dan dipersarafi ooleh sistem saraf

somatik.
3. TANDA DAN GEJALA

Berikut ini adalah masalah umum yang terkait dengan eliminasi

fekal, yaitu:

a. Konstipasi

Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga

kali per minggu.Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras

atau tanpa pengeluaran feses.Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di

usus besar berjalan lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya

waktu reabsorpsi cairan di usu besar.Konstipasi mengakibatkan sulitnya

pengeluaran feses dan bertambahnya upaya atau penekanan otot-otot

volunter defekasi.

Namun, sangat penting untuk mendefinisikan konstipasi terkait

dengan pola eliminasi regular sesorang. Beberapa orang secara normal

melakukan defekasi hanya beberapa kali seminggu; sementara orang

lain melakukan defekasi lebih dari satu kali sehari. Pengkajian cermat

mengenai kebiasaan seseorang dibutuhkan sebelum diagnosa konstipasi

dibuat.

Contoh Batasan Karakter Konstisipasi

 Penurunan frekuensi defekasi

 Feses keras, kering, memiliki bentuk

 Mengejan saat defekasi; defekasi terasa nyeri

 Melaporkan tentang rasa penuh pada rektum atau mengejan atau

mengeluarkan feses secara tidak komplet.

 Nyeri abdomen, kram, atau distensi


 Penggunaan laksatif

 Penurunan nafsu makan

 Sakit kepala

Banyak penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan

konstipasi, yaitu:

 Ketidakcukupan asuran serat

 Ketidakcukupan asuran cairan

 Ketidakcukupan aktivitas atau imobilitas

 Kebiasaan defekasi yang tidak teratur

 Perubahan rutinitas harian

 Kurangn privasi

 Penggunaan laksatif atau enema kronis

 Gangguan emosional seperti depresi atau kebingungan mental

 Medikasi seperti opiat atau garam zat besi.

Konstipasi dapat berbahaya bagi beberapa klien.Mengejan akibat

konstisipasi seringkali disertai dengan menahan napas.Manuver

Valsava ini dapat menyebabkan masalah serius pada penderita penyakit

jantung, cedera otak, atau penyakit pernapasan.Menahan napas

meningkatkan tekanan intratoraks dan intrakranial.

b. Impaksi Fekal

Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan fese yang

keras didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan

akumulasi materi fekal yang berkepanjangan.Pada impaksi berat, feses

terakumulasi dan meluas sampai ke kolon sigmoid dan


sekitarnya.Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya rembesan

cairan fekal (diare) dan tidak ad feses normal. Cairan feses merembes

sampai keluar dari massa yang terimpaksi. Impaksi dapat juga dikaji

dengan pemeriksaan rektum menggunakan jari tangan, yang sering kali

dapat mempalpasi massa yang mengeras.

Seiring dengan pembesaran cairan feses dan konstipasi, gejala

meliputi keinginan yang sering namun bukan keinginan yang produktif

untuk melakukan defeksi dan sering mengalami nyeri rektal.Muncul

perasaan umum menalami suatu penyakit; klien anoreksik, abdomen

menjadi terdistensi, dan dapt terjadi mual dan muntah.

impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang bukruk dan

konstipasi.Penggunaan barium dalam pemeriksaan radiologi pada

saluran pencernaanatas dan bawah juga menjasi sebuat faktor

penyebab.Oleh karena itu, setelah pemeriksaan ini, laksatif atau enema

biasanya digunakan untuk memastikan pengeluaran barium.

Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus dilakukan

secara lembut dan hati-hati.Walaupun pemeriksaan digital (jari tangan)

berada dalam ruang lingkup praktik keperawatan, beberapa kebijakan

lembaga memerlukan impaksi fekal secara digital.

Walaupun impaksi fekal secara umum dapat dicegah, kadng kala

dibutuhkan terapi untuk feses yang mengalami impaksi. Jika dicurigai

adanya impaksi fekal, klien sering kali diberikan suatu minyak sebagai

enema retensi, lalu diberikan enema pembersih pada 2 sampai 4 jam

kemudian, dan enema pembersih tambahan setiap hari, supositoria, atau


pelunak feses setiap hari. Jika upaya ini gagal, sering kali dibutuhkan

pengeluaran feses secara manual.

c. Diare

Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan

frekuensi defekasi.Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan

konstipasi dan terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus

besar.Cepatnya pergerakan kime mengurangi waktu usus besar untuk

menyerap kembali air dan elektrolit.Beberapa orang mengeluarkan

feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecuali feses

relatif tidak terbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan.

Seseorang yang mengalami diare sering kali merasa sulit atau tidak

mungkin mengendalikan keinginan defekasi dalam waktu yang sangat

lama.Diare dan ancaman inkontinensia merupakan sumber

kekhawatiran dan rasa malu.Sering kali kram spasmodik dikaitkan

dengan diare.Bising usus meningkat.Dengan diare persisten, biasanya

terjadi iritasi di dareah anus yang meluas ke perineum dan

bokong.Keletihan, kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah)

merupakan akibar dari diare yang berkepanjangan.

Apabila penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran

usus, diare diduga sebagai suatu mekanisme pembilasan

pelindung.Namun, diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan

elektrolit berat di dalam tubuh, yang dapat terjadi dalam periode waktu

singkat yang menakutkan, terutama pada bayi, anak kecil, dan lansia.

Penyebab utama diare dan respon fisiologi tubuh:


Penyebab Efek Fisiologis
Stress psikologis (mis., Meningkatkan motilitas usus dan
ansietas) sekresi lendir
Obat-obatan
Inflamasi dan infeksi mukosa
akibat pertumbuhan
Antibiotik
mikroorganisme usus yang
berlebihan
Zat Besi Iritasi mukosa usus
Katartik Iritasi mukosa usus
Alergi terhadap makanan, Pencernaan makann atau cairan
cairan, obat-obatan yang tidak komplet
Intoleransi terhadap makanan Peningkatan motilitas usus dan
atau cairan sekresi lendir
Penyakit kolon (mis., Penurunan cairan absorpsi
Sindrom malabsorpsi Inflamasi mukosa sering kali
penyakit Crohn) menyebakan pembentukan tukak

Feses bersifat asam dan mengandug enzim pencernaan yang sangat

mengiritasi kulit. Oleh karena itu, area di sekitar area anus harus dijaga

tetap bersih dan kering dan dilindungi dengan zink oksida atau salep

lain. Selain itu, pengumpul fekal dapat digunakan

d. Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi (bowel), atau disebut juga inkontinensia fekal,

adalah hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran

fekal dan gas dari spingter anal.Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-

waktu tertentu, seperti setelah makan, atau dapat terjadi secara tidak

teratur. Dua tipe inkontinensia alvi digambarkan: parsial dan mayor.

Inkontinensia parsial adalah ketidakmampuan untuk mengontrol flatus

atau mencegah pengotoran minor.Inkontinensia mayor adalah

ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi normal.


Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan gangguan

fungsi sfingter anal atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit

neuromuskular, trauma medula spinalis, dan tumor pada otot sfingter

anal eksternal.

Inkontinensia fekal adalah masalah yang membuat distres

emosional yang pada akhirnya dapat menyebabkan isolasi

sosial.Penderita dapat menarik diri ke dalam rumahnya, atau jika di

rumah sakit, mereka tetap berada di dalam kamar mereka

meminimalkan rasa malu akibat pengotoran oleh fekal.Beberapa

prosedur bedah digunakan untuk penatalaksanaan inkontinensia

fekal.Penatalaksanaan ini meliputi perbaikan sfingter dan disversi fekal

atau kolostomi.

e. Flatulens

Terdapat tiga sumber utama flatus:

 Kerja bakteria dalam kime di usus besar.

 Udara yang tertelan

 Gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.

Sebagian besar gas yang tertelan akan dikeluarkan melalui mulut

dengan sendawa. Namun, sejumlah gas dapat terkumpul di perut, yang

menyebabkan distensi lambung.Gas yang terbentuk di usus besar

terutama diabsobsi melalui kapiler usus ke sirkulasi.Flatulens adalah

keberadaan flatus yang berlebihan di usus dan menyebabkan

peregangan dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens dapat terjadi di


kolon akibat beragam penyebab, seperti makanan (mis., kol, bawang

merah), bedah abdomen, atau narkotik.

Apabila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon

sebelum gas tersebut dapat diabsobsi, gas dapat dikeluarkan melalui

anus.Apabila gas yang berlebihan tidak dapat dikeluarkan melalui anus,

mungkin perlu memasukkan slang rektal untuk mengeluarkannya.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Pada defekasi bertahap dalam kehidupan yang berbeda. Keadaan diet,

asupan dan haluran cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup,

pengobatan dan prosedur medis, serta penyakit juga mempengaruhi defekasi.

a. Perkembangan

Bayi yang baru lahir, batita, anak – anak,dan lansia adalah kelompok

yang anggotanya memiliki kesamaan dalam pola eliminasi.

1) Bayi yang baru lahir

Mekonium, adalah materi feses pertama yang dikeluarkan oleh

bayi baru lahir, normalnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah

lahir. Bayi sering mengeluarkan feses, sering kali setiap sesudah

makan. Karena usus belum matur, air tidak diserap dengan baik

dan feses menjadi lunak, cair, dan sering dikeluarkan. Apabila

usus telah matur, flora bakteri meningkat. Setelah makanan padat

diperkenalkan, feses menjadi lebih keras dan frekuensi defekasi

berkurang.

2) Batita
Sedikit kontrol defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1 ½ sampai

2 tahun. Pada saat ini anak – anak telah belajar berjalan dan sistem

saraf dan sistem otot telah terbentuk cukup baik untuk

memungkinkan kontrol defekasi. Keinginan untuk mengontrol

defekasi di siang hari dan untuk menggunakan toilet secara umum

dimulai pada saat anak menyadari ketidaknyamanan yang

disebabkan oleh popok yang kotor dan sensasi yang menunjukkan

kebutuhan untuk defekasi. Kontrol di siang hari umumnya

diperoleh pada usia 2 ½ tahun., setelah sebuah proses pelatihan

eliminasi.

3) Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi yang

sama dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Pola defekasi

beragam dalam hal frekuensi, kuantitas, dan konsistensi. Beberapa

anak usia sekolah dapat menunda defekasi karena aktivitas seperti

bermain.

4) Lansia

Konstipasi adalah masalah umumpada populasi lansia. Ini,

sebagian, akibat pengurangan tingkat aktivitas, ketidakcukupan

jumlah asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot. Banyak

lansia percaya bahwa “keteraturan” berarti melakukan defekasi

setiap hari. Mereka yang tidak memenuhi kriteria ini sering kali

mencari obat yang dijual bebas untuk meredakan kondisi yang


mereka yakini sebagai konstipasi. Lansia harus dijelaskan bahwa

pola normal eliminasi fekal sangat beragam.

Bagi beberapa orang dapat setiap dua hari sekali bagi orang lain,

dua kali dalam satu hari. Kecukupan serat dalam diet, kecukupan

latihan, dan asupan cairan 6 sampai 8 gelas sehari merupakan

upaya pencegahan yang essensial terhadap konstipasi. Berespons

terhadap refleks gastrokolik (peningkatan peristalsis kolon setelah

makanan memasuki lambung) juga merupakan pertimbangan yang

sangat penting. Individu paruh baya harus diperingatkan bahwa

penggunaan laksatif secara konsisten akan menghambat refleks

defekasi alamiah dan diduga menyebabakan konstipasi dan bukan

menyembuhkannya.

b. Diet

Bagian massa (selulosa, serat) yang besar di dalam diet

dibutuhkan untuk memberikan volume fekal. Diet lunak dan diet

rendah serat berkurang memiliki massa dan oleh karena itu kurang

menghasilkan sisa dalam produk buangan untuk menstimulasi refleks

defekasi. Makanan tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna

oleh beberapa orang. Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah

pencernaan dan dalam beberapa keadaan dapat menghasilkan feses

yang encer.

c. Cairan

Bahkan jika asupan cairan atau haluaran (misalnya urine atau

muntah) cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus akan


menyerap kembali cairan dari kime saat bergerak di sepanjang kolon.

Kime jadi lebih lebih kering dibandingkan normal, menghasilkan

feses yang keras. Selain itu pengurangan asupan cairan

memperlambat perjalanan kime disepanjang usus, makin

meningkatkan penyerapan kembali cairan dari kimie.

d. Aktivitas

Aktivitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfasilitasi

pergerakan kime disepanjang kolon. Otot abdomen dan panggul yang

lemah sering kali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra

abdomen selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi.

e. Faktor psikologis

Beberapa orang yang merasa cemas atau marah mengalami

peningkatan aktivitas peristaltik dan selanjutnya mual dan diare.

Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami depresi dapat

mengalami perlambatan motilitas usus, yang menyebabkan

konstipasi. Bagaimana seseorang berespons terhadap keadaan

emosional ini adalah hasil dari perbedaaan individu dalam respons

sistem saraf enterik terhadap vagal dari otak.

f. Kebiasaan defekasi

Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan

defekasi pada waktu yang teratur. Banyak orang yang melakukan

defekasi setelah sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan

gelombang peristaltik massa di usus besar.

g. Obat-obatan
Beberapa orang memiliki efek samping yang dapat

mengganggu eliminasi normal. Beberapa obat menyebabkan diare:

obat lain seperti obat penenang tertentu dalam dosis besar dan

pemberian morfin dan kodein secara berulang, menyebabkan

konstipasi karena obat tersebut menurunkan aktivitas gastrointestinal

melalui kerjanya pada sistem saraf pusat.

h. Proses diagnostik

Sebelum prosedur diagnostik tertentu seperti visualisasi kolon,

klien dilarang sssssmengomsumsi makanan atau minuman. Bilas

enema dapat dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam

kondisi ini, defekasi normal biasanya tidak akan terjadi sampai klien

mengomsumsi makanan kembali.

i. Anastesia dan pembedahan

Anestesi umum menyebabkan pergerakan kolon normal

berhenti atau melambat dengan menghambat stimulasi saraf

parasimpatis ke otot kolon. Klien yang mendapatkan anastesia

regional atau spinal kemungkinan lebih jarang mengalami masalah

ini. Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara langsung

dapat menyebabkan penghentian pergerakan usus secara sementara.

Kondisi ini disebut ileus.

j. Kondisi patologis

Cedera medula spinalis dan cedera kepala dapat menurunkan

stimulasi sensorik untuk defekasi. Hambatan mobilitas dapat

membatasi kemampuan klien untuk merespons terhadap desakan


defekasi dan klien dapat mengalami konstipasi, atau seorang klien

dapat mengalami inkontinensia fekal karena buruknya fungsi sfingter

anal.

k. Nyeri

Klien yang tidak mengalami ketidaknyamanan saat defekasi

sering menekan keinginan akibat defekasinya untuk menghindari

nyeri. Akibatnya klien tersebut dapat mengalami konstipasi. Klien

yang meminum analgesik narkotik untuk mengatasi nyeri dapat juga

mengalami konstipasi sebagai efek samping obat tersebut.

5. PENGKAJIAN

Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan,

perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik

abdomen, menginspeksi karikteristik feses, dan meninjau kembali hasil

pemeriksaan yang berhubungan

a. Riwayat keperawatan

Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan

faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

 Penentuan pola eliminasi klien yang biasa, termasuk frekuensi dan

waktu defekasi dalam sehari.

 Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi

normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas,

penggunaan laksatif, pengonsumsian makanan tertentu, atau


mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam

satu hari.

 Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi

 Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan wama

khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau

lunak atau keras

 Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan

dalam sehari. perawat menghitung penyajian buah-buahan, sayur-

sayuran, sereal, dan roti

 Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah

cairan

 Riwayat olahraga. perawat meminta klien menjelaskan tipe dan

jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik

 Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan di rumah. Perawat

mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif, atau makanan

khusus sebelum defekasi.

 Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI.

Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-gejala

yang muncul.

 Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memiliki ostomi,

perawat mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses, penampilan

dan kondisi stoma

 Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien

mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat besi,


dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau karakteristik

feses.

 Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi

secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada

suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang

mengindikasikan adanya stres.

 Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam

kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan

klien dalam defekasi dan berkemih.

 Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu

dievaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel

tambahan untuk membantu klien.

b. Pengkajian fisik

Perawat melakukan pengkajian fisik system dan fungsi tubuh yang

kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.

1) Mulut.

Pengkajian meliputi inspeski gigi, lidah, dan gusi klien.Gigi

yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi

kemampuan mengunyah.

2) Abdomen.

 Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk

melihat warna, bentuk,kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi

juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang

peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma,


dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristalis tidak

terlihat. Namun, gelombang peristaltik yang terlihat dapat

merupakan tanda adanya obstruksi usus

 Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan

stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap kuadran.

Bising usus normal terjadi setiap 5 sampai 15 detik dan

berlangsung selama ½ sampai beberapa detik. Sambil

mengauskultasi, perawat. Memperhatikan karakter dan

frekuensi bising usus

Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau

bunyi "tinkling" (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika

terjadi distensi.

Tidak adanya bising usus atau bising usus yang

hipoaktif (bising usus kurang dari lima kali per menit) terjadi

jika klien menderita ileus paralitik, seperti yang terjadi pada

klien setelah menjalani pembedahan abdomen.

Bising usus yang bernada tinggi dan hiperaktif (bising

usus 35 kali atau lebih per menit) terjadi pada obstruksi usus

dan gangguan inflamasi.

 Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa

atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks.

Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi

organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut

 Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas di dalam abdomen.


3) Rektum

Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat

adanya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid.Untuk

memeriksa rektum, perawat melakukan palpasi dengan hati-

hati.Setelah mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat

mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk.Kemudian perawat meminta

klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat

memasukkan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang

relaksasi menuju umbilikus klien.Sfingter biasanya berkonstriksi

mengelilingi jari perawat.Perawat harus mempalpasi semua sisi

dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui

adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur.Mukosa rektum

normalnya lunak dan halus.

c. Pemeriksaan lab

1) Tes Guaiak, yaitu pemeriksaan darah samar di feses (fecal occult

blood testing, FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik di

dalam feses. Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak

terdeteksi secara visual

2) Visualisasi langsung, Instrumen yang dimasukkan ke dalam

mulut_(memperlihatkan saluran Gllagian atas atau upper GI, UGI)

atau rektum (memperlihatka-n saluran GI bagian bawah)

memungkinkan dokter menginspeksi integritas lendir, pembuluh

darah; dan bagian orgun tubuh


3) Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optic yang

dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan

sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkun

penempatan struktur pada ujung selang dan pemasukkan instrumen

khusus untuk biopsi.

4) Visualisasi tidak langsung, apabila visualisasi tidak memungkinkan

(seperti struktur GI yang lebih dalam), dokter mengandalkan

pemeriksaan sinar-X tidak langsung. Klien menelan media kontras

atau media diberikan sebagai enema Salah satu media yang paling

umum digunakan adalah barium, suatu substansi radioopaq berwarna

putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien seperti milkshake.

Barium digunakan dalam pemeriksaan UGI dan barium enema.

5) Media kontras biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa agar rasanya

lebih baik.

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN ( NANDA)

a. Inkontinensia defekasi b.d penurunan kontrol sfingter volunter.


b. Harga diri rendah b.d rasa malu tentang inkontinensia di depan orang
lain.
c. Kerusakan integritas kutit b.d inkontinensia fekal.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d output berlebihan.
7. RENCANA KEPERAWATAN (NIC NOC)
1. Inkontinensia defekasi NOC NIC

DEFINISI: perubahan 1. Bowel continence Bowel inkontinrnce


pada kebiasaan defekasi 2. Bowel elimination care
normal yang 1. Perkirakan penyebab
dikarakteristikkan dengan Kristeria hasil: fisik danpsikologi dari
pasase fases involunter. 1. BAB teratur,mulai dari inkontimemsia fekal
setiap hari sampai 3 – 5 2. Jelaskan penyebab
Batasan kerakteristik 2. Defekasi lunak,fases maslah dan rasional dari
1. Rembesan konstan feses berbentuk tindakan
lunak 3. Penurunan insiden 3. Jelaskan tujuan dari
2. Bau fekal inkontinensia usus menagemen bowel pada
3. Warna fekal ditempat 4. Perawatan diri toileting pasien / keluarga
tidur 5. Perawatan diri ostonomi4. Diskusikan presedur dan
4. Warna fekal pada 6. Perawatan diri: hygien criteria hasil yang
pakaian 7. Fungsi gastrointestinal harapkan bersama pasien
5. Ketidakmampuan adekuat 5. Instruksikan pasien/
menunda defekasi 8. Pengetahuan tentang kekuranga untuk
6. Ketidak mampuan untuk perawatan ostomi mencetat keluaranfeses
mengendali doronga 9. Status nutrisi makanan 6. Cuci area perianal
defekasi dan minuman adekuat. dengan sebum dan air
7. Tidak perhatian trhadap 10. Integritas jaringan kulit lalu keringkan
dorongan defekasi dan membrane mukosa 7. Jaga kebersihan baju dan
8. Mengenal fekal penuh baik empat tidur
tetapi menyatakan tidak 8. Lakukan program latihan
mampu mengeluarkan BAB
fases padat 9. Monitor efek samping
9. Kulit perianal kemerahan pengobatan.
10. Menyatakan sendiri 10. Bowel training
ketidak mampuan 11. Rencanakan program
mengenali kepenuhan BAB dengan pasein dan
rectal pasein yang lain
11. Dorongan 12. Konsul ke dokter jika
Faktor yang pasein memerlukan
berhubungan: suppositoria
1. Tekanan abdomen 13. Ajarkan ke pasein/
abnormal tinggi keluarga tentang prinsip
2. Tekanan usus abnormal latihan BAB
tinggi 14. Ajurkan psein untuk
3. Diare kronik cukup minum
4. Lesi kolorektal 15. Dorongan pasein untuk
5. Kebiasaan diet cukup latihan
6. Faktor lingkungan (mis,, 16. Jaga privasi klien
tidak dapat mengakses 17. Kalaborasi pemberian
kamar mandi) suppositoria jika
7. Penurunan umum tonus memungkinkan
otot 18. Evaluasi status BAB
8. Imabilitas, impaksi secara rutin
9. Gangguan kapasitas 19. Modifikasi program BAB
reservoir jika diperluka
10. Pengosongan usus tidak
tuntas
11. Penyalahgunaan laksatif
12. Penurunan control
sfingter rectal
13. Kerusakan sarAfmonorik
bawah
14. Medikasi
15. Abdormalitas sfingter
rektal

2. Harga diri rendah NOC NIC


situasional.

Harga dii rendah 1. body image, disiturbed Self esteem


situasional 2. coping, ineffective enhancement
Definisi: perkembangan 3. personal identity, 1. Dorong pasien
persepsi negative tentang disturbed mengidentifikasi
harga diri sebagia respons
4. health behavior, risk kekuatan diri
tentang situasi saat ini 5. self esteem situasinal, 2. Ajarkan keterampilan
(sebutkan) low perilaku yang positif
melalu bermain peran,
model peram, diskusi

batasan kerakteristik 3. Dukung peningkatan


1. evaluasi diri bahwa kristerial hasil: tanggung jawab diri, jika
individu tidak mampu 1. adaptasi terhadap diperlukan
menghadapi peristiwa ketunandayaan fisik: 4. Buat statement postif
2. evaluasi diri bahwa respon adaptif klen terhadap pasien
individu tidak mampu terhadap tantangan 5. Monitor frekuensi
menghadapi situasi` fusional penting akibat kemunikasi verbal pasien
3. perilaku bimbang ketunandayaan fisik yang negative
4. perilaku tidak asertif 2. resolusi berduka: 6. Dukung pasien untuk
5. secara verbal melaporkan penyesuian dengan menerima tantangan bar
tentang situasional saat kehilangan actual atau 7. Kaji alas an-alasan untuk
ini terhadap harga diri kehilangan akan terjadi mengkritik atau
6. ekspresi ketidak
3. penyesuaian prikososial: menyalahkan diri sendiri
bergunaan perubahan hidup :respon8. Kolaborasi dengan
7. espresi ketidak psikososial adaptive sumber-sumber lain
berdayaan individu terhadap (petugas dinas social,
8. verbalisasi meniadakan perubahan dalam hidup perawatan spesialis
diri 4. Menunjukan penilaian klinis, dan layanan
faktor yang pribadi tentang harga diri keagamaan)
berhubungan 5. Menggungkapkan Body image
1. perilaku tidak selers penerimaan diri enhancement souseling
dengan nilai. 6. Komunikasi terbuka  Menggunakan proses
2. perubahan7. Mengatakan optimism pertoiongan interakltif
perkembangan. tentang masa depan yangberfokus pada
3. gangguan citra tubuh 8. Menghadapi stretegi kebutuhan,masalah,atau
4. kegagalan koping efektif perasaan passion dan
5. gangguan fungsional orang terdekat untuk
6. kurang penghargaan meningkatkan atau
7. kehilangan mendukung koping,
8. penolakan pemecahan masalah
9. perubahan perah social Coping enhancement

3. Kerusakan intergritas NOC NIC


kulit

Definisi : 1. Tissue Intergrity: Skin and Pressure Management :


perubahan/gangguan,epi Murcous Mebranes 1. Anjurkan pasien untuk
dermis dan/atau demis 2. Hemodyalis akses menggunakan pakaian
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil : yang longgar.
1. kerusakan lapisa 3. Intergritas kulit yang baik2. Hindari kerutan pada
kulit(dermis) bisa tempat tidur.
2. Gangguan permukaan dipertahankan(sensasi, 3. Jaga kebersihan kulit
kulit (epidermis) elastisitas,tempratur, agar tetap bersih dan
3. Invasi struktur tubuh hidrasi,pigmentasi ) kering.
4. Tidak ada luka/lesi pada 4. Mobilisasi pasien(ubah
Faktor yang kulit posisi pasien) setiap dua
berhubungan : 5. Perfusi jaringan baik jam sekali.
4. Eksternal : 6. Menunjukan pemahaman 5. Monitor kulit akan
- zat kimia,radiasi dalam proses perbaikan adanya kemerahan.
- usia yang ekstrim kulit dan mencegah 6. Oleskan lotion atau
- kelembapan terjadinya sedera berulang minyak/baby oil pada
- Mampu melindungi kulit darah yang tertekan.
hipertermia,hipotermia dan mempertahankan 7. Monitor aktivitas dan
- Faktor kelembaban kulit dan mobilisasi pasien.
mekanik(mis.gaya perawatan alami 8. Memandikan pasien
gunting (shearing forces) dengan sabun dan air
- Medikasi hangat.
- Imobilitas fisik
* Internal Insision site care
-perubahan status 1. membersihkan
cairan memantau dan pada luka
-perubahan yang meningkatkan
pigmentasi proses penyembuhan
-perubahan turgor luka yang ditutup dengan
-faktor jahitan,klip atau
perkembangan strapless.
Kondisi ketidak 2. monitor proses
seimbangan nutrisi kesembuhan area insisi.
- penurunan 3. Monitor tanda dan
imunologis gejala infeksi pada area
- penurunan sirkulasi insisi.
- Kondisi gangguan 4. Bersihkan area sekitar
metabolik jahitan atau
-Gangguan sensasi straples,menggunakan
-Tonjolan tulang lidi kapas steril .
5. gunakan preparat
antiseptic,sesuai
program.
6. ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak
dibalut)sesuai program.

Dialysis Acces
Maintenance
4. Resiko NOC NIC
ketidakseimbangan
eletrolit

Definisi:Berisiko 1. Fluid balance Fluid management


mengalami perubahan 2. Hydration 1. timbang popok/pembalut
kadar elektrolit serum 3. Nutritional Status: Food jika diperlukan.
yang dapat mengganggu and Fluid intake 2. Pertahankan catatan
kesehatan Kriteria Hasil: intake dan output yang
Faktor risiko 1. Mempertahankan urine akurat.
1. Defesiensi volume cairan output sesuai dengan usia3. Monitor status hidrasi
2. Diare dan BB, BJ, urine (kelembaban membran
3. Disfungsi endokrin normal, HT normal. mukos, nadi adekuat,
4. Kelebihan volume cairan2. Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik)
5. Gangguan mekanisme suhu tubuh dalam batas jika diperlukan.
regulasi (mis. diabetes, normal. 4. Monitor vital sign.
isipidus, 3. Tidak ada tanda 5. Monitor masukan
sindrom, ketidaktepatan dehidrasi, Elastisitas makanan/cairandan
sekresi hormon turgor kulit baik, mebran hitung intake kalori
antidiuretik) mukosa lembab, tidak harian.
6. Disfungsi ginjal ada rasa haus yang 6. kolaborasi pemberian
7. Efek samping obat berlebihan cairan IV.
(mis. medikasi drain) 7. Monitor status nutrisi.
8. Muntah 8. berikan cairan IV pada
suhu ruangan.
9. Dorong masukan oral.
10. Beriakn penggantian
nesogatrik sesuai output.
11. Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan.
12. Tawarkan snack
9jus buah, buah segar).
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk.
14. Atur kemungkinan
tranfusi.
15. Persiapan untuk
tranfusi Hypovolemia
Management.
16. Monitor status
cairan termasuk intake
dan output cairan.
17. Pelihara IV line.
18. Monitor tingkat Hb
dan hematocrit.
19. Monitor tanda vital.
20. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan.
21. Monitor berat
badan.
22. Dorong pasien untuk
menambah intake oral.
23. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan.
24. Monitor adanya
tanda gagal ginjal

8. DAFTAR PUSTAKA

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.


Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta : EGC
M. Wilkinson, Judith dan R.A, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai