Anda di halaman 1dari 9

ELIMINASI FEKAL

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

1. NOVITA SARI 224201516001


2. WIDYA INGGRIT JUNI ASTUTI 224201516006
3. LISTYA FEBRIYANTI 224201516011
4. ADINDA JULIA PUTRI 224201516018
5. BULAN MASSAYU DJENAR 224201516028

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2023
A. Konsep Dasar Eliminasi Fekal
1. Pengertian

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.


Pembuangan dapat melalui urine ataupun bowel (Tarwoto Wartonah Edisi 4).
Eliminasi fekal atau defekasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh berupa feses (bowel). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan
rectum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap
orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.

Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur penting untuk fungsi


tubuh normal. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di
antara individu.

2. Fisiologi Defekasi

Fisiologi defekasi adalah mekanisme perjalanan makanan mulai dari


masuk ke tubuh hingga keluar menjadi feses melalui anus dalam proses
defekasi. Jumlah yang dikeluarkan juga bervariasi setiap orang. Jika
gelombang peristaltic menggerakkan feses ke kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensorik di rectum di stimulasi dan individu menjadi ingin defekasi. Jika
sfingter anal internal relaks, maka feses akan bergerak menuju anus. Setelah
individu duduk di toilet, sfingter anal eksternal akan berelaksasi secara
volunteer. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot abdomen dan
diafragma, yang meningkatkan tekanan abdomen dan oleh kontraksi otot dasar
panggul lalu memindahkan feses ke saluran anus. Berikut organ-organ yang
berperan dalam sistem pencernaan beserta fungsinya.

A. Mulut
Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut.
Makanan akan dipotong, diiris, dan dirobek dengan bantuan gigi. Makanan
yang masuk ke mulut dipotong menjadi bagian yang lebih kecil agar mudah di
telan dan untuk memperluas permukaan makanan yang akan terkena enzim.
Setelah makanan dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, maka selanjutnya
makanan akan diteruskan ke faring dengan bantuan lidah.

B. Faring

Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi dalam


sistem pencernaan dan pernafasan. Dalam sistem pencernaan, faring berfungsi
sebagai penghubung antara mulut dan esophagus.

C. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang relative lurus yang terbentang


antara faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh
gelombang peristaltik yang akan mendorong bolus menelusuri esofagus dan
masuk ke lambung.

D. Lambung

Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus halus. Di
dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu disalurkan ke usus
halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus, makanan terlebih dahulu akan
dihaluskan dan dicampurkan kembali sehingga menjadi campuran cairan
kental yang biasa disebut dengan kimus. Lambung menyalurkan kimus ke
usus halus sesuai dengan kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap
makanan dan biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam
hitungan menit.

E. Usus halus

Usus halus memiliki panjang sekitar 3 meter dengan lebar sekitar 2,5
cm. Usus halus sering disebut usus kecil karena memiliki diameter yang lebih
kecil. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejunum, dan
ileum. Fungsi usus halus adalah menerima sekresi hati dan pancreas,
mengabsorbsi saripati makanan, dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke
usus besar.

F. Usus Besar atau Kolon

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus
halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf “U” terbalik.
Usus besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolon asenden, kolon transversum,
dan kolon desenden.

G. Rektum dan Anus

Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.


Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada
bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingterrektum
mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun
rectum ada 2 yaitu otot polos dan otot lurik.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola eliminasi sebagai berikut:
A. Usia

Usia atau tingkat perkembangan klien dapat memengaruhi kontrol


berkemih dan pola buang air besar. Bayi tidak memiliki pola eliminasi pada
awalnya. Kontrol kandung kemih dan usus dapat dimulai sejak usia 18 bulan,
tetapi biasanya tidak berkembang hingga usia 4 tahun. Kontrol buang air besar
di malam hari biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk dicapai, dan
biasanya lebih lama untuk anak laki-laki daripada anak perempuan.
Penghapusan kontrol biasanya konstan sepanjang masa dewasa, kecuali pada
tahap akhir penyakit dan kehamilan, ketika kehilangan kontrol, urgensi, dan
retensi sementara dapat terjadi. Seiring bertambahnya usia, hilangnya tonus
otot dan hilangnya kontrol kandung kemih dapat mempengaruhi pola
berkemih.
B. Pola Diet

Asupan cairan dan serat yang cukup merupakan faktor penting dalam
kesehatan saluran kemih dan usus klien. Asupan cairan yang tidak mencukupi
merupakan penyebab utama sembelit, seperti halnya mengonsumsi makanan
yang menyebabkan sembelit, seperti produk susu tertentu. Diare dan perut
kembung (pelepasan gas dari rektum) adalah akibat langsung dari makanan
yang dicerna dan membutuhkan klien untuk dididik tentang makanan dan
cairan mana yang meningkatkan eliminasi yang sehat dan makanan mana yang
dapat menghambatnya.

C. Latihan/aktivitas

Latihan/aktivitas dapat meningkatkan tonus otot untuk control kandung


kemih dan sfingter yang lebih baik. Gerakan juga membantu gerak peristaltic,
sehingga dapat meningkatkan pola ekskresi yang sehat.

D. Pengobatan

Obat dapat mempengaruhi kesehatan klien dan pola ekskresi dan harus
dikaji selama wawancara riwayat. Klien dengan penyakit jantung sering
diresepkan diuretic, yang meningkatkan pengeluaran urin. Antidepresan dan
obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi urin. Beberapa obat bebas
(OTC), terutama antihistamin juga dapat menyebabkan retensi urin. Obat
over-the-counter lainnya dirancang untuk meningkatkan saluran usus atau
melunakkan tinja. Perawat perlu bertanya tentang semua obat yang diminum
untuk memberikan perawatan yang tepat kepada klien yang mengalami
perubahan pola eliminasi.
4. Masalah-Masalah Yang Terjadi Pada Eliminasi Fekal

Masalah-masalah yang terjadi pada eliminasi fekal berikut ini adalah


masalah umum yang terkait dengan eliminasi fekal, yaitu:

A. Konstipasi

Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga kali per
minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras atau tanpa
pengeluaran feses. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai penurunan defekasi
normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering
(SDKI, 2016). Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di usus besar berjalan
lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya waktu reabsorpsi cairan di
usus besar. Konstipasi mengakibatkan sulitnya pengeluaran feses dan
bertambahnya upaya atau penekanan otot-otot volunteer defekasi.

Diagnosa Keperawatan :

Masalah : Konstipasi

Penyebab : Ketidak cukupan asupan serat

Tanda Gejala : Defekasi kurang dari 2x dalam seminggu, feses keras

Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan ketidak cukupan asupan serat


ditandai dengan defekasi kurang dari 2x dalam seminggu, feses keras

Masalah : Konstipasi

Penyebab : Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makan, jadwal makan)

Tanda Gejala : Stress, Mengeluh

Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan perubahan kebiasaan makan


ditandai dengan stress, mengeluh
Masalah : Konstipasi

Penyebab : Pembesaran vena, trombosis, serta jaringannya

Tanda Gejala : Mengejan saat defekasi, teraba masa pada rektal

Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pembesaran vena, thrombosis


serta jaringannya ditandai dengan mengejan saat defekasi, teraba masa pada
rektal

B. Impaksi Fekal

Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan feses yang keras
didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi
fekal yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses terakumulasi dan meluas
sampai ke kolon sigmoid dan sekitarnya. Impaksi fekal dapat dikenali dengan
keluarnya rembesan cairan fekal (diare) dan tidak ada feses normal.

Diagnosa Keperawatan :

C. Diare

Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan frekuensi


defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan konstipasi dan
terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar. Cepatnya pergerakan
kime mengurangi waktu usus besar untuk menyerap kembali air dan elektrolit.
Beberapa orang mengeluarkan feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak
terjadi kecuali feses relative tidak terbentuk dan mengandung cairan yang
berlebihan.

Diagnosis Keperawatan :

Masalah : Diare

Penyebab : Kehilangan Cairan


Tanda Gejala : Defekasi lebih dari 3x dalam 24jam, feses lembek dan cair

Diagnosa : Diare berhubungan dengan kehilangan cairan ditandai dengan


defekasi lebih dari 3x dalam 24jam, feses lembek dan cair

Masalah : Diare

Penyebab : Inflamasi gastrointestinal

Tanda Gejala : Nyeri/kram abdomen, bising usus hiperaktif

Diagnosa : Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal ditandai


dengan nyeri/kram abdomen, bising usus hiperaktif

Masalah : Diare

Penyebab : Penyalahgunaan laksatif

Tanda gejala : Adanya dorongan untuk defekasi, defekasi lebih dari 3x dalam
24jam

Diagnosa : Diare berhubungan dengan penyalahgunaan laksatif ditandai


dengan adanya dorongan unutk defekasi, defekasi lebih dari 3x dalam 24jam

D. Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi (bowel) atau disebut juga inkontinensia fekal adalah


hilangnya kemampuan volunteer untuk mengontrol pengeluaran fekal dan gas
dari spingter anal. Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu.
Seperti setelah makan, atau dapat terjadi secara tidak teratur. Dua tipe
inkontinensia alvi digambarkan: parsial dan mayor. Inkontinensial parsial
adalah ketidakmampuan untuk mengontrol flatus atau mencegah pengotoran
minor. Inkontinensia mayor adalah ketidakmampuan untuk mengontrol feses
pada konsistensi normal.
Diagnosa keperawatan

Masalah : Inkontenensia alvi

Penyebab : Perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal

Tanda Gejala : Pengeluaran feses secara involunter, tidak mampu menunda


defekasi

Diagnosa : Inkontinensia alvi berhubungan dengan perubahan kebiasaan buang air


besar dari pola normal ditandai dengan pengeluaran feses secara involunter, tidak
mampu menunda defekasi

Masalah : Inkontinensia alvi

Penyebab : Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rektum

Tanda Gejala : Tidak mampu mengontrol defekasi, feses keluar sedikit dan sering

Diagnosa : Inkontinensia alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi


pengendalian sfingter rektum ditandai dengan tidak mempu mengontrol defekasi,
feses keluar sedikit dan sering

Anda mungkin juga menyukai