Dosen Pengampu:
I KETUT LABIR,SST, S.Kep.,Ns.,M.Kes.
DISUSUN OLEH:
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eliminasi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran,
penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa urin atau feses (tinja).
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
A.Buang Air Besar (BAB)
Adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang
padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan. BAB ini juga disebut
dengan Defekasi (Dianawuri, 2009).
B.Buang Air Kecil (BAK)
Adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. BAK ini juga sering
disebut dengan Miksi.
2.2 Fisiologi Dalam Eliminasi
2.2.1 Fisologi Buang Air Besar (BAB)/Defekasi
A. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring,
dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam
lambung.
B. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot
yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa
yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
C. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran
pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang
mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan
bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik
meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
D. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2) Jejenum atau bagian tengah
3) Ileum
E. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdiri dari :
1) Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2
2) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3) Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah
diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon
(16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum
feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya
untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam
empedu.
2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi
dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
3) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
F. Anus
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter)
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1). Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
2). Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2
– 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.
Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk
3
yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses.
4
Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae.
Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui
otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari
otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini
disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih
dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan
kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas
ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung
lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik
yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos.
Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan
secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
D. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra.
Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari
bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam
saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
E. Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen
S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf
motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung
jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini
berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion
pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal
menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi
dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen
L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan
melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
5
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang
keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang
keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut
sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis
dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang
menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian
mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot
polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada
pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter
ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung
kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus
dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung
kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi
kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter
akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding
kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung
kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari
normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan
penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih
terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan
tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan
daerah ini.
F. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh :
oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang
hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk
mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin
dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran
cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Fisiologi Miksi Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau
jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
6
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Eliminasi
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi BAB/Defekasi
A. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak
tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya
tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut
yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkterani yang dapat
berdampak pada proses defekasi.
B. DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa,
serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada
beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
C. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang
adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
D. Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang kolon. Otot-otot
yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses
defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
E. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu
termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
7
F. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air besar
pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap
hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler.
Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentangbau, dan kebutuhan akan privasi juga
mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain
pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privasi dan
kegelisahan akan baunya.
G. Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang
normal. Beberapa menyebabkan diare yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer
tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morfin dan kodein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laksatif adalah obat
yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati diare.
9
G. pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah melewati temperatur
ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian urinennya
sedikit alkali.
H. Protein : Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen,
globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine Pada keadaan kerusakan ginjal,
molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine.Adanya protein didalam urine disebut
proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
I. Darah : Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.Adanya darah
dalam urine disebut hematuria.
J. Glukosa : Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat
sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien
DM. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh berperan dalam proses
eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus
dan usus besar.
1. Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri untuk
defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu
menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan
pembicaraan dengan klien.
10
2. Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi
peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi
dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
3. Nutrisi dan Cairan
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang terjadi,
frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu defekasi
normal. klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga masukkan serat dalam diet.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (Kebutuhan Buang Air
Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang Air Besar/BAB). Organ yang berperan dalam
eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan
awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.
3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan feses dalam kehidupan kita
sehari-hari. Serta selalalu menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine dan feses.
12
DAFTAR PUSTAKA
Banaliyah Sti.(2008),Medial book keterampilan praktik klinik keperawatan dan kebidanan. Uliyah
Musrifatul.(2008),Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan. Buku pedoman perawatan pasien.
Buku kedokteran ECG. Kusmiyati Yuni. Penuntun belajar keterampilan dasar praktik klinik maya
kebidanan. Fitra Alimul Aziz hidayat.2008. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan,selemba
medika, Jakarta http://rulinoviansah.wordpress.com/2012/12/06/prosedur-tindakan-bab-dan-bak/
http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com
13