Anda di halaman 1dari 14

TUGAS LAPORAN KEPERAWATAN DASAR

KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Dosen Pengampu:
I KETUT LABIR,SST, S.Kep.,Ns.,M.Kes.

DISUSUN OLEH:

NAMA : NI MADE SINTA BELA DEWI


NO ABSEN : 08
NIM : P07120223058
KELAS. : 1B
PROGRAM STUD : S.TR KEPERAWATAN
MATA KULIAH : KEPERAWATAN DASAR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2023/2024
BAB I
PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang


Manusia merupakan mahluk hidup yang paling komplek yang diciptakan tuhan
YME. Sebagai mahluk hidup, tentunya manusia memerlukan makan dan hasil dari proses makanan
tersebut akan dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak lagi bermanfaat bagi tubuh manusia itu
sendiri. Proses pengubahan dari makanan sampai menjadi sisa dinamakan proses pencernaan yang
dilakukan oleh organ percernaan di dalam tubuh manusia. Sedangkan proses pengeluaran kotoran
tersebut dinamakan eliminasi.
Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolit tubuh. Produk sampah
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan
karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir
semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan.
Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,
elektrolit, ion-ion hidrogen dan asam. Eliminasi urin secara normal bergantung pada pemasukan
cairan dan sirkulasi volume darah dimana jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan
menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang
mempengaruhi kuantitas urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran
sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai
36 bulan.

1.2 Ruang Lingkup


Makalah ini menyajikan materi antara lain:
a. Pengertian Eliminasi
b. Fisiologi Dalam Eliminasi
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
d. Asuhan Keperawatan Pada Eliminasi
e. Tindakan Dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini sebagai pembelajaran tentang bagaimana proses eliminasi dan
asuhan keperawatannya demi terciptanya perawat yang sesuai dengan dasar-dasar tugas sebagai
seorang perawat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eliminasi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran,
penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa urin atau feses (tinja).
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
A.Buang Air Besar (BAB)
Adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang
padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan. BAB ini juga disebut
dengan Defekasi (Dianawuri, 2009).
B.Buang Air Kecil (BAK)
Adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. BAK ini juga sering
disebut dengan Miksi.
2.2 Fisiologi Dalam Eliminasi
2.2.1 Fisologi Buang Air Besar (BAB)/Defekasi
A. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring,
dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam
lambung.
B. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot
yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa
yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
C. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran
pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang
mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan
bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik
meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
D. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2) Jejenum atau bagian tengah
3) Ileum
E. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdiri dari :
1) Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2
2) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3) Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah
diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon
(16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum
feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya
untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam
empedu.
2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi
dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
3) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

F. Anus
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter)
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1). Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
2). Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2
– 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.

Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk
3
yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses.

2.2.2 Fisiologi Buang Air Kecil (BAK)/Miksi


A. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi vertebra posterior denganperitoneum dan terletak
pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai
vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi
anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat
120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak
berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah
kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
B. Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril.
C. Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar,
yaitu badan (corpus) yang merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul
dan leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah
dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40
sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting
untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu
sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot
lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu
sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan
segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra
posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum.

4
Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae.
Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui
otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari
otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini
disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih
dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan
kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas
ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung
lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik
yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos.
Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan
secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
D. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra.
Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari
bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam
saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
E. Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen
S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf
motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung
jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini
berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion
pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal
menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi
dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen
L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan
melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan, rasa nyeri.

5
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang
keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang
keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut
sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis
dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang
menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian
mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot
polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada
pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter
ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung
kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus
dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung
kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi
kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter
akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding
kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung
kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari
normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan
penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih
terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan
tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan
daerah ini.
F. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh :
oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang
hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk
mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin
dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran
cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Fisiologi Miksi Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau
jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

6
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Eliminasi
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi BAB/Defekasi
A. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak
tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya
tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut
yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkterani yang dapat
berdampak pada proses defekasi.

B. DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa,
serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada
beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
C. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang
adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
D. Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang kolon. Otot-otot
yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses
defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
E. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu
termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

7
F. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air besar
pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap
hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler.
Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentangbau, dan kebutuhan akan privasi juga
mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain
pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privasi dan
kegelisahan akan baunya.
G. Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang
normal. Beberapa menyebabkan diare yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer
tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morfin dan kodein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laksatif adalah obat
yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati diare.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi BAK/Miksi


A. Jumlah Air yang Diminum
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila banyak air yang
diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit, sehingga pembuangan air
jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila
sedikit air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga
pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna lebih kuning .
B. Jumlah Garam
Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah Supaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak
konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin banyak.
C. Konsentrasi Hormon Insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada
orang yang menderita kencing manis.
D. Hormon Antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah sedikit
mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam ginjal, akibatnya
penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit.
Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke dalam
ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang terjadi akan
encer dan jumlahnya banyak.
E. Suhu Lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang
menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya
samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
8
F. Gejolak Emosi dan Stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga
banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi,
maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin
buang air kecil.
G. Minuman Alkohol dan Kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang yang banyak
minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan meningkat.

2.4 Asuhan Keperawatan Pada Eliminasi


A. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang
berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada
waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
B. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari :
1. Hari pertama & kedua (baru lahir) 15 – 60 ml
2. Hari ketiga – kesepuluh (baru lahir) 100 – 300 ml
3. Hari kesepuluh – 2 bulan 250 – 400 ml
4. Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
5. 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
6. 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
7. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
8
8. 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
9. 14 tahun – dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa,
maka perlu lapor.
C. Warna Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna
urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya
penyakit.
D. Bau Normal Urine Berbau Aromatik. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah
seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
E. Berat jenis Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu
volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air
suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025
F. Kejernihan : Normal urine terang dan transparan.Urine dapat menjadi keruh karena ada
mukus atau pus.

9
G. pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah melewati temperatur
ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian urinennya
sedikit alkali.
H. Protein : Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen,
globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine Pada keadaan kerusakan ginjal,
molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine.Adanya protein didalam urine disebut
proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
I. Darah : Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.Adanya darah
dalam urine disebut hematuria.
J. Glukosa : Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat
sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien
DM. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh berperan dalam proses
eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus
dan usus besar.

2.5 Tindakan Dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi


A. Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi BAB/Defekasi
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
2. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
3. Memberikan huknah rendah
4. Memberikan huknah tinggi
5.bMemberikan gliserin
6. Mengeluarkan feses dengan jari

Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi dengan:


1. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
2. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
3. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran, buah-buahan,
nasi; mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari
4. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien
5. Positioning
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menangani pasien dalam eliminasi:

1. Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri untuk
defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu
menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan
pembicaraan dengan klien.

10
2. Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi
peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi
dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
3. Nutrisi dan Cairan
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang terjadi,
frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu defekasi
normal. klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga masukkan serat dalam diet.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (Kebutuhan Buang Air
Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang Air Besar/BAB). Organ yang berperan dalam
eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan
awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.

3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan feses dalam kehidupan kita
sehari-hari. Serta selalalu menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine dan feses.

12
DAFTAR PUSTAKA

Banaliyah Sti.(2008),Medial book keterampilan praktik klinik keperawatan dan kebidanan. Uliyah
Musrifatul.(2008),Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan. Buku pedoman perawatan pasien.
Buku kedokteran ECG. Kusmiyati Yuni. Penuntun belajar keterampilan dasar praktik klinik maya
kebidanan. Fitra Alimul Aziz hidayat.2008. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan,selemba
medika, Jakarta http://rulinoviansah.wordpress.com/2012/12/06/prosedur-tindakan-bab-dan-bak/
http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com

13

Anda mungkin juga menyukai