HIRSCHSPRUNG DISEASE
PAPER
Oleh :
Tasya Noer Chaerunisa
20360126
Pembimbing :
dr. Yusril Leman, Sp. B, FINACS
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan
Paper ini dengan judul “Hirschsprung disease”. Penyelesaian Paper ini banyak bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Yusril Leman, Sp. B, FINACS selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan
untuk menyelesaikan paper ini. Penulis menyadari bahwa Paper ini tentu tidak lepas
dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka
sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga paper ini dapat
memberikan manfaat.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang
usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai
pilorus. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling
sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-
kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit
Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran,
maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil,
Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat
lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat
mengeluarkan tinja. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran
4
mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut
membuncit keseluruhan.
berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti
enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat
mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit
ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan
Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi
defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah
sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada
kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang
dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein. 1 Dari
sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera
mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan
yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya
di Indonesia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal
terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu
masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Spinkter ani eksterna
6
Gambar . Pleksus autonomik intrinsik pada usus.
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas penutupan
saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada
sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus )
maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and
sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah
kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada waktu dan tempat yang diinginkan.
Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4
tahapan:
Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum,
seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks
gastrokolik.
7
Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex, yakni upaya
anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter.
Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. Relaksasi
yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter
dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi.
inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang
usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai
pilorus.
2.3 Etiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada pleksus mienterikus Auerbach dan
submukosa Meissener pada rektum dan atau kolon. Neuron enterik berasal dari neural crest
dan bermigrasi secara kaudal bersama dengan serat saraf vagus di sepanjang usus. Sel-sel
ganglion tiba di kolon proksimal pada 8 minggu usia kehamilan dan pada rektum pada 12
minggu usia kehamilan. Kegagalan migrasi neuron enterik pada kolon dan atau rektum ini
akan membentuk segmen aganglionik. Hal ini mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis.
8
2.4 Patogenesis
Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7 cm (megakolon) dapat
kongenital) terjadi bila, saat perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neural crest ke
arah kaudal di sepanjang saluran cerna terhenti di suatu titik sebelum mencapai anus. Oleh
karena itu, terbentuk suatu segmen aganglionik yang tidak memiliki pleksus submukosa
Meissener dan pleksus mienterikus Auerbach. Hal ini menyebabkan obstruksi fugsional dan
peregangan progresif daripada kolon yang terletak proksimal dari segmen yang terkena. Pada
sebagian besar kasus, hanya rektum dan sigmoid yang aganglionik, tetapi pada sekitar
seperlima kasus yang terkena adalah segmen yang lebih panjang, dan bahkan keseluruhan
kolon (walaupun jarang). Secara genetis, penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen, dan
diketahui terdapat beberapa defek berlainan yang menimbulkan akibat yang sama. Sekitar
50% kasus terjadi akibat mutasi di gen RET dan ligan RET, karena merupakan jalur sinyal
yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf mienterikus. Banyak kasus sisanya terjadi
2.5 Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini
9
bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
2.6 Diagnosis
Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti,
pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum, diagnosis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup
bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi
normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90%
kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna
hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Swenson (1973) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi
abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
10
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau disebabkan
oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus,
seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine.
dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia
2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3
kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi
(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan
gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Anamnesis
a. Muntah hijau
c. distensi abdomen
11
e. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi
misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat
apabila pada masa neonates tidak ditemukan gejala akan bertambah berat dengan
a. kontsipasi berat
b. pertumbuhan terhambat
c. anoreksia
diagnosis akhir dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsy rectal yang ditemukan
aganglionik.
Pemeriksaan Fisik
b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak
12
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48
jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium
yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
Biopsy Rectal
Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsy
rectal full-thickness.
Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena
pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini
dilakukan.
13
Simple Suction Rectal Biopsy
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil
Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus
Manometri Anorektal
distensi lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan
Swenson pertama kali menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan
perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status
fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang
telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24%
dari kasus.
Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat
tidur pasien.
sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan
14
Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan
asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hipertropi sepanjang
Penemuan Histologis
ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hipertropi yang
terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan
calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan
terdapat penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih
Kegagalan bayi cukup bulan yang sihat mengeluarkan mekonium pada waktu 24 jam
pertama setelah lahir dapat dicurigai adanya obstruksi pada usus bayi tersebut. Diagnosis
banding untuk obtsruksi usus besar adalah seperti penyakit Hirschprung sendiri dan beberapa
penyakit lain seperti malformasi anorektal dan Meconium Plug syndrome. Untuk
membedakan ketiga jenis penyakit ini, maka harus dilakukan pemeriksaan radiologi yang
tepat. Pada foto polos penderita dengan kelainan Meconium Plug syndrome, tampak distensi
daripada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen, namun
tidak terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema, akan tampak
gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek terapeutik apabila
mekonium keluar dengan sendirinya setelah beberapa waktu kemudian. Pada sebagian bayi,
stimulasi pada bagian rektum dengan menggunakan termometer rektal, pemeriksaan rectal
touché, dan pemberian saline enema biasanya akan menginduksi keluarnya mekonium
15
terebut. Bagaimanapun, bayi dengan kelainan organik seperti penyakit Hirschsprung ini juga
terkadang akan mengeluarkan meconium plug dan selanjutnya akan menjadi normal untuk
sementara. Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus menerus untuk bayi yang
meskipun telah mengeluarkan meconium plug mereka. Apabila gejala obstruksi menetap,
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan medis
menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka
dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang
besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidak seimbangan
elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi
16
3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi. Injeksi BOTOX pada
sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-
operatif.
Tindakan bedah
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang
sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering
digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan,
1. Prosedur Swenson
2. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson
Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum
Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum),
17
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa
dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler
rektum aganglionik.
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.
Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer
pada anus.
2.10 Komplikasi
1. Enterokolitis
pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik
yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi
abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif
cair dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang
2. Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose,
vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan
abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang
dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat
18
3. Stenosis
infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
2.11 Prognosis
Secara umum prognosis baik. 90% pasien yang segera dilakukan tindakan
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Hirschprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan
peristaltik sehingga terjadi obstruksi fungsional dan hipertrofi serta dilatasi dari
kolon proksimal.
2. Gejala klinis pada masa neonatus berupa pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau, distensi abdomen. Sedangkan pada masa anak-anak berupa konstipasi
3. Pemeriksaan penunjang radiologi foto polos abdomen dan barium enema penting
dalam mengeakkan diagnosis berupa gambaran kolon yang mengalami dilatasi serta
pemeriksaan biopsy rectal yang ditemukan secara histology tidak ditemukannya sel-
bagian kolon yang aganglion dengan beberapa prosedur yaitu Swenson, Duhamel,
soave
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi anorektal pada penderita
penyakit Hirschprung pasca operasi pull- through .Bagian ilmu bedah fakultas kedokteran
2. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam; American Motility Society
(IFFGD)
3. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD, Chang Sik Yu, MD,Jung
Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon Cayu Lee, MD and Hyun Kwon Ha, MD
4. Kumar Abbas, and Fausto Mitchell, Chapter 15, Developmental Anomalies dalam Robin
5. Puri and M.Hollwarth dalam ; Pediatric Surgery. Springer-Verby Berlin 2006. Halaman
275.
6. Frank H. Netter, MD ;Atlas of Netter 4th Edition 2006. Plate 312, Plate 369, plate 371,
7. Holly L Neville, MD; Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Penyakit Hirschprung
Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman 559 dan 560.
Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition ditulis oleh William E. Brant MD, FACR dan
21
10. Ciro Yoshida, Jr, MD ; Hirschprung Disease Imaging, dalam Medscape Referrence, Drug.
medscape.com
11. Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez, MD, Isabel Torres, MD,
Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa del Hoyo, MD. Congenital anomalies of the small
12. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung Disease dalam
Constipation Etiology, Evaluation and Management. Ditulis oleh; Steven Wexner dan
Graeme S. Duthie. Springer- Verlag London Limited 2006. Pediatric Surgical Problem
Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery ditulis oleh Marwin L.Corman. Edisi ke 5.
www.infokedokteran.com.
14. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass meconium: Diagnosing
Physician.com
www.infokedokteran UGM.com.
16. Alpha Fardah A, IG.M Reza Gunadi Ranuin Sulajanto Marto Sudarno, Penyakit
17. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung Disease dalam
22