Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI A USIA 4 HARI

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN – HISPRUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu : Sri Yekti W,S.Kep, M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 5

Aghniya Noviya Diani KHGC19047

Astri Yulistiani KHGC19055

M. Farhan Dzulkifli KHGC19069

Putri Nur Arofah KHGC19077

Relah Sinta Putri KHGC19079

Siti Salimatusadiah KHGC19085

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

2021-2022

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah
proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana


tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon,
keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik
dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak
mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan
isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat
terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick


Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863.
Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga
tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion.

1.2 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah
kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah pada gangguan Hisprung.

2
1.3 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian Hisprung.
2. Menjelaskan jenis-jenis Hisprung.
3. Menjelaskan penyebab Hisprung.
4. Menjelaskan asuhan keperawatan Hisprung dari mulai pengkajian serta
dapat mengevaluasi Asuhan Keperawatan Hisprung
5. Dapat mendokumentasikan hasil dari Asuhan Keperawatan.

1.4 Rumusan Masalah


Dalam menulis laporan ini penulis menjelaskan tentang bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan penyait hisprung serta bagaimana penyebab
Hisprung dapat terjadi.

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit


ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah
atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan”
usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar
(megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.

Hisprung atau megakolon kongenital adalah penyakit bawan kibat tisak


tercapainya pertumbuhan chepalocaudal Sel-sel parasimpatis myantericus pada
segmen usus bagian distl, terbanyak di rektosigmid. Sehingga tidak ad peristaltic
pada usus yang terkena dan menyebabkan fases tidak bias keluar sehingga terjadi
obstruksi, dilatasi kolon bgian proksimal dan hipertropi dingding ototnya sehingga
terbentuk megakolon.

Hisprung atau mega kolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rectosigmoid colon. Dan ketidak adaan
ini menimbulkan abnormal atau tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily &Sowden : 2013). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital
yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas
sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2013 :507).

Penyakit hirschsprung adalah kelainan kongenital pada bagian usus


(kolon) akibat adanya obstruksi mekanis/penyumbatan karena
pergerakan usus yang inadekuat.

Penyakit hirschprung disebut juga megacolon kongenital karena


merupakan kelainan bawaan dimana ukuran kolon yang abnormal

4
bes ar s ebagai akibat pelebaran dan hipertrofi. Insiden penyakit ini
(Reffensperger,2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa hisprung merupakan kelainan bawaan yang


dimana ukuran kolon atau usus besar (dari anus/rectum sampe kebagian atas)
mengalami abnormal atau tidak adanya pergerakan spontan/peristaltik pada usus
dan tidak memiliki persarafan sehingga terjadi kelumpuhan pada usus besar yang
tidak bisa menjalankan fungsinya sehingga terjadi penyumbatan pada usus.

2.2 Anatomi

Usus besar/ instetinum mayor/istetinum crassum merupakan saluran


pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan
panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5-5 cm. Lanjutan dari usus halus
(dari sambungan ileocecal sampai anus).. Dalam pencernaan tidak berlangsung di
dalam usus besar dan hanya sekitar 4% dari penyerapan cairan, khususnya air,
terjadi di sana. Dinding bagian dalam usus besar tidak memiliki villi dan memiliki
luas permukaan serap yang sangat rendah.

Lapisan usus besar dari dalam keluar : 

1. Lapisan selaput lendir (mukosa) : nampak tidak ada villi, kripta dalam
lebih kuran 0,5 mm terletak berdekatan satu sama lainnya. Epitel kripta
hampir seluruh permukaannya menghasilkan mukus, pelumas epitel yang
tinggal lainnya memmpunyai tepi bersilia dari mikroviliu mengabsopsi air.
2. Lapisan otot melingkar (M. Sirkuler) : terbelah dalam bentuk lingkaran
3. Lapisan otot memanjang (M.Longitudinal) : berkumpul menjadi 3 pita
panjang dengan lebar 1 cm disebut tenikoli, terdiri dari tenia libera
(anteror), ternia omentalis (posterior, lateral) dan tenia mesakoli (posterior
dan medial)
4. Lapisan jaringan ikat (serosa) : jaringan ikat tang kuat sebelah luar.

Bagian- bagian dari usus besar :

5
1. Sekum/caecum
Kantong lebar terletak pada fosa iliak dekstra. Dibawahnya terdapat
appendiks vermiformis seperti bentuk cacing/umbai cacing dengan
panjang 6 cm. Muara appendiks pada sekum ditentukan oleh titik yaitu
daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis yang
menghubungan kedua spina iliatika anterior superior. Sekum seluruhnya
ditutupi oleh peritonium, mudah bergerak meskipun tidak mempunyai
mesenterium dan dapat diraba pada dinding abdomen.
2. Kolon Asenden
Memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai ke sebelah kanan
abdomen dengan memiliki panjang sekitar 13 cm, berada di bawah
abdomen kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati, di bawah hati
melengkung ke kiri (fleksura hepatika) melanjutkan sebagai colon
transvesum.
3. Kolon Transvesum
Panjangnya ± 38 cm, dari kolon asenden ke kolon desenden di bawah
lambung. Berada dibawah abdomen sebelah kanan tempat belokan yang
disebut fleksura lienalis mempunyai mesenterium melekat pada
permukaan posterior, terdapat tirai yang disebut omentum mayus.
4. Kolon Desenden
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri dari atas ke
bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan iliem kiri, bersambung
dengan sigmois dan di belakang peritonium (retroperitonial).
5. Kolon Sigmoid
Lanjutan dari kolon desenden. Panjangnya 40 cm. Terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk hrup S. Ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum, berakhir setinggi vertebrae sakralis 3-4.
Kolon sigmoid ini ditunjang oleh mesenteriu yang disebut mesakolon
sigmoid.
6. Rektum

6
Merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus sepanjang 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum
dan berakhuir pada kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis, di
depan os sakrum dan koksigis. Rektum terdapat 2 bagian yaitu rektum
propia ( bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika ampula rekti terisi
makanan akan timbul hasrat defekasi) dan pars analis rekti.
7. Anus
Hubungan rektum dengan dunia luar terletak di dasar pelvis dan
dindingnya diperkuat oleh spinter ani yang terdiri dari :
 Spingter ani interna : terletak diatas bekerja tidak memenuhi
kehendang kaya lapisan otot polos tebal
 Spingter ani ekterna : terletak di bawah bekerja menuruti kehendak
kaya dengan otot skeletal
 Spingter ani levator : bekerja tak menurut kehendak.

Proses defekasi adalah hasil refleks apabila bahan feces masuk ke dalam
rektum, dinding rektum akan meregang menimbulkan implus aferens yang
disalurkan melalui pleksus mesenterikus dan menimbulkan gelombang peristaltik
pada kolon desenden. Kolon sigmoid mendorong feces ke arah anus. Apabila
gelombang peristaltik sampai anus, spingter ani internus dihambat dan spingter
ani ekterna melemas sehingga terjadi defekasi.

Fungsi usus besar meliputi :

a) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa masa membentuk masa
yang lembek yang disebut feces
b) Menyimpan bahan feces. Sampai saat defekasi, feces ini terdiri dari sisa
makanan. Serat-serat selulosa, sel-sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi
(lambung, kelenjar intestin, hati dan prankreas) magnesium fofat dan Fe.
c) Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan
fungsi pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan penyimpanan.

7
Untuk kedua fungsi ini tidak diperlukan gerakan yang cukup kuat dengan
pergerakan yang lemah.

Gerakan Kolon terdiri dari :

a) Gerakan mencampur : pada tiap kontraksi kira-kira 2,5 cm, otot sirkuler
kolon mengerut kadang-kadang dapat menyempit lumen denan sempurna.
Gabungan otot sirkuler dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar
tidak terangsang, mengembung keluar, merupakan kantong yang disebut
haustraktion. Dalam waktu 30 detik kontraksi haustral akan bergerak lambat
ke arah anus. Beberapa menit kemudian timbul kontraksi haustal kedua
yang baru dekat tempat semula tetapi tidak pada tempat yang sama. Dengan
cara ini feses perlahan-lahan didekatkan ke permukaan dan secara progresif
terjadi penyerapan air
b) Gerakan mendorong : pada kolon terjadi gerakan yang disebut mass
movemant, mendorong feces ke arah anus, gerakan ini timbul beberapa kali
sehari, biasanya sesudah makan pagi. Pada mulanya pergerakan terjadi pada
bagian kolon yang terangsang kemudian kolon dital tempat kontruksi kira-
kira 20cm, berkontraksi serentak sebagai satu kesatuan mendorong bahan
feses ke bagian yang lebih distal. Mass movement dapat terjadi pada tiap
bagian kolon transvesum dan kolon desenden.

2.3 Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan
serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada

8
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon
( Betz, Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

2.4 Manifestasi Klinis


1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat
tinja seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)

Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evaluai mekonium. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic
yang membaik secara spontan maupun dengan edema. Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala. Gejala hanya konstipasi
ringan. (Mansjoer, 2000 : 380

Pada Masa Neonatal : Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah


lahir, Muntah berisi cairan empedu, Enggan minu dan mengalami Distensi
abdomen. Sedangkan pada masa bayi dan anak-anak terdapat konstipasi, Diare
berulang, Tinja seperti pita, berbau busuk dan Distensi abdomen dan mengalami
gagal tumbang/ tumbuh kembang

9
2.5 Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang) (Betz, 2002 : 197)
5. Obstruksi usus
6. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
7. Konstipasi (Suriadi, 2001 : 241

Adapun komplikasi yang terjadi apabila terkena hisprung :

a) Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua
tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok
dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam,
kebocoran anastomose ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh,
terdapat infiltrate atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam
tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum, sepsis dan kematian, apabila di
jumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proximal.

b) Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka didaerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya
jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler
biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau rehbein, stenosis
posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila sterosis
memanjanga biasanya akibat prosedur soave. Manifestasi yang terjadi dapat
berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga
fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab
stenosis, mulai dari businasi hingga sfingterektomi posterior.

10
c) Enterokolitis
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus
semakin berkembang penyakit hirschsprung masa lumen usus halus makin
dipenuhi eksudat fibrin yang meningkatkan risiko perforasi. Proses ini dapat
terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionic. Enterokolitis terjadi pada
10-30% pasien penyakit hirschsprung terutama jika segmen usus yang terkena
panjang. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah:
1. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit
2. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi
3. Melakukan wash out dengan cairan fisiologi 2-3x/hari
4. Pemberian antibiotika yang tepat.

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien
dengan endorektal fulltrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan
kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis
menurut Swenson adalah karena obstruksi parsial. Obstruksi usus pasca bedah
disebabkan oleh stenosis anastomosis, spingter ani dan kolon aganglionik yang
tersisa masih spastik.

d) Gangguan fungsi spingter


Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal
untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau keciprit merupakan
parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal
pasca operasi, meskipun secara teritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah
suatu keadaan keluarnya fese lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,
keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

11
2.6 Etiologi/ Penyebab

Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk


dengan sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar.
Oleh karena itu, jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar
tidak dapat mendorong feses keluar.

Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun kelainan


perkembangan semasa kehamilan yang diduga menjadi faktor utamanya.
Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko penyakit ini adalah :

1. Memiliki saudara sekandung yang punya riwayat penyakit ini.


2. Orang tua yang dulunya punya riwayat hirschprung saat bayi.
3. penyakit bawaan lahir lain seperti Down syndrome dan penyakit Memiliki
jantung bawaan.

2.7 Tanda Dan Gejala


1. Perut kembung dan kelihatan membuncit,
2. Hilangnya nafsu makan,
3. Berat badan tak bertamba,
4. Mudah lelah,
5. Sembelit dalam jangka panjang, dan
6. Terganggunya tumbuh kembang.

2.8 Pencegahan

Untuk menangani permasalahan tersebut perlunya dilakukan tindakan


pembedahan oleh dokter bedah anak untuk memperbaiki kondisi usus besar yang
bermasalah. Tidak ada pilihan lain dalam pengobatannya. Saat ini yang dapat anda
lakukan untuk mencegah kelainan tersebut adalah.

a) Lakukan kontrol rutin ke dokter kandungan selama masa kehamilan.


b) Konsumsi makanan yang bergizi, dan minum air putih 2 - 2,5L perhari.

12
c) Hindari rokok dan alkohol.
d) Hati hati dalam konsumsi obat saat kehamilan.
e) Cukupi kebutuhan asamfolat dan zat besi selama masa kehamilan.

2.9 Macam-Macam Hisprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a.    Penyakit Hirschprung segmen pendek : Segmen aganglionosis mulai dari


anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung
dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
b.   Penyakit Hirschprung segmen panjang : Kelainan dapat melebihi sigmoid,
bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama
banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)
Dua kelompok besar, yaitu:

1.      Tipe kolon spastik : Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi


berkala (konstipasi periodic) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih
berganti dengan diare. Sering tampak lender pada tinjanya, nyeri bias berupa
serangan tumpul atau kram, biasanya diperut sebelah bawah perut terasa
kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi, buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.
2.      Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang
relative tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan,
yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita
mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Penyakit hirscprung terjadi lebih sering pada pria, dan biasanya terdiagnosis
pada masa bayi, kendati kadang-kadang diagnosis tersebut ditegakkan kemudian.
Terapinya mencakup kolostomi sementara atau ileostomi proksimal, pada segmen

13
usus yang terkena sampai dilakukannya pembedahan korektif. Pembedahan dapat
mencakup reseksi usus yang terkena, dan penutupan kolostomi atau ileostomi.

Pertama, pembedahan membuat ostomi temporer disebelah proksimal segmen


yang aganglionik untuk menghilangkan obstruksi dan memungkinkan pemulihan
usus yang enervasinya normal serta mengalami dilatasi itu kembali kepada
ukurannya yang normal. Kedua, pembedahan korektif total biasanya dilakukan
ketika berat badan anak mencapai kurang lebih 9 kh. Ada beberapa prosedur
pembedahan yang dapat dikerjakan dengan prosedur tersebut meliputi prosedur
Swenson, Duhamel, Boley serta Soave Prosedur pull-through endorektal Soave,
yang merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, terdiri atas
tindakan menarik ujung usus yang normal lewat sleevemuskular rektum dan dari
situ bagian mukosa yang aganglionik dibuang. Ostomi biasanya ditutup pada saat
dilakukan prosedur pull-through.

Sebagian besar anak yang menderita penyakit hirschprung memerlukan


tindakan pembedahan dan bukan terapi medis.setelah ke adaan umum pasien di
buat stabildengan pemberian infus dan elektrolit jika di perlukan,operasi
kolostomi temporer dikerjakan dan operasi ini memiliki angka keberhasilan yang
tinggi.setelah pelaksanaan oporasi pull-though yang di lakukan  kemudian,striktur
ani dan inkontinensia merupakan komplikasi yang potensialterjadi dan
memerlukan tindakan lebih lanjut,meliputi terapi dilatasi atau bowel-retraining.

1) Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami
obstipasi. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses
akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah
kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bau dari feses,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.
2) Pemeriksaan Radiologi

14
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus
letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung
adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi,
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi,
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
(Kartono,1993).
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid
(Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).
3) Pemeriksaan Diagnostik
 Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
 Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada
penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
 Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Ngatsiyah,
1997 : 139)
 Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
 Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
 Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

15
 Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna. (Betz, 2002 : 197).
4) Pemeriksaan patologi anatomi
Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel
ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner).
Disamping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut syaraf
(parasimpatis).
Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi jika menggunakan pengecatan
immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada
serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan dengan pengecatan konvensional
dengan haematoxy lineosin.
Disamping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-
100, metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja
pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang
berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang
berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Cilley dkk,2001).
5) Manometri Anus
Yaitu pengukuran tekanan spingter anus dengan cara mengembangkan balon
didalam rectum. Sebuah balon kecil ditiupkan pada rectum, ano-rectal manometri
mengukur tekanan dari otot spingter anal dan seberapa baik seorang dapat
merasakan perbedaan sensasi dari rectum yang penuh.
Pada anak-anak yang memiliki penyakit hirschsprung otot pada rectum tidak
relaksasi secara normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai dan
mendorong. Tekanan otot spingter anal diukur selama aktivitas, saat memeras,
seseorang mengencangkan otot spingter seperti mencegah sesuatu keluar, Saat
mendorong seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya
berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.
6) Pemeriksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biopsy isap
pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzimasetil kolin
esterase (Darmawan K, 2004)

16
2.11 Penatalaksanaan
A. Pembedahan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi


loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan
dengan 1 dari 3 prosedur berikut :

a) Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
b) Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
c) Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d) Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-
through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau
ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi
ditutup dalam prosedur kedua.
1) Persiapan prabedah
 Lavase kolon
 Antibiotika
 Infuse intravena
 Tuba nasogastrikPerawatan prabedah rutin
 Pelaksanaan pasca bedah : Perawatan luka kolostomi, Perawatan
kolostomi, Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu dan Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara
sukar untuk diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak
dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana
membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.
(Betz, 2002 : 198)

17
B. Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui


pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara. Cara mendiagnosa penyakit ini adalah dengan melakukan biopsi melalui
rektum. Sementara penanganan pasien adalah melakukan koreksi lewat oprasi
pengambilan dari bagian usus yang tidak memiliki sistem saraf dan dilakukan
dalam 3 tahap.
Dalam beberapa kasus tindakan kolostomi di lakukan pada bagian usus yang
bekerja normal,untuk memungkinkan usus beristirahat agar dapat mengemalikan
fungsi normalnya. Ini juga memungkinkan pasien untuk menambah berat badan.
Tindakan ini di lakukan sebelum di koreksi tahap lanjutan. Pada koreksi terahir,
ahli bedah anak akan membuat penyatuan dari usus besar pada suatu titik dengan
anus.
Kolostomi akan di tutup pada tahap ini. Selanjutnya tinggal menunggu
pengeluaran kotoran secara normal. Setelah menjalani oprasi pada beberapa kasus
di temukan terjadinya konstipasi karena proses adaptasi sistem kerja usus.
C.  Tindakan bedah sementara

Kolostomy dikerjakan pada pasien neonates, pasien neonates, pasien anak dan
dewas yang terlambat di diagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat dikolon beraganglion normal yang
paling distal.

D. Terapi farmakologi
a. Pada kasus stabil, pengguanaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud fese adalah efektif.
b. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamasi digunakan dalam megakolon
toksik, tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba.

2.12 Pathway

18
Sumber :

19
2.13 Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1) Identitas

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).

2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24
jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau
busuk dapat terjadi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.

20
3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey


umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi
dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi.
Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis. Pada
pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan :

 Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal.


Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses
seperti pita dan berbau busuk.
 Auskultasi : Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus,
dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
 Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung. Palpasi:
Teraba dilatasi kolon abdominal.
1. Sistem kardiovaskuler : Takikardia.
2. Sistem pernapasan : Sesak napas, distres pernapasan.
3. Sistem pencernaan : Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan
diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang
menyemprot.
4. Sistem saraf : Tidak ada kelainan
5. Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
6. Sistem endokrin : Tidak ada kelainan.
7. Sistem integument : Akral hangat, hipertermi
8. Sistem pendengaran : Tidak ada kelainan.

4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil


 Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.

21
 Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium
setelah 24-48 jam.
 Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
 Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspensi paru.
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eleminasi ( kontipasi ) b.d efek persyarafan terhadap
aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d munah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyaitnya.

22
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Nic Noc


1. Pola nafas tidak Respiratory status Respiratory
efektif b.d Kriteria hasil : monitoring
penurunan ekspansi 1. Frekuensi
paru. pernafasan 1. Monitor
dalam batas normal frekuensi, ritme,
2. Irama nafas sesuai
yang di harapkan. kedalaman
3. Ekspansi pernafasan.
dada simetris. 2. Catat
4. Bernafas mudah. pergerakan dada,
5. Keadaan inspirasi. kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan.
3. Monitor pola nafas
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi.
4. Palpasi
ekspansi paru.
5. Auskultasi
suara pernafasan.

Oxygen therapy
1. Atur peralatan
oksigenasi.
2. Monitor aliran
oksigen.
3. Pertahankan jalan
nafas yang paten.
4. Pertahankan posisi
17
pasien.
2. Nyeri akut Pain level Paint management
b.d inkontinuitas 1. Kaji secara
jaringan Kriteria hasil : komperhensif
tentang nyeri
1) Mengenali meliputi :
factor Lokasi, karakteristik
penyebab. dan onset, durasi,
2) frekuensi, kualitas,
Menggunaka intensitas atau
n metode beratnya nyeri dan
pencegahan. factor – factor
3) Menggunakan presipitasi.
2. Observasi isyarat
metode – isyarat non
pencegahan verbal dari
non analgetic ketidaknyamanan,
untuk khususnya dalam
mengurangi ketidakmampuan
nyeri. untuk komunikasi
4) Menggunakan secara efektif.
analgetic 3. Gunakan
sesuai komunikasi
kebutuhan. terapeutik agar
5) Mengenali pasien dapat
gejala – mengekspresikan
nyeri.
gejala nyeri. 4. Kontrol factor –
factor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon

18
pasien terhadap
ketidaknyamanan,
(ex :
temperature
ruangan,penyinara)
5. Ajarkan
penggunaan Teknik
non farmakologi
(misalnya :
relaksasi, guided
imagery, distraksi,
terapi bermain,
terapi aktivitas).
Analgetik
administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek intruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuensi.
3. Pilih analgenik
yang diperlukan /
kombinasi dari
analgetic ketika
pemberian lebih
dari satu.
4. Tentukan

19
analgetic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
3. Ketidakseimba Status nutrisi Manajemen nutrisi
ngan nutrisi Kriteria hasil :
kurang dari a. Stamina a. Timbang
kebutuhan b. Tenaga berat badan.
tubuh b.d c. Kekuatan b. Anjurkan
masukan menggengga keluarga untuk
makanan tak m memberikan ASI.
adekuat dan d. Penyembuha c. Anjurkan
rangsangan n jaringan pasien untuk
muntah. e. Daya tahan meningkatkan
tubuh protein dan vit C.
f. Pertumbuhan d. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang di
butuhkan pasien.

Monitoring nutrisi
 Monitor turgor kulit.
 Monitor mual dan
muntah.
 Monitor
intake nutrisi.
 Monitor
 pertumbuhan
dan perkembangan.

4. Perubahan pola Bowel elimination Bowel irigation

20
eliminasi kriteria hasil : a. Tetapkan alasan
(konstipasi) b.d a. Pola eliminasi dilakukan tindakan
defek persyarafan dalam batas normal pembersihan sistem
terhadap aganglion b. Warna feses dalam pencernaan
usus batas normal b. Pilih pemberian
c. Feses lunak atau enema yang tepat
lembut dan c. Jelaskan
berbentuk prosedur pada
d. Bau feses pasien
dalam batas normal d. Monitor efek
(tidak menyengat ) samping dari
e. Konstipasi tidak tindakan irigasi
terjadi atau pemberian
obat oral
e. Catat
keuntungan dari
pemberian enema
laxatif
2. 6. Informasikan
pada pasien
kemungkinan terjadi
perut kejang atau
keinginan untuk
defekasi
5. Resiko Fluid balance Fluid management
kekurangan volume Kriteria hasil : a. Timbang popok
cairan b.d muntah  Keseimbangan jika diperlukan
diare dan pemasukan intake dan output b. Pertahankan intake
terbatas karena mual 24 jam dan output yang
 Berat badan stabil akurat
 Tidak ada mata c. Monitor status
cekung hidrasi (

21
 Kelembaban kulit kelembaban
dalam batas normal membran mukosa
nadi adekuat
tekanan darah )
d. Monitor vital sign
e. Kolaborasi
pemberian cairan
f. Dorong
masukkan oral
g. Dorong keluarga
untukmembantu
pasien makan
6. Resiko tinggi infeksi Imune Status Infection protection
b.d imunitas Kriteria hasil :
menurun dan proses a. Monitor tanda dan
penyakit  Pasien bebas dari gejala infeksi
tanda dan gejala sistemik dan lokal
infeksi b. Monitor kerentanan
 Menjelaskan proses terhadap infeksi
penularan penyakit c. Infeksi kulit
 Menjelaskan faktor dan membran
yang mukosa terhadap
mempengaruhi kemerahan, panas
penularan serta dan drainase
penatalaksanaan d. Inspeksi
nya kondisi luka/insisi

 Menunjukkan bedah

kemampuan e. Dorong masukan

untuk mencegah nutrisi yang cukup

timbulnya infeksi f. Dorong istirahat

 Menunjukkan
perilaku hidup sehat

22
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang


telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan dan hasil yang di harapakan. Tindakan keperawatan harus
mendetail. Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan
baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan di lakukan sesuai dengan
kondisi pasien.

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada
tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada ketepatan
perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap
hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu
karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi
dalam hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian berdasarkan
respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang diperlukan. Ada 2
komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu:

a. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah
perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan.
b. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan keperawatan klien

23
BAB III TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HISPRUNG DISEASE

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pada By. A dengan Hisprung Disease

di Ruang Perinatologi (11) IRNA IV

Tanggal MRS : 09 Mei 2017

Tanggal Pengkajian : 09 Mei 2017

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN

IDENTITAS BAYI

- Nama : By. A
- No.Register : 1175670
- Umur : 4 Hari
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
- Tanggal lahir : 06 Mei 2017
- Diagnosa medis : Obstruksi Usus Letak Rendah + Hisprung

Disease IDENTITAS AYAH

- Nama : Tn. S
- Umur : 36 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
- Pendidikan : SLTA
- Pekerjaan : Kuli Bangunan

IDENTITAS IBU

- Nama : Ny. S
- Umur : 31 tahun

24
- Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
- Pendidikan : SLTP
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2. KELUHAN UTAMA

Psien tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, perut membesar, rewel,
muntah saat diberi AS

3. RIWAYAT KESEHATAN
a) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, dan perut membesar, muntah
saat diberi minum ASI/ SF. Riwayat lahir di Bidan, riwayat perawatan di RSUD kepanjen dan
dirujuk ke RSU dr.SAiful Anwar Malang pada tanggal 09-05-2017. Dan dirawat diruang
perinatology. Tanggal 10 Mei 2017 Bayi dinyatakan menderita hisprung disease.
b) RIWAYAT PENYAKIT DULU
Bayi tidak bisa BAB, Urine (+), muntah saat diberi asi/ SF. Perut semakin membesar. Riwayat
imunisasi Hb0.
c) RIWAYAT NUTRISI
Hari pertama lahir: ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 2 ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 3 ASI+ SF 7 ml/2
jam. Urine (+). Muntah (+). hari 4, bayi dibawa ke RSUD Kepanjen, bayi dipuasakan, IVFD
CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc.
d) RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tidak Ada keluraga yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun menular.
e) RIWAYAT PRENATAL, NATAL, DAN POST
NATAL RIWAYAT PRENATAL
- Pemeriksaan rutin : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan.
- Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
- Keluhan saat hamil : Hanya pada trimester I Pusing dan mual.
- Imunisasi : Tidak pernah
- Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
- Riwayat minum jamu : Tidak pernah
- Riwayat dipijat : Tidak pernah
- Masalah : Ketuban Merembes

25
RIWAYAT NATAL
- Cara Persalinan : Normal/ Spontan
- Tempat : Polindes
- Penolong : Bidan
- Usia gestasi : 37-38 minggu
- Kondisi Ketuban : Warna Jernih
- Letak : Bujur - BB/PB/LK/LD :3600
gram/55cm/39cm/32cm. RIWAYAT POST NATAL
- Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
- Skor APGAR : 1 menit = 7, 5 menit = 9
- Down skore :
- Trauma Lahir : Tidak ada
- Keterangan lain : Anus +, BAB -, muntah meconium 1x

4. PEMERIKSAAN FISIK ( HEAD TO TOE )


a) Keadaan umum
- Postur : Normal
- Kesadaran : Compos mentis,
- BB/PB/LK/LD saat ini: 3300 gram/53 cm/ 35 cm/ 32 cm
- Nadi : 120 x/menit
- Suhu : 36,2 C
- RR : 50 x/menit, O2 nasal canul 2 lpm/mnt
b) Kepala dan rambut
- Kebersihan : Cukup
- Bentuk Kepala : Normal, simetris, wajah grimace
- Keadaan Rambut : Hitam
- Fontanela Anterior : Lunak
- Sutura Sagitalis : Tepat
- Distribusi rambut : Merata
- Caput : Ada
c) Mata
- Kebersihan : Bersih
- Pandangan : Baik, belum terfokus

26
- Sklera : Tidak Icterus
- Konjungtiva : Anemis
- Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
- Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
- Sekret : Tidak ada
d) Hidung
- Pernapasan cuping hidung : ada
- Struktur : Normal
- Kelainan lain : Tidak ada
- Sekresi : Tidak ada
e) Telinga
- Kebersihan : Bersih
- Sekresi : Tidak ada
- Struktur : Normal, simetris, sejajar dengan garis mata
f) Mulut dan tenggorokan
- Kandidiasis : Tidak ada
- Stomatitis : Tidak ada
- Mukosa Bibir : Kering
- Kelainan Bibir dan Rongga Mulut : Tidak ada, sianosis
- Problem menelan : Tidak ada
g) Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
- Trachea : Berada di garis tengah
h) Dada dan thorak (jantung dan paru)
- Bentuk dada : Simetris, barrel chest
- Pergerakan dinding dada : Simetris, tidak ada retraksi
- Tarikan dinding dada (retraksi) : Normal, tidak terdapat retraksi
- Suara pernafasan : Sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
- Abnormalitas suara nafas : Tidak ada
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Perkusi : pekak
- Palpasi : ict cordis palpable midclavicula line sinistra

27
- Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal, kuat, regular,
gallop -, murmur – - Kelainan jantung bawaan : Tidak ada
i) Ekstremitas atas dan bawah
- Tonus otot : Cukup
- Refleks menggenggam : Baik
- Warna : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
- Trauma, deformitas : Tidak ada
- Kelainan : Tidak ada
j) Abdomen
- Bentuk : destended abdomen
- Bising Usus : Normal, 5 x/menit
- Benjolan : Tidak ada
- Turgor : > 3 detik - Hepar, lien : Tidak teraba
- Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.
k) Kelamin dan anus
- Kebersihan : Bersih
- Keadaan kelamin luar : Normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
abnormal
- Anus : Normal, - Kelainan : Tidak ada
l) Integumen
- Warna kulit : Kuning kecoklatan
- Kelembapan : Kering
- Lesi : Tidak ada
- Warna Kuku : Pucat
- Kelainan : Tidak ada

5. REFLRKS PRIMITIF
a) Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan mencari sumber
rangsangan tersebut.
b) Sucking Refleks (Refleks menghisap)
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya hisap masih
lemah.

28
c) Palmar grasp (Refleks menggenggam)
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam cukup kuat.
d) Tonic neck (Refleks leher)
Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu sisi.
e) Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan baginya.
f) Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.
6. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi HB0.
7. DATA PENUNJANG
a) HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
HEMATOLOGI
- Hemoglobin : 16,60 g/dl
- Eritrosit : 4,33
- Leukosit : 17,70 ML
- Hematokrit : 45,00 %
- Trombosit : 30,6 ML
- MCV : 93,20 fL
- MCH : 32,30 Pg
- MCHC : 34,70 g/dL
- RDW : 16,20 %
- DDW : 19,0 fL
- MPV : 12,9 fL
- P – LCR : 45,6 %
- PCT : 0,39 %
b) HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Jenis Pemeriksaan : Colon in loop teknik hirchprung
Tanggal :10 mei 2017
BNO :

29
- Preperitoneal fat line D/S : tertutup udara usus
- Kontur hepar normal, kontur lien normal
- Kontur ren D/S tertutup udara usus
- Distribusi udara usus meningkat
- Psoas line D/S tertutup udara usus
- Tulang-tulang normal
Colon In Loop Hirsehprung
Kontras yang diencerkan dimasukkan per-rectal melalui kateter dengan balon yang
dikembangkan. Tampak kontras mengisi rectum, sigmoid, colon desenden, colon transversum.
Kaliber melebar dengan mukosa regular aganglionik segmen panjang ±6 cm Rectosiogmoid
index <1.
Kesimpulan : Sesuai gambaran hirschprung disease dengan segmen aganglionik sepanjang
rectosigmoid.

B. ANALISA DATA

DATA MASALAH ETIOLOGI


DS : - Nyeri akut Akumulasi isi usus
DO :
- keadaan umum cukup Proliferasi bakteri
- Pasien rewel
- wajah grimace Pengeluaran endotoksin
- Bising usus 5x/menit
- Distensi abdomen (+) Iflamasi
- TTV Nadi
:120x/menit Suhu Enterokolitis
:36,20C RR :
50x/menit Prosedur operasi
DS : - Resiko tinggi infeksi Dilatasi usus
DO :
- Keadaan umum Feses membusuk produk gas
cukup meningkat
- Demam (-)
- distensi abdomen (+) Mual muntah

30
aganglionik sepanjang segmen
rectosigmoid Anoreksia
- Hasil lab leukosit
44,35 103 /µL Ketidakseimbangan nutrisi
- TTV
Suhu :36,20C Imunitas menurun
Nadi :120x/menit
RR :50x/menit

DS : - Pola nafas tidak efektif Dilatasi usus


DO :
- Keadaan umum Feses membusuk produk gas
- Terpasang O2 nasal meningkat
kanul 2 lpm
- Distensi abdomen (+) Penekanan pada diafragma
- Pernafasan cuping
hidung (+) Ekspansi paru menurun
- Kuku, dan
ekstremitas pucat (+)
- Kulit kering (+),
- muntah saat diberi
ASI
DS : - Ketidakseimbangan nutrisi Dilatasi usus
DO : kurang dari kebutuhan tubuh
- Keadaan umum Feses membusuk produk gas
cukup meningkat
- Distensi abdomen (+)
- Kuku, dan Mual muntah
ekstremitas pucat (+)
Kulit kering (+), Anoreksia
- muntah saat diberi
Status nutrisi Ketidakseimbangan nutrisi

- Hari pertama lahir: kurang dari kebutuhan tubuh

31
ASI ± 5 ml/ 2 jam.
- Hari ke 2 ASI ± 5 ml/
2 jam.
- Hari ke 3 ASI+ SF 7
ml/2 jam. Muntah (+).
- hari 4 bayi
dipuasakan,
- IVFD CN 10% +
CaGluc 10% 3cc +
KCl 7,4% 3cc.
DS : - Perubahan pola Spincter rektum tidak dapat
DO : defekasi:konstipasi relaksasi
- Keadaan umum
cukup Feses tidak dapat melewati
- BAB (-) spinkterani
- distended
abdomen(+) Akumulasi benda padat, gas,
- aganglionik dan cair
sepanjang segmen
rectosigmoid Obstruksi di kolon
- Nadi :120x/menit
- Suhu :36,20C Pelebaran kolon

- RR : 50x/menit
Gangguan defakasi

Kontipasi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d Penekanan pada dada karena adanya distensi abdomen,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

32
2. Resiko tinggi Infeksi b/d Tidak adekuat pertahanan tubuh primer ( perubahan
peristaltic)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Penurunan intake nutrisi,
muntah
4. Nyeri akut b/d distensi abdomen
5. Perubahan pola defekasi:konstipasi b/d Penumpukan feses, lemahnya peristaltic usus

33
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak NOC NIC 1. Meningkatkan
efektif b/d Tujuan: 1. Posisikan pasien untuk pasokan o2 yang
Penekanan pada setelah dilakukan tindakakan memaksimalkan ventilasi masuk di paru paru
dada karena adanya keperawatan selama 1 x 24 jam, 2. Atur intake cairan untuk 2. Keseimbangan
distensi abdomen, pasien menunjukkan keefektifan mengoptimalkan keseimbangan cairan dapat
ketidakseimbangan pola nafas Kriteria hasil: cairan menurunkan resiko
cairan dan 1. Tidak ada sianosis 3. Monitor respirasi dan status O2 terjadinya asidosis
elektrolit 2. Tidak ada pernafasan 4. Pertahankan jalan nafas yang paten metabolic yang
cuping hidung 5. Monitor vital sign dapat memperburuk
3. Kuku dan extremitas 6. Monitor pola nafas keadaan umum
tidak pucat CRT normal 7. Observasi adanya tanda tanda 3. Mengetahui
4. Jalan nafas paten hipoventilasi perkembangan k/u
5. Ttv dalam batas normal pasien
4. Mempertahankan
pasokan o2 yang
masuk ke paru paru
5. Mengetahui

29
perkembangan pasien,
6. Mengetahui
perkembangan
pasien terhadap
terapi yang
dilakukan
7. Untuk menentukan
intervensi lebih
lanjut.

2 Rsiko tinngi Infeksi NOC NIC 1. Untuk menentukan


b/d Tidak adekuat Tujuan: Kontrol infeksi intervensi lebih
pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lanjut
primer ( perubahan keperawatan selama 3x24 jam, 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai 2. Mencegah infeksi
peristaltic) infeksi dapat teratasi Kriteria pasien nosocomial
hasil: 3. Batasi pengunjung bila perlu 3. Mencegah infeksi
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Cuci tangan setiap sebelum dan nosocomial
gejala infeksi sesuda h melakukan tindakan 4. Mencegah infeksi
mendiskripsikan penularan keperawatan nosocomial
penyakit, 5. Gunakan APD 5. Mencegah infeksi
faktor yang 6. Tingkatkan intake nutrisi nosocomial

30
mempengaruhi penularan serta 7. Kolaborasi dengan dokter terhadap 6. Status nutrisi yang
penatalaksanaannya pemberian antibiotik baik meningkatkan
2. Jumlah leukosit dalam mekanisme
batas normal pertahanan tubuh
7. Antibiotik
digunakan untuk
mengatasi infeksi
yang tejadi.
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC 1. member informasi
nutrisi kurang dari Tujuan : 1. Kaji riwayat jumlah makanan/ tentang kebutuhan
kebutuhan tubuh b/d Setelah dilakukan tindakan masukan nutrisi yang biasa dimakan pemasukan/
Penurunan intake keperawatan 3 x 24 jam resiko dan kebiasaan makan difisiensi
nutrisi, kekurangan cairan dapat diatasi 2. Timbang berat badan. Bandingkan 2. sebagai indicator
muntah Fluid balance perubahan status cairan, riwayat langsung dalam
Kriteria Hasil : berat badan, ukuran kulit trisep mengkaji perubahan
Keseimbangan intake dan out put 3. Anjurkan ibu untuk tetap status nutrisi
24 jam memberikan asi rutin 3. untuk
1. Berat badan stabil 4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk mempertahankan masukan
2. Mata tidak cekung menentukan jumlah kalori dan nutrisi nutrisi pada pasien
3. Membran mukosa yang dibutuhkan 4. untuk menambah
lembab Kelembaban kulit 5. Monitor turgor kulit

31
normal baik, membrane mukosa 6. Monitor mual dan muntah masukan nutrisi yang baik
lembap 7. Monitor intake nutrisi bagi klien
8. Monitor pertumbuhan dan 5. mengkaji pasokan
perkembangan anak nutrisi adekuat
6. mengkaji adanya
pengeluaran output
berlebih
7. mengkaji pemasokan
nutrisi yang adekuat
8. observasi adanya
penurunan
perkembangan anak
karena pasokan
nutrisi tak adekuat
4 Nyeri akut b/d NOC 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. observasi untuk
distensi abdomen 1. Setelah dilakukan komprehensif termasuk lokasi, membantu
tindakan keperawatan 3 x karakteristik, durasi, frekuensi, menemukan
24 jam, diharapkan nyei kualitas dan faktor presipitasi intervensi lanjutan
dapat terkontrol Kriteria 2. Observasi reaksi nonverbal dari yang tepat
hasil: ketidaknyamanan 2. observasi untuk
2. Kebutuhan rasa nyaman 3. Bantu pasien dan keluarga untuk membantu

32
terpenuhi dengan kriteria tenang, mencari dan menemukan dukungan menemukan intervensi
3. tidak menangis, 4. Kontrol lingkungan yang dapat lanjutan
4. tidak mengalami mempengaruhi nyeri seperti suhu yang tepat
gangguan pola tidur ruangan, pencahayaan dan 3. partisipasi dalam
kebisingan intervensi dapat
5. Tingkatkan istirahat membangun rasa percaya
6. Berikan informasi tentang nyeri keluarga pasien dengan tim
seperti penyebab nyeri kepada medis, mengurangi rasa
keluarga pasien, berapa lama nyeri cemas keluarga pasien dan
akan berkurang dan antisipasi membantu keluarga mengerti
ketidaknyamanan dari prosedur dengan keadaan pasien
4. menurunkan
rangsangan stress
pada rasa nyeri
5. untuk menentukan
intervensi yang tepat
6. menurunkan
rangsangan stress

33
pada rasa nyeri
7. mengurangi rasa
cemas keluarga
pasien dan
membantu keluarga mengerti
dengan keadaan pasien
8. mengetahui keadaan
umum pasien

5 Perubahan pola Tujuan : NIC : 1. merangsanng


defekasi:konstipasi Setelah dilakukan tindakan 1. Bowel Irigation (pembersihan Colon) peristaltic kolon agar
b/d Penumpukan keperawatan 2 x 24 jam 2. Pilih pemberian enema (prosedur dapat defekasi.
feses, lemahnya konstipasi berangsur teratasi pemasukan cairan kedalam kolon 2. menciptakan
peristaltic usus NOC : melalui anus) yang tepat lingkungan saling
Bowel Elimination 3. Jelaskan prosedur pada pasien dan percaya dan
Kriteria Hasil : keluarga mengurangi rasa
1. Pola eliminasi dalam 4. Monitor efek samping dari tindakan khawatir
batas normal pengobatan 3. memonitor untuk
2. Warna feses dalam batas 5. Catat perkembangan baik maupun memastikan tidak
normal buruk adanya komplikasi

34
3. Bau feses tidak 6. Observasi tanda vital dan bising usus lanjutan
menyengat setiap 2 jam sekali 4. memastikan tidak
4. Konstipasi tidak terjadi 7. Observasi pengeluaran feces per adanya komplikasi
5. Ada peningkatan pola rektal – bentuk, konsistensi, jumlah lanjutan
eliminasi yang lebih baik 8. Konsultasikan dengan dokter rencana 5. mengetahui keadaan
pembedahan umum pasien
sebelum dan sesudah
dilakukan prosedur
6. memastikan tidak
adanya komplikasi
dan untuk
menetapkan intervensi
lanjutan
7. jika terjadi
komplikasi, dapat
segera di tangani
dengan pembedahan

35
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO Tanggal/jam Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. 10 mei 2017 Pola nafas tidak efektif b/d 1. memposisikan pasien untuk semi fowler
Penekanan pada dada karena 2. mengatur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
adanya distensi abdomen, 3. memonitor respirasi dan status O2
ketidakseimbangan cairan dan RR : 40x/menit
elektrolit 4. mempertahankan jalan nafas yang paten
5. meonitor vital sign
6. memonitor pola nafas
7. mengobservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
2. 10 mei 2017 Resiko tinggi Infeksi b/d Tidak Kontrol infeksi
adekuat pertahanan tubuh primer 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi
( perubahan peristaltic) 2. mebersihkan lingkungan setelah dipakai pasien dengan cara di desinfektan dll
3. membatasi pengunjung
4. mencuci tangan setiap sebelum dan sesuda h melakukan tindakan keperawatan
5. menggunakan APD saat melakukan tindakan
6. menigkatkan intake nutrisi
7. berkolaborasi dengan dokter terhadap pemberian antibiotic untuk pasien
3. 10 mei 2017 Ketidakseimbangan nutrisi 1. mengkaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan

36
kurang dari kebutuhan tubuh b/d kebiasaan makan
Penurunan intake nutrisi, muntah 2. menimbang berat badan. membandingkan perubahan status cairan, riwayat
berat badan, ukuran kulit trisep
3. menganjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin
4. berkolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
5. memonitor turgor kulit
tugar bayi kurang dari 1 detik.
6. Memonitor mual dan muntah pada bayi
7. memonitor intake nutrisi
8. Memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak
4. 10 mei 2017 Nyeri akut b/d distensi abdomen 1. melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. memberikan dukungan pada pasien dan keluarga
4. mengkontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. meningkatkan istirahat
6. memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga
pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

37
5. 10 mei 2017 Perubahan pola 1. melakukan tindakan Bowel Irigation
defekasi:konstipasi b/d 2. Memasukan cairan kedalam kolon melalui anus) yang tepat
Penumpukan feses, lemahnya 3. Menjelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
peristaltic usus 4. Memonitor efek samping dari tindakan pengobatan
5. mencatat perkembangan baik maupun buruk
6. Mengobservasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
7. Mengobservasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
8. Berkonsultasi dengan dokter rencana pembedahan

38
F. EVALUASI

NO HARI, TANGGAL, JAM. NO DX EVALUASI TTD


1 Sabtu 12 Mei 2007 1 S:
09.00 - ibu pasien mengatakan pasien masih sesak nafas
- Ibu pasien mengatakan pasien masih memuntah saat di
berikan asi
O:
- RR : 50X/menit
- Pernafasan masih cuping
- Ekstremitas terlihat pucat
A : masalah teratasi sebagian teratasi P
: lanjutkan intervensi
- Monitor respirasi dan status O2
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Monitor vital sign
- Monitor pola nafas
- Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
2 Sabtu 12 Mei 2007 2 S:-
09.00 O:
- Hasil lab Leukosit 44,35 103 /µL
- Tidak ada demam

39
- Suhu : 36C\\\\\\\\\\
- Ada distesi abdomen A :
masalah teratasi sebagian P :
lanjutkan intervensi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Tingkatkan intake nutrisi
3. Kolaborasi dengan dokter terhadap pemberian antibiotik
3 Sabtu 12 Mei 2007 3 S : ibu pasien mengatakan pasien masih sering muntah saat di beri
09.00 asi
O:
IVFD CN 10% +
CaGluc 10% 3cc +
KCl 7,4% 3cc
- Kulit tugor >1 detik
A : masalah tertasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin
2. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor mual dan muntah

40
5. Monitor intake nutrisi
6. Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak
4 Sabtu 12 Mei 2007 4 S:-
09.00 O:
- pasien sudah tidak rewel
- wajah grimace
- terdapat bising usus 5x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Tingkatkan istirahat
5 Sabtu 12 Mei 2007 5 S:
09.00 O:
- aganglionik sepanjang segmen rectosigmoid
- Pasien belum BAB
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Bowel Irigation (pembersihan Colon)

41
2. Pilih pemberian enema (prosedur pemasukan cairan
kedalam kolon melalui anus) yang tepat
3. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
4. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk,
konsistensi, jumlah
5. Konsultasikan dengan dokter rencana pembedahan

42
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 PENGKAJIAN

Pasien anak laki_laki berumur 4 hari di ruangan perinatology ( 11) IRNA IV


di rumah sakit dokter saepul anwar malang . Mengalami obstruksi usus letak
rendah + hisprung disease. Keluarga pasien mengatakan bayi tidak dapat BAB
sejak lahir,kentut hanya sekali,perut membesar,rewel,dan muntah saat diberi ASI.

Pada saat dilakukan pengkajian 9 Mei 2007 pukul 09.00 WIB , anak tampak
rewel terdapat pemasangan oksigen nasal kanul 2lvm,kuku dan ekstremitas pasien
tampak pucat ,kulit pada pasien kering.

Ibu pasien mengatakan pasien selalu muntah saat diberi ASI bayi diberikan
ASI hari pertama lahir: ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 2 ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 3
ASI+ SF 7 ml/2 jam. Muntah (+), hari 4 bayi dipuasakan, Ibu pasien mengatakan
sangat khawatir dengan keadaan anaknya, ibu pasien tampak sangat antusias saat
dijelaskan tentang penyakit anaknya, ibu psien tampak gelisah,gugup dan suara
bergetar. HR : 120x/menit ( normal 100-150 x/menit ) , RR : 50x/menit (
normalnya 30-60x/menit , suhu : 36,2 C ( normalnya 36,5-37,5 C ).

Pengkajian yang dilakukan pada laporan studi dokumentasi menunjukan


43
bahwa setelah lahir pasien mengalami distensi abdomen dan tidak bisa BAB ,
Berdasarkan teori dari Mendri & Prayogi, (2018) menjeskan bahwa pengkajian
pada anak dengan masalah keperawatan konstipasi dengan hirsprung.

Mengkaji status nutrisi dan status hidrasi, mengkaji status bising usus untuk
melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian prorksimal karena obsstruksi dan
mengkaj psikososial keluarga, menngkaji distensi abdomen dan riwayat tinja
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan kurang lengkap karena terdapat
pengkajian yang belum dilakukan penulis sebelumnya, seperti mengkaji bising
usus, mengkaji feses, memngkaji psikososial keluarga dan nutrisi anak.

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang didapatkan dari kasus terdiri dari :

1) Pola nafas tidak efektif b/d Penekanan pada dada karena adanya
distensi abdomen, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
2) Infeksi b/d Tidak adekuat pertahanan tubuh primer ( perubahan
peristaltic)
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Penurunan
intake nutrisi, muntah
4) Nyeri akut b/d distensi abdomen,
5) Perubahan pola defekasi:konstipasi b/d Penumpukan feses, feses tidak bisa
melewati sepinkterani.
Sedangkan pada teori diagnose yang mungkin ditemukan pada pasien
dengan Hisprung terdiri dari 6 diagnosa :

1) Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspensi paru.


2) Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
44 tubuh b.d
masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.
4) Perubahan pola eleminasi ( kontipasi ) b.d efek persyarafan
terhadap aganglion usus.
5) Resiko kekurangan volume cairan b.d munah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
6) Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit.
Diagnosa pertama pada kasus yaitu Pola nafas tidak efektif b/d
Penekanan pada dada karena adanya distensi abdomen, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit data yang didapatkan untuk menegakkan diagnosa ini
adalah pasien dalam keadaaan umum terpasang O2 dan nasal kanul 2 lpm, perut
pasien terasa penuh, ada pernafasan cuping hidung, Kuku dan ekstremitas pucat,
Kulit kering dan muntah saat diberi ASI. Data yang didapatkan dari pengkajian
kasus dengan teori diagnosa sesuai dan akurat.

Diagnosa kedua pada kasus yaitu Resiko tinggi Infeksi b/d imunitas
menurun, data yang didapatkan untuk menegakkan diagnosa ini adalah keadaan
umum cukup, tidak terjadi demam, distensi abdomen aganglionik sepanjang
segmen rectosigmoid, terdapat hasil lab leukosit 44,35 103 /µL , Suhu
:36,20C, Nadi:120x/menit RR :50x/menit.

Diagnosa ke tiga pada kasus yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh b/d Penurunan intake nutrisi, muntah, data yang
didapatkan untuk menegakkan diagnosa ini adalah terlihat kuku pasien dan
ekstremitas pucat , Kulit kering, muntah saat diberi Asi dengan s tatus nutrisi :
hari pertama bayi lahir: ASI ± 5 ml/ 2 jam, hari ke 2 ASI ± 5 ml/ 2 jam, hari ke
3 ASI+ SF 7 ml/2 jam, hari bayi dipuasakan, dan hasil lab didapatkan IVFD
CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc. Data kasus yang didapatkan sesuai
dengan teori yang ditegakkan.

Diagnosa ke empat pada kasus yaitu nyeri akut b/d45


distensi abdomen
data yang didapatkan untuk menegakkan diagnosa ini adalah pasien terlihat
rewel , wajah grimace, terdapat bising usus 5x/menit. Hal ini sesuai dengan teori
Tim pokja SDKI DPP (2017) pada pasien dengan nyeri akut data gejala dan
tanda mayor klien terdapat nyeri pada daerah abdomennya.
Diagnosa ke lima pada kasus yaitu Perubahan pola defekasi:konstipasi b/d
Penumpukan feses, feses tidak bisa melewati sepinkterani.

Data yang didapatkan untuk menegakkan diagnosa ini adalah pasien belum bisa
BAB karena terjadi penumpukan feses yang mengakibatkan pasien sulit buang
air besar.Alasan peneliti menegakkan diagnosa tersebut yaitu kasus ini sesuai
dengan keluhan utama klien yang dimana diagnosa tersebut ditegakkan
berdasarkan penyebab munculnya diagnosa yaitu gejala penyakit.

Pada diagnosa kasus yang ditegakkan memiliki kesenjangan dengan teori.


Diagnosa yang ditegakkan pada kasus hanya lima diagnosa yang sama dengan
teori sedangkan pada teori terdapat enam diagnosa, berarti terdapat
kesenjangan antara teori dan aktual, itu terjadi karena tidak selalu masalah yang
ditegakkan sesuai dengan teori, dan masalah yang ditegakkan kembali lagi dari
kondisi pasien sesuai dengan data yang sudah dikaji.

4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervesi atau rencana keperawatan adaah sebagai suatu dokumen tuisan
yang berisi tentang cara menyelesaikan masalah, tujuan, intervensi, (NOC &
NIC 2013, edisi kelima )

Pada diagnosa pola nafas tidak efektif b.d penekanan pada dada karena
adana distensi abdomen dengan kriteria hasil :Tidak ada sianosis, Tidak ada
pernafasan cuping hidung, Kuku dan extremitas tidak pucat CRT normal, Jalan
nafas paten, Ttv dalam batas normal

Rencana tindakan keperawatan :

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


b. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
c. Monitor respirasi dan status O2
d. Pertahankan jalan nafas yang paten
e. Monitor vital sign

46
f. Monitor pola nafas
g. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

Pada diagnosa Infeksi b/d Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (


perubahan peristaltic) dengan kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi mendiskripsikan penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, Jumlah leukosit dalam
batas normal

Rencana tindakan keperawatan :

Kontrol infeksi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi


2) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
3) Batasi pengunjung bila perlu
4) Cuci tangan setiap sebelum dan sesuda h melakukan tindakan keperawatan
5) Gunakan APD
6) Tingkatkan intake nutrisi
7) Kolaborasi dengan dokter terhadap pemberian antibiotik
Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d Penurunan intake nutrisi, muntah, dengan kriteria hasil : Keseimbangan
intake dan out put 24 jam Berat badan stabil, Mata tidak cekung, Membran
mukosa lembab Kelembaban kulit normal baik, membrane mukosa lembap

Rencana tindakan keperawatan:

1) Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan


dan kebiasaan makan
2) Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat
berat badan, ukuran kulit trisep
3) Anjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin

47
4) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
5) Monitor turgor kulit
6) Monitor mual dan muntah
7) Monitor intake nutrisi
8) Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada Nyeri akut b/d distensi abdomen dengan kriteria hasil: Kebutuhan
rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria bayi tidak menangis, tidak mengalami
gangguan pola tidur

Rencana tindakan keperawatan :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5) Kaji tipe dan sumber nyeri
6) Tingkatkan istirahat
7) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada
keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
8) Monitor vital signncana tindakan keperawatan:

4.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Impelementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup

48
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan, kesehatan dan
memfasilitasi koping (Kodim, 2015).

Implementasi pada pasien dengan Diagnosa Pola nafas tidak efektif b/d
Penekanan pada dada karena adanya distensi abdomen, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit adalah memposisikan pasien untuk semi fowler,mengatur
intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan ,memonitor respirasi
dan status O2,RR : 40x/menit,mempertahankan jalan nafas yang paten ,meonitor
vital sign ,memonitor pola nafas ,mengobservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi.

Implementasi pada pasien dengan Diagnosa Resiko Tinggi Infeksi b/d


imunitas menurun adalah memonitor tanda dan gejala infeksi ,mebersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien dengan cara di desinfektan dll,membatasi
pengunjung ,mencuci tangan setiap sebelum dan sesuda h melakukan tindakan
keperawatan ,menggunakan APD saat melakukan tindakan ,menigkatkan intake
nutrisi ,berkolaborasi dengan dokter terhadap pemberian antibiotic untuk pasien .

Implementasi pada pasien dengan Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh b/d Penurunan intake nutrisi, muntah adalah
mengkaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan
kebiasaan makan ,menimbang berat badan. Membandingkan perubahan status
cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep ,menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan asi rutin ,berkolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan ,memonitor turgor kulit ,tugar bayi
kurang dari 1 detik,memonitor mual dan muntah pada bayi,memonitor intake
nutrisi ,memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak.

Implementasi pada pasien dengan Diagnosa Nyeri akut b/d distensi


abdomen adalah melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi ,mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan ,memberikan
dukungan pada pasien dan keluarga ,mengkontrol lingkungan yang dapat

49
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan ,meningkatkan istirahat,memberikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

Implementasi pada pasien dengan Diagnosa Perubahan pola


defekasi:konstipasi b/d Penumpukan feses, lemahnya peristaltic usus adalah
melakukan tindakan Bowel Irigation ,memasukan cairan kedalam kolon melalui
anus) yang tepat, menjelaskan prosedur pada pasien dan keluarga ,memonitor
efek samping dari tindakan pengobatan ,mencatat perkembangan baik maupun
buruk ,mengobservasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
mengobservasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi,
jumlah ,berkonsultasi dengan dokter rencana pembedahan.

4.5 EVALUASI
Evaluasi dilakukan selama 3 hari dengan metode Subjective, Objektive,
assesment, planning ( SOAP ) untuk mengetahui keefektifan dari tindakan yang
telah dilakukan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari dengan
pola nafas tidak efektif b.d penekanan pada dada karena adana distensi
abdomen dengan kriteria hasil :Tidak ada sianosis, Tidak ada pernafasan cuping
hidung, Kuku dan extremitas tidak pucat CRT normal, Jalan nafas paten, Ttv
dalam batas normal, sebagian teratasi

Infeksi b/d Tidak adekuat pertahanan tubuh primer ( perubahan


peristaltic) dengan kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
mendiskripsikan penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, Jumlah leukosit dalam batas normal, sebagian teratasi

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Penurunan


intake nutrisi, muntah, dengan kriteria hasil : Keseimbangan intake dan out
put 24 jam Berat badan stabil, Mata tidak cekung, Membran mukosa lembab
Kelembaban kulit normal baik, membrane mukosa lembap, sebagian teratasi

50
Nyeri akut b/d distensi abdomen dengan kriteria hasil: Kebutuhan rasa
nyaman terpenuhi dengan kriteria bayi tidak menangis, tidak mengalami
gangguan pola tidur, sebagian teratasi.

Perubahan pola defekasi:konstipasi b/d Penumpukan feses, lemahnya


peristaltic usus dengan kriteria hasil aganglionik sepanjang segmen
rectosigmoid

Pasien belum BAB maka masalah belum teratasi dan harus di lakukan
intervensi lebih lanjut

51
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Pengkajian pada kasus By.D yang dialakukan 09 Mei 2007 didapatkan
data- data yaitu: Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali,
perut membesar, rewel, muntah saat diberi ASI. Riwayat lahir di Bidan,
riwayat perawatan di RSUD kepanjen dan dirujuk ke RSU dr.Saiful Anwar
Malang pada tanggal 09-05-2017. Dan dirawat diruang perinatology. Tanggal
10 Mei 2017 Bayi dinyatakan menderita hisprung disease.

Dalam Diagnosa Keperawatan, penulis menetapkan 5 diagnosa


keperawatan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada By A. Dengan
prioritas masalah keperawatan yaitu. Pola nafas tidak efektif sehubungan
dengan Penekanan pada dada karena adanya distensi abdomen,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, Resiko tinggi Infeksi sehubungan
dengan Tidak adekuat pertahanan tubuh primer ( perubahan peristaltic),
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
Penurunan intake nutrisi, muntah, Nyeri akut sehubungan dengan distensi
abdomen, Perubahan pola defekasi:konstipasi sehubungan dengan Penumpukan
feses, lemahnya peristaltic usus.

Intervensi keperawatan yang direncanakan antara lain: Diagnosa 1 Pola


nafas tidak efektif sehubungan dengan Penekanan pada dada karena adanya
distensi abdomen, Diagnosa 2 ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
Diagnosa 3 Resiko tinggi Infeksi sehubungan dengan Tidak adekuat
pertahanan tubuh primer, Diagnosa 4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh sehubungan dengan Penurunan intake nutrisi, Diagnosa 5
Perubahan pola defekasi:konstipasi sehubungan dengan Penumpukan feses,
lemahnya peristaltic usus.

52
Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat sudah sesuai
dengan rencana tindakan yaitu : Diagnosa 1 Pola nafas tidak efektif
sehubungan dengan Penekanan pada dada karena adanya distensi abdomen,
Diagnosa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, Diagnosa 3 Resiko tinggi
Infeksi sehubungan dengan Tidak adekuat pertahanan tubuh primer,
DiagnosaKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan Penurunan intake nutrisi, Diagnosa 5 Perubahan pola defekasi:konstipasi
sehubungan dengan Penumpukan feses, lemahnya peristaltic usus.

Evaluasi dilakukan selama 2 hari dengan metode Subjective, Objective,


Assesment, Planning (SOAP) untuk mengetahui keefektifan dari tindakan
yang telah dilakukan:

1) Diagnosa 1 masalah teratasi sebagian


2) Diagnosa 2 masalah teratasi sebagian
3) Diagnosa 3 masalah teratasi sebagian
4) Diagnosa 4 masalah teratasi sebagian
5) Diagnosa 5 masalah belum teratasi
6) Dan untuk semua diagnosa intervensi di lanjutkan sebagian.

5.2 SARAN
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien Hisprung yang
diberikan dapat tepat, peneliti diharapkan harus benar-benar menguasai konsep
mengenai Hisprung terutama pada faktor etiologi, klasifikasi dan patofisiologi
tentang Hisprung serta konsep kemoterapi, selain itu peneliti juga harus
melakukan pengkajian dengan tepat agar asuhan keperawatan dapat tercapai
sesuai dengan masalah yang di temukan pada klien.

Peneliti juga harus teliti saat analisis data, dimana data subjektif dan objektif
yang digunakan untuk penegakan diagnosa keperawatan harus berdasarkan data
yang didapatkan saat melakukan pengkajian awal. Peneliti seharusnya
menjelaskan keadaan Klien yang akan dikemoterapi berada dalam tahap stadium

53
berapa. Pada bagian penegakan diagnosa keperawatan, diharapkan peneliti lebih
teliti lagi dalam menganalisis data mayor maupun data minor baik yang
data subjektif dan data objektif. Pada intervensi keperawatan, diharapkan
peneliti dalam merumuskan kriteria hasil yang sesuai. Pada bagian implementasi
keperawatan, diharapkan peneliti melakukan tindakan sesuai dengan intervensi
yang telah dirumuskan oleh peneliti agar diagnosa keperawatan yang muncul
dapat teratasi.

54
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Carpenito, 1998, Diagnosis Keperawatan, Editor Yasmin Asih, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih


(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U


Pendit. Jakarta : EGC.

Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^.


Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 .
Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI

55

Anda mungkin juga menyukai