Anda di halaman 1dari 44

CASE REPORT

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN TERAPI KOMPREHENSIF DALAM LAYANAN


KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP SEORANG BALITA DENGAN GIZI
BURUK

Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Periode Kepaniteraan 21 Maret 2016 – 21 Mei 2016

Oleh :
Muhammad Ibtisam F NIM 01.211.6455
Muhammad Riyan A NIM 01.211.6456
Qonitina Hafidha NIM 01.211.6489
Retno Ardhyawati NIM 01.211.6498
Rienty Rahmawati NIM 01.211.6506
Sherly Bella Patrissa NIM 01.211.6525

Pembimbing :
dr. Azmi Syahril Fadli

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari

tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data

Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun

karena masalah keburukan gizi dan buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh

keburukan gizi selama masih didalam kandungan. Hal ini dapat berakibat kerusakan

yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang

ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan bahwa isu global tentang gizi buruk saat

ini merupakan problem yang harus diatasi (Litbang, 2008).

Permasalahan gizi saat ini masih ditemukan di Kota Semarang dan jumlahnya

yang cenderung bertambah yaitu masalah gizi buruk pada tahun 2012 sebanyak 1.091

balita dan masalah gizi buruk sebanyak 39 balita. Hal ini disebabkan karena pola

makan balita yang salah, faktor sosial ekonomi keluarga sehingga mempengaruhi

terhadap kemampuan membeli pangan keluarga khususnya balita, adanya penyakit

infeksi, hygiene sanitasi yang buruk, kemampuan ibu dan dukungan keluarga yang

buruk dalam merawat balita baik dalam pemberian makanan maupun kesadaran untuk

memantau pertumbuhan sehingga adanya keterlambatan penanganan pada saat awal

balita mengalami gangguan pertumbuhan.

Kasus gizi buruk mengalami peningkatan sebesar 1,21% dari tahun 2011 yang

berjumlah 26 kasus, padahal dari seluruh kasus gizi buruk tersebut juga telah dilakukan

intervensi khususnya upaya perbaikan gizi masyarakatdalam bentuk kegiatan

pemberian makanan tambahan pemulihan selama 180 hari, perawatan serta pengobatan

2
baik di puskesmas maupun rumah sakit dengan bantuan dana Program Asuransi

Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) atau JAMKESMAS dan APBD II (Dinas

Kesehatan Kota Semarang, 2012).

Masalah gizi balita juga menjadi perhatian dari beberapa peneliti, salah satunya

penelitian yang menunjukkan hasil bahwa untuk mengatasi masalah gizi pada anak usia

di bawah lima tahun dibutuhkan kebijakan yang terfokus memulihkan pertumbuhan dan

statuskesehatan anak usia di bawah lima tahun dengan korelasi antara program gizi dan

program lain, seperti kesehatan lingkungan dan imunisasi. Selain itu, pemerintah harus

mengatur peranan posyandu sebagai fasilitas yang membantu pemerintah untuk

meningkatkan status kesehatan masyarakat (Sartika, 2012).

Penemuan kasus Gizi Buruk di Puskesmas Ngaliyan pada tahun 2014 sebanyak

6 penderita, pada tahun 2015 ini sebanyak 8 penderita. Pada bulan Januari 2016 sampai

April 2016 sebanyak 3 penderita.Oleh karena itu angka kejadian Gizi Buruk di

Ngaliyan masih tinggi yang disebabkan karena buruknya pengetahuan masyarakat

mengenai Gizi Buruk, baik itu gejala, cara penularan dan cara pengobatannya.

Berdasarkan data rekapitulasi kasus Gizi Buruk, maka penulis tertarik untuk

lebih mendalami diagnosis holistik dan terapi komprehensif terhadap pasien Gizi Buruk

di wilayah kerja puskesmas Ngaliyan Kota Semarang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana diagnosis holistik dan terapi komprehensif dalam layanan

Puskesmas terhadap balita dengan gizi buruk ?

3
1.3 TUJUAN

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai diagnosis holistik dan terapi

komprehensif dalam layanan Puskesmas terhadap seorang balita dengan gizi

buruk.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap Gizi buruk.

1.3.2.2 Untuk memperoleh solusi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap Gizi buruk

1.4. MANFAAT

1.4.1. Bagi Masyarakat

1.4.1.1. Masyarakat mengetahui mengenai Gizi buruk pada balita

1.4.1.2. Masyarakat mengetahui cara mencegah Gizi buruk pada balita

1.4.1.3. Masyarakat mengetahui bagaimana cara mengelola apabila terjadi Gizi

buruk pada balita

1.4.2. Bagi Mahasiswa

1.4.2.1.Mahasiswa mengetahui secara langsung permasalahan yang ada di

lapangan.

1.4.2.2.Mahasiswa menjadi terbiasa melaporkan masalah mulai penemuan

masalah sampai pembuatan plan of action.

4
1.4.2.3.Sebagai media yang menambah wawasan pengetahuan tentang ilmu

kesehatan masyarakat.

1.4.2.4.Sebagai modal dasar untuk melakukan penelitian bidang ilmu kesehatan

masyarakat pada tataran yang lebih lanjut.

5
BAB II

ANALISA SITUASI

2.1. Cara dan Waktu Pengamatan

Cara : wawancara dan kunjungan ke rumah

Waktu :

7 April 2016, di Puskesmas ngaliyan

15 April 2016, di rumah pasien

2.2.Hasil Pengamatan

2.2.1. Identitas pasien

Nama : An. A

Tempat, tanggal lahir : Semarang, 7 Agustus 2013

Umur : 32 bulan

JenisKelamin : laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan terakhir :-

Pekerjaan :-

Alamat :Podorejo

Kewarganegaraan : WNI

Cara pembayaran : JAMKESKOT

6
2.2.2. Anamnesis Holistik

A. ASPEK 1

Keluhan Utama Anak Kurus

Harapan Tumbuh kembang pasien sesuai usia

Kekhawatiran  Keterlambatan tumbuh kembang

 Komplikasi penyakit lain

B. ASPEK 2

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Pada tanggal 7 April 2016 pasien datang

Sekarang bersama ke 2 orang tuanya ke puskesmas

Ngaliyan poli MTBS. Ibu pasien

mengeluh bahwa anak kurus.

Riwayat  Bahasa

Perkembangan Berbicara 2 kata usia 1 tahun

Menyampaikan keinginan

sederhana usia 3 tahun

 Motorik Kasar

Tengkurap : 1 tahun

Duduk : 1,5 tahun

Merangkak : 2 tahun

7
Merambat : 2 tahun 6 bulan

Berjalan : belum bisa berjalan

Riwayat Penyakit Pasien lahir 37 minggu di tolong oleh

Dahulu dokter spesialis kandungan di RS Tugu

dengan indikasi PEB.

Riwayat Penyakit (-)

Keluarga

Riwayat Sosial Pasien tinggal bersama kedua orang

Ekonomi tuanya dan seorang kakak laki-laki beusia

6 tahun. Ayah pasien bekerja sebagai

buruh bangunan, ibu pasien berjualan

makanan yang dititipkan ke warung-

warung. Rumah pasien dalam masa

pembangunan. Memiliki fasilitas MCK

dirumah, terdapat ventilasi, lantai rumah

berupa plester. Air untuk minum dan

masak dengan air sumur.

C. ASPEK 3

Faktor Resiko Internal

 Anak belum dapat berbicara sehingga komunikasinya

terganggu.

D. ASPEK 4

8
Faktor Resiko Eksternal

 Bapak dan Ibu pasien sudah diajarkan cara mengelola Gizi Buruk

yang terjadi pada anak laki-lakinya oleh pihak Puskesmas, namun

tidak dipatuhi.

1. Formula 100 tidak diberikan sesuai anjuran

2. Tidak memberi stimulasi untuk perkembangan anak baik dari

bidang bahasa, motorik halus, motorik kasar dan sensorik

3. Kebersihan badan anak tidak diperhatikan oleh orang tua

sehingga terjadi kelainan pada kulitnya (dermatitis popok,

miliaria)

 Pola asih, asah, asuh orang tua yang buruk

Asah : ibu buruk menstimulasi anak untuk berbicara, berjalan,

Asuh : ibu buruk memberikan asupan gizi yang baik, hanya imunisasi

yang dilakukan secara lengkap

Asih : ibu buruk memberikan perhatian terhadap anak dalam

kehidupan sehari-hari

 Faktor ekonomi buruk

 Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi anak serta status

pertumbuhan dan perkembangan anak buruk

E. ASPEK 5

Derajat Fungsional

3 : sakit sedang

9
ANAMNESIS KELUARGA

Genogram

Keterangan :

: Perempuan hidup

: Laki laki hidup

: Pasien laki-laki

PEMERIKSAAN FISIK PASIEN

Tanda Vital

Tekanan darah :-

Nadi : 78x/menit

RR : 24x/menit

Temperature : 36,7oC

Antropometri :

Status Gizi menurut Z-score


Berat Badan : 8,5 kg
Panjang badan : 72,5cm
Usia : 2 tahun 8 bulan

10
𝐵𝐵 8,5 − 14,0
𝑊𝐴𝑍 ( )= = 𝑆𝐷( 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑏𝑢𝑟𝑢𝑘)
𝑈 1,50
𝑇𝐵 72,5 − 93,7
𝐻𝐴𝑍 ( )= = 𝑆𝐷 (𝑠𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑢𝑟𝑢𝑠)
𝑈 3,40

𝐵𝐵 8,5 − 8,70
𝑊𝐻𝑍 ( )= = (𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔)
𝑇𝐵 0,8

Kesan : Status gizi buruk, perawakan sangat kurus

Status Present :

Kepala : normocephal (44 cm)

Rambut : merah , uban (-), tidak mudah dicabut

Kulit kepala : massa (-)

Wajah : simetris, massa (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

Telinga : deformitas (-/-), massa (-/-), sekret (-/-)

Hidung : deformitas (-), sekret (+/+)

Mulut : bibir pucat (-)

Lingkar Lengan atas : 11 cm

Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakhea (-)

Thorax

Inspeksi : simetris, retraksi ruang sela iga (-), massa (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), krepitasi (-), gerakan dinding dada simetris,

fremitus vocal simetris

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

Cor : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)

11
Pulmo : vesikuler (+) seluruh lapang paru, Rhonki basah (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, tanda-tanda inflamasi (-), massa (-), caput meducae

(-), spider nevy (-), distensi (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal, bising pembuluh darah (-)

Perkusi : timpani (+), nyeri ketok (-), nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), hepar/lien/ren tidak teraba, tes undulasi (-),

shifting dullness (-)

Pelvis : deformitas (-), krepitasi (-), massa (-), nyeri tekan (-)

Penis : sirkumsisi (+), air kemih menetes terus menerus

Skrotum : terdapat benjolan di skrotum yang hilang timbul

Bokong : Baggy pants

Kulit : kulit sekitar alat kelamin eritema (dermatitis popok)

Musculoskeletal : gerakan bebas (+), deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Saraf

Kaku kuduk : Tidak ditemukan

Saraf kranialis : Dalam batas normal

Motorik

Motorik Superior Inferior

Gerakan N/N N/N

Kekuatan 5/5 5/5

Tonus N/N N/N

12
Trofi N/N N/N

Refleks fisiologis : ++/++

Refleks patologis : --/--

Kulit : ikterik (-), petekhie (-), turgor kulit < 2detik

2.2.3. Diagnosis Holistik

ASPEK 1

Keluhan Anak Kurus

Harapan Tumbuh kembang pasien sesuai usia

Kekhawatiran  Keterlambatan tumbuh kembang

 Komplikasi penyakit lain

ASPEK 2

Diagnosis kerja F83 Gangguan perkembangan campuran tertentu

Diagnosis  Marasmus

banding  Marasmus-kwaishorkor

ASPEK 3

Faktor resiko  Anak belum dapat berbicara sehingga

internal komunikasinya terganggu.

ASPEK 4

Faktor resiko  Bapak dan Ibu pasien sudah diajarkan cara

13
eksternal mengelola Gizi buruk yang terjadi pada

anak laki-lakinya oleh pihak Puskesmas,

namun tidak dipatuhi.

1. Formula 100 tidak diberikan sesuai

anjuran

2. Tidak memberi stimulasi untuk

perkembangan anak baik dari

bidang bahasa, motorik halus,

motorik kasar dan sensorik

3. Kebersihan badan anak tidak

diperhatikan oleh orang tua

sehingga terjadi kelainan pada

kulitnya (dermatitis popok,

miliaria)

 Pola asih, asah, asuh orang tua yang buruk

Asah : ibu buruk menstimulasi anak untuk

berbicara, berjalan,

Asuh : ibu buruk memberikan asupan gizi

yang baik, hanya imunisasi yang

dilakukan secara lengkap

Upaya pemberian makanan tumbuh kejar

dari Dinas Kesehatan Kota Semarang

sudah dilakukan namun orang tua pasien

malas menerapkannya

14
Asih : ibu buruk memberikan perhatian

terhadap anak dalam kehidupan sehari-hari

 Faktor ekonomi buruk

 Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan

gizi anak serta status pertumbuhan dan

perkembangan anak buruk

ASPEK 5

Derajat 3 : sakit sedang

fungsional

i. Usulan Penatalaksanaan Komprehensif

1. Identifikasi masalah (masalah yang ada pada pasien dan keluarga)

1. Pola asih, asah, asuh orang tua yang buruk

2. Faktor ekonomi buruk

3. Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan Gizi anak serta status

pertumbuhan dan perkembangan anak buruk

4. Kekebalan tubuh anak buruk

environment
 Pola asih, asah, asuh orang tua yang buruk
 Faktor ekonomi buruk
 Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan Gizi anak serta status
pertumbuhan dan perkembangan anak buruk

Host
15
 Kekebalan
tubuh anak
buruk
agent
Penderita
Tidak ada masalah
Gizi Buruk

16
Perencanaan

No Masalah Intervensi Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu Yang Coping

Diperlukan Score

1 Pola asih, asah, asuh - Edukasi - ibu mematuhi anjuran dari petugas Orang Kunjungan ke 3

orang tua yang buruk - Pemantauan menggunakan kesehatan yang dinilai dari lembar tua rumah

lembar kegiatan dibantu pemantauan dalam satu minggu

gasurkes - peingkatan BB sesuai target setelah

1 bulan intervensi.

2 Faktor ekonomi - Memberi materi Pendidikan Orang tua mampu memenuhi Orang kunjungan 4

buruk Manajemen Keuangan kebutuhan gizi anak tua rumah

-Membuat rincian keuangan

secara tertulis

3 Pengetahuan orang - Edukasi tentang Kebutuhan - orang tua mengerti tentang Orang Kunjungan ke 1

tua tentang Gizi Anak dan pentingnya pertumbuhan anak, gejala tua rumah

kebutuhan Gizi anak gizi bagi anak serta keterlambatan,dan bagaimana

serta status menekankan 4 ranah menangani.

1
pertumbuhan dan milestone - nilai post test lulus

perkembangan anak -Memberi buku yang

buruk berkaitan

-Memberi makanan khusus

untuk tumbuh kejar anak

(memberi contoh cara

pembuatan Formula 100)

dengan cara dinilai dari

pretest dan post tes.

4 Kekebalan tubuh - Memberikan makanan - Pasien tidak sakit-sakitan, sehingga Orang Kontrol di 2

anak buruk tumbuh kejar agar daya harus selalu dipantau setiap kegiatan tua puskesmas

tahan tubuh anak meningkat posyandu

2
Prioritas Penyebab Masalah

Penyebab masalah yang teridentifikasi selanjutnya dilakukan prioritas penyebab

masalahnya dengan menggunakan Hanlon Kualitatif dengan 3 kelompok kriteria:

Kriteria Urgency

NO 1 2 3 4 TH

1 + - - 1

2 - - 0

3 - 0

4 0

TH 1 0 0 0

TV 0 0 2 3

Total 1 0 2 3

Kriteria Seriousness

NO 1 2 3 4 TH

1 + - + 2

2 - + 1

3 + 1

4 0

TH 2 1 2 0

TV 0 0 2 0

Total 2 1 3 0

1
Kriteria growth

NO 1 2 3 4 TH

1 + - - 1

2 - - 0

3 - 0

4 0

TH 1 0 0 0

TV 0 0 2 3

Total 1 0 2 3

Urutan Prioritas Penyebab Masalah

Penyebab U S G Total Prioritas

masalah

1 2 1 1 4 III

2 1 0 0 1 IV

3 3 2 2 9 I

4 0 3 3 6 II

5. Intervensi

a Promotif

• Patient centered

• Family oriented

2
- Memberikan penyuluhan/edukasi tentang Gizi buruk mulai dari

definisi yang benar tentang gizi buruk, penyebab, penatalaksanaan dan

pencegahan yang benar untuk gizi buruk

- Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui edukasi,

- Mengembangkan model intervensi gizi tepat guna yang evidence

based.

• Community oriented

- Memberikan penyuluhan/edukasi tentang Gizi buruk mulai dari

definisi yang benar tentang gizi buruk, penyebab, penatalaksanaan dan

pencegahan yang benar untuk gizi buruk

- Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui SKDN,

Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi Buruk,

dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), untuk meningkatkan

manajemen program perbaikan gizi.

- Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan masyarakat

beserta swasta/dunia usaha dalam memobilisasi sumber daya untuk

penyediaan pangan di tingkat rumah tangga, peningkatan daya beli

keluarga, dan perbaikan pola asuhan gizi keluarga.

- Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali

partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau, mengenali dan

menanggulangi secara dini gangguan pertumbuhan pada balita utamanya

baduta.

- Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM puskesmas beserta

jaringannya dalam tatalaksana gizi buruk dan masalah gizi lain,

manajemen laktasi dan konseling gizi.

3
- Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada

kelompok rawan termasuk keadaan darurat melalui suplementasi zat gizi

mikro, MP-ASI, makanan tambahan dan diet khusus.

b Preventif

 Patient centered

o mengajarkan kepada anak untuk berperilaku hidup bersih dan

sehat.

 Family oriented

o edukasi tentang pola asih, asuh, dan asah yang baik kepada anak

o pemberian gizi seimbang

o pemberian suplementasi gizi

o edukasi berperilaku hidup bersih dan sehat

o edukasi imunisasi lengkap dan mengikuti posyandu secara rutin

 Community oriented

o Pengadaan kader untuk memantau tumbuh kembang pada anak

yang beresiko mengalami gizi buruk

c Kuratif

 Patient centered

 Family oriented

1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemia : berikan dekstrose 10%

baik intravena maupun oral.

2) Mencegah dan mengatasi hipotermia : pertahankan suhu tubuh.

4
3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi : berikan resomal

4) Memperbaiki gangguan elektrolit : berikan mineral mix

Kcl : 224 gram

Tropotasium sitrat : 81 gram

MgCL2.6H2O : 76 gram

Zn asetat 2 H2O : 8.2 gram

Cu SO4.5H2O : 1.4 gram

Ditambah air sampai 2.5 Liter

Bila edema jangan berikan dieuretikum

5) Mengobati infeksi : dengan atau tanpa demam berikan antibiotik.

tanpa komplikasi : kotrimoksasol.

dengan komplikasi : gentamisin +ampisilin diikuti amoksisilin oral.

6) Memperbaiki keburukan zat gizi mikro

setiap hari diberikan multivitamin dan asam folat.

7) Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi.

stabilisasi : F 75 : mencegah hipoglikemia

resomal : mencegah dehidrasi

transisi : bertahap dari F 75 – F 100.

8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar.

– Energi : 150-220 kkal/kg BB

– Protein : 3-4 gr/kg BB/hr

– BB < 7 kg : makanan bayi

– BB > 7 kg : makanan anak.

9) Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.

5
10) Tindak lanjut dirumah

dinyatakan sembuh apabila gejala klinis sudah tidak ada dan 80%

BB/U normal atau 90% BB/TB.

Sarankan:

Membawa kembali untuk kontrol secara teratur:

— Bulan I : 1x seminggu

— Bulan II : 1 x /2 minggu

— Bulan III – VI : 1x/bulan

suntikan /imunisasi dasar dan ulangan (Booster)

Vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan (Dosis sesuai umur)

 Community oriented

- Turut mengingatkan orang tua pasien agar tidak terlalu sibuk

dengan pekerjaannya

- Membantu menstimulasi pasien agar mampu berkomunikasi

dengan baik

d Rehabilitatif

• Patient centered

- memberikan stimulasi pada anak agar memperoleh cakupan gizi yang

baik.

- mengajarkan dan membiasakan kepada anak untuk berperilaku hidup

bersih dan sehat.

• Family oriented

6
- dukungan dari keluarga untuk memberikan cakupan gizi yang cukup

kepada anak.

- dukungan dari keluarga untuk merubah pola asih, asuh, dan asah kepada

anak.

• Community oriented

- pelaksanaan upaya penanganan anak dengan gizi buruk secara terpadu.

-memberikan arahan kepada masyrakat yang memiliki masalah terhadap

gizi buruk terhadap anaknya untuk melaksanakan program penanganan

anak dengan gizi buruk

-memberikan rujukan ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan yang

lebih baik kepada masyarakat yang memiliki masalah terhadap gizi buruk

terhadap anak nya dalam hal tumbuh kembang agar tidak terjadi

perburukan pada tumbuh kembang anak.

7
8
PLAN OF ACTION Pembuatan SOP Penanganan kasus Gizi Buruk pada Anak

N KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA RENCANA


O ANGGARAN
1. SK pimpinan Melegalkan Panitia SOP Awal bulan Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
panita pembentukan Mei 2016 Puskesmas
panitia Ngaliyan
pembuatan SOP
2 Pembentukan Membuat standar Panitia SOP Awal bulan Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
Panitia operasional Mei 2016 Puskesmas dibantu kader
Pembuatan SOP untuk Ngaliyan
pelaksanaan
penyuluhan
tentang Gizi
Buruk dan
penanganan nya
3 Pembuatan Mengundang Dinas Awal bulan Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
undangan pihak terkait Kesehatan Mei 2016 Puskesmas dibantu kader serta Koass
Kota Ngaliyan IKM Puskesmas
Semarang, Ngaliyan
Kepala
Puskesmas
Ngaliyan dan
pihak-pihak
terkait

4 Pengumpulan Sumber data Kader Awal Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
data data untuk setempat pertengahan Puskesmas
literature penyusunan SOP bulan Mei Ngaliyan
penyuluhan Gizi 2016

1
Buruk dan
penangnan nya
5 Pelaksanaan Pembuatan SOP Pertengahan Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
kegiatan bulan Mei Puskesmas
pembentukan 2016 2010 Ngaliyan
SOP
6 Penetapan SOP SOP Akhir bulan Wilayah Kerja Pemegang program Gizi Puskesmas
penanganan Mei 2016 Puskesmas dan pihak-pihak yang
Gizi Buruk Ngaliyan terkait

Program Gizi Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan

Program Waktu Sasaran Penanggung Jawab Pelaksana Indikator Keberhasilan


1. Cooking 4 bulan sekali Ibu yang Pemegang Program Tim Gizi Ibu mampu mengolah masakan sehat dan
Class memiliki balita Gizi Puskesmas bergizi
2. Parenting 6 bulan sekali Pasangan Usia Pemegang Program Tim Gizi Pasangan usia subur mengerti dan mampu
Education Subur Gizi Puskesmas mempersiapkan calon bayi yang sehat, serta
Orang tua yang memahami pertumbuhan dan perkembangan
memiliki balita anak sesuai usianya.

2
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Status Gizi

3.3.1 Definisi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak

yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga

didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara

kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang

didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1).

3.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

2.3.3.1. Faktor External

Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:

a) Pendapatan

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi

keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga

tersebut (Santoso, 1999).

1
b) Pendidikan

Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap

dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan status gizi

yang baik (Suliha, 2001).

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan

kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).

d) Budaya

Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan

kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).

3.3.3.2. Faktor Internal

Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :

a) Usia

Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki

orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).

b) Kondisi Fisik

Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut

usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan

2
mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk,

adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi

digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all, 1986).

c) Infeksi

Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan

atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan

(Suhardjo, et, all, 1986).

3.3.3 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung menunit Supariasa (2001) dapat dilakukan

dengan:

3.3.3.1 Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri

secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan

energi.

3.3.3.2 Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan

atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau

organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3
3.3.3.3 Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang

diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

3.3.3.4 Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

dengan melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari

jaringan.

Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat

dilakukan dengan:

1) Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.

Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak

tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita,

kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan

menambah makanan yang sedikit dikonsumsi (The Flat Slope Syndrome),

membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan

melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam

mencatat (food record).

4
2) Statistik Vital

Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab

tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa

faktor fisik, biologisdan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia

sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-

lain.

3.3.4 Macam Klasifikasi Status Gizi

3.3.4.1 Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi Status gizi dibagi berdasar indeks dibawah ini :

Tabel 2.1. Tabel Status Gizi

AMBANG
INDEKS STATUS GIZI
BATAS *)

Gizi Lebih > + 2 SD

Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2


Berat badan menurut
SD
umur (BB/U)
Gizi Buruk < -2 SD sampai ≥

-3 SD

5
Gizi Buruk < – 3 SD

Tinggi badan menurut Normal ≥ 2 SD

umur (TB/U) Pendek (stunted) < -2 SD

Berat badan menurut Gemuk > + 2 SD

tinggi badan (BB/TB) Normal ≥ -2 SD sampai +

2 SD

Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥

-3 SD

Kurus sekali < – 3 SD

Sumber : Depkes RI, 2002.

3.3.5. Keadaan Status Gizi Balita di Indonesia

Menurut data dari Susenas 2003, keadaan status gizi balita mengalami

perbaikan yaitu dengan menurunnya prevalensi gizi buruk dari 31.6 % pada

tahun 1995 menjadi 26.1 % pada tahun 2001, demikian pula prevalensi gizi

buruk mengalami penurunan dari 11.6 % pada tahun 1995 menjadi menjadi

6.3% pada tahun 2001. Selanjutnya terjadi peningkatan secara perlahan

prevalensi gizi buruk menjadi 27.5% pada tahun 2003, demikian pula prevalensi

gizi buruk meningkat menjadi 8.3 % pada tahun yang sama. Pada tahun 2004,

terjadi sedikit penurunan prevalensi gizi buruk menjadi 25.4% dan gizi buruk

menjadi 7.2 %. Pada tahun 2005 mengalami penurunan prevalensi gizi buruk

24,8% dan gizi buruk 5,8%. Pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk mengalami

penurunan menjadi 14% dan gizi buruk meningkat menjadi 6,36%.5

6
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2004 diperkirakan

sekitar 5 juta balita menderita gizi buruk (berat badan menurut umur), 1,4 juta di

antaranya menderita gizi buruk. Dari balita yang menderita gizi buruk tersebut

ada 140.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus,

kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan perawatan

kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Semua anak gizi buruk

mendapatkan penanganan berupa: perawatan di Puskesmas dan di Rumah Sakit

serta dilakukan tindak lanjut paska perawatan berupa rawat jalan, dan melalui

posyandu untuk dipantau kenaikan berat badan dan mendapatkan makanan

tambahan.5

3.3. Etiologi

3.3.1. Marasmus

Marasmus ialah suatu bentuk buruk kalori-protein yang berat. Keadaan ini

merupakan hasil akhir dari interaksi antara keburukan makanan dan penyakit

infeksi. Selain faktor lingungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri

yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: 4

1) Masukan makanan yang buruk

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan

yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan.

2) Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis

kongenital.

7
3) Kelainan struktur bawaan

Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas

palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.

4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI buruk kibat reflek mengisap

yang buruk kuat.

5) Gangguan metabolik

Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose

tolerance.

6) Tumor hypothalamus

Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah

disingkirkan.

7) Penyapihan

Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang buruk

akan menimbulkan marasmus.

8) Urbanisasi

Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu

yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai

dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak

jatuh dalam marasmus.

8
3.3.2. Kwashiokor

Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang

disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang

normal atau tinggi. Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake

dengan kualitas yang normal namun buruk dalam jumlah.Jika marasmus

umumnya terjadi pada bayi dibawah 12 bulan, kwashiorkor bisanya terjadi pada

anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya terhambat, jaringan otot lunak dan kendor.

Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding bayi marasmus.

9
3.4. Pathogenesis

Manifestasi dari buruknya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-

hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta

adanya keburukan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer akibat

keburukan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi,

pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi

masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan

bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan

kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya

kehilangan nutrisi.3.

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan

makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan

pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan

protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,

kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka

terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini

penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat

status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi

keburukan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah

marasmik (malnutrisikronik/ compensated malnutrition). Dengan demikian dapat terjadi

: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan

hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.3

10
3.5. Tanda Tanda Klinis

a) Tanda-tanda Kwashiorkor :

1. Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki ( dorsum pedis )

2. Wajah membulat dan sembab

3. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk,

anak berbaring terus menerus.

4. Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.

b) Tanda-tanda Marasmus :

1. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

2. Wajah seperti orangtua

3. Cengeng, rewel

4. Perut cekung.

c) Tanda-tanda Marasmus-Kwashiorkor :4

Tanda-tanda marasmus – kwashiorkor merupakan gabungan tanda-tanda dari

marasmus dan kwashiorkor.

3.6. Diagnosis

1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit

yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai

defisiensi vitamin).

2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin

3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut

umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut

tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan).

11
3.7. Penatalaksanaan

1. Mencegah / mengatasi hipoglikemi

2. Mencegah / mengatasi hipotermi

3. Mencegah / mengatasi dehidrasi

4. Mengatasi gangguan elektrolit

5. Mengobati infeksi

6. Mengatasi keburukan zat gizi mikro

7. Memberikan makanan stabilisasi & transisi

8. Memberikan makanan tumbuh kejar

9. Memberikan stimulasi

10. Mempersiapkan tindak lanjut di rumah

3.8. Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab

diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik

untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.4

1. Pemberian ASI eksklusif umur 0 s.d 6 bulan.

2. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang

paling baik untuk bayi.

3. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 bulan ke

atas.

4. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan.

5. Pemberian imunisasi.

12
6. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

7. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan

usaha pencegahan jangka panjang.

8. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis

buruk gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan

13
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari kegiatan yang telah dilakukan selama kunjungan Puskesmas pada pasien An A

dengan usia 32 bulan mempunyai BB/TB : 8,5 kg / 72,5 cm dan Z-score menurut BB/TB

= - SD sehingga termasuk dalam gizi buruk, maka dapat diambil kesimpulan tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut adalah sebagai berikut:

1. Host

Kekebalan tubuh anak buruk

2. Agent

3. Environtment

- Pola asih, asah, asuh orang tua yang buruk

- Faktor ekonomi buruk

- Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan Gizi anak serta status pertumbuhan dan

perkembangan anak buruk

b. Saran

1. Untuk keluarga

 Memotivasi keluarga agar makan makanan dengan gizi seimbang secara teratur.

 Memotivasi keluarga untuk memperbaiki kondisi lingkungan rumah sehingga

tercipta rumah sehat. Yaitu dengan cara memperbaiki tatanan rumah agar lebih

rapi, mengganti 1 atau 2 genteng menjadi genteng kaca

14
 Memotivasi keluarga untuk memperbaiki pola asuh dan pola makan pasien.

2. Untuk Puskesmas

- Melakukan pencegahan meluasnya kasus dengan lebih meningkatkan koordinasi

lintas program dan lintas sektor. Memberikan bantuan pangan, memberikan

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), pengobatan penyakit, penyediaan air bersih,

memberikan penyuluhan gizi dan kesehatan terutama peningkatan ASI Eksklusif

sejak lahir sampai 6 bulan dan diberikan Makanan Pendamping ASI setelah usia 6

bulan, menyusui diteruskan sampai usia 2 tahun.

- Memberikan penanganan rehabilitatif yang sesuai dengan ketentuan yang sudah

ada pada pasien-pasien gizi buruk yang sudah ada, sehingga jumlahnya semakin

berburuk.

3. Dinas Kesehatan dan Pemerintah

- Pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi, pendidikan dan bidang ketahanan

pangan untuk meningkatkan pengetahuan dan daya beli keluarga.

- Advokasi dan Pendampingan untuk meningkatkan komitmen ekskutif dan

legislatif, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan media massa agar

peduli dan bertindak nyata di lingkungannya untuk memperbaiki status gizi anak

- Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) pemantauan terus

menerus situasi pangan dan gizi masyarakat, untuk melakukan tindakan cepat dan

tepat untuk mencegah timbulnya bahaya rawan pangan dan gizi buruk.

4. UNISSULA

- Bekerjasama dengan puskesmas di sekitar kampus Unissula untuk lebih

meningkatkan kesehatan masyarakat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. http://keslamsel.wordpress.com/2009/04/28/laporan-program-gizi-masyarakat-kasus-
gizi-buruk/

2. Dinkes. 2005. Modul Manajemen Gizi Buruk. Dinkes : Semarang

3. Dinkes. 2007. Pedoman Penyelenggaraan pelatihan tatalaksana anak gizi buruk bagi
tenaga kesehatan. Dinkes : Jakarta

4. Dinkes. 2006. Petunjuk Teknis Tatalaksana anak gizi buruk. Dinkes : Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai