Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

ANALISIS DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PLASENTA PREVIA


PADA KASUS G2P1A0H1 GRAVID 37-38 MINGGU + HAP EC PLASENTA
PREVIA TOTALIS

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Yenny Mayang Sari

Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :

Dr. H. Aladin, SpOG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
2021
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

LEMBARAN PENGESAHAN ILMIAH LAPORAN KASUS

Nama : dr. Yenny Mayang Sari


Semester : III (Tiga) / Patologi II
Telah menyelesaikan Presentasi kasus dangan judul :

Analisis Diagnosis Dan Penatalaksanaan Plasenta Previa Pada Kasus G2P1A0H1


Gravid 37-38 Minggu + HAP ec Plasenta Previa Totalis

Padang, 21-12-2020
Mengetahui/menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing Obstetri & Ginekologi

Dr. H. Aladin, SpOG (K) dr. Yenny Mayang Sari

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG (K)

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13
3.1. Plasenta Previa ....................................................................................... 13
3.1.1. Definisi ............................................................................................ 13
3.1.2. Klasifikasi ....................................................................................... 13
3.1.3. Insidensi .......................................................................................... 14
3.1.4. Etiologi dan Faktor Risiko .............................................................. 15
3.1.5. Patofisiologi .................................................................................... 17
3.1.6. Diagnosis ......................................................................................... 19
3.1.7. Komplikasi ...................................................................................... 20
3.1.8. Diagnosis banding ........................................................................... 22
3.1.9. Penatalaksanaan ................................................................................... 23
3.1.10. Prognosis ........................................................................................ 31
BAB IV DISKUSI................................................................................................ 32
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Klasifikasi Plasenta Previa ............................................................. 14

Gambar 3.2 Algoritma manajemen placenta previa. ........................................... 27

Gambar 3. 3 Alur Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum ............................. 28

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Gambaran Pembeda Plasenta Previa dan Solutio Plasenta ................ 23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat


abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.1 Plasenta previa dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Plasenta
previa totalis, yaitu apabila seluruh ostium uteri interna (OUI) tertutup oleh jaringan
plasenta. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian OUI tertutup oleh jaringan
plasenta. Plasenta previa marginalis yaitu apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir OUI. Plasenta Letak rendah yaitu apabila letak tidak normal pada segmen bawah
rahim akan tetapi belum sampai menutupi OUI.1,2 Plasenta previa menyebabkan
terjadinya perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam
pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih. Perdarahan menempati persentase tertinggi
penyebab kematian pada ibu yaitu sebesar 28%, persentase kedua penyebab kematian
pada ibu adalah eklampsia sebesar 24%, dan tertinggi ketiga disebabkan infeksi sebesar
11%.1,2
Faktor risiko yang berpengaruh meliputi umur, paritas, riwayat operasi sesar,
kuretase, riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumya, riwayat abortus, ibu
diabetes dan kehamilan ganda.1 Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan
dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun, juga lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Abnormalitas pada uterus
mempertinggi angka kejadiannya.2
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh
kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan
penyebab terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum,
kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.1,2. Frekuensi
perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua persalinan. Pada negara
maju, insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1 %, hal ini dimungkinkan karena
berkurangnya perempuan dengan paritas tinggi pada negara tersebut. Di Amerika
Serikat, plasenta previa terjadi sekitar 0,3 - 0,5 % dari semua persalinan,
sedangkan jumlah kematian perinatal yang diakibatkan oleh plasenta previa

1
sekitar 0,03%. Di Indonesia, prevalensi plasenta previa pada tahun 2009 terdapat
total 4.726 kasus plasenta previa yang didapati 40 orang ibu meninggal akibat
plasenta previa. Pada tahun 2010 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36
orang ibu meninggal3,4
Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya
berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu
kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi memungkinkan deteksi
lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi. 5
Penyebab yang mendasari plasenta previa tidak diketahui. Namun
demikian, ada hubungan antara kerusakan endometrium dan jaringan parut uterus.
Plasenta previa disebabkan oleh implantasi blastokista yang terletak rendah dalam
rongga rahim. Defek uterus ikut mempertinggi angka kejadiannya. Faktor risiko
yang berkorelasi dengan plasenta previa adalah usia ibu lanjut, multiparitas,
merokok, penggunaan kokain, hisap sebelumnya, dan kuretase, teknologi
reproduksi berbantuan, riwayat operasi caesar, dan plasenta previa sebelumnya.
Penanaman zigot (telur yang telah dibuahi) membutuhkan lingkungan yang kaya
oksigen dan kolagen. Lapisan luar dari zigot yang membelah, blastokista, terdiri
dari sel trofoblas yang berkembang menjadi plasenta dan selaput janin. Trofoblas
menempel pada desidua basalis endometrium, membentuk kehamilan normal.
Bekas luka rahim sebelumnya memberikan lingkungan yang kaya oksigen dan
kolagen. Trofoblas dapat menempel pada bekas luka rahim yang menuju ke
plasenta yang menutupi os serviks atau plasenta yang menyerang dinding
miometrium. 6
Pada kasus ini seorang pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD PONEK
RSUD M.Zein Painan pada tanggal 25 November 2020 pukul 13.00 WIB
dengan keluhan keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar disertai
bongkahan sejak 5 jam sebelum masuk RS. kehamilan anak yang ke dua dengan
anak pertama spontan, Pada pemeriksaan USG dan didapatkan plasenta tertanam
menutupi seluruh OUI grade II-III, pasien disiapkan untuk operasi bedah sesar
dan disiapkan cadangan darah untuk antisipasi keadaan kritis.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka dapat disusun
rumusan sebagai berikut “ Bagaimana diagnosa dan penatalaksanaan HAP ec
plasenta previa totalis?”

1.3. Tujuan Penulisan


1. Melakukan analisis diagnosis plasenta previa pada kasus ini

2. Melakukan analisis penatalaksanaan plasenta previa pada kasus ini

1.4. Metode Penulisan

Laporan kasus ini memaparkan kasus yang didapat di RSUD M.Zein


Painan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan yang kemudian dibahas sesuai
kepustakaan dan literatur terkini.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : Ny. Salvia

Umur : 38 tahun

No. MR : 223918

Alamat : Rawang

Tgl Masuk : 25-11-2020

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD PONEK RSUD M.Zein Painan
pada tanggal 25 November 2020 pukul 13.00 WIB dengan keluhan keluar
darah dari kemaluan berwarna merah segar disertai bongkahan sejak 5 jam
sebelum masuk RS.

Riwayat Penyakit Sekarang

• Keluar darah dari kemaluan disertai dengan bongkahan sejak 5 jam sebelum
masuk RS, berwarna merah terang, membasahi 2 helai celana dalam

• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)

• Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)

• Keluar air-air yg banyak dari kemaluan (-)

• Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu


• HPHT : 27-02-2020 TP : 12-03-2020

• Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

• Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan pervaginam (-).

• ANC : kontrol tiap bulan ke bidan, sejak usia kehamilan 3 bulan sampai 8
bulan. Kontrol ke SpOG tidak pernah

4
• Riwayat hamil tua : mual (+) muntah (-) perdarhan (-)

• Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus teratur 1x/bulan,


lamanya 5-7 hari, jumlah 2-3x ganti duk/hari, nyeri haid (-).

• BAK dan BAB biasa

• demam (-) batuk (-) sesak (-)

• riwayat kontak pasien positif covid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan.

Riwayat Perkawinan
1 x tahun 2015

Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan : 2 / 0 / 1


1. 2017/ laki-laki/ 3500gr / cukup bulan / partus pervaginam/ bidan / hidup
2. Kehamilan Sekarang

Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada

Riwayat imunisasi
Tidak Ada

Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Rumah tinggal : Rumah sendiri, memiliki kamar mandi dan sumber air dari
sumur.
Kebiasaan : Merokok (-), narkoba (-), minum alkohol (-)
Pekerjaan Suami : wirawsta
Penghasilan suami : 2-3 juta per bulan dirasa cukup untuk memenuhi

5
kebutuhan sehari-hari

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis

Keadaan umum : Sedang Keadaan gizi : sedang


Kesadaran : CMC TB : 154 cm
Tekanan darah : 120 / 70 mmHg BB : 53 kg

Frekuensi nadi : 100 x /menit BMI : 22,3 (normoweight)

Frekuensi nafas : 20 x /menit

Suhu : 36.8oC

Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik


Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorak : Paru : Suara Nafas : Vesikuler Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung: Bunyi Jantung I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, Refleks fisiologis + / +, Refleks patologis -/-

Status obstetrikus

Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit sesuai kehamilan aterm linea mediana
hiperpigmentasi (+), sikatrik (-)
Palpasi : L1 : Fundus uteri teraba 3 jari dibawah prosesus xipoideus
Teraba massa besar lunak noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin di kiri ibu
Teraba bagian-bagian kecil janin di kanan ibu
L3 : Teraba massa bulat keras tidak terfiksir
L4 : Tidak dilakukan
TFU : 29 cm TBJ : 2700 gram His : (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : DJJ : 147-158 x/ menit, bising usus + normal

6
Genitalia :
Inspeksi :V/U tenang, Perdarahan Pervaginam (+)

Inspekulo :
Vagina : tumor (-) laserasi (-), fluksus (+) tampak darah merah terang
menumpuk di forniks posterior
Porsio :Multipara, sebesar jempol kaki dewasa, laserasi (-), ekskoreasi (-
) permukaan licin, OUE tertutup, tampak darah warna merah
segar merembes dari OUE, tampak darah tergenang di forniks
posterior warna merah.
VT : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)

7
Interpretasi USG

Janin hidup tunggal intrauterin, letak memanjang presentasi kepala


Aktivitas gerak janin baik
Biometri : BPD : 9,15 cm FHR : 145 x/mnt reguler
AC : 32,26 cm SDP : 3,4 cm
FL : 7,41cm EFW : 3078 gr
Plasenta tertanam di korpus anteriormenutupi seluruh OUI, dengan derajat
maturasi grade II-III
Kesan : Gravid aterm 37-38 minggu sesuai biometri + Plasenta Previa Totalis
Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala

Laboratorium :

Parameter Hasil Nilai normal


Hemoglobin 12,7 gr/dl 12 – 16
Hematokrit 35 % 37 – 43
Leukosit 16.100 /mm 3
5.000 – 10.000
Trombosit 234.000 /mm 3
150.000 – 400.000
PT 14,9 detik 10 – 13,60
APTT 37,4 detik 29,2-39,4
GDS 84 <200
HIV Nonreaktif Nonreaktif
HBSAg Nonreaktif Nonreaktif
VDRL Nonreaktif Nonreaktif

Diagnosis
G2P1A0H1 gravid aterm 37-38 minggu + HAP ec plasenta previa totalis
Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala

Rencana
SC cito

Instruksi
• Kontrol KU, VS, His, DJJ, dan perdarahan pervaginam
• Informed concernt

8
• Lapor tim anestesi, kamar operasi dan perinatologi
• Crossmatch PRC 2 unit

Tanggal 25-11-2020 Pukul 14.00 WIB


Dilakukan SCTPP
• Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dalam spinal anastesi
• Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
• Dipasang duk steril
• Abdomen dibuka secara pfanensteil lapis demi lapis sampai menembus
peritoneum
• Tampak uterus sesuai sesuai gravid aterm, tidak tampak varises
• Insisi uterus secara semilunar pada SBR
• Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala
JK : laki-laki
BB : 3000 gram
PB : 47 cm
A/S : 7/8
• Plasenta dilahirkan dengan sedikit tarikan ringan 15x13x2 cm, berat 450
gram, panjang tali pusat 40 cm, insersi parasentralis.
• Uterus dijahit 2 lapis
• Abdomen dijahit lapis demi lapis
• Kulit dijahit subkutikuler
• Perdarahan selama tindakan 500 cc

A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis
Ibu dan anak dalam rawatan

P/
IVFD RL 500 cc + oxytocin 20 iu : 20 tpm
Inj. Ceftriaksone 2x1 gram IV
Pronalges supp II k/p

9
Cek Laboratorium darah rutin 6 jam post operasi

Tanggal 26 November 2020 Pukul 08.00 WIB


S/ Nyeri luka operasi +, Demam (-), ASI +/+
O/
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 110/70 88 20 36,9
Mata : Conj. Anemis -/-, Skelera ikterik -/-
Abdomen : Luka operasi tertutup verban
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
NT (-), NL(-), DM(-)
Genitalia : V/U : tenang , PPV(-), Lokia (+) rubra
Urin out put 200 cc warna kuning jernih.
Laboratorium 6 jam Post operasi

Parameter Hasil Nilai normal


Hemoglobin 10,8 gr/dl 12 – 16
Hematokrit 31 % 37 – 43
Leukosit 21.900 /mm3 5.000 – 10.000
Trombosit 216.000 /mm3 150.000 – 400.000

A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + Anemia ringan, NH1
Ibu dan anak dalam rawatan

P/
• IVFD RL 500 cc + oxytocin 10 iu : Methylergometrine 0,2 → 20 tpm
• Inf. Metronidazole 3x 500 mg
• Inj. Ceftriakson 2x1gram IV
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• SF 2x180 mg

10
Tanggal 27 November 2020 Pukul 08.00WIB
S/ Nyeri luka operasi +, Demam (-), ASI +/+
O/
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 82 20 36,6
Mata : Conj. Anemis -/-, Skelera ikterik -/-
Abdomen : Luka operasi tertutup verban
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
NT (-), NL(-), DM(-)
Genitalia : V/U : tenang , PPV(-), Lokia (+) rubra

A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + Anemia ringan, NH2
Ibu dan anak dalam rawatan

P/
• IVFD RL : 20 tpm
• Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
• Inj. Ceftriaksone 2x1 gram IV
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• SF 2x180 mg
• Vitamin C 3x 50 mg

Tanggal 28 November 2020 Pukul 08.00 WIB


S/ Nyeri luka operasi +, Demam (-), ASI +/+
O/
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 76 20 36,7
Mata : Conj. Anemis -/-, Skelera ikterik -/-
Abdomen : Luka operasi tertutup verban
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
NT (+), NL(-), DM(-)
Genitalia : V/U : tenang , PPV(-), Lokia (+) rubra

11
A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + anemia ringan, NH3
Ibu dan anak dalam rawatan

P/
• Cefixime 2x200mg
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• Vitamin C 3x 50 mg
• SF 2x180 mg
• Ganti Verban boleh pulang

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Plasenta Previa

3.1.1. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.3
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar
dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenantal maupun dalam
masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. 7,8

3.1.2. Klasifikasi

Dari Workshop Fetal imaging yang disponsori oleh National Institutes of


Health (NIH), klasifikasi berikut direkomendasikan2:

1. Plasenta previa, ostium uteri interna ditutupi sebagian atau seluruhnya oleh
plasenta. Di masa lalu, diklasifikasikan sebagai plasenta previa total atau
plasenta previa parsial.

2. Plasenta letak rendah, implantasi di segmen bawah rahim tetapi tidak


menutupi ostium uteri interna, tetapi terletak dalam jarak 2 cm di sekitar
ostium uteri interna. Istilah yang digunakan sebelumnya, plasenta previa
marginal, menggambarkan plasenta di tepi ostium uteri interna tetapi tidak
menutupinya.

Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium


uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dikenal 4 macam plasenta
previa5:

13
1. Plasenta letak rendah (derajat I).
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum.
2. Plasenta previa marginalis (derajat II)
Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
3. Plasenta previa partialis (derajat III)
Plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum, tetapi tidak menutupi
saat dilatasi penuh.
4. Plasenta previa totalis (derajat IV)
Plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum, bahkan saat dilatasi
penuh.

Gambar 3.1.Klasifikasi Plasenta Previa (Obstetrics and Gynecology, 6th edition)9

3.1.3. Insidensi

Insiden plasenta previa telah meningkat selama 30 tahun. Insiden


dilaporkan rata-rata 0,3 persen atau 1 kasus per 300-400 persalinan. Frekuensi di
Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai tahun 2003 untuk hampir 250.000
kelahiran adalah 2,6 per 1000. Dari tahun 2004 untuk 2015, naik menjadi 3,8 per
1000. Frekuensi yang serupa telah dilaporkan dari Austria, Finlandia, dan Israel.
Beberapa faktor demografis dapat berkontribusi untuk peningkatan risiko plasenta
previa. Pertama, umur ibu meningkatkan frekuensi plasenta previa. Plasenta
previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30
tahun. Pada trial First-and Second-Trimester Evaluation of Risk (FASTER), pada

14
lebih dari 36.000 pasien, frekuensi plasenta previa adalah 0,5 persen pada wanita
< 35 tahun dibandingkan dengan 1,1 persen wanita ≥ 35 tahun. Pada Parkland
Hospital, angka kejadian berbeda dari tingkat rendah dari sekitar 0,65 per 1000
kelahiran untuk wanita ≤ 19 tahun hingga hampir 10 per 1000 kelahiran untuk
wanita berusia lebih dari 35 tahun. 10,11

3.1.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab pasti plasenta previa belum diketahui dengan jelas. Kenapa
blastokista bersarang pada SBR sehingga terjadi pembentukan plasenta di tempat
itu belum diketahui dengan pasti. Salah satu dikatakan penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin disebabkan oleh proses
radang atau atrofi. Beberapa teori yang menjelaskan plasenta previa adalah2,4:
1. Teori Dropping down
Ovum yang telah dibuahi jatuh kebawah (drops down) dan berimplantasi di
segmen bawah rahim. Reaksi desidua yang jelek pada bagian atas rahim
diduga sebagai penyebabnya. Kegagalan zona pelusida menghilang bisa
menjadi kemungkinan hipotetis. Hal ini menjelaskan pembentukan plasenta
previa sentral.
2. Aktifitas khorionik yang persisten pada desidua kapsularis dan
perkembangan selanjutnya menjadi plasenta kapsuler sehingga berkontak
dengan desidua vera dari SBR dapat menjelaskan terjadinya plasenta previa
letak rendah.
3. Defek pada desidua, mengakibatkan penyebaran villi khorionik pada daerah
yang luas di dinding uterus untuk mencari makan. Selama proses ini tidak
hanya plasenta menjadi membranasea tetapi juga meluas ke segmen bawah
rahim. Plasenta previa seperti ini dapat menginvasi desidua atau miometrium
yang mendasari untuk menyebabkan plasenta akreta, inkreta atau perkreta
4. Permukaan plasenta yang luas seperti pada kehamilan kembar dapat meluas
ke SBR.

15
Faktor-faktor risiko12,13
Faktor intrinsik maternal
1. Multipara
Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa kejadian 2,2 persen pada
wanita dengan paritas lima atau lebih secara signifikan lebih tinggi dari
wanita dengan paritas rendah. Jarak antar kehamilan tidak mempengaruhi
angka ini.

2. Usia maternal lanjut


Wanita berusia lebih dari 35 tahun memiliki lebih dari empat kali lipat
peningkatan risiko untuk plasenta previa, dan wanita yang berusia lebih
dari 40 tahun memiliki risiko sembilan kali lipat lebih besar.

3. Ras ibu
Dalam populasi yang besar berbasis kohort, tingkat plasenta previa di
antara ras kulit putih, kulit hitam, dan lainnya masing-masing adalah 3,3,
3, dan 4,5 per 1000 kelahiran. Wanita Asia tampaknya memiliki tingkat
tertinggi plasenta previa.

Faktor ekstrinsik maternal


1. Merokok, meningkatkan insidensi plasenta previa tiga kali lipat.
Hipoksemia akibat pembakaran karbon mono-oksida hasil
pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi.
2. Penggunaan kokain, meningkatkan risiko plasenta previa empat
kali lipat.
3. Tempat tinggal di dataran tinggi
4. Kebutuhan untuk meningkatkan luas permukaan plasenta seiring
penurunan oksigenasi uteroplasenta dapat berperan dalam
hubungan ini.
5. Terapi infertilitas

Faktor janin
1. Kehamilan multipel
Plasenta previa lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan

16
tunggal
2. Janin laki-laki
Hubungan ini tidak dapat dijelaskan; Namun, dua teori menunjukkan
ukuran plasenta yang lebih besar di antara janin laki-laki dan implantasi
yang tertunda pada blastokista janin laki-laki di segmen bawah rahim.
3. Riwayat plasenta previa sebelumnya
4. Hubungan ini telah dilaporkan meningkatkan delapan kali lipat risiko
relatif. Etiologi yang tepat untuk peningkatan risiko ini tidak jelas.
5. Riwayat operasi uterus dan seksio caesarea sebelumnya
6. Defek endometrium pada bekas persalinan berulang–ulang, bekas operasi,
kuretase dan manual plasenta. Placenta previa terjadi pada 0,9% dari
wanita dengan riwayat kelahiran caesar satu kali, 1,7% wanita dengan
riwayat dua kelahiran caesar dua kali, dan 3% dengan riwayat kelahiran
caesar tiga kali atau lebih. Pada pasien dengan empat kali atau lebih seksio
caesarea sebelumnya, risiko untuk plasenta previa telah dilaporkan sebagai
setinggi 10%. Jaringan parut endometrium dianggap sebagai faktor
etiologi untuk peningkatan risiko ini.

3.1.5. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat

17
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.3
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan

18
baik.3

3.1.6. Diagnosis

Perdarahan tanpa rasa sakit adalah peristiwa yang paling khas pada
plasenta previa. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas, tetapi dapat terjadi bahkan sebelum pertengahan usia kehamilan. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pendarahan tidak berhubungan dengan aktivitas dan sering terjadi saat
tidur dan pasien menjadi ketakutan saat bangun dan menemukan dirinya dalam
genangan darah. Pendarahan tidak berhubungan dengan nyeri kecuali persalinan
dimulai secara bersamaan.15,16

Pemeriksaan Abdomen:
• ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan.
• uterus relaksasi, lembut dan elastis.
• malpresentasi persisten seperti sungsang atau letak lintang lebih sering
terjadi. juga meningkat frekuensinya pada kehamilan kembar.
• kepala "floating” kontras dengan usia kehamilan
• Bunyi jantung janin biasanya ada

Pemeriksaan Vulva: Hanya inspeksi untuk menilai apakah perdarahan


masih terjadi atau sudah berhenti, karakter darah — berwarna merah terang atau
gelap dan jumlah kehilangan darah — harus dinilai dari pakaian bernoda darah.
Dalam plasenta previa, darah berwarna merah terang saat pendarahan terjadi dari
sinus uteroplasenta terpisah dekat dengan pembukaan serviks.2,4
Pemeriksaan vagina tidak boleh dilakukan di luar ruang operasi di rumah
sakit, karena bisa memprovokasi pemisahan plasenta lebih lanjut dengan
pendarahan hebat dan bisa berakibat fatal. Hanya dilakukan sebelum terminasi
kehamilan di ruang operasi di bawah anestesi, dan siap untuk dilakukan sectio
caesarea.2,4
Lokalisasi yang cepat dan akurat dapat dicapai dengan menggunakan
teknik sonografi standar. Ini biasanya dilakukan dengan sonografi transabdominal.

19
Jika plasenta jelas menutupi leher rahim atau jika terletak jauh dari segmen bawah
rahim, pemeriksaannya sangat baik dari segi sensitivitas dan nilai prediktif
negatif. Akurasi setelah usia kehamilan 30 minggu adalah sekitar 98%. Hasil
positif palsu mungkin karena kandung kemih penuh atau kontraksi miometrium.
Pencitraan yang buruk bisa terjadi karena ibu obesitas dan plasenta terletak di
posterior. Juga, kandung kemih yang penuh dapat memperpanjang serviks secara
artifisial dan menekan segmen bawah rahim untuk memberikan kesan bahwa
plasenta menutupi serviks. Jika lokasi plasenta masih dipertanyakan, maka
sonografi transvaginal adalah metode penilaian yang paling akurat, hampir 100%.
Aman, bahkan ketika ada pendarahan. USG transvaginal aman dan tidak
kontraindikasi dalam keadaan ini. Dari catatan, gambar berkualitas dapat
diperoleh menggunakan USG transvaginal tanpa probe kontak dengan serviks.
Jika plasenta previa atau plasenta letak rendah didiagnosis trimester kedua,
sonografi harus diulang pada trimester ketiga awal pada 32 minggu. Lebih dari
90% dari kasus plasenta previa yang didiagnosis pada trimester kedua selesai saat
cukup bulan. Potensi untuk resolusi plasenta previa tergantung pada waktu
diagnosis, pemanjangan serviks, dan lokasi plasenta. Danau vaskular difus dengan
aliran turbulen di daerah hypoechoic dekat serviks konsisten dengan diagnosis
plasenta previa. Power Doppler tiga dimensi (3-D) adalah yang terbaik.
Hipervaskularitas di antara serosa uterus - kandung kemih adalah poin diagnostik.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah metode non-invasif tanpa risiko
radiasi. MRI lebih baik daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis plasenta
previa posterior dan plasenta previa akreta. Keterbatasan MRI lebih banyak
memakan waktu, kurangnya portabilitas dan biaya yg mahal.17,18

3.1.7. Komplikasi

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium
dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya
anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2

Bahaya plasenta previa adalah : 19,20


1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi
secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus

20
dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga
kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang
sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan

21
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis

3.1.8. Diagnosis banding


Solusio plasenta terutama solusio plasenta ringan adalah yang paling
mirip keadaannya dengan plasenta previa. Bedanya, perdarahan pada solusio
plasenta bewarna merah tua atau kehitaman disertai rasa nyeri perut dan keadaan
janin cepat menjadi gawat. Robekan pada pinggir plasenta dimana terdapat
pembuluh darah besar atau ruptura sinus marginalis menimbulkan perdarahan
yang sukar dibedakan dari plasenta previa, kecuali dengan melihat setelah
plasenta lahir.2,4
Keadaan lain yang mirip plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi
pada vasa previa. Pada keadaan ini tali pusat berinsersi diluar plasenta (insersio
velamentosa). Pembuluh darah yang berasal dari vena dan arteri umbilikalis
dalam tali pusat terbentang dalam selaput ketuban menuju plasenta. Apabila pada
keadaan yang demikian letak pembuluh darah tersebut berada tepat atau dekat
sekali dengan pinggir serviks maka oleh karena pelebaran servik, pembuluh darah
tersebut robek, seringkali dengan pecahnya selaput ketuban pada tempat itu. Pada
keadaan ini darah yang keluar berasal dan janin sehingga keadaan janin cepat
menjadi gawat. Untuk membedakannya dengan darah ibu diperlukan pemeriksaan
mikroskopik oleh karena butir darah janin mempunyai inti dan mudah mengalami
lisis dalam larutan alkali.2,4
Ada beberapa perdarahan lain yang sifatnya berulang tanpa nyeri pada
kehamilan yang terjadi oleh sebab tertentu pada serviks seperti karsinoma, polip,
varises vulva, trauma dan erosi. Lesi serviks lokal dapat dengan mudah dibedakan
dengan pemeriksaan dengan spekulum.2,4

22
Tabel 3.1. Gambaran pembeda plasenta previa dan solutio plasenta
PLASENTA PREVIA SOLUTIO
PLASENTA
Gambaran Klinis
• Perdarahan Tanpa nyeri, rekuren Nyeri, terus menerus
Biasanya terlihat Bisa terlihat,
tersembunyi atau
gabungan keduanya
• Karakter darah Merah terang
• KU dan anemia Sesuai dengan darah yang Kehitaman
terlihat Tidak sesuai (tipe
tersembunyi)
Pemeriksaan Abdomen
• Tinggi FUT Sesuai dengan usia kehamilan Lebih besar (tipe
• tersembunyi)
Perabaan uterus Lunak dan relaksasi Tegang, nyeri, kaku
• Malpresentasi Sering ditemukan Tidak berhubungan
• BJA Biasanya ada Biasanya tidak ada
Plasentografi Plasenta di SBR Plasenta di SAR
Pemeriksaan Vagina Plasenta teraba Tidak teraba
(perabaan forniks)

3.1.9. Penatalaksanaan
A. Perawatan ekspektatif 2,4,14
Tujuannya adalah untuk melanjutkan kehamilan untuk pematangan janin
tanpa mengorbankan kesehatan ibu.
Persyaratan Vital:
1. Ketersediaan darah untuk transfusi bilamana diperlukan.
2. Fasilitas untuk seksio sesarea harus tersedia selama 24 jam, jika perlu.

Kasus yang sesuai untuk manajemen ekspektatif adalah:


1. Ibu dalam status kesehatan yang baik (hemoglobin> 10 g%; hematokrit>
30%).
2. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
3. Pendarahan aktif pervaginam tidak ada.
4. Kesehatan janin terjamin (CTG dan USG).

Perawatan ekspektatif:
1. Ruang rawat dengan fasilitas kamar mandi dan toilet pribadi
2. Pemeriksaan darah dan urin rutin

23
3. Inspeksi vulva berkala dan pengawasan janin dengan USG pada interval
2–3 minggu.
Suatu penelitian baru-baru ini telah memberikan rekomendasi khusus
untuk penatalaksanaan plasenta previa tanpa gejala pada usia kehamilan
yang bervariasi. Untuk kehamilan pada usia kehamilan lebih dari 16
minggu dengan plasenta letak rendah (tepi plasenta 2 cm dari ostium uteri
interna) atau plasenta previa, USG ulangan untuk menilai lokasi plasenta
dianjurkan pada usia kehamilan 32 minggu. Jika sebuah plasenta letak
rendah atau plasenta previa menetap pada 32 minggu, USG ulangan
dilakukan pada 36 minggu.
4. Transfusi darah jika pasien mengalami anemia.
5. Ketika pasien diperbolehkan pulang (2-3 hari setelah pendarahan
berhenti), pemeriksaan spekulum dilakukan untuk menyingkirkan lesi
serviks dan vagina. Namun, adanya keadaan tersebut tidak meniadakan
plasenta previa.
6. Penggunaan tokolitik (magnesium sulfat) dapat dilakukan jika perdarahan
pervaginam yang dikaitkan dengan kontraksi uterus. Tokolitik lain seperti
beta-mimesis, calcium channel blocker tidak dipilih berhubung pengaruh
efek samping bradikardi dan hipotensi pada ibu. Demikian juga dengan
indometasin tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan duktus
arteriosus pada janin. Bose dan rekan (2011) merekomendasikan bahwa
jika tokolitik diberikan, dibatasi hingga 48 jam perawatan.
7. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin.
Manajemen ekspektatif di rumah sakit sangat ideal. Namun mengingat
biaya rawat inap dan morbiditas psikologis, perawatan di rumah mungkin
diizinkan di beberapa kasus. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari
kegiatan yang dapat merangsang kontraksi uterus dan atau iritasi serviks, seperti
olahraga berat, hubungan seksual, dan pemeriksaan serviks digital. Kasus yang
dipilih adalah :
1. Pasien tinggal dekat dengan rumah sakit,
2. Transportasi 24 jam tersedia,

24
3. Istirahat di tempat tidur
4. Pasien memahami risiko plasenta previa.

Terminasi perawatan ekspektatif:


Perawatan ekspektatif dilakukan hingga 37 minggu kehamilan Pada saat ini, bayi
sudah cukup matang. Namun, persalinan prematur mungkin harus dilakukan
dalam kondisi, seperti:
1. Perdarahan berulang dan terus berlanjut.
2. Janin sudah mati.
3. Janin cacat kongenital.
Perdarahan sedikit berulang bukan merupakan indikasi untuk penghentian
perawatan ekspektatif

B. Penanganan Aktif
Indikasi penanganan aktif adalah:
1. Perdarahan terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu
2. Pasien dalam proses persalinan (inpartu)
3. KU jelek pada saat masuk (perbaiki KU terlebih dahulu)
4. Perdarahan berlanjut ke tingkat moderat
5. Janin mati atau diketahui janin menderita kelainan kongenital yang berat.

Bila penanganan secara aktif dilakukan, terdapat 2 pilihan cara persalinan


yaitu pervaginam atau perabdominam. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
dan tindakan persalinan4,10 :
• Jenis plasenta previa
• Perdarahan: banyak atau sedikit tapi berulang
• Keadaan umum ibu
• Keadaan janin: hidup, gawat, meninggal
• Pembukaan jalan lahir
• Paritas atau jumlah anak hidup
• Fasilitas penolong dan rumah sakit

25
3. Persalinan
Persalinan sesar diindikasikan untuk semua wanita dengan bukti USG
plasenta previa dan sebagian besar wanita dengan plasenta letak rendah. Bila jarak
plasenta antara 1 dan 20 mm dari ostium serviks internal, angka kelahiran sesar
berkisar dari 40% hingga 90%. Jika percobaan persalinan pervaginam dilakukan
untuk plasenta yang letaknya rendah, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
kemungkinan kelahiran sesar darurat dan kebutuhan untuk transfusi darah.2,8
Panel konsensus telah memberikan pedoman waktu persalinan untuk
plasenta previa tanpa komplikasi, yang mencakup kasus-kasus dengan
pertumbuhan janin normal dan tidak ada komplikasi terkait kehamilan lainnya.
Kelahiran sesar plasenta previa asimtomatik harus terjadi antara usia kehamilan
360/7 dan 370/7 minggu. Dalam kasus plasenta previa dengan komplikasi,
pelahiran harus segera dilakukan tanpa memandang usia kehamilan. Komplikasi
plasenta previa termasuk perdarahan yang berhubungan dengan pola jantung janin
yang tidak meyakinkan meskipun dilakukan tindakan resusitasi, perdarahan ibu
yang mengancam nyawa, dan / atau persalinan refrakter.8
Saat melakukan sesar untuk plasenta previa, dokter bedah harus menyadari
potensi kehilangan darah yang cepat selama proses persalinan. Produk darah yang
dicocokkan harus tersedia untuk pengiriman. Selain itu, sebelum mengiris segmen
bawah rahim, ahli bedah harus menilai vaskularisasi daerah ini. Meskipun insisi
transversal rendah tidak dikontraindikasikan pada pasien dengan plasenta previa,
insisi uterus vertikal mungkin lebih disukai dalam beberapa kasus. Hal ini
terutama terjadi pada plasenta previa anterior.3
Idealnya, plasenta tidak boleh terganggu saat melakukan operasi sesar.
Mengingat potensi plasentasi invasif, dokter harus membiarkan plasenta keluar
secara spontan. Jika tidak mudah terpisah, tindakan pencegahan harus dilakukan
untuk pengelolaan plasenta akreta. Setelah plasenta terpisah, perdarahan
dikendalikan oleh kontraksi serabut miometrium uterus di sekitar arteriol spiral.
Karena segmen bawah rahim sering berkontraksi dengan buruk, perdarahan yang
signifikan dapat terjadi dari tempat implantasi plasenta. Terapi uterotonik agresif,
intervensi bedah, dan / atau teknik tamponade harus dilakukan untuk mengontrol
perdarahan dengan cepat.2,8

26
Gambar 3.2 Algoritma manajemen placenta previa.10

27
Gambar 3. 3 Alur Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum12

Persalinan pervaginam dapat dipertimbangkan di mana tepi plasenta jelas 2-3 cm


dari internal ostium uteri interna (berdasarkan USG). Penyelesaian persalinan
pervaginam dilakukan dengan melakukan penekanan pada placenta. Penekanan ini

28
dapat dilakukan dengan 21,22:
• Amniotomi dan akselerasi
Dengan memecahkan ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim
dan ditekan oleh kepala janin sehingga berfungsi sebagai tampon. Dengan
amniotomi ini diharapkan perdarahan berhenti dan partus dimulai. Jika
kontraksi uterus masih lemah, akselerasi dengan oksitosin. Namun amniotomi
mengandung resiko tali pusat menumbung dan terjadi gawat janin. Gawat
janin juga terjadi jika tekanan terhadap plasenta berlangsung lama, sehingga
perfusi darah ke janin menjadi terganggu. Apabila perdarahan tidak berhenti
juga, lakukan seksio sesaria.
• Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong janin. Versi Braxton Hicks dilakukan pada janin yang
sudah meninggal.
• Traksi dengan cunam Willet
Untuk wanita dengan usia kehamilan “near term” dan tidak ada
perdarahan, direncanakan operasi caesar elektif. Workshop NIH menyarankan
persalinan elektif pada usia kehamilan 36 hingga 37 minggu. The Society for
Maternal-Fetal Medicine (2017) merekomendasikan persalinan antara 34 dan 37
minggu. Pada kasus yang dicurigai plasenta akreta, persalinan dianjurkan pada 34
hingga 35 minggu. Hampir semua wanita dengan plasenta previa menjalani proses
caesar. Banyak ahli bedah merekomendasikan insisi laparotomi vertikal untuk
memberikan entri cepat pada kasus dengan perdarahan hebat atau ruang operasi
jika histerektomi diperlukan. Seperti yang telah dibahas, kelahiran caesar secara
tiba-tiba dilakukan pada lebih dari setengahnya karena perdarahan, yang sekitar
seperempatnya membutuhkan transfusi darah. Meskipun histerotomi transversal
rendah biasa dilakukan, ini dapat menyebabkan pendarahan janin jika plasenta
implantasi di anterior dan plasenta terinsisi. Dalam kasus seperti itu, persalinan
janin harus cepat dilakukan. Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa1,2,4:
• Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal
• Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol

29
• Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti
dengan tindakan-tindakan yang ada
• Plasenta previa dengan panggul sempit atau kelainan letak janin.
Setelah pelepasan plasenta, plasental site dapat berdarah tak terkendali
karena otot polos berkontraksi yang buruk, yang merupakan karakteristik uterus
bagian bawah. Jika hemostasis di lokasi implantasi plasenta tidak dapat diperoleh
dengan pemberian uterotonik dan kompresi yang adekuat, maka dapat dilakukan
jahitan 0-chromic. Cho dan rekan (1991) mendeskripsikan jahitan jahitan 0-
chromic pada interval 1-cm untuk membentuk lingkaran di sekitar bagian yang
berdarah dari segmen bawah untuk kontrol perdarahan. Penelitian lain telah
melaporkan keberhasilan dengan jahitan kompresi yang melintasi dan menekan
dinding uterus anterior dan posterior. Pada metode lain, penggunaan balon Bakri
atau bersamaan dengan jahitan kompresi. Law dan kawan-kawan (2010) berhasil
menggunakan gel hemostatik. Pilihan bedah lainnya adalah bilateral uterine atau
ligasi arteri iliaka interna. Selanjutnya, embolisasi arteri panggul juga dapat
dilakukan.1,2
Jika metode-metode konservatif gagal dan perdarahan cepat, histerektomi
diperlukan. Placenta previa, terutama dengan plasenta yang melekat abnormal,
saat ini adalah indikasi yang paling sering untuk histerektomi peripartum di
Parkland Hospital dan institusi lainnya. Jika tidak ada terkait sindrom akreta,
kejadian histerektomi dilaporkan adalah 2 persen. Dengan demikian, tidak
mungkin secara akurat memperkirakan efek pada histerektomi dari previa saja
tanpa mempertimbangkan sindrom akreta. Sekali lagi, untuk wanita yang plasenta
previa dengan implantasi di anterior di tempat insisi uterus sebelumnya,
kemungkinan plasenta yang melekat secara tidak langsung dan kebutuhan untuk
histerektomi meningkat. Dalam sebuah penelitian dari 318 histerektomi
peripartum yang dilakukan di Inggris, 40 persen dilakukan untuk plasentasi
abnormal. Hasil serupa dilaporkan untuk 211 histerektomi dari Nordic Obstetric
Surveillance Study. Di Parkland Hospital, 44 persen dari cesarean histerektomi
dilakukan untuk plasenta previa dengan perdarahan atau plasenta melekat
abnormal.23,24

30
3.1.10. Prognosis

Prognosis ibu dipengaruhi oleh jumlah, kecepatan perdarahan yang


terjadi dan kecepatan pemberian pertolongan. Kematian ibu dapat dicegah apabila
penderita segera mendapatkan transfusi darah dan tindakan bedah. Prognosis lebih
baik pada penderita yang mendapatkan perawatan medis segera mungkin.
Terdapat hal-hal penting dalam mengurangi angka kematian ibu dengan plasenta
previa. Hal-hal tersebut adalah:
1. Memperbaiki status kesehatan wanita
2. Diagnosis awal (diagnosis yang didapatkan sebelum perdarahan)
3. Menghindari melakukan pemeriksaan dalam diluar rumah sakit
4. Ketersediaan unit transfusi darah
5. Antibiotik yang potensial
6. Adanya tenaga ahli untuk melakukan tindakan pembedahan dan anestesi
Seluruh faktor ini akan berdampak pada penurunan angka kematian ibu
dengan plasenta previa kurang dan 1 % atau bahkan 0 % pada negara maju.
Sedangkan pada negara berkembang karena terdapatnya perbedaan sarana dan
prasarana kesehatan, angka kematian ibu karena plasenta previa secara statistik
berkisar antara 1 - 5 %. Kurang baiknya antenatal care, keterlambatan rujukan,
transportasi yang sulit adalah sangat mempengaruhi prognosis. Penyebab utama
kematian ibu adalah karena perdarahan dan syok.25,

31
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD PONEK RSUD M.Zein


Painan pada tanggal 25 November 2020 pukul 13.00 WIB dengan keluhan
keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar disertai bongkahan sejak 5 jam
sebelum masuk RS. Setelahd dilakukakanamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis G2P1A0H1 gravid aterm 37-38
minggu + HAP ec plasenta previa totalis, Janin hidup tunggal intrauterin
presentasi kepala. Tataksana pasien dengan seksio sesarea dengan mepersiapkan
darah 2 unit PRC.

1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?

Diagnosis pada pasien ini sudah tepat. Diagnosis plasenta previa


ditegakkan berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama berupa adanya perdarahan
tanpa rasa nyeri pada trimester ke tiga kehamilan dengan warna darah merah
terang. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan
penyebab terbanyak, karena saat itu segmen bawah rahim semakin melebar dan
serviks mulai membuka.1 Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Darah yang berwarna merah
terang sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum,
kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.

Usia 38 tahun dan ras Asia pasien pada kasus ini juga menjadi faktor
resiko plasenta previa yang lebih mengarahkan gejala klinis pada diagnosis
plasenta previa. Dimana wanita Asia memiliki tingkat plasenta previa tertinggi dan

32
wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko lebih dari empat kali lipat untuk
terkena plasenta previa, dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki risiko
sembilan kali lebih besar. Temuan ini serupa dengan studi kasus kontrol retrospektif
yang dilakukan oleh Tuzovic dan Ilijic, menyatakan bahwa usia ibu lanjut enam
kali lipat meningkatkan risiko plasenta previa. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Choi et al, prevalensi plasenta previa meningkat seiring dengan
bertambahnya usia ibu. Hal ini diduga karena adanya perubahan aterosklerotik
pada uterus yang mengakibatkan underperfusi dan infraksi plasenta, sehingga
memperbesar ukuran plasenta.1,2,3,18

Kehamilan pada kasus ini merupakan kehamilan kedua. Multiparitas pada


kasus ini juga menjadi faktor resiko yang mengarahkan pada diagnosis plasenta
previa. Multiparitas dua kali lipat meningkatkan risiko plasenta praevia. Hasil ini
sejalan dengan studi dari Tuzovic dan Ilijic dan Kollmann et al. yang melaporkan
wanita dengan paritas dua atau lebih menunjukkan peningkatan risiko plasenta
previa. Mereka menunjukkan risiko lebih besar dari plasenta previa dengan paritas
yang lebih tinggi. Hal ini mungkin karena perubahan aterosklerotik pembuluh
darah, yang menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta, yang pada
akhirnya menyebabkan plasenta besar os serviks dengan kehamilan berulang.13

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ibu masih dalam keadaan
baik, vital sign stabil. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan janin letak kepala, BJA
dalam batas normal. Pada pemeriksaan inspekulo tidak ditemukan kelainan pada vagina
atau laserasi pada portio. Tampak darah merembes dari kanalis servikalis yang
menandakan perdarahan berasal dari dalam uterus, bukan dari jalan lahir.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan dalam batas normal.


Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran plasenta yang tertanam di bagain
bawah, menutupi seluruh OUI dengan kesan gravid atrem 37-38 minggu, janin
hidup tunggal intrauterine presentasi kepala + plasenta previa totalis.

Diagnosis plasenta previa dengan ultrasonografi merupakan cara terpilih.


Pemeriksaan USG merupaka standard emas untuk mendiagnosis plasenta previa,
terutama ultrasonografi transvaginal dengan akurasi lebih dari 95%. Pemeriksaan
USG transvaginal dilakukan dengan penyisipan probe tidak lebih dari 3 cm untuk

33
visualisasi plasenta untuk menghindari penyisipan yang tidak disengaja ke os
serviks. Jika ostium serviks internal dapat divisualisasikan dan jika tidak ada
jaringan plasenta yang melapisinya, maka diagnosis plasenta previa disingkirkan.
Namun dengan ultrasonografi transabdominal pemeriksaan dapat dilakukan
dengan metode sederhana, tepat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta
yang sering kali dapat digunakan bersama dengan TVS jika tersedia. Ini dapat
digunakan sebagai alternatif untuk ultrasonografi transvaginal tetapi kurang
akurat.25

2. Apakah penatalaksanaan kasus diatas sudah tepat?


Penatalaksaan manajemen aktif dengan seksio seasaria pada kasus ini sudah
tepat. Sebelum dilakukan SC pada pasien ini, dipersiapkan 2 unit PRC dan
dipasang infus 2 jalur. Hal ini sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa
prinsip tatalaksana plasenta previa dengan perdarahan pervaginam harus menilai
kondisi vital sign Ibu dan monitoring kondisi jantung janin. Dilakukan asesmen
kondisi darah ibu, apakah terjadi anemia atau tidak. Pasien harus diberikan infus
IV 2 line dan crossmatch darah 2-4 unit. Pada pasien dengan perdarahan yang
aktif atau banyak, dilakukan manajemen aktif dengan terminasi kehamilan secara
seksio sesarea, tanpa memperhitungkan usai kehamilan. Dan pada kasus
kehamilan dibawah 36 minggu dengan perdarahan pervaginam tidak ada atau
minimal, dapat dilakukan manajemen ekspektatif sampai usia kehamilan aterm,
dan jika usia kehamilan lebih dari 36 minggu direkomendasaikan dilakukan seksio
sesarea segera.25,26
Pemilihan metode persalinan secara bedah sesar merupakan suatu pilihan
persalinan yang paling tepat pada kasus plasenta previa. Pada pasien ini indikasi
untuk bedah sesar yang paling utama adalah indikasi obstetri yaitu plasenta
previa. Hal ini telah sesuai dengan rekomendasi dari Society for Maternal-Fetal
Medicine tahun 2016. Seksio sesar direkomendasikan pada wanita dengan
plasenta letak rendah dengan tepi plasenta ≤10 mm dari os serviks pada usia
kehamilan 37-0 hingga 37-6 minggu dengan adanya faktor risiko dan pada usia
kehamilan 38-0 hingga 38-6 minggu tanpa adanya faktor risiko.26

34
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat, karena memenuhi kriteria plasenta
previa totalis.

2. Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan terminasi kehamilan
dikarenakan pasien mengalami perdarahan yang meningkat dan berulang

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Munro kerr. Operative Obstetrics by T.F Baskett. Edinburgh London New


York Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto 2014.
2. Cunningham et al. Obstetri William vol 1; 25th ed. Mc Graw Hill Ed; 2014
3. Handayani RR, Adisasmita AC (2013). Kejadian komplikasi maternal:
Pelaporan di rumah sakit dan hasil riskesdas di indonesia tahun 2010
(Analisis sirs dan riskesdas). http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-
09/S52981- Reisty%20Ria%20Handayani – Diakses April 2016.
4. Rambey L (2008). Gambaran faktor resiko pada kasus plasenta pevia di
RSUP. Dr M. Djamil Padang preiode januari 2005 – desember 2006.
Universitas Andalas. Skripsi
5. Arulkumaran S et al. Oxford Textbook of Obstetrics and Gynaecology.
Oxford University Press. 2020.
6. Rosenberg T, Pariente G, Sergienko R, et al. Critical analysis of risk
factors and outcome of placenta previa. Arch Gynecol Obstet.
2011;284(1):47.
7. Mary E, Leslie M, Vickie A. Callen’s Ultrasonogrhapy in Obstetrics and
Gynecology 6th Ed. Philadelphia, PA : Elsevier; 2017.
8. Gabbe et al. Obstetrics; Normal and problem Pregnancies 7th ed.
Philadelphia, PA : Elsevier; 2017.
9. Chou MM, Ho ES, Lee YH. Prenatal diagnosis of placenta previa accreta
by transabdominal color Doppler ultrasound. Ultrasound Obstet Gynecol.
2000;15:28.
10. Becker RH, Vonk R, Mende BC, et al. Te relevance of placenta location at
20-23 gestational weeks for prediction of placenta previa at delivery:
evaluation of 8650 cases. Ultrasound Obstet Gynecol. 2001;17:496.
11. Beckman CRB, Ling FW, et al Third-Trimester Bleeding; in Obstetrics
and Gynecology 6 ed. Lippincot Williams Wilkins. Philadelphia, 2010; pg
207-211.
12. Norwitz ER, Schorge JO. Antepartum Hemorrhage. Obstetrics and
Gynecology at a glance. Weley-Blackwell. Oxford, 2013; pg : 120-121
13. Kaplan. Late Pregnancy Bleeding. Lectures Notes, Obstetrics
Gynecology. New york, 2015; pg 120-121.
14. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI. 2007.
15. King, JC. Antepartum Bleeding in Advanced Pregnancy. Clinical Manual
of Obstetrics. McGraw-Hill, Inc. 1993, pg: 329-335.
16. Giordano R, Cacciatore A, Cignini P, Vigna R, Romano M (2010).
Antepartum haemorrhage. Journal of Prenatal Medicine 4(1): 12-16.

36
17. Abdat AU. Hubungan antara paritas ibu dengan kejadian plasenta previa di
RS dr. Moewardi Surakarta. Skripsi fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.2010 hal:1-12
18. Callahan, Tamara L, Caughey, Aaron B. 2013. Obstetrics & Gynecology.
Sixth Edition. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
19. Arquette N. Holcraft CJ, Thrid-trimester bleeding. In : Fortner
KB,Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Editors. Jhons hopkins manual
of 50 gynaecology and obstetrics. 3rd ed. USA. Lippincot Williams and
Wilkins;2007.
20. Brown-Paterson S. Obstetric Emergencies. In : Edmonds DK. Dewhurst’s
textbook of obstetrics and gynaecology. 7 th ed. UK: Blackwell
Publishing;2007.12.
21. Rashid M. Higher order repeat caesarean sections: how safe five or more.
BJOG : an international Journal of Obstetrics and Gynaecology. October
2004; 111: 1090-94 pp.
22. Seidman DS. Are multiple cesarean sections safe?. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 1994; 57: 7-12.
23. Saabilla M. Gambaran Perilaku Wanita dalam Penggunaan Kontrasepsi
Sterilisasi Wanita di Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Jurnal Kesehatab
Reproduksi. 2016; 3(7): 185-197pp.
24. WHO. Medical eligibility criteria for contraceptive use. 5th.ed. 2015. 232-
242pp.
25. ACOG. Sterilization of women : ethical issues and considerations. The
American College of Obstetricians and Gynecologist Comitte Opinion.
April, 2017;(695).
26. Bakker R, Placenta Previa Treatment & Management diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/262063-treatment#d11

37

Anda mungkin juga menyukai