UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
Pembimbing :
Padang, 21-12-2020
Mengetahui/menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing Obstetri & Ginekologi
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Gambaran Pembeda Plasenta Previa dan Solutio Plasenta ................ 23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
sekitar 0,03%. Di Indonesia, prevalensi plasenta previa pada tahun 2009 terdapat
total 4.726 kasus plasenta previa yang didapati 40 orang ibu meninggal akibat
plasenta previa. Pada tahun 2010 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36
orang ibu meninggal3,4
Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya
berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu
kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi memungkinkan deteksi
lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi. 5
Penyebab yang mendasari plasenta previa tidak diketahui. Namun
demikian, ada hubungan antara kerusakan endometrium dan jaringan parut uterus.
Plasenta previa disebabkan oleh implantasi blastokista yang terletak rendah dalam
rongga rahim. Defek uterus ikut mempertinggi angka kejadiannya. Faktor risiko
yang berkorelasi dengan plasenta previa adalah usia ibu lanjut, multiparitas,
merokok, penggunaan kokain, hisap sebelumnya, dan kuretase, teknologi
reproduksi berbantuan, riwayat operasi caesar, dan plasenta previa sebelumnya.
Penanaman zigot (telur yang telah dibuahi) membutuhkan lingkungan yang kaya
oksigen dan kolagen. Lapisan luar dari zigot yang membelah, blastokista, terdiri
dari sel trofoblas yang berkembang menjadi plasenta dan selaput janin. Trofoblas
menempel pada desidua basalis endometrium, membentuk kehamilan normal.
Bekas luka rahim sebelumnya memberikan lingkungan yang kaya oksigen dan
kolagen. Trofoblas dapat menempel pada bekas luka rahim yang menuju ke
plasenta yang menutupi os serviks atau plasenta yang menyerang dinding
miometrium. 6
Pada kasus ini seorang pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD PONEK
RSUD M.Zein Painan pada tanggal 25 November 2020 pukul 13.00 WIB
dengan keluhan keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar disertai
bongkahan sejak 5 jam sebelum masuk RS. kehamilan anak yang ke dua dengan
anak pertama spontan, Pada pemeriksaan USG dan didapatkan plasenta tertanam
menutupi seluruh OUI grade II-III, pasien disiapkan untuk operasi bedah sesar
dan disiapkan cadangan darah untuk antisipasi keadaan kritis.
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka dapat disusun
rumusan sebagai berikut “ Bagaimana diagnosa dan penatalaksanaan HAP ec
plasenta previa totalis?”
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Umur : 38 tahun
No. MR : 223918
Alamat : Rawang
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita, 38 tahun datang ke IGD PONEK RSUD M.Zein Painan
pada tanggal 25 November 2020 pukul 13.00 WIB dengan keluhan keluar
darah dari kemaluan berwarna merah segar disertai bongkahan sejak 5 jam
sebelum masuk RS.
• Keluar darah dari kemaluan disertai dengan bongkahan sejak 5 jam sebelum
masuk RS, berwarna merah terang, membasahi 2 helai celana dalam
• Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan pervaginam (-).
• ANC : kontrol tiap bulan ke bidan, sejak usia kehamilan 3 bulan sampai 8
bulan. Kontrol ke SpOG tidak pernah
4
• Riwayat hamil tua : mual (+) muntah (-) perdarhan (-)
Riwayat Perkawinan
1 x tahun 2015
Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada
Riwayat imunisasi
Tidak Ada
5
kebutuhan sehari-hari
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Suhu : 36.8oC
Status obstetrikus
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit sesuai kehamilan aterm linea mediana
hiperpigmentasi (+), sikatrik (-)
Palpasi : L1 : Fundus uteri teraba 3 jari dibawah prosesus xipoideus
Teraba massa besar lunak noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin di kiri ibu
Teraba bagian-bagian kecil janin di kanan ibu
L3 : Teraba massa bulat keras tidak terfiksir
L4 : Tidak dilakukan
TFU : 29 cm TBJ : 2700 gram His : (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : DJJ : 147-158 x/ menit, bising usus + normal
6
Genitalia :
Inspeksi :V/U tenang, Perdarahan Pervaginam (+)
Inspekulo :
Vagina : tumor (-) laserasi (-), fluksus (+) tampak darah merah terang
menumpuk di forniks posterior
Porsio :Multipara, sebesar jempol kaki dewasa, laserasi (-), ekskoreasi (-
) permukaan licin, OUE tertutup, tampak darah warna merah
segar merembes dari OUE, tampak darah tergenang di forniks
posterior warna merah.
VT : tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
7
Interpretasi USG
Laboratorium :
Diagnosis
G2P1A0H1 gravid aterm 37-38 minggu + HAP ec plasenta previa totalis
Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala
Rencana
SC cito
Instruksi
• Kontrol KU, VS, His, DJJ, dan perdarahan pervaginam
• Informed concernt
8
• Lapor tim anestesi, kamar operasi dan perinatologi
• Crossmatch PRC 2 unit
A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis
Ibu dan anak dalam rawatan
P/
IVFD RL 500 cc + oxytocin 20 iu : 20 tpm
Inj. Ceftriaksone 2x1 gram IV
Pronalges supp II k/p
9
Cek Laboratorium darah rutin 6 jam post operasi
A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + Anemia ringan, NH1
Ibu dan anak dalam rawatan
P/
• IVFD RL 500 cc + oxytocin 10 iu : Methylergometrine 0,2 → 20 tpm
• Inf. Metronidazole 3x 500 mg
• Inj. Ceftriakson 2x1gram IV
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• SF 2x180 mg
10
Tanggal 27 November 2020 Pukul 08.00WIB
S/ Nyeri luka operasi +, Demam (-), ASI +/+
O/
KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 120/70 82 20 36,6
Mata : Conj. Anemis -/-, Skelera ikterik -/-
Abdomen : Luka operasi tertutup verban
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
NT (-), NL(-), DM(-)
Genitalia : V/U : tenang , PPV(-), Lokia (+) rubra
A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + Anemia ringan, NH2
Ibu dan anak dalam rawatan
P/
• IVFD RL : 20 tpm
• Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
• Inj. Ceftriaksone 2x1 gram IV
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• SF 2x180 mg
• Vitamin C 3x 50 mg
11
A/
P2A0H2 post SCTPP ai HAP ec plasenta previa totalis + anemia ringan, NH3
Ibu dan anak dalam rawatan
P/
• Cefixime 2x200mg
• Asam Mefenamat 3x 500 mg
• Vitamin C 3x 50 mg
• SF 2x180 mg
• Ganti Verban boleh pulang
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1. Definisi
3.1.2. Klasifikasi
1. Plasenta previa, ostium uteri interna ditutupi sebagian atau seluruhnya oleh
plasenta. Di masa lalu, diklasifikasikan sebagai plasenta previa total atau
plasenta previa parsial.
13
1. Plasenta letak rendah (derajat I).
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum.
2. Plasenta previa marginalis (derajat II)
Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
3. Plasenta previa partialis (derajat III)
Plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum, tetapi tidak menutupi
saat dilatasi penuh.
4. Plasenta previa totalis (derajat IV)
Plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum, bahkan saat dilatasi
penuh.
3.1.3. Insidensi
14
lebih dari 36.000 pasien, frekuensi plasenta previa adalah 0,5 persen pada wanita
< 35 tahun dibandingkan dengan 1,1 persen wanita ≥ 35 tahun. Pada Parkland
Hospital, angka kejadian berbeda dari tingkat rendah dari sekitar 0,65 per 1000
kelahiran untuk wanita ≤ 19 tahun hingga hampir 10 per 1000 kelahiran untuk
wanita berusia lebih dari 35 tahun. 10,11
15
Faktor-faktor risiko12,13
Faktor intrinsik maternal
1. Multipara
Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa kejadian 2,2 persen pada
wanita dengan paritas lima atau lebih secara signifikan lebih tinggi dari
wanita dengan paritas rendah. Jarak antar kehamilan tidak mempengaruhi
angka ini.
3. Ras ibu
Dalam populasi yang besar berbasis kohort, tingkat plasenta previa di
antara ras kulit putih, kulit hitam, dan lainnya masing-masing adalah 3,3,
3, dan 4,5 per 1000 kelahiran. Wanita Asia tampaknya memiliki tingkat
tertinggi plasenta previa.
Faktor janin
1. Kehamilan multipel
Plasenta previa lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan
16
tunggal
2. Janin laki-laki
Hubungan ini tidak dapat dijelaskan; Namun, dua teori menunjukkan
ukuran plasenta yang lebih besar di antara janin laki-laki dan implantasi
yang tertunda pada blastokista janin laki-laki di segmen bawah rahim.
3. Riwayat plasenta previa sebelumnya
4. Hubungan ini telah dilaporkan meningkatkan delapan kali lipat risiko
relatif. Etiologi yang tepat untuk peningkatan risiko ini tidak jelas.
5. Riwayat operasi uterus dan seksio caesarea sebelumnya
6. Defek endometrium pada bekas persalinan berulang–ulang, bekas operasi,
kuretase dan manual plasenta. Placenta previa terjadi pada 0,9% dari
wanita dengan riwayat kelahiran caesar satu kali, 1,7% wanita dengan
riwayat dua kelahiran caesar dua kali, dan 3% dengan riwayat kelahiran
caesar tiga kali atau lebih. Pada pasien dengan empat kali atau lebih seksio
caesarea sebelumnya, risiko untuk plasenta previa telah dilaporkan sebagai
setinggi 10%. Jaringan parut endometrium dianggap sebagai faktor
etiologi untuk peningkatan risiko ini.
3.1.5. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
17
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.3
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
18
baik.3
3.1.6. Diagnosis
Perdarahan tanpa rasa sakit adalah peristiwa yang paling khas pada
plasenta previa. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas, tetapi dapat terjadi bahkan sebelum pertengahan usia kehamilan. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pendarahan tidak berhubungan dengan aktivitas dan sering terjadi saat
tidur dan pasien menjadi ketakutan saat bangun dan menemukan dirinya dalam
genangan darah. Pendarahan tidak berhubungan dengan nyeri kecuali persalinan
dimulai secara bersamaan.15,16
Pemeriksaan Abdomen:
• ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan.
• uterus relaksasi, lembut dan elastis.
• malpresentasi persisten seperti sungsang atau letak lintang lebih sering
terjadi. juga meningkat frekuensinya pada kehamilan kembar.
• kepala "floating” kontras dengan usia kehamilan
• Bunyi jantung janin biasanya ada
19
Jika plasenta jelas menutupi leher rahim atau jika terletak jauh dari segmen bawah
rahim, pemeriksaannya sangat baik dari segi sensitivitas dan nilai prediktif
negatif. Akurasi setelah usia kehamilan 30 minggu adalah sekitar 98%. Hasil
positif palsu mungkin karena kandung kemih penuh atau kontraksi miometrium.
Pencitraan yang buruk bisa terjadi karena ibu obesitas dan plasenta terletak di
posterior. Juga, kandung kemih yang penuh dapat memperpanjang serviks secara
artifisial dan menekan segmen bawah rahim untuk memberikan kesan bahwa
plasenta menutupi serviks. Jika lokasi plasenta masih dipertanyakan, maka
sonografi transvaginal adalah metode penilaian yang paling akurat, hampir 100%.
Aman, bahkan ketika ada pendarahan. USG transvaginal aman dan tidak
kontraindikasi dalam keadaan ini. Dari catatan, gambar berkualitas dapat
diperoleh menggunakan USG transvaginal tanpa probe kontak dengan serviks.
Jika plasenta previa atau plasenta letak rendah didiagnosis trimester kedua,
sonografi harus diulang pada trimester ketiga awal pada 32 minggu. Lebih dari
90% dari kasus plasenta previa yang didiagnosis pada trimester kedua selesai saat
cukup bulan. Potensi untuk resolusi plasenta previa tergantung pada waktu
diagnosis, pemanjangan serviks, dan lokasi plasenta. Danau vaskular difus dengan
aliran turbulen di daerah hypoechoic dekat serviks konsisten dengan diagnosis
plasenta previa. Power Doppler tiga dimensi (3-D) adalah yang terbaik.
Hipervaskularitas di antara serosa uterus - kandung kemih adalah poin diagnostik.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah metode non-invasif tanpa risiko
radiasi. MRI lebih baik daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis plasenta
previa posterior dan plasenta previa akreta. Keterbatasan MRI lebih banyak
memakan waktu, kurangnya portabilitas dan biaya yg mahal.17,18
3.1.7. Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium
dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya
anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2
20
dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga
kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang
sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
21
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis
22
Tabel 3.1. Gambaran pembeda plasenta previa dan solutio plasenta
PLASENTA PREVIA SOLUTIO
PLASENTA
Gambaran Klinis
• Perdarahan Tanpa nyeri, rekuren Nyeri, terus menerus
Biasanya terlihat Bisa terlihat,
tersembunyi atau
gabungan keduanya
• Karakter darah Merah terang
• KU dan anemia Sesuai dengan darah yang Kehitaman
terlihat Tidak sesuai (tipe
tersembunyi)
Pemeriksaan Abdomen
• Tinggi FUT Sesuai dengan usia kehamilan Lebih besar (tipe
• tersembunyi)
Perabaan uterus Lunak dan relaksasi Tegang, nyeri, kaku
• Malpresentasi Sering ditemukan Tidak berhubungan
• BJA Biasanya ada Biasanya tidak ada
Plasentografi Plasenta di SBR Plasenta di SAR
Pemeriksaan Vagina Plasenta teraba Tidak teraba
(perabaan forniks)
3.1.9. Penatalaksanaan
A. Perawatan ekspektatif 2,4,14
Tujuannya adalah untuk melanjutkan kehamilan untuk pematangan janin
tanpa mengorbankan kesehatan ibu.
Persyaratan Vital:
1. Ketersediaan darah untuk transfusi bilamana diperlukan.
2. Fasilitas untuk seksio sesarea harus tersedia selama 24 jam, jika perlu.
Perawatan ekspektatif:
1. Ruang rawat dengan fasilitas kamar mandi dan toilet pribadi
2. Pemeriksaan darah dan urin rutin
23
3. Inspeksi vulva berkala dan pengawasan janin dengan USG pada interval
2–3 minggu.
Suatu penelitian baru-baru ini telah memberikan rekomendasi khusus
untuk penatalaksanaan plasenta previa tanpa gejala pada usia kehamilan
yang bervariasi. Untuk kehamilan pada usia kehamilan lebih dari 16
minggu dengan plasenta letak rendah (tepi plasenta 2 cm dari ostium uteri
interna) atau plasenta previa, USG ulangan untuk menilai lokasi plasenta
dianjurkan pada usia kehamilan 32 minggu. Jika sebuah plasenta letak
rendah atau plasenta previa menetap pada 32 minggu, USG ulangan
dilakukan pada 36 minggu.
4. Transfusi darah jika pasien mengalami anemia.
5. Ketika pasien diperbolehkan pulang (2-3 hari setelah pendarahan
berhenti), pemeriksaan spekulum dilakukan untuk menyingkirkan lesi
serviks dan vagina. Namun, adanya keadaan tersebut tidak meniadakan
plasenta previa.
6. Penggunaan tokolitik (magnesium sulfat) dapat dilakukan jika perdarahan
pervaginam yang dikaitkan dengan kontraksi uterus. Tokolitik lain seperti
beta-mimesis, calcium channel blocker tidak dipilih berhubung pengaruh
efek samping bradikardi dan hipotensi pada ibu. Demikian juga dengan
indometasin tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan duktus
arteriosus pada janin. Bose dan rekan (2011) merekomendasikan bahwa
jika tokolitik diberikan, dibatasi hingga 48 jam perawatan.
7. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin.
Manajemen ekspektatif di rumah sakit sangat ideal. Namun mengingat
biaya rawat inap dan morbiditas psikologis, perawatan di rumah mungkin
diizinkan di beberapa kasus. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari
kegiatan yang dapat merangsang kontraksi uterus dan atau iritasi serviks, seperti
olahraga berat, hubungan seksual, dan pemeriksaan serviks digital. Kasus yang
dipilih adalah :
1. Pasien tinggal dekat dengan rumah sakit,
2. Transportasi 24 jam tersedia,
24
3. Istirahat di tempat tidur
4. Pasien memahami risiko plasenta previa.
B. Penanganan Aktif
Indikasi penanganan aktif adalah:
1. Perdarahan terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu
2. Pasien dalam proses persalinan (inpartu)
3. KU jelek pada saat masuk (perbaiki KU terlebih dahulu)
4. Perdarahan berlanjut ke tingkat moderat
5. Janin mati atau diketahui janin menderita kelainan kongenital yang berat.
25
3. Persalinan
Persalinan sesar diindikasikan untuk semua wanita dengan bukti USG
plasenta previa dan sebagian besar wanita dengan plasenta letak rendah. Bila jarak
plasenta antara 1 dan 20 mm dari ostium serviks internal, angka kelahiran sesar
berkisar dari 40% hingga 90%. Jika percobaan persalinan pervaginam dilakukan
untuk plasenta yang letaknya rendah, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
kemungkinan kelahiran sesar darurat dan kebutuhan untuk transfusi darah.2,8
Panel konsensus telah memberikan pedoman waktu persalinan untuk
plasenta previa tanpa komplikasi, yang mencakup kasus-kasus dengan
pertumbuhan janin normal dan tidak ada komplikasi terkait kehamilan lainnya.
Kelahiran sesar plasenta previa asimtomatik harus terjadi antara usia kehamilan
360/7 dan 370/7 minggu. Dalam kasus plasenta previa dengan komplikasi,
pelahiran harus segera dilakukan tanpa memandang usia kehamilan. Komplikasi
plasenta previa termasuk perdarahan yang berhubungan dengan pola jantung janin
yang tidak meyakinkan meskipun dilakukan tindakan resusitasi, perdarahan ibu
yang mengancam nyawa, dan / atau persalinan refrakter.8
Saat melakukan sesar untuk plasenta previa, dokter bedah harus menyadari
potensi kehilangan darah yang cepat selama proses persalinan. Produk darah yang
dicocokkan harus tersedia untuk pengiriman. Selain itu, sebelum mengiris segmen
bawah rahim, ahli bedah harus menilai vaskularisasi daerah ini. Meskipun insisi
transversal rendah tidak dikontraindikasikan pada pasien dengan plasenta previa,
insisi uterus vertikal mungkin lebih disukai dalam beberapa kasus. Hal ini
terutama terjadi pada plasenta previa anterior.3
Idealnya, plasenta tidak boleh terganggu saat melakukan operasi sesar.
Mengingat potensi plasentasi invasif, dokter harus membiarkan plasenta keluar
secara spontan. Jika tidak mudah terpisah, tindakan pencegahan harus dilakukan
untuk pengelolaan plasenta akreta. Setelah plasenta terpisah, perdarahan
dikendalikan oleh kontraksi serabut miometrium uterus di sekitar arteriol spiral.
Karena segmen bawah rahim sering berkontraksi dengan buruk, perdarahan yang
signifikan dapat terjadi dari tempat implantasi plasenta. Terapi uterotonik agresif,
intervensi bedah, dan / atau teknik tamponade harus dilakukan untuk mengontrol
perdarahan dengan cepat.2,8
26
Gambar 3.2 Algoritma manajemen placenta previa.10
27
Gambar 3. 3 Alur Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum12
28
dapat dilakukan dengan 21,22:
• Amniotomi dan akselerasi
Dengan memecahkan ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim
dan ditekan oleh kepala janin sehingga berfungsi sebagai tampon. Dengan
amniotomi ini diharapkan perdarahan berhenti dan partus dimulai. Jika
kontraksi uterus masih lemah, akselerasi dengan oksitosin. Namun amniotomi
mengandung resiko tali pusat menumbung dan terjadi gawat janin. Gawat
janin juga terjadi jika tekanan terhadap plasenta berlangsung lama, sehingga
perfusi darah ke janin menjadi terganggu. Apabila perdarahan tidak berhenti
juga, lakukan seksio sesaria.
• Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong janin. Versi Braxton Hicks dilakukan pada janin yang
sudah meninggal.
• Traksi dengan cunam Willet
Untuk wanita dengan usia kehamilan “near term” dan tidak ada
perdarahan, direncanakan operasi caesar elektif. Workshop NIH menyarankan
persalinan elektif pada usia kehamilan 36 hingga 37 minggu. The Society for
Maternal-Fetal Medicine (2017) merekomendasikan persalinan antara 34 dan 37
minggu. Pada kasus yang dicurigai plasenta akreta, persalinan dianjurkan pada 34
hingga 35 minggu. Hampir semua wanita dengan plasenta previa menjalani proses
caesar. Banyak ahli bedah merekomendasikan insisi laparotomi vertikal untuk
memberikan entri cepat pada kasus dengan perdarahan hebat atau ruang operasi
jika histerektomi diperlukan. Seperti yang telah dibahas, kelahiran caesar secara
tiba-tiba dilakukan pada lebih dari setengahnya karena perdarahan, yang sekitar
seperempatnya membutuhkan transfusi darah. Meskipun histerotomi transversal
rendah biasa dilakukan, ini dapat menyebabkan pendarahan janin jika plasenta
implantasi di anterior dan plasenta terinsisi. Dalam kasus seperti itu, persalinan
janin harus cepat dilakukan. Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa1,2,4:
• Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal
• Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol
29
• Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti
dengan tindakan-tindakan yang ada
• Plasenta previa dengan panggul sempit atau kelainan letak janin.
Setelah pelepasan plasenta, plasental site dapat berdarah tak terkendali
karena otot polos berkontraksi yang buruk, yang merupakan karakteristik uterus
bagian bawah. Jika hemostasis di lokasi implantasi plasenta tidak dapat diperoleh
dengan pemberian uterotonik dan kompresi yang adekuat, maka dapat dilakukan
jahitan 0-chromic. Cho dan rekan (1991) mendeskripsikan jahitan jahitan 0-
chromic pada interval 1-cm untuk membentuk lingkaran di sekitar bagian yang
berdarah dari segmen bawah untuk kontrol perdarahan. Penelitian lain telah
melaporkan keberhasilan dengan jahitan kompresi yang melintasi dan menekan
dinding uterus anterior dan posterior. Pada metode lain, penggunaan balon Bakri
atau bersamaan dengan jahitan kompresi. Law dan kawan-kawan (2010) berhasil
menggunakan gel hemostatik. Pilihan bedah lainnya adalah bilateral uterine atau
ligasi arteri iliaka interna. Selanjutnya, embolisasi arteri panggul juga dapat
dilakukan.1,2
Jika metode-metode konservatif gagal dan perdarahan cepat, histerektomi
diperlukan. Placenta previa, terutama dengan plasenta yang melekat abnormal,
saat ini adalah indikasi yang paling sering untuk histerektomi peripartum di
Parkland Hospital dan institusi lainnya. Jika tidak ada terkait sindrom akreta,
kejadian histerektomi dilaporkan adalah 2 persen. Dengan demikian, tidak
mungkin secara akurat memperkirakan efek pada histerektomi dari previa saja
tanpa mempertimbangkan sindrom akreta. Sekali lagi, untuk wanita yang plasenta
previa dengan implantasi di anterior di tempat insisi uterus sebelumnya,
kemungkinan plasenta yang melekat secara tidak langsung dan kebutuhan untuk
histerektomi meningkat. Dalam sebuah penelitian dari 318 histerektomi
peripartum yang dilakukan di Inggris, 40 persen dilakukan untuk plasentasi
abnormal. Hasil serupa dilaporkan untuk 211 histerektomi dari Nordic Obstetric
Surveillance Study. Di Parkland Hospital, 44 persen dari cesarean histerektomi
dilakukan untuk plasenta previa dengan perdarahan atau plasenta melekat
abnormal.23,24
30
3.1.10. Prognosis
31
BAB IV
DISKUSI
Usia 38 tahun dan ras Asia pasien pada kasus ini juga menjadi faktor
resiko plasenta previa yang lebih mengarahkan gejala klinis pada diagnosis
plasenta previa. Dimana wanita Asia memiliki tingkat plasenta previa tertinggi dan
32
wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko lebih dari empat kali lipat untuk
terkena plasenta previa, dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki risiko
sembilan kali lebih besar. Temuan ini serupa dengan studi kasus kontrol retrospektif
yang dilakukan oleh Tuzovic dan Ilijic, menyatakan bahwa usia ibu lanjut enam
kali lipat meningkatkan risiko plasenta previa. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Choi et al, prevalensi plasenta previa meningkat seiring dengan
bertambahnya usia ibu. Hal ini diduga karena adanya perubahan aterosklerotik
pada uterus yang mengakibatkan underperfusi dan infraksi plasenta, sehingga
memperbesar ukuran plasenta.1,2,3,18
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ibu masih dalam keadaan
baik, vital sign stabil. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan janin letak kepala, BJA
dalam batas normal. Pada pemeriksaan inspekulo tidak ditemukan kelainan pada vagina
atau laserasi pada portio. Tampak darah merembes dari kanalis servikalis yang
menandakan perdarahan berasal dari dalam uterus, bukan dari jalan lahir.
33
visualisasi plasenta untuk menghindari penyisipan yang tidak disengaja ke os
serviks. Jika ostium serviks internal dapat divisualisasikan dan jika tidak ada
jaringan plasenta yang melapisinya, maka diagnosis plasenta previa disingkirkan.
Namun dengan ultrasonografi transabdominal pemeriksaan dapat dilakukan
dengan metode sederhana, tepat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta
yang sering kali dapat digunakan bersama dengan TVS jika tersedia. Ini dapat
digunakan sebagai alternatif untuk ultrasonografi transvaginal tetapi kurang
akurat.25
34
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat, karena memenuhi kriteria plasenta
previa totalis.
2. Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan terminasi kehamilan
dikarenakan pasien mengalami perdarahan yang meningkat dan berulang
35
DAFTAR PUSTAKA
36
17. Abdat AU. Hubungan antara paritas ibu dengan kejadian plasenta previa di
RS dr. Moewardi Surakarta. Skripsi fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.2010 hal:1-12
18. Callahan, Tamara L, Caughey, Aaron B. 2013. Obstetrics & Gynecology.
Sixth Edition. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
19. Arquette N. Holcraft CJ, Thrid-trimester bleeding. In : Fortner
KB,Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Editors. Jhons hopkins manual
of 50 gynaecology and obstetrics. 3rd ed. USA. Lippincot Williams and
Wilkins;2007.
20. Brown-Paterson S. Obstetric Emergencies. In : Edmonds DK. Dewhurst’s
textbook of obstetrics and gynaecology. 7 th ed. UK: Blackwell
Publishing;2007.12.
21. Rashid M. Higher order repeat caesarean sections: how safe five or more.
BJOG : an international Journal of Obstetrics and Gynaecology. October
2004; 111: 1090-94 pp.
22. Seidman DS. Are multiple cesarean sections safe?. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 1994; 57: 7-12.
23. Saabilla M. Gambaran Perilaku Wanita dalam Penggunaan Kontrasepsi
Sterilisasi Wanita di Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Jurnal Kesehatab
Reproduksi. 2016; 3(7): 185-197pp.
24. WHO. Medical eligibility criteria for contraceptive use. 5th.ed. 2015. 232-
242pp.
25. ACOG. Sterilization of women : ethical issues and considerations. The
American College of Obstetricians and Gynecologist Comitte Opinion.
April, 2017;(695).
26. Bakker R, Placenta Previa Treatment & Management diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/262063-treatment#d11
37