Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PLASENTA PREVIA

DAN SOLUTIO PLASENTA

PANGESTUNINGSIH 1130119005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019-2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8
2.1 Kehamilan Normal....................................................................................8
2.1.1 Pengertian kehamilan.........................................................................8
2.1.2 Lama kehamilan.................................................................................8
2.1.3 Tanda-Tanda Kehamilan....................................................................8
2.1.4 Dugaan Hamil....................................................................................9
2.1.5 Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis dalam Kehamilan pada
trimester I, II dan III.......................................................................................10
2.2 Plasenta previa.........................................................................................13
2.2.1 Pengertian Plasenta..........................................................................13
2.2.2 Klasifikasi Plasenta Previa...............................................................15
2.2.3 Insiden Plasenta Previa....................................................................16
2.2.4 Etiologi Plasenta Previa...................................................................16
2.2.5 Patofisiologi Plasenta Previa............................................................18
2.2.6 Gejala dan Dampak pada Ibu dan Janin...........................................22
2.2.7 Penegakan diagnosis........................................................................24
2.2.8 Penatalaksanaan Plasenta Previa......................................................25
2.2.9 Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta
Previa 27
2.2.10 Penatalaksanaan ..............................................................................29
2.2.11 Pathways..........................................................................................30
2.3 Solutio Plasenta.......................................................................................31
2.3.1 Pengertian.........................................................................................31
2.3.2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta..........................................32
2.3.3 Penyebab Solusio Plasenta...............................................................33

2
2.3.4 Etiologi.............................................................................................33
2.3.5 Patologi............................................................................................36
2.3.6 Gambaran Klinis..............................................................................37
2.3.7 Komplikasi.......................................................................................38
2.3.8 Diagnosis..........................................................................................41
2.3.10 Penatalaksanaan...............................................................................48
BAB 3....................................................................................................................50
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................50
3.1 Pengkajian...............................................................................................50
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................54
3.3 Rencana Keperawatan / Intervensi Keperawatan....................................54
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................61

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang mana

perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada

kehamilan diatas 28 minggu.

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012

sebanyak 40-60% penyebab kematian ibu adalah perdarahan dan 3-4%

diantaranya adalah perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum juga

merupakan penyabab peningkatan angka kejadian kesakitan dan kematian ibu dan

janin. Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab

obsetri langsung yaitu perdarahan 28%, preeklamsia/eklampsia 24%, infeksi 11

%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obsetri 5% dan lain-lain

11%.5Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada

masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan

tersebut adalah plasenta previa. Beberapa rumah sakit umum pemerintah angka

kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9%, sedangkan di negara maju

kejadiannya lebih rendah yaitu hidup atau tidak.

Banyaknya paritas meningkatkan terjadinya faktor risiko plasenta previa,

Riwayat seksio sesarea dapat meningkatkan terjadinya plasenta previa

4
dikarenakan adanya perlukaan uterus disegmen bawah rahim. dan riwayat

kuretase, Kuretase merupakan salah satu faktor risiko untuk kejadian plasenta

previa ibu dengan riwayat kuretase memiliki peluang 3,4 kali untuk kejadian

plasenta previa pada kehamilan berikutnya disbandingkan dengan ibu yang tidak

memiliki riwayat kuretase . Plasenta previa dapat menimbulkan komplikasi antara

lain prolaps plasenta, plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan secara manual

dan dibersihkan dengan kerokan, peningkatan risiko kelahiran premature dan

kematian janin mendadak, pada ibu dapat menyebabkan maternal syok sampai

kematian pada ibu akibat perdarahan.

Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas

solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat

pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati

akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio

plasenta masih tetap menonjol.

Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada

plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar

melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang

berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah

sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam

keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar

diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok

Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus

berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan

5
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan

sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan

makin bertambahnya usia ibu.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.3.1 Kehamilan Normal

2.1.1 Pengertian kehamilan

Menurut federasi obstetri Ginekologi Internasional dalam ilmu kebidanan,

kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, berlangsung dalam waktu 40

minggu atau 10 bulan atau sembilan bulan menurut kalender internasional

(Prawirohardjo, 2010).

2.1.2 Lama kehamilan

Menurut Mochtar (2011), lamanya kehamilan yaitu 280 hari atau 40 pekan

(minggu) atau 10 bulan (lunar months). Kehamilan dibagi atas 3 triwulan

(trimester), yaitu:

1. Kehamilan triwulan I antara minggu 0-12

2. Kehamilan triwulan II antara minggu 12-28

3. Kehamilan triwulan III antara minggu 28-40

2.1.3 Tanda-Tanda Kehamilan

Menurut Sulistyawati (2011) tanda kehamilan di bagi menjadi dua, yaitu:

1. Tanda pasti hamil

a. Terdengar detak jantung janin (DJJ)

(1) Didengar dengan stetoskop –monoaural laennec

(2) Dicatat dan didengar dengan alat dopler

(3) Dicatat dengan feto-elektrokardiogram (Mochtar, 2011:38)

7
b. Pada pemeriksaan USG terlihat adanya kantong kehamilan,

adanya gambaran embrio

c. Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya rangka janin. Terlihat

tulang-tulang janin dalam foto rontgen (Mochtar, 2011:38)

2. Tanda tidak pasti hamil Menurut Mochtar (2011), tanda tidak pasti

hamil antara lain sebagai berikut:

a. Rahim membesar Terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan

konsistensi rahim.

b. Tanda hegar Ditemukannya serviks dan isthmus uteri yang lunak

pada pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4 sampai 6

minggu.

c. Tanda chadwick, yaitu warna kebiruan pada serviks, vagina dan

vulva

d. Tanda piskacek, yaitu pembesaran uterus ke salah satu arah

sehingga menonjol jelas ke arah pembesaran tersebut.

2.1.4 Dugaan Hamil

Menurut Mochtar (2011) dugaan kehamilan ada beberapa, yaitu:

1. Amenore (tidak mendapat haid) Wanita harus mengetahui tanggal hari

pertama haid terakhir (HT) supaya dapat di taksir umur kehamilan dan

taksiran tanggal persalinan (TTP), yang di hitung dengan rumus dar

Naegele: TTP = (Hari HT +7) dan (bulan HT-3) dan (tahun HT+1)

2. Mual muntah (nausea dan vomiting) Biasanya terjadi pada bulan-bulan

pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama. Karena sering

8
terjadi pada pagi hari, disebut morning sickness (sakit pagi). Apabila

timbul mual dan muntah berlebihan karena kehamilan, disebut

hiperemesis gravidarum.

3. Mengidam (ingin makanan khusus) Ibu hamil sering meminta makanan

atau minuman tertentu terutama pada bulan-bulan triwulan pertama.

Mereka juga tidak tahan suatu bau-bauan.

4. Tidak ada selera makan (anoreksia) Hanya berlangsung pada triwulan

pertama kehamilan, kemudian nafsu makan akan timbul kembali.

5. Payudara membesar, tegang, dan sedikit nyeri, di sebabkan pengaruh

estrogen dan progresteron yang merangsang duktus dan alveoli

payudara.

6. Miksi / sering buang air kecil, karena kandung kemh tertekan oleh

rahim yang membesar. Gejala itu akan menghilang pada triwulan

kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala tersebut muncul

kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin.

7. Konstipasi / Obstipasi karena tonus otot-otot usus menurun oleh

pengaruh hormon steroid.

2.1.5 Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis dalam Kehamilan pada

trimester I, II dan III

Menurut Astuti (2012), perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis dalam

kehamilan pada trimester I, II dan III adalah sebagai berikut:

1. Sistem reproduksi

a. Uterus Trimester I

9
1) Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima

konsepsi sampa persalinan. Uterus memiliki kekuatan yang luar

biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan

dan pulih kembali semula dalam beberapa minggu setelah

persalinan.Pada minggu-minggu pertama kehamilan uterus

masih bentuk aslinya seperti buah avokad. Ukuran uterus pada

trimester ini yaitu pada usia kehamilan 1 bulan uterus sebesar

telur ayam, pada kehamilan 2 bulan uterus sebesar telur angsa,

dan pada usia kehamilan 3 bulan setinggi sympisis pubis.

2) Trimester II Pada trimester ini uterus akan terlalu besar dalam

rongga pelvis dan seiring perkembangannya, uterus akan

menyentuh hati, mendorong usus ke samping dan ke atas.

3) Trimester III Pada akhir kehamilan biasanya kontraksi sangat

jarang dan meningkat pada satu atau dua minggu sebelum

persalinan.Peningkatan kontraksi miometrum ini menyebabkan

otot fundus tertarik ke atas.Segmen atas uterus yang

berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal dan memendek

serta memberikan tarikan yang lambat dan stabil terhadap

serviks yang relatif terfiksasi yang menyebabkan di mulainya

peregangan dan pematangan serviks yang di sebut dengan

pembukaan serviks.

b. Serviks

10
1) Trimester I Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi

lebih lunakdan kebiruan. Serviks bersikap seperti katub yang

bertanggung jawab menjaga janin di dalam uterus sampai akhir

kehamilan dan selama persalinan.

2) Trimester II Serviks menjadi lebih lunak tetapi tetap mampu

memertahankan kehamilannya.

3) Trimester III Akibat bertambah aktivitas uterus selama

kehamilan, serviks mengalami pematangan secara bertahap dan

kanal mengalami dilatasi.

c. Vagina

1) Trimester I Selama kehamilan, lapisan otot mengalami

hipertrofi, dan setrogen menyebabkan epithelium vagina

menjadi lebih tebal dan vaskular.Pada trimester pertama ini

terjadi peningkatan pengeluaran cairan dari vagina yang

bening, putih dan tidak berbau dan merembes keluar.

2) Trimester II Pada trimester II terjadi peningkatan cairan vagina

selama kehamilan adalah normal.

3) Trimester III Dinding vagina mengalami banyak perubahan

yang merupakan persiapan untuk mengalami peregangan pada

waktu persalinan dengan meningkatkan kekebalan mukosa,

mengendornya jaringan ikat dan hipertrofi otot polos.

d. Payudara Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang dan

berat. Hiperpigmentasi pada puting susu dan aerola payudara.

11
Perubahan kronologi payudara dari 3-4 minggu sensasi gatal dan

kesemutan karena penngkatan suplai darah terutama di sekitar

puting susu dan 6-8 minggu peningkatan ukuran, nyeri ketegangan

dan nodular akibat hipertrofi alveoli, permukaan halus dan

kebiruan, vena tampak tepat terlihat di bawah kulit. Pada trimester

kedua payudara akan semakin membesar dan mengeluarkan cairan

yang kekuningan yang di sebut dengan kolostrum.Di akhir

kehamilankolostrum dapat keluar dari payudara, progesteron

menyebabkan puting lebih menonjol dan dapat di gerakan.

Peningkatan prolaktin akan merangsang sintesis laktose dan

akhirnya akan meningkatkan produksi air susu. Pada bulan yang

sama aerola akan lebih besar dan kehitaman.

1.3.2 Plasenta previa

2.2.1 Pengertian Plasenta

Previa Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagaian dari

ostium uteri internum sehingga plasenta berada di depan jalan lahir (Maryunani

dan Eka, 2013:136).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga

menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Sastrawinata, et al,

2005:83).

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen

bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada

12
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim

seolah plasenta tersebut berimigrasi.Ostium uteri yang secara dinamik mendatar

dan meluas dalam persalinan kala 1 bisa mengubah luas pembukaan serviks yang

tertutup oleh plasenta.Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari

plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun

dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan

digital.Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala

dalam asuhan antenatal maupun intranatal (Prawirohardjo, 2010:495).

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada

segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan

jalan lahir (Mansjoer et all, 2001).

Menurut Achadiat (2004), plasenta Previa adalah suatu kelainan dimana

plasenta berimplantasi abnormal pada segmen bawah rahim (SBR), menutupi

ataupun tidak menutupi ostium uteri internum (OUI), sedangkan kehamilan itu

sudah viable atau mampu hidup di luar rahim ( usia kehamilan > 20 minggu dan /

atau berat janin > 500 gram).

13
Gambar 1. Plasenta Previa

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa plasenta previa adalah

plasenta yang letaknya abnormal dan berimplantasi pada segmen bawah rahim

sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.

2.2.2 Klasifikasi Plasenta Previa

Menurut Prawirohardjo (2010), klasifikasi plasenta previa adalah sebagai

berikut:

1. Plasenta previa totalis

Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi

seluruh ostium uteri internum.

2. Plasenta previa parsialis

Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian

ostium uteri internum.

3. Plasenta previa margnalis

Plasenta previa margnalis adalah plasenta yang tepinya berada pada

pinggir ostium uteri internum.

14
4. Plasenta previa letak rendah

Plasenta previa letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada

segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada

pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.Jarak yang

lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.

2.2.3 Insiden Plasenta Previa

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan

pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada

kehamilan tunggal.Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada

Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7 % sampai

dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%

mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan

meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan

deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Prawirohardjo,

2010:496)

2.2.4 Etiologi Plasenta Previa

Faktor-faktor etiologi plasenta previa menurut beberapa sumber, adalah

sebagai berikut:

1. Umur dan paritas

a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada

umur dibawah 25 tahun. Usia optimal yang aman bagi ibu untuk

hamil dan melahirkan adalah diantara 20-35 tahun. Pada usia 35

tahun ibu hamil beresiko terjadinya plasenta previa karena adanya

15
penuaan uterus, sehingga terjadi seklerosis pembuluh darah arteri

kecil dan arteriole mometrium yang menyebabkan aliran darah ke

endometrium tidak merata sehingga endometrium menjadi kurang

subur dan plasenta tumbuh dengan luas permukaan yang lebih

besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang

akhirnya menyebabkan terjadinya plasenta previa (Hartono, F,

dkk, 2011).

b. Lebih sering paritas tinggi dari pada paritas rendah. Hipoplasia

endometrium: bila menikah dan hamil pada umur muda. Paritas

lebih dari satu mempertinggi resiko terjadinya plasenta previa

karena dalam kehamilan plasenta mencari tempat yang paling

subur untuk berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus

merupakan tempat yang subur dan tempat favorit untuk plasenta

berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya frekuensi kehamilan

kesuburan pada fundus akan semakin berkurang (Trianingsih, I,

dkk, 2015). Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bila di

tinjau dari kasus kematian ibu. Paritas lebih dari 3 dapat

menyebabkan angka kematian ibu tinggi (Herawati, T, dkk, 2009)

2. Endometrium cacat dan bekas persalinan berulangulang, bekas

operasi, bekas kuretase, dan manual plasenta. Pada operasi seksio

caesarea dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga dapat

mengakibatkan perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya

vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke

16
janin tidak cukup dan mengakibatkan plasenta mencari tempat yang

lebih luas dan endometrium yang masih baik untuk berimplantasi

yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau

seluruh ostium uteri internum, demikian pula dengan bekas operasi,

kuretase dan manual plasenta (Trianingsih, I, dkk, 2015).

3. Korpus leteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap

menerima hasil konsepsi

4. Tumor, seperti tumor mioma uteri, polip dan endometrium Plasenta

previa dapat disebabkan oleh tumor dalam hal ini mioma uteri dan

polip endometrium karena basanya mioma dan polip tersebut tumbuh

pada fundus uteri sehingga dalam kehamilan plasenta akan mencari

tempat yang masih tersedia untuk berimplantasi yaitu di segmen

bawah rahim sehingga menutupi ostium uteri internum. Di samping

itu tumor yang membesar dalam uterus dapat menekan plasenta

sehingga bergeser dan menutupi ostium uteri internum (Trianingsih, I,

dkk, 2015).

2.2.5 Patofisiologi Plasenta Previa

Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20

minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta menipis,

umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak

mengalami perubahan.Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik

menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau

karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat di

17
hindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk

berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Nugroho, 2010: 126).

Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding

uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena

permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebihbanyak tempat untuk

berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-

vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta

di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah

yang berasal dari ruang interviller di atas.

Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml

tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan

40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama

kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili

tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya

ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih

padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar

dan lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay, 2003).

Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim

dapat disebabkan:

1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi

2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk

mampu memberikan nutrisi janin

3. Villi korealis pada korion leave yang persisten

18
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih

melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen

bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat

diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari

dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna

merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang

berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang

terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus

marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena

ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi

menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus

menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.

Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,

perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta

letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).

Terjadinya plasenta previa biasa terjadi pada tahap pertama setengah dari

kehamilan, dan persistensinya terhadap istilah akan tergantung padausia

kehamilan dan definisi yang digunakan untukhubungan yang tepat dari os serviks

interna ke plasenta di TVS. Dalam panduan ini, terminologi berikut dianjurkan

untuk menggambarkan hubungan ini: kapan tepi plasenta tidak mencapai os

internal, jaraknya dilaporkan dalam milimeter dari os internal; ketika tepi plasenta

tumpang tindih os internal dengan jumlah apapun, jarak digambarkan sebagai

milimeter tumpang tindih.

19
Sebuah tepi plasenta yang persis mencapai os internal digambarkan oleh

pengukuran 0 mm.Untuk tepi plasenta mencapai atau tumpang tindih os

internal,Mustafa et al. menemukan dalam sebuah studi longitudinal sebuah

kejadian42% antara 11 dan 14 minggu, 3,9% antara 20 dan 24 minggu, dan 1,9%

pada saat. Dengan tumpang tindih antara 23 mm11 dan 14 minggu, mereka

memperkirakan bahwa probabilitas plasenta previa pada saat itu adalah 8%.

Demikian pula Hill et al. Melaporkan kejadian 6,2% untuk plasenta yang

membentang di atasOs internal antara 9 dan 13 minggu. Dalam seri mereka

1252pasien, 20 (1,6%) memiliki tumpang tindih tepi plasenta16 mm atau lebih,

dan hanya 4 yang memiliki plasenta previa bertahan sampai term (0,3%). Dua

studi tambahan yang ada memeriksa berbagai jarak tumpang tindih antara 9 dan16

minggu23,24 sepakat bahwa persistensi plasenta previa adalahsangat tidak

mungkin jika tingkat tumpang tindih plasenta tidak lebih dari 10 mm.

Dua penelitian meneliti nilai cut-off di18 sampai 23 minggu gestasi.25,26

Ini menemukan kejadian serupa dari plasenta mencapai atau tumpang tindih

internal Os hingga 2%, dan keseluruhan kurang dari 20% ini bertahan sebagai

plasenta previa Kemungkinan plasenta persisten previa efektif nol saat tepi

plasenta tercapainamun tidak tumpang tindih os (0 mm) dan meningkat secara

signifikan melebihi 15 mm tumpang tindih sehingga jarak> 25 mm, tumpang

tindih memiliki kemungkinan adanya plasenta previa saat melahirkan antara 40%

dan 100%.

20
2.2.6 Gejala dan Dampak pada Ibu dan Janin

Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus

plasenta previa adalah sebagai berikut:

1. Gejala Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri,

sering terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim,

bagian terendah masih tinggi diatas pintu atas panggul (kelainan letak).

Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa

perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak

berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di sebabkan

karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.Biasanya

kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah

rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal

tersebut di atas, juga ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta

previa lebih sering terdapat kelainan letak (Rukiyah, 2010:205-206).

2. Dampak

a. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu

perdarahan yang hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara

b. Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia,

Perdarahan dan syok (Maryunani, 2013:138)

Kay (2003) menyebautkan bahwa gejala plasenta previa mencakup satu

atau kedua hal berikut:

1. Tiba-tiba, tanpa rasa sakit pendarahan vagina yang berkisar dari ringan

sampai berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat

21
terjadi pada awal minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum

selama trimester ketiga.

2. Gejala persalinan prematur. Satu dari 5 wanita dengan tanda-tanda

plasenta previa juga memiliki kontraksi rahim.

Perdarahan plasenta previa mungkin taper off dan bahkan berhenti untuk

sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau minggu kemudian.

Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala apapun. Dalam

kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG dilakukan untuk

alasan lain (Kay, 2003).

Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan

belum masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa

sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian

terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang

terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang (Scearce, 2007).

Gejala klinis yang muncul :

1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri

Perdarahan ini biasanya terjadi pada trimester ketiga, darah biasanya

berwarna merah segar. Dapat juga dipicu oleh trauma, coitus (penetrasi

penis), maupun pemeriksaan bimanual/spekulum. Pendarahan pertama

(first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila

dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke

rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya

lebih banyak.Perdarahan ini umumnya akan berhenti tanpa penanganan

22
khusus sebelum kembali terjadi pada beberapa hari atau beberapa minggu

kemudian

2. Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan letak

janin.

3. Janin biasanya masih baik

2.2.7 Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis plasenta previa adalah sebagai berikut:

1. Gejala klinis Pertama ialah kita mengetahui gejala klinisnya terlebih

dahulu, gejala diantaranya yaitu:

a. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa

rasa nyeri dari biasanya, berulang, darah biasanya berwarna merah

segar.

b. Bagian terdepan janin tinggi (floating) sering di jumpai kelainan

letak janin.

c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan

tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,

sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan

berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin

biasanya masih baik. (Maryunani, 2013:138).

2. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk

pintu atas panggul (Nugroho, 2010:126)

23
b. Pemerksaan inspekulo : pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri internum

atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal

dari ostium uteri internum, adanya plasenta previa harus di curigai

(Fauziyah, Y, 2012:74)

3. Pemeriksaan penunjang

a. USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta.

b. Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit (Nugroho, 2010:127)

2.2.8 Penatalaksanaan Plasenta Previa

Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:

1. Konservatif Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang

37 minggu, perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam

batas normal), tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat

menempuh perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:

a. Istirahat

b. Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia

c. Memberikan antibotik bila ada indikasi

d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak

terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka

lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak

ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit

dan tidak boleh melakukan senggama.

24
2. Penanganan aktif Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa

memandang usia kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih,

anak mati. Penanganan aktif berupa persalinan pervaginam dan

persalinan per abdominal. Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan

dalam diatas meja operasi. (double set up) yakni dalam keadaan siap

operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:

a. Plasenta previa margnalis,

b. Plasenta previa letak rendah

c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan

serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan

tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi

yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila

gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi

perdarahan banyak lakukan seksio caesarea.

Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:

a. Plasenta previa totalis

b. Perdarahan banyak tanpa henti

c. Presentase abnormal

d. Panggul sempit

e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)

f. Gawat janin

25
2.2.9 Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta

Previa

Menurut Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada

kehamilan dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:

1. Seksio caesarea Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea

(adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal

atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap di laksanakan).

Tujuan seksio caesarea yaitu melahirkan janin dengan segera sehingga

uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan

menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik uteri, jika

janin di lahirkan pervaginam. Tempat implantasi plasenta previa

terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah

rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat

implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya

perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.

Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi

ibu.Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan

perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar.

2. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan

pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut:

a. Amniotomi dan akselerasi Umunya dilakukan pada plasenta previa

lateralis / marginalis dengan pembukaan lebih dari 3 cm serta

26
presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan

mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan oleh kepala janin.

Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi

dengan infus oksitosin.

b. Versi baxton hicks Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah

mengadakan temponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin.

Versi braxton hicks tidak dilakukan pada pada janin yang masih

hidup.

3. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya

normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya di

hitung sejak kehamilan 28 minggu (Mochtar, 2011:194)

4. Vasa previa

Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada

didalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk

kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.Perdarahan terjadi

bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau

pecah dan vaskular janinpun ikut terputus (Prawirohardjo, 2009:50

27
2.2.10 Penatalaksanaan
Penanganan Plasenta

Previa

Syok Tidak Syok

Infus cairan

1. Infus cairan
2. Oksigen ( jika ada)

Rujuk ke rumah sakit

Aterm Belum aterm

PDMO 1. Konservatif
2. Rawat
3. Kortikosteroid utnutk
pematanganparu-paru jann
4. Bila perdarahan ulang
banyakdilakukan PDMO

Plasenta previa Plasenta letak rendah

SC Partus pervaginam

28
2.2.11 Pathways

keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi


endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua

Plasnta previa (Kelainan letak plasenta)


Perdarahan antepartum
Kelainan letak plasenta
Resiko syok hipovolemik
Resiko ketidakefektifan proses
kehamilan-melahirkan
Kurangnya Informasi

Hb Kurangnya pengetahuan
Kurangnya pengetahuan
O2 turun

Metabolisme anaerob

Ansietas Fatigue

O2 di jaringan turun

Hipoksia jaringan

Resiko gangguan hubungan ibu-janin

29
1.3.3 Solutio Plasenta

2.3.1 Pengertian

Solulusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental

haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes

diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan

perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi

tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan

yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial (Chalik, TMA. 2009).

Gambar Normal dan Solutio Plasenta

30
2.3.2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta

1. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan

lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas

sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak

dan terdapat perdarahan hitam per vagina (Manuaba, 2005)

2. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua

pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang

dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat

sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda

persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

3. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga

bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti

papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD.

Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk

otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta

perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen

kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya

mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum

ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian

permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

31
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre

renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3

bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,

janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau

keseluruhan.

2.3.3 Penyebab Solusio Plasenta

1. Trauma langsung Abdomen

2. Hipertensi ibu hamil

3. Umbilicus pendek atau lilitan tali pusat

4. Janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas

5. Tekanan pada vena kafa inferior

6. Preeklamsia/eklamsia

7. Tindakan Versi luar

8. Tindakan memecah ketuban (hamil biasa, pada hidramnion, setelah anak

pertama hamil ganda) (Mochtar, 2002)

2.3.4 Etiologi

Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa


kondisi terkait, sebagai berikut:
 
                                                                                       Ris Relatif
Faktor Risiko                                                                      (%)

32
Bertambahnya usia dan paritas                                            NA
Preeklamsia                                                                      2.1-4.0
Hipertensi kronik                                                             1.8-3.0
Ketuban pecah dini                                                          2.4-3.0
Merokok                                                                          1.4-1.9
Trombofilia                                                                         NA
Pemakaian kokain                                                               NA
Riwayat solusio                                                                10-25
Leiomioma uterus                                                               NA
NA = tidak tersedia

Dikutip dari Cunningham dan Hollier (1997); data risiko dari


Ananth dkk. (1999a, 1999b) dan Kramer dkk. (1997).

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

1. Faktor kardiorenovaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan

eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi

pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang

hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya

hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta

cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu

2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain:

 Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

 Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang

banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.

33
 Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer

mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45

kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di

RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-

ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi

paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.

4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa

terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan

meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur

ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan

solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang

mengandung leiomioma.

6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan

peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas

terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat

34
terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.

Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain

dilaporkan berkisar antara 13-35%.

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio

plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus

per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi

tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada

mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko

terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu

merokok sampai terjadinya kehamilan.

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat

solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada

kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil

lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus

pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya

kehamilan, dan lain-lain.

35
2.3.5 Patologi

            Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua

kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke

endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal

memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan,

penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal

mungkin belum ada gejala klinis.

            Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga

menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak

pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah

dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh

hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah

yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar

dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul

sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus

(Prawirohardjo. 2010)

2.3.6 Gambaran Klinis

1. Solutio plasenta ringan

Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam

warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak

tegang. Tetapi bagian-bagian janin masih teraba (Prawirohardjo. 2010)

2. Solution plasenta sedang

36
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan.

Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada  solution plasenta

ringan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri

tekan, bagian janin sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop

biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal

(Prawirohardjo. 2010).

3. Solution plasenta berat

Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba,

ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri.

Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar

kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal

(Prawirohardjo. 2010). 

2.3.7 Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya

plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu (Prawirohardjo. 2010):

1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir

tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.

Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari

perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk

menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan

37
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering

tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.

Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu

pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat

mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio

plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis

dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan

penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan

petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan

akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan

mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan

koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang

ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah

merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita

solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia

karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal

yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan

yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan

intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli

atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya

dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara

38
rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal

meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,

pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin

menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan

oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh

Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah

terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450

mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma

kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:

a. Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi

pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting.

Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu.

Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena

pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi

consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan

tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut.

Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan

39
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan

ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.

b. Fase II

Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk

membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini

dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah

berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi

perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan

darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di

klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan

yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan

waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan

penderita saat itu.

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim

dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.

Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna

uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus

couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,

tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan

perdarahan. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:

1. Fetal distress

2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

40
3. Hipoksia dan anemia

4. Kematian

2.3.8 Diagnosis

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.

Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan

plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau

dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas

seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini

(Varney, 2007).

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman

bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat

kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas

perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak

memadai atau terlambat (Varney, 2007)..

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan

pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta.

Tabel Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No
Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
.

1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22

41
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan

gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik

umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada

bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai

ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang

tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut

jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan

dalam meraba bagian-bagian janin (Varney, 2007).

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio

plasenta antara lain :

1. Anamnesis.

 Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat

menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.

 Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-

konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan

darah yang berwarna kehitaman.

 Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya

berhenti (anak tidak bergerak lagi).

42
 Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.

Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar

pervaginam.

 Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi.

 Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

 Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

 Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi

 Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

 Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois

(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.

 Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

 Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar

biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang

bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

5. Pemeriksaan Dalam

 Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

 Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,

baik sewaktu his maupun di luar his.

43
 Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta

ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut

prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan Umum

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya

menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh

dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

7. Pemeriksaan Laboratorium

 Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan

silinder dan leukosit.

 Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match

test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan

darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot

Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan

tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan Plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan

cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum

atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang

disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:

 Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.

44
 Darah.

 Tepian plasenta.

Gambar Solutio Plasenta Berdasarkan Hasil USG

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau

ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada

perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,

janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu

persalinan spontan.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio

plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio

plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila

janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi

disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

45
b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,

penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus

oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah

terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera

diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan

intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan

dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam

sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan

dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler

dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus

oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin

saja telah mengalami gangguan.

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang

terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat

tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis

korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan

umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat

diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara

rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi

yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal

meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang

46
mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat

mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan

pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas

dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya

pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin.

Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat

mencegah kelainan pembekuan darah.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio

plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan

amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan

persalinan adalah seksio sesaria.

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi

histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah

dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.

2.3.9 Prognosis

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,

banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,

tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta

sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat

berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh

perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.

47
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.

Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar

antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin

tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio

plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya

menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria

dapat mengurangi angka kematian janin

2.3.10 Penatalaksanaan

1. Konservatif

Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta

bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi

tidak menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan

langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia

ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan.

Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata

secara klinis (Scearce, 2007)

2. Aktif

Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio

caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami

hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya

plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal

lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya

sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian

48
darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi

persalinan pervaginam (Scearce, 2007).

49
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas klien

Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,

medical record, dll.

b. Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28

minggu/trimester III

1) Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang

2) Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;

terbentuknya SBR, terbukanyaosteum/manspulasi intravaginal/rectal.

3) Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan

pembuluh darah dan plasenta.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke

Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam

di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu perdarahan jalan lahir berwarna

merah segar tanpa rasa nyeri.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yeng pernah atau sedang menderita kelainan.

50
4) Riwayat Obstetri

Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan

sebelumnya agar  perawat dapat menentukan kemungkinan masalah

pada kehamilan sekarang. Riwayat obstetri meliputi :

a) Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)

b) Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi

c) Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan,

dan penolong persalinan

d) Jenis anetesi dan kesulitan persalinan.

e) komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi,

dan perdarahan.

f)komplikasi pada bayi

g) rencana menyusui bayi

5) Riwayat menstruasi

6) Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran

persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir

(HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan

rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun

disesuaikan.

7) Riwayat Kontrasepsi

8) Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,

ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus

didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral

51
sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui

dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin.

9) Riwayat penyakit dan operasi:

Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal

bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat

infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya

harus di dokumentasikan.

d. Pemeriksaan fisik

1) Umum

Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:

a) Rambut dan kulit

 Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan

linea nigra.

 Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan

paha.

 Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah

b) Mata : pucat, anemis

c) Hidung

d) Gigi dan mulut

e) Leher

f)Buah dada / payudara

 Peningkatan pigmentasi areola putting susu

 Bertambahnya ukuran dan noduler

52
g) Jantung dan paru

 Volume darah meningkat

 Peningkatan frekuensi nadi

 Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu

darah pulmonal.

 Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.

 Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.

 Diafragma meningga.

 Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.

h) Abdomen

 Menentukan letak janin

 Menentukan tinggi fundus uteri

i) Vagina

 Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan

(tanda Chandwick)

 Hipertropi epithelium

j) Sistem muskuloskeletal

 Persendian tulang pinggul yang mengendur

 Gaya berjalan yang canggung

 Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan

diastasis rectal

53
2) Khusus

a) Tinggi fundus uteri

b) Posisi dan persentasi janin

c) Panggul dan janin lahir

d) Denyut jantung janin (Roeshadi, 2004).

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Keletihan berhubungan dengan penurunan kadar Hb dan oksigen

sehingga berlangsung metabolism anaerob

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

4. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan antepartum

3.3 Rencana Keperawatan / Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)


Keperawatan (SLKI)
(SDKI) (PPNI, 2018) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan Observasi
pengetahuan asuhan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
tentang selama 1x30 menit, menerima informasi dan kaji pengetahuan
kondisi sakit diharapkan perilaku pasien mengenai manfaat zat besi Terapeutik
pasien sesuai dengan 1) Berikan kesempatan untuk bertanya
pengetahuan dengan Edukasi
kriteria hasil : 2) Jelaskan kondisi sakitnya
1. Tingkat 2. Edukasi perawatan kehamilan Observasi
pengetahuan 1) Identifikasi pengetahuan tentang
a. Perilaku perawatan masa kehamilan Edukasi
sesuai anjuran a) Jelaskan perkembangan janin
meningkat b) Jelaskan kebutuhan nutrisi kehamilan
b. Pertanyaan c) Anjurkan ibu rutin memeriksakan
tentang kehamilannya
masalah yang
dihadapi
menurun
c. Persepsi yang

54
keliru
terhadap
masalah
menurun
d. Menjalani
pemeriksaan
yang tidak
tepat menurun
D.0023 Status Cairan MANAJEMEN (I.03116)
Risiko Membaik (L.03028)
Hipovolemia 1. Observasi
o Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit,turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
o Monitor intake dan output cairan
2. Terapeutik
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi modified
trendelenburg
o Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
o Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
o Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
o Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk
darah

B. PEMANATAUAN CAIRAN (I.03121)

1. Observasi
o Monitor frekuensi dan kekuatan

55
nadi
o Monitor frekuensi nafas
o Monitor tekanan darah
o Monitor berat badan
o Monitor waktu pengisian kapiler
o Monitor elastisitas atau turgor kulit
o Monitor jumlah, waktu dan berat
jenis urine
o Monitor kadar albumin dan protein
total
o Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium, kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia mis. Dyspnea,
edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat,
refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar,
apheresis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
o Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

56
o Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Keletihan Tingkat A. EDUKASI AKTIVITAS/ISTIRAHAT


(D.0057) Keletihan Menurun (1.12362)
(L.05046)
1. Observasi
o Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
2. Terapeutik
o Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
o Jadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
o Berikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
3. Edukasi
o Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
o Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
o Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
o Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis.
kelelahan, sesak nafas saat
aktivitas)
o Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan

B. MANAJEMEN ENERGI

1. Observasi
o Identifkasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
o Monitor kelelahan fisik dan
emosional
o Monitor pola dan jam tidur
o Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
2. Terapeutik
o Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. cahaya,

57
suara, kunjungan)
o Lakukan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
o Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
o Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
o Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
o Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
o Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

Ansietas Tingkat Ansietas REDUKSI ANXIETAS (I.09314)


(D.0080) menurun
1.  Observasi
o Identifikasi saat tingkat anxietas
berubah (mis. Kondisi, waktu,
stressor)
o Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan
o Monitor tanda anxietas (verbal dan
non verbal)
2. Terapeutik
o Ciptakan suasana  terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
o Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan , jika memungkinkan
o Pahami situasi yang membuat
anxietas
o Dengarkan dengan penuh perhatian
o Gunakan pedekatan yang tenang
dan meyakinkan
o Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
o Diskusikan perencanaan  realistis

58
tentang peristiwa yang akan datang
3. Edukasi
o Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
o Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
o Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
o Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
o Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
o Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
o Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
o Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

B. TERAPI RELAKSASI

1. Observasi
o Identifikasi penurunan tingkat
energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang menganggu kemampuan
kognitif
o Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
o Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
o Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
o Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
2. Terapeutik
o Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan

59
o Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
o Gunakan pakaian longgar
o Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan berirama
o Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
dan jenis, relaksasi yang tersedia
(mis. music, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot progresif)
o Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
o Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
o Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
o Anjurkan sering mengulang atau
melatih teknik yang dipilih’
o Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi
terbimbing )

60
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, TMA. 2009. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam
Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo Edisi Keempat. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2005. Ilmu Kandungan Dan Penyakit
Kandungan .Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam, 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Scearce J and Uzelac PS. 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology.10th ed. New York: McGraw-Hill
Varney,Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPN. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

61

Anda mungkin juga menyukai