REFERAT
UNDESCENDED TESTIS
Oleh :
H1AP14062
Pembimbing :
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Undescended Testis” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu. Terima kasih yang sebesar-
besarnya penulis ucapkan kepada dr. Raymond Ukurta Meliala Sp.B, FINACS,
selaku konsulen yang telah membimbing dalam penulisan referat ini. Penulis
berharap refrat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Penulisan referat ini bertujuan untuk melengkapi syarat kepaniteraan
klinik Bedah RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Undecended Testis.
2. Mengetahui dan memahami tatalaksana Undecended Testis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Undescended testis (UDT) atau biasa disebut kriptorkismus adalah suatu
keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam
kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur
desensus normal.1 Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti
tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Harus dijelaskan
lagi apakah yang dimaksud sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik ataupun
pseudo kriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal
disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam
skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila
dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.2
2.2 Epidemiologi
Undescended testis (UDT) atau cryptorchidism merupakan penyakit
endokrinologi tersering pada bayi laki-laki yang baru lahir. Insidennya bervariasi
antara 1% dan 4,6% pada bayi yang lahir cukup bulan, lebih tinggi pada bayi
prematur yaitu 45%. Kegagalan atau terlambatnya penanganan akan menyebabkan
infertilitas dan meningkatkan resiko untuk terkena kanker testis pada saat
dewasa.7
Sekitar sepertiga dari anak laki-laki prematur memiliki UDT setidaknya
di satu sisi, dibandingkan dengan 2-8% kejadian pada anak laki-laki yang lahir
cukup bulan. UDT turun secara spontan sebagian besar selama bulan pertama
kehidupan. Di antara usia 2 dan 4 bulan, hipofisis gonadotropin merangsang
peningkatan sekresi testosteron secara tiba-tiba yang memuncak sekitar usia 3-6
bulan. Gelombang singkat gonadotropin dan androgen ini dikenal sebagai "mini-
pubertas". Dengan demikian, insiden yang lebih rendah 1-2% dilaporkan pada
usia 3 hingga 12 bulan kehidupan. Menurut literatur, penurunan spontan testis
setelah usia 6 bulan jarang terjadi, oleh karena itu strategi "menunggu dengan
8
waspada" tidak dibenarkan pada anak-anak ini. UDT unilateral empat kali lebih
sering daripada bilateral. Analisis 2150 orchiopexies yang dilaporkan dalam tujuh
penelitian dari Denmark mengungkapkan 23% kejadian bilateral, 46% sisi kanan
dan 31% UDT sisi kiri.6
2.3 Embriologi
Sebelum minggu ke-7 atau ke-8 usia kehamilan, posisi gonad adalah sama
pada kedua jenis kelamin. Adanya gen penentu seks (SRY), mengawali
perkembangan genitalia interna dan eksterna, dan penurunan testis. Pada masa
awal embrio, testis memproduksi 3 hormon, yaitu testosterone yang diproduksi
oleh sel Leydig, insulin like hormon 3 (Insl3), dan Mullerian Inhibiting Substance
(MIS) atau anti mullerian hormon (AMH) yang diproduksi oleh sel Sertoli. Segera
setelah terjadinya diferensiasi gonad menjadi testis, sel Sertoli mulai
memproduksi MIS yang mengakibatkan regresi duktus Muller. Pada minggu ke-9,
sel Leydig memproduksi testosterone dan merangsang perkembangan struktur
wolff, termasuk epididimis dan vas deferens. Dengan regresi dari mesonefros
pada daerah urogenital dan regresi duktus paramesonefros (duktus Muller) oleh
MIS, testis dan duktus mesonefros (duktus Wolff) dilekatkan pada dinding perut
bagian posterior ke arah kranial oleh ligamentum genitalis kranial, dan ke arah
kaudal oleh ligamentum genitoinguinalis atau gubernakulum. Dengan regresi dari
4 mesonefros ini, testis juga memperoleh mesenterium yang memungkinkan testis
untuk berada di rongga perut.
Pada fase pertama dari penurunan testis, ligamentum suspensoris kranial
beregresi di bawah pengaruh androgen. Ujung kaudal dari gubernakulum yang
melekat pada dinding perut anterior mengalami penebalan, yang diketahui sebagai
reaksi pembengkakan yang dimediasi terutama oleh Insl 3. Proses ini
mengakibatkan dilatasi kanalis inguinalis dan membuat jalan untuk penurunan
testis. Fase pertama ini berlangsung hingga minggu ke-15 usia kehamilan.8
Pada sekitar minggu ke-25 usia kehamilan, prosesus vaginalis memanjang
di dalam gubernakulum dan membuat divertikulum peritoneal yang
memungkinkan testis untuk turun. Ujung distal dari gubernakulum lalu menonjol
9
keluar dari muskulatur perut dan mulai memanjang menuju skrotum. Antara
minggu ke-30 sampai minggu ke-35, ujung distal dari gubernakulum ini sampai di
skrotum. Testis bergerak turun di dalam prosesus vaginalis, yang tetap terbuka
hingga penurunan testis selesai, dan lalu mengalami obliterasi proximal. Fase ke-2
dari penurunan testis ini diatur oleh testosterone yang melepas suatu
neurotransmitter, yaitu calcitonin gene related peptide (CGRP), yang
menyebabkan perpindahan gubernakulum ke skrotum. Penurunan testis di dalam
prosesus vaginalis dibantu oleh adanya tekanan intra abdomen.8
10
2.4 Etiologi
Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor
(multifaktorial) yaitu:4
1. Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau
gubernakulum.
2. Peningkatan tekanan abdomen.
3. Faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen.
4. Perkembangan epididimis.
5. Perlekatan gubernakular.
6. Genito-femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP).
7. Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat.
UDT dapat disebabkan oleh kelainan dari kontrol hormon atau proses
anatomi yang diperlukan dalam proses penurunan testis secara normal. Kelainan
hormon androgen, MIS, atau Insl 3 jarang terjadi, tetapi telah diketahui dapat
menyebabkan UDT. Kelainan fase pertama dari penurunan testis juga jarang
terjadi. Sebaliknya, migrasi testis pada fase ke-2 dari penurunan testis adalah
proses yang kompleks, diatur oleh hormon, dan sering mengalami kelainan. Hal
ini ditunjukkan dengan gagalnya gubernakulum bermigrasi ke skrotum, dan testis
teraba di daerah inguinal. Penyebab dari kelainan ini masih tidak diketahui secara
pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh tidak baiknya fungsi plasenta
sehingga menghasilkan androgen dan stimulasi gonadotropin yang tidak cukup.5
Beberapa gangguan jaringan ikat dan sistem saraf berhubungan dengan
UDT, seperti arthrogryposis multiplex congenita, spina bifida dan gangguan
hypothalamus. Kerusakan dinding abdomen yang menyebabkan gangguan
tekanan abdomen juga meningkatkan frekwensi UDT, seperti exomphalos,
gastroschisis, dan bladder exstrophy. Prune Belly syndrome adalah kasus yang
spesial di mana terjadi pembesaran kandung kemih yang menghalangi
pembentukan gubernakulum di daerah inguinal secara normal, atau menghalangi
penurunan gubernakulum dari dinding abdomen karena kandung kemih menjadi
sangat besar. Hal ini lalu menghalangi prosesus vaginalis membentuk kanalis
11
inguinalis secara normal dan oleh sebab itu testis tetap berada pada daerah intra
abdomen di belakang kandung kemih yang membesar tersebut.9
2.5 Patofisiologi
Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1-20C lebih tinggi daripada
suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang
lebih tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel
germinal testis.1,5,6
Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal
yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis
menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormone androgen
tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain
yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada diskrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi
maligna.5,8
Setelah lahir, jarak dari cincin inguinal interna ke skrotum memanjang
dari 4-5 cm ke 8-10 cm pada pubertas, yang berarti korda spermatika harus dua
kali lebih panjang. Kegagalan dari pemanjanan ini bisa menyebabkan testis
menjadi tidak turun. Masih belum jelas apakah undesensus testis terjadi karena
mekanisme ini atau berhubungan dengan kurangnya hormon androgen.6
Pemeliharaan suhu testis 2-7 ° C di bawah suhu tubuh sangat penting untuk
spermatogenesis. Ada lima anatomi unik dari skrotum yang penting untuk
termoregulasi:
a. Kulit skrotum tipis, seringkali tidak berambut, banyak kelenjar
keringat
b. Tunica dartos
c. Pleksus pampiniformis
d. Otot kremaster
e. Tidak adanya jaringan adiposa.
12
Jika tidak diobati, UDT bilateral menyebabkan azoospermia pada 89% pria
dewasa. Jika orchiopexy bilateral dilakukan pada masa kanak-kanak, sekitar 28%
dari pria ini memiliki setidaknya 20 juta sperma / ml ejakulasi. Sekitar 50% pria
dengan UDT unilateral yang tidak diobati memiliki setidaknya 20 juta sperma / ml
dibandingkan dengan sekitar 70% setelah orchiopexy.
2.6 Klasifikasi
UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe:
1. UDT sesungguhnya ( true undescended : testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba
(palpable) dan tidak teraba ( Nonpalpable)
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis,
bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
1. Tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum
2. Riwayat operasi daerah inguinal
3. Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi,
kehamilan kembar, prematuritas.
4.Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex,
pubertas prekoks4
b. Pemeriksaan Fisik
Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam keadaan
relaksasi dan posisi seperti frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang
terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam posisi sitting cross-legged atau
baseball catcher’s. Tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat untuk
menghindari tertariknya testis ke atas. UDT dapat diklasifikasi
berdasarkan lokasinya menjadi:
1. Skrotum atas
2. Kantong inguinal superfisial
3. Kanalis inguinalis
4. Abdomen
Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi, klasifikasi
cukup dibedakan menjadi teraba atau tidak. Pemeriksaan testis
kontralateral juga perlu dilakukan . Pemeriksaan fisik dimulai dari antero-
superior iliac spine, meraba daerah inguinal dari lateral ke medial dengan
tangan yang tidak dominan. Jika teraba testis, testis dipegang dengan
tangan dominan dan ditarik ke arah skrorum Pemeriksaan skrotum untuk:
hypoplastic, bifid, rugae, transposition, pigmentation. Pemeriksaan fisik
juga untuk menyingkirkan ektopik testis. Angka keberhasilan pemeriksaan
fisik oleh pediatric urologist mencapai 84%.4
Pemeriksaan fisik yang dilakukan di ruangan yang hangat.
Pemeriksaan fisik ini bertujuan untuk mengetahui lokasi testis jika teraba,
17
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan satu
testis teraba, tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan.
2. UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan
hipospadia, perlu dilakukan evaluasi kromoson dan
endokrinologi. Pada pasien usia 3 bulan atau kurang:
pemeriksaan LF, FSH dan testosteron untuk menentukan ada
18
testis atau tidak. Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes
stimulasi hCG kegagalan kenaikan testosteron dengan
peningkatan LH/FSH dapat didiagnosis dengan diagnosa
anorchia.4
d.Pemeriksaan Imajing
Pemeriksaan USG, CT dan MRI dapat mendeteksi testis di daerah
inguinal, akan tetapi testis di daerah ini juga cukup mudah untuk dipalpasi.
Akurasi USG dan CT akan menurun menjadi 0 – 50% pada kasus testis
intraabdomen. Sedangkan MRI dikatakan memiliki akurasi mencapai
90%. Pemeriksaan radiologi tidak mengubah keputusan tindakan pada
setiap kasus.4
f. Pemeriksaan Lain
Saat ini pada pasien yang tidak teraba testis, pemeriksaan dilakukan
dengan berbagai cara yaitu pemeriksaan dalam anestesia, eksplorasi
terbuka daerah inguinal atau laparoskopi.4
BAB III
TATALAKSANA UNDENSENSUS TESTIS
3.1 Tatalaksana
Alasan utama dilakukan terapi adalah
1. Meningkatnya risiko infertilitas
2. Meningkatnya risiko keganasan testis
3. Meningkatnya risiko torsio testis
4. Risiko trauma testis terhadap tulang pubis
5. Faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang kosong
a. Terapi Hormonal
Kriptokismus dapat diatasi dengan pemberian hormon
gonadotropin sewaktu usia satu tahun yang dapat diulangi sebelum anak
usia enam tahun. Fertilitas anak tidak dipengaruhi oleh pengobatan ini.
Sewaktu pemberian hormon mungkin timbul bulu pubis dan pembesaran
penis sedikit, tetapi tanda ini akan hilang setelah pengobatan hormon ini
selesai.9
Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon
yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasing hormone (GnRH) atau
LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi
20
b. Pembedahan
Prinsip dari pembedahan untuk menangani UDT adalah untuk
memindahkan testis dan meletakkannya di dalam skrotum. Pembedahan
ini disebut dengan orchiopexy. Biasanya orchidopexy langsung dilakukan
jika testis telah pasti diketahui terletak pada leher skrotum atau pada
daerah inguinal. Jika testis terletak pada daerah intra abdomen,
laparoskopi dapat dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan letak testis.
Kemudian, akan diputuskan apakah orchidopexy akan dilakukan dalam
satu atau dua tahap.5,9
Waktu yang optimal untuk melakukan orchidopexy adalah saat
anak berusia antara 3-12 bulan, di mana usia 6-12 bulan adalah waktu
yang paling baik. Pembedahan dalam menangani UDT dibedakan
berdasarkan apakah testis dapat teraba atau tidak (gambar 4). Kesembuhan
post operasi dari prosedur orchidopexy sangat cepat, di mana setelah
beberapa hari, pasien dapat kembali melakukan aktivitas penuh. Olahraga
mungkin perlu dihindari dalam 1-2 minggu. Pemeriksaan lebih lanjut perlu
21
3.2 Prognosis
Prediksi mengenai fertilitas dan keganasan masih dalam kontroversi,
dikarenakan oleh perkembangan yang pesat dalam pemahaman dan penanganan
UDT dalam 25 tahun terakhir. Infertilitas mungkin terjadi pada 1 dari 4 laki-laki
dewasa dengan riwayat unilateral UDT dan pada 3 dari 4 laki-laki dewasa dengan
riwayat bilateral UDT. Resiko terjadinya keganasan meningkat sebanyak 5-10 kali
lebih tinggi pada laki-laki dengan riwayat unilateral UDT. Tidak diketahui apakah
prognosis akan membaik jika orchidopexy dilakukan saat anak berusia jauh lebih
25
muda daripada saat anak berusia lebih lanjut. Namun, suatu meta analisis
menunjukkan bahwa orchidopexy yang dilakukan saat anak berusia lebih dari 10
tahun memiliki resiko 6 kali lebih tinggi untuk mengalami keganasan, daripada
orchidopexy yang dilakukan saat anak berusia kurangdari 10 tahun.2.5
26
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryawan, I.W dkk. 2017. Panduan Praktik Klinis Diagnosis dan Tatalaksana
Kriptorkismus. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.
2. Burhan, H.W. dkk. 2015. Angka Kejadian Undesensus Testis Di RSUP Prof
Dr. R. D. Kandou Manado. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi: Manado.
3. Suryansyah, A. 2011. Karakteristik UDT (Undescended Testis) di RSAB
Harapan Kita. Sari Pediatri , Vol. 13, No. 1, Juni 2011 : Jakarta.
4. Firdaoesaleh, 2007. Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis.
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusomo. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume:
57, Nomor: 1, Januari 2007: Jakarta
5. Handrea, W.L. 2012. Diagnosis Dan Tatalaksana Undescended Testis.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana : Bali.
6. Niedzielski, J.K. dkk. 2016. Undescended testis – current trends and
guidelines: a review of the literature. Department of Pediatric Surgery and
Urology, Medical University of Lodz. : Poland.
7. Radmayr, C. Dkk. 2016. Management of Undescended Testes European
Association of Urology/European Society for Paediatric Urology
Guidelines. Journal of Pediatric Urology 12, 336-343. Elsevier
8 Sadler, T.W. 2014. Embriologi Kedokteraan Langman. Jakarta: EGC.
9 De Jong W, Sjamsuhidajat R,. 2010. Buka Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta
EGC, hal 471 -497.
10 Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
11 Purnomo, B.B. 2014. Dasar-dasr Urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto.