Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

“Kawasaki Disease”

Pembimbing :
dr. Desiana Dharmayanti, Sp.A

Disusun Oleh :
Nadiyah Bayan Hafizah (2015730098)

KEPANITERAAN KLINIK PEDIATRI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas referat “Penyakit Kawasaki” ini tepat pada waktunya. Penulis
ucapkan terimakasih kepada dr. Desiana Dharmayanti, Sp.A yang telah membimbing penulis
untuk penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak yang membaca referat ini, agar penulis dapat mengkoreksi diri dan dapat
membuat referat yang lebih baik di lain kesempatan.
Demikianlah referat ini dibuat sebagi pemenuhan tugas dari kegiatan klinis stase
Pediatri/IKA (Ilmu Kesehatan Anak di RSIJ Cempaka Putih serta untuk menambah
pengetahuan bagi penulis dan khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
LATAR BELAKANG & TUJUAN.......................................................................................................4
1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................4
2. TUJUAN...................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
DEFINISI, ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI.........................................................................................5
1. DEFINISI..................................................................................................................................5
2. ETIOLOGI................................................................................................................................5
3. EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................7
PATOFISIOLOGI & DIAGNOSIS.......................................................................................................7
1. PATOFISIOLOGI.....................................................................................................................7
2. GEJALA....................................................................................................................................9
3. FASE/PERJALANAN PENYAKIT........................................................................................14
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG............................................................15
5. DIAGNOSIS DIFERENSIAL.................................................................................................17
BAB IV...............................................................................................................................................19
TATALAKSANA, KOMPLIKASI & PROGNOSIS..........................................................................19
1. TATALAKSANA....................................................................................................................19
2. KOMPLIKASI.........................................................................................................................20
3. PROGNOSIS...........................................................................................................................21
BAB V.................................................................................................................................................22
PENUTUP...........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................23

3
BAB I

LATAR BELAKANG & TUJUAN

1. LATAR BELAKANG
Saat ini Penyakit Kawasaki (PK) atau juga dikenal sebagai mucocutenaous
lymph node syndrome merupakan sindrom vaskulitis akut yang menyerang arteri
berukuran kecil hingga sedang.1 Sebesar 80% kasus PK terjadi pada anak berusia di
bawah 5 tahun. Meskipun PK paling banyak terjadi di Jepang, namun kini PK yang
belum diketahui penyebabnya ini sudah diakui di dunia sebagai penyebab utama dari
penyakit jantung yang didapat pada anak, khususnya pada anak-anak di negara maju
seperti Amerika dan Inggris. Tidak hanya di negara-negara maju, PK juga dapat
ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia.2
Salah satu manifestasi klinis yang dapat terlihat dari PK adalah adanya
deskuamiasi kulit dan mukosa PK, yang mana hal ini menyebabkan orang tua yang
belum mengetahui tentang penyakit Kawasaki akan berpikir bahwa anaknya
mengalami kelainan pada kulitnya sehingga membawa anaknya ke dokter kulit. Hal
ini dapat menjadi berbahaya karena penyakit Kawasaki perlu dideteksi dini dan segera
ditangani, karena 20%-40% PK berkomplikasi menjadi kelainan arteri coroner seperti
aneurisma, stenosis dan infark yang dapat berakibat fatal.1,3,4

2. TUJUAN
Mengenali dan memahami penyakit Kawasaki mulai dari definisi,
epidemioogi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dan diagnosis dini penyakit
Kawasaki, karena sebagai dokter yang memberi pelayanan primer harus dapat
mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut.

4
BAB II

DEFINISI, ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI

1. DEFINISI
Penyakit Kawasaki (PK) atau mucocutaneous lymph node syndrome karena
PK merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada bagian mukosa, kulit dan kelenjar
limfatik. PK juga dapat dikenal sebagai infantile polyarteritis nodosa merupakan
terjadinya inflamasi beberapa arteri berukuran sedang seperti arteri koroner pada bayi
atau balita. Dengan adanya inflamasi pada arteri ini dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi yang fatal berupa aneurisma arteri coroner. Selain itu, PK juga merupakan
penyakit swasirna yang ditandai dengan adanya demam akut dan biasanya menyerang
anak-anak terutama di Asia.2

2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini menyerang anak dengan usia < 5 tahun (rata-rata usia 2-3 tahun)
sebanyak 80% dengan mayoritas anak laki-laki. 1,4 PK telah ditemukan hampir di
seluruh dunia, namun lebih banyak dijumpai pada orang Asia terutama Jepang dan
Korea. 265 dari 100.000 anak di Jepang mengalami penyakit Kawasaki, dan 105 dari
100.000 anak di korea mengalami penyakit Kawasaki. Sedangkan di Amerika, sekitar
11 hingga 15 anak dari 100.000 anak di Amerika mengalami penyakit Kawasaki2
Di Indonesia, PK masih jarang dilaporkan, sekitar lebih dari 100 kasus
terutama sekitar Jabodetabek dan 19 kasus pernah dilaporkan di Surabaya.6 Kasus
yang ditemukan ini diduga hanya sebagian kecil dari kasus sebenarnya namun tidak
2
terdeteksi. Di samping itu, berdasarkan data yang diperoleh dari 5 rumah sakit di
Jakarta dan Tangerang dari tahun 2003 hingga 2013, didapatkan sekitar 503 pasien
yang dirawat inap akibat menderita penyakit Kawasaki.5

3. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini masih belum diketahui dengan jelas. Penelitian
menunjukkan bahwa infeksi adalah faktor yang paling mungkin memicu terjadi PK.

5
Namun, agen penyebab infeksi yang berperan belum ditemukan melalui berbagai
pemeriksaan serologi dan kultur bakteri atau virus konvensional.1,2 Genetik mungkin
dianggap memiliki peran terhadap patogenesis PK, dibuktikan dari tingginya resiko
terjadi nya PK pada anak-anak di kawasan Asia terlepas dari wilayah tempat tinggal,
hubungan saudara serta pada anak dengan orangtua yang memiliki riwayat PK.
Berdasarkan penelitian, terdapat 6 gen yang kemungkinan berkaitan dengan terjadinya
penyakit Kawasaki, yaitu HLA-Bw22J2, 12q24, 1,4,5-triphosphate 3-kinase C
(ITPKC), CCR2-CCR5, CCL3L1 dan  Fcg RIIa. Namun, masih diperlukan penelitian
lanjutan yang membuktikan hubungan dari gen-gen tersebut dengan terjadinya
penyakit Kawasaki.2

6
BAB III

PATOFISIOLOGI & DIAGNOSIS

1. PATOFISIOLOGI
PK adalah penyakit vaskulitis yang menyerang arteri medium, dengan
predileksi mencolok untuk arteri koroner.1 Arteri ini memiliki bermacam lapisan
yaitu: 7
- Tunika Intima
Terdiri dari lapisan endothel, subendhotel dengan serat kolagen dan tunika
elastika interna dengan serat elastin.
- Tunika Media
Dibentuk oleh serat otot polos yang tersusun melingkar.
- Tunika Adventisia
Jaringan ikat longgar dengan serat kolagen dan elastin yang tersusun memanjang.

Proses terjadi kerusakan pembuluh darah pada PK adalah sebagai berikut:


Tubuh mengalami infeksi atau reaksi autoimmune, yang mana hal ini menyebabkan
terjadinya respon inflamasi berupa pelepasan monosit, antibody IgA, neutrophil dan
Sel T CD8+ yang kemudian menyerang pembuluh darah dan merusak lapisan endotel.
Rusaknya lapisan endotel ini menyebabkan tereksposnya kolagen dan factor jaringan
yang terdapat di tunika media. Tereksposnya tunika media ini, kemudian
menimbulkan respon berupa peningkatan koagulasi di sekitar tunika media, sehingga
pembuluh darah menjadi sempit dan aliran darah menjadi terhambat. Jika aliran darah
terhambat, maka jantung hanya menerima sedikit aliran darah yang menyebabkan
jantung menjadi iskemia.
Tidak hanya peningkatan koagulasi, saat sel endotel rusak, tubuh juga
berkompensasi dengan melepaskan fibrin ke pembuluh darah yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi menebal dan menyempit sehingga pada akhirnya juga akan
menjebabkan jantung mengalami iskemia dan infark. Selain itu, penumpukkan fibrin
di pembuluh darah ini juga akan menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi
kaku, kurang elastis dan lemah sehingga saat terjadi peningkatan tekanan arteri,
pembuluh darah tidak dapat meregang melainkan akan terjadi penggelembungan,

7
yang mana hal ini disebut aneurisma. Jika aneurisma terjadi lebih dari 8 mm, maka
pembuluh darah akan rupture, aliran darah ke jantung akan semakin menurun
sehingga jantung mengalami iskemik dan kemudian infark. Selain itu, aneurisma juga
menyebabkan terjadinya penumpukan jaringan ikat di pembuluh darah, yang mana
fibrosis ini akan menyebabkan terjadinya stenosis pembuluh darah yang juga akan
berakhir menjadi infark. 2,6

2. GEJALA
Diagnosis PK ditegakkan berdasarkan gejala klinis semata. Belum ada
pemeriksaan yang dapat memastikan diagnosis. PK atipikal atau incomplete jika
hanya memenuhi <4 gejala utama. Jika ingin lebih memastikan apakah PK atipikal
ini termasuk PK sesungguhnya maka perlu pemeriksaan laboratorium dan
ekokardiografi untuk memastikan diagnosis pasti.
Secara klinis terdapat 5 kriteria diagnostik (C-R-A-S-H) + 1 demam.10
1) Conjungtivitis bilateral tanpa eksudat.

Gambar 3.1
Konjungtivitis Bilateral6
Injeksi konjungtiva timbul beberapa saat setelah awitan demam. Injeksi
meliputi konjungtiva bulbar dan tidak ditemui pada limbus. Injeksi ini tidak
nyeri dan tidak disertai eksudat, edema konjungtiva, atau ulkus kornea.3
Dijumpai pada 90% kasus. Konjungtivitis bilateral ini akan berkurang dalam 1–
2 minggu tetapi dapat berlangsung sampai beberapa minggu.11

2) Rash/Ruam/Eksantema polimorfik

8
Gambar 3.2
Eksantema kulit & perineum3

Gambar 3.3
Makulopapular Morbiliformis3

Ruam eritema umumnya timbul setelah 5 hari demam. Bentuk ruam


bervariasi dan tidak spesifik. Bentuk yang paling sering adalah erupsi
makulopapular difus yang kemudian akan berkembang menjadi eksantema
polimorfik berwarna kemerahan. Distribusinya bervariasi pada wajah, badan,
ekstremitas maupun generalisata. Bentuk paling sering adalah eritema
menyerupai urtikaria menyeluruh dengan plak iregular. Bentuk kedua yang
sering tampak adalah makulopapular morbiliformis. Meskipun jarang, namun
pernah dilaporkan adanya eksantema berupa eritroderma skarlatiniformis
ataupun lesi iris (target lesi). Eksantema pada badan ini dapat hilang di satu
tempat kemudian muncul lagi di tempat lain. 11
Lesi jarang berbentuk vesikel, bulosa atau purpura. Selain itu, pada PK
juga terdapat adalah erupsi area lipatan, terutama di daerah pelipatan paha.3
3) Adenopati servikal unilateral
Adenopati limfe servikal merupakan gambaran klinis yang paling jarang
ditemui. Limfadenopati umumnya unilateral, pada trigonum anterior, padat,
tidak berfluktuasi, tidak disertai eritema, ≥1 nodus, dan diameter >1,5 cm.3
Limfadenopati terkadang dapat bilateral namun limfadenopati generalisata

9
bukan merupakan gambaran PK. Servikal limfadenopati terjadi pada 50–70%
pasien PK.3
4) Strawberry tongue

Gambar 3.4
Strawberry tongue & eritema bibir2,3

Strawberry tongue, di mana lidah berwarna merah terang dan papilla


fungiformis menonjol. Selain itu ditemukan juga perubahan pada meliputi: (1)
eritema, fisura, deskuamasi, dan perdarahan pada bibir, (2) eritema difus pada
mukosa orofaringeal. Perubahan ini tidak meliputi ulkus oral atau eksudat
faring.2,3
5) Hands & feet anomaly

10
Gambar 3.5
Edema indurasi pada tangan1

Gambar 3.6
Deskuamasi jari tangan1

Gambar 3.7
Beau’s line jari tangan1

Kelainan yang ditemukan pada ekstremitas yaitu dapat berupa eritema,


edema indurasi dan deskuamasi (pengelupasan).3
Pada fase akut (hari 1-2) terjadi eritema pada telapak tangan dan kaki
disertai edema pada tangan dan kaki. Sedangkan pada fase subakut (minggu 2-

11
3) terjadi deskuamasi/pengelupasan periungual kuku jari tangan dan kaki dan
mungkin bisa progresif melibatkan seluruh tangan dan kaki. Deskuamasi tipis
dan generalisata terutama pada kulit yang sebelumnya berwarna merah.
Deskuamasi juga bisa didapatkan pada daerah perineal seperti halnya pada
tangan dan kaki.11 Setelah 1-2 bulan, pada beberapa penderita dapat timbul
Beau’s line (garis horizontal putih yang dalam pada kuku).1 Karena kelainan
sistemik yang parah dan panas tinggi yang berkepanjangan, maka tidak heran
sebagian anak mengalami kerontokan rambut yang mungkin muncul 6–12
minggu setelah fase akut.3
6) Demam
Demam pada PK tipikal tinggi dan remiten, dengan suhu puncak 39 oC
sampai >40oC. Tanpa terapi, demam akan bertahan selama rata-rata 11 hari,
namun dapat berlanjut sampai 3-4 minggu. Dengan terapi, demam umumnya
menurun setelah 2 hari.3

Gejala yang berhubungan selain dengan kriteria diagnostik umum PK


biasanya timbul sebelum 10 hari diagnosis PK. Gejala gastrointestinal (muntah,
diare, nyeri abdomen) terjadi pada hampir 65% pasien sedangkan gejala
respirasi (instertitial infiltrat, efusi) terjadi pada 30% pasien.1

12
Gambar 3.8
Gejala Klinis PK1

3. FASE/PERJALANAN PENYAKIT
Manifestasi klinis tergantung pada fase penyakitnya. Fase PK dibagi menjadi 3:
1. Fase Akut
Terjadi pada 10 hari pertama. Pada fase ini didapatkan demam tinggi (>38° C
dan bisa mencapai 41° C), bersifat remiten, tanpa disertai gejala prodormal
seperti batuk, bersin dan pilek. Bila tidak diobati, dapat berlangsung sampai 1–2
minggu bahkan 3–4 minggu. Semakin lama periode panas berlangsung, semakin
besar kemungkinan terjadi aneurisma arteri koroner. Setelah 2–5 hari demam,
gejala lain pada kulit dan mukosa akan muncul yaitu infeksi konjungtiva,
perubahan pada rongga mulut, perubahan pada ekstremitas, eksantema
polimorfik, dan limfadenopati servikal. Keterlibatan jantung adalah manifestasi
paling penting dari PK. Miokarditis terjadi pada sebagian besar pasien (50-70%)
pada fase akut yang bermanifestasi sebagai takikardi dan penurunan fungsi
sistolik ventrikel kiri. 1,2
2. Fase Subakut

13
Terjadi pada hari ke 11-25.Pada fase ini eksantema, demam dan limfadenopati
menghilang, serta mulai terjadi perubahan kardiovaskular yang nyata. Dapat
terjadi dilatasi/aneurisma arteri koroner (pada 25% pasien yang tidak ditangani)
efusi perikardium, gagal jantung dan infark miokard, dan trombositosis dapat
mencapai ≥1.000.000/mm3. Selain itu pada fase sub akut terdapat manifestasi
kulit berupa deskuamasi yang dimulai dari ujung jari tangan dan jari kaki.
Sekitar 10–15 hari setelah awitan penyakit, didapatkan fisura antara kuku dan
ujung jari, kemudian terjadi deskuamasi yang meluas meliputi telapak tangan
sampai pergelangan
3. Fase Konvalesen
Fase ketiga adalah fase konvalesen (6–8 minggu dari awitan). Pada fase ini laju
endap darah dan hitung trombosit mencapai nilai normal kembali. Anak
menunjukkan perbaikan secara klinis tetapi kelainan jantung dapat terus
berlangsung.

.
Gambar 3.9
Perjalanan Penyakit PK1,2,6

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG
Pemeriksaan kultur darah dan kultur urin dilakukan bukan untuk menegakkan
diagnosis, melainkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi. Selain itu,
pada pemeriksaan darah rutin, dapat diperoleh hasil yang berbeda-beda tergantung
dengan fase PK yang sedang dialami. Pada fase akut, pemeriksaan darah rutin akan
menunjukkan adanya peningkatan pada jumlah leukosit, LED, SGOT/SGPT dan
CRP. Jika CRP < 3 mg/dL dan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) < 40 mm/hr,

14
maka pasien perlu dilakukan pengawasan terhadap gejala klinisnya. Jika pasien
masih demam, maka kembali re-evaluasi hasil laboratoriumnya. Namun, jika pasien
sudah mengeluhkan terlupasnya kulit, maka pasien perlu segera di ekokardiogram. 1
Jika CRP pasien > 3 mg/dL dan ESR > 40 mm/ Hr, maka pasien perlu kembali
dilakukan uji laboratorium. Selain itu, untuk melihat adanya aneurisma pada arteri
coroner, maka perlu dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dua demensi pada fase
akut yaitu, saat 2-3 minggu awal mulai terjadinya penyakit. Kemudian jika hasilnya
normal, maka pemeriksaan ekokardiografi ini harus diulang pada minggu ke 6-8.
Jika hasilnya normal dan laju endap darah sudah normal maka ECG tidak perlu
diulang.1,2 Jika ditemukan kelainan koroner, jenis pengujian dan frekuensi ulangan
ekokardiografi bergantung pada derajat kelainan dan status koroner pasien.
Kementrian Kesehatan Jepang mengklasifikan aneurisma sebagai aneurisma kecil
(<5 mm diameter internal), sedang (5-8 mm diameter internal) dan besar (>8 mm
diameter internal).1,2
Selain ekokardiografi, untuk melihat abnormalitas dari arteri coroner, dapat juga
dilakukan pemeriksaan angiografi. Indikasi dari pemeriksaan angiografi ini adalah
jika pada pemeriksaan ekokardiografi ditemukan: (1) aneurisme besar atau multipel,
(2) terdapat tanda iskemia secara klinis, dan (3) pada pemantauan jangka panjang
pasien dengan resiko lesi koroner stenosis atau oklusif.8

Gambar 3.10
Giant aneurism pada pemeriksaan angiografi1

15
5. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Gambar 4.1
Diagnosis Diferensial Penyakit Kawasaki1
Adenovirus, campak, scarlet fever merupakan contoh penyakit infeksi pada
anak yang menyerupai PK. Anak dengan infeksi adenovirus biasanya memiliki
faringitis dan konjuntivitis eksudatif. Masalah utama adalah membedakan antara
scarlet fever dengan PK pada anak dengan karier Streptococcus grup A. Pasien
dengan scarlet fever biasanya langsung merespon baik setelah pengobatan antibiotik
(setelah 24-48 jam pengobatan), sedangkan PK tidak membaik dengan pengobatan
antibiotik.1 Scarlet fever hanya memilki 3 dari 5 gejala diagnostik PK yaitu R-A-S
(Ruam-Adenopati-Strawberry tongue) dan demam.1
Campak juga harus dibedakan dengan PK dengan temuan klinis yang
membedakannya yaitu konjungtivitis eksudatif, koplik’s spot, ruam yang dimulai
dari wajah, garis rambut dan belakang telinga serta leukopenia. Infeksi yang jarang
ditemukan seperti Rocky Mountain spotted fever dan leptospirosis kadang bisa
membingungkan diagnosis PK. Rocky Mountain spotted fever merupakan infeksi
bakteri yang berpotensi mematikan. Gejala yang membedakan yaitu mialgia, sakit
kepala, ruam sentrifugal (menyebar keseluruh tubuh) dan petekie pada telapak
tangan dan kaki. Sedangkan pada leptospirosis merupakan penyakit akibat

16
kontaminasi hewan yang terinfeksi (tikus got). Gejala klasik leptospirosis berupa
demam bifasik, sakit kepala dan pada fase lanjut timbul gagal ginjal dan gagal hati.
Berbeda dengan PK yang memiliki demam yang remitten serta jarang sampai ke
gagal ginjal dan gagal hati.1
Pada TSS (toxic shock syndrome) memiliki beberapa gejala yang berbeda
dengan PK yaitu insufisiensi ginjal, koagulopati, miositis dan pansitopenia. Reaksi
hipersensitivitas seperti SJS (steven johnson syndrome) memiliki beberapa
karakteristik dengan PK. Gejala reaksi obat seperti edema periorbital, ulserasi oral
dan LED yang normal/sedikit meningkat tidak ditemukan pada PK. Pada systemic
juvenile rheumatoid arthritis juga ditemukan demam dan ruam serta pada
pemeriksaan penunjang dapat ditemukan koagulopati, peningkatan degradasi fibrin
bahkan kelainan arteri koroner. Namun yang membedakannya adalah pada
pemeriksaan ditemukan adanya limfadenopati difus dan hepatosplenomegali, dimana
sangat jarang ditemukan pada PK.1

BAB IV

TATALAKSANA, KOMPLIKASI & PROGNOSIS

1. TATALAKSANA

Gambar 4.1

17
Pengobatan PK1
Tatalaksana utama pada PK adalah pemberian Immunoglobulin intravena
(IGIV) dengan dosis 2gr/kg selama 12 jam. Pemberian IGIV ini selain dapat
menurunkan demam dengan cepat, juga dapat mengurangi insidens aneurisma arteri
coroner. Jika pasien resisten dengan IVIG, maka pasien dapat berisiko terjadi
perubahan arteri koroner. Meskipun demikian, pemberian dosis IVIG 2 gr/kg tetap
diberikan kembali. Terapi lainnya yaitu metilprednisolon IV, siklosfosfamide dan
plasmafaresis. TNF-inhibitor, infliximab juga diberikan pada pasien yang resisten
IVIG, terutama jika dosis kedua IVIG atau kortikosteroid tidak efektif. Pemberian
kortikosteroid memang umum diberikan pada pasien dengan vaskulitis, namun pada
PK jarang diberikan kortikosteroid. Tetapi kortikosteroid sebenarnya dapat
memberikan manfaat pada PK fase akut dengan demam yang persisten setelah
pemberian dua dosis IGIV.
Selain pemberian IGIV, PK juga dapat diberikan aspirin, yang mana pada fase
akut aspirin dapat diberikan dengan dosis antiinflamasi yaitu sebesar 80-100
mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam. Pada fase akut ini terdapat pendapat lain yang
mengatakan bahwa dosis aspirin diturunkan jika pasien tidak demam (afebrile)
selama 48-72 jam. Semenara itu, institusi lain melanjutkan aspirin dosis tinggi
sampai hari sakit ke-14 dan ≥48-72 jam setelah demam turun. Saat aspirin dosis
tinggi dihentikan, aspirin dosis rendah dimulai (3-5 mg/kg/hari) dan diberikan
sampai pasien tidak menunjukkan tanda perubahan arteri koroner pada minggu ke-6
sampai ke-8 setelah awitan penyakit. Selanjutnya pada fase sub akut dan
konvalesens, PK dapat diberikan aspirin dengan dosis anti-trombotik yaitu sebesar
3-5 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal. Pemberian aspirin pada fase sub akut dan
konvalesens ini diberikan selama 6-8 minggu, atau sampai tidak ditemukannya
aneurisme arteri coroner pada ekokardiografi.

2. KOMPLIKASI
Sebagian besar kasus mengalami resolusi tanpa gejala sisa. Infark miokard
pernah dilaporkan, yang sebagian besar disebabkan oleh stenosis arteri coroner pada
daerah aneurisma.
Pasien PK yang memiliki aneurisma harus meneruskan terapi aspirin. Pasien
dengan aneurisme yang lebih besar dan multipel perlu mendapatkan tambahan terapi
agent antiplatetelet atau antikoagulan, sehingga perlu pertimbangan dari dokter

18
kardiologi anak. Trombosis akut bisa terjadi pada aneurisma atau stenosis arteri
koroner sehingga perlu terapi trombolitik.
Follow up jangka panjang pada pasien PK dengan aneurisma arteri koroner
harus meliputi ekokardiografi dan mungkin angiografi jika aneurisma yang besar
muncul. Intervensi kateter dengan Percutaneus Transluminal Coronary Rotational
Ablation (PTCRA), aterektomi koroner langsung dan implantasi stent telah
digunakan pada pasien PK dengan stenosis koroner.1

Gambar 4.2
Aterektomi15

Gambar 4.3
Stent Implantation15

3. PROGNOSIS
Sebagian pasien dengan PK bisa kembali ke keadaan normal jika dilakukan
pengobatan dengan tepat dan segera. Prognosis pada pasien dengan perubahan arteri

19
koroner bergantung pada keparahan penyakit koroner. Oleh karena itu, rekomendasi
untuk tindak lanjut tatalaksana bergantung pada status arteri koroner. Untuk
kedepannya, anak dengan riwayat PK disarankan untuk lebih menjaga kesehatan
jantungnya seperti menghindari rokok, rutin berolahraga, mengonsumsi makanan
sehat dan sering memantau kadar kolesterol. 1
.

20
BAB V

PENUTUP

Penyakit Kawasaki (PK) merupakan penyakit vaskulitis yang menyerang arteri


medium seperti arteri koroner, yang mana hal ini menjadikan PK sebagai penyebab utama
penyakit jantung pada anak. Biasanya penyakit ini ditandai dengan demam yang berlangsung
> 5 hari dan menyerang anak < 5 tahun.
Gejala khas untuk diagnostik PK adalah dengan CRASH ditambah dengan demam
(mutlak harus ada):
- Conjungtivitis
- Ruam/Rash
- Adenopati servikal unilateral
- Strawberry tongue
- Hand & feet anomaly
Penetapan diagnostik pasti untuk PK bisa meliputi ekokardiografi dan pemeriksaan
darah seperti adanya trombositosis, peningkatan LED, peningkatan CRP serta leukositosis.
Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler berupa
aneurisma, stenosis, trombosis yang berakibat pada gangguan aliran darah ke jantung dan
kemudian berkembang menjadi infark miokard. Pengobatan yang utama dalam penanganan
PK ialah aspirin dan IVIG.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM. Nelson Textbook of Pediatric 20th Edition International Edition.


Elsevier Inc. 2016.
2. Sosa,T. Kawasaki Disease. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/965367-overview#a1
3. Ratnasari,D. Manifestasi Kulit dan Mukosa Pada Penyakit Kawasaki. 2010.
4. Advani, N. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Kawasaki.2016
5. Advani, N. Frekuensi Ekokardiografi pada Fase Awal Penyakit Kawasaki. 2018
6. Yolanda, Natharina. Panduan Diagnosis dan Terapi Kawasaki Disease. 2015.
7. Mescher, Anthony. Histologi Dasar Janqueira Edisi 14. Penerbit: EGC. 2014
8. Sastroasmoro, Sudigdo. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: RSCM. 2007

22

Anda mungkin juga menyukai