Anda di halaman 1dari 25

The accuracy of Aziza’s scoring system in

limited slice non-enhanced thoracic CT for


the diagnosis of adult pulmonary tuberculosis

Pembimbing:
dr. Muslaningsih, Sp.Rad, M.Kes

DEPARTEMEN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
ABSTRAK
 Latar belakang: Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian
terbesar di Indonesia. Dibutuhkan alat diagnostik yang cepat dan akurat dalam diagnosis TB
paru dewasa terutama pada TB paru dengan bakteri tahan asam (BTA) negatif. Tujuan
penelitian ini menentukan akurasi sistem skoring yang disebut skoring Aziza untuk
diagnosis TB paru BTA negatif dengan CT scan toraks tanpa kontras potongan terbatas.
 Metode: Penelitian ini adalah penelitian prospektif potong lintang. Pemeriksaan CT scan
toraks tanpa kontras potongan terbatas diterapkan pada pasien tersangka TB paru untuk
selanjutnya dilakukan pengkajian nilai diagnostik menggunakan sistem skoring. Pada
penelitian ini standar referensi adalah pendapat 2 dokter spesialis paru untuk menentukan
TB paru. Sistem skoring dianalisis menggunakan analisis bivariat, regresi Cox multivariat.
 Hasil: Dari 130 pasien tersangka TB paru, didiagnosis 84 pasien TB paru berdasarkan
sistem skoring CT scan toraks tanpa kontras potongan terbatas. Selanjutnya dilakukan
analisa bivariat dan regresi Cox multivariat. Diperoleh nilai skor 29 atau lebih untuk
menegakkan diagnosis TB paru dewasa dengan nilai akurasi 96,2% (95% IK=90,3–
97,8%), sensitivitas 96,5% (95% IK=90–98,8% dan spesifisitas 95,6% (95% IK=85–
96,8%).
 Kesimpulan: Sistem skoring Aziza dengan CT scan toraks tanpa kontras potongan
terbatas mempunyai akurasi setara dengan standard referensi untuk menegakkan
diagnosis TB paru dewasa.
LATAR BELAKANG
 Tuberkulosis paru (TBP) adalah masalah di seluruh dunia. TBP adalah salah satu penyebab kematian utama,
terutama di negara-negara berkembang. TBP tetap sebagai masalah kesehatan utama di Indonesia.
 Standar emas untuk mendiagnosis TBP adalah menemukan Mycobacterium tuberculosis (MTB) melalui
kultur, yang sulit dilakukan dan membutuhkan waktu lama. Saat ini, TBP paling umum didiagnosis dengan
menemukan acid-fast bacilli (AFB) dalam dahak pasien. Namun, lebih dari 50% kasus TBP, AFB tidak
ditemukan dalam pemeriksaan dahak.
 Mengandalkan penilaian klinis dalam mendiagnosis dan mengobati TBP masih akan dilanjutkan dalam
praktik sehari-hari sampai tersedia alat alternatif yang mudah, cepat, dan murah.
 Saat ini, diagnosis PTB masih didukung oleh rontgen dada, terutama pada kasus TB BTA-negatif. Dengan
demikian, keahlian radiologi yang salah dapat menyesatkan manajemen PTB. CT resolusi tinggi lebih
sensitif (98%) dibandingkan dengan rontgen dada (19-58%) dalam menunjukkan lesi minimal, membedakan
antara lesi aktif dan lesi non-aktif, mendeteksi penyebaran endobronkial, dan mendiagnosis PTB negatif
yang aktif.
 Penting untuk membuat sistem terstandardisasi menggunakan sistem penilaian untuk memandu ahli
radiologi dalam melaporkan temuan computed tomography (CT) ketika mendiagnosis smear negatif TBP
dewasa.
 Sistem penilaian dapat menghasilkan evaluasi CT dada yang valid dan dapat diandalkan terlepas dari
beragam pengalaman dan keterampilan ahli radiologi, dan pada gilirannya, membantu dokter untuk
membuat penilaian empiris dalam merawat TBP. Penggunaan sistem penilaian bersama dengan CT toraks
yang tidak diiris dengan irisan terbatas adalah sebagai alat inovatif dalam penilaian diagnostik, terutama
dalam kasus TBP BTA negatif.
 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkenalkan metode baru dalam mendiagnosis TBP dengan
potongan CT toraks limited slice non-enhanced dan melaporkan hasil dengan menggunakan sistem penilaian
ini. Metode ini bisa menjadi alternatif yang lebih cepat, lebih murah, dan lebih efektif untuk memberikan
diagnosis TBP dewasa yang akurat dibandingkan dengan standar rujukan.
METODE
 Protokol penelitian ini telah disetujui oleh komite etik Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta, Indonesia
(No. 01 / KEPK-RSUP / IX / 2012) dan semua subjek memberikan persetujuan tertulis. Dalam penelitian
cross-sectional ini, kami secara berturut-turut mengumpulkan 130 subjek dari September 2012 hingga Juni
2013, yang diduga memiliki TBP berdasarkan gejala klinis dan rontgen dada, tetapi hasil apusan sputum
smear negatif.
 Penelitian ini dilakukan di Departemen Radiologi, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. CT menggunakan
kilovolt (KV) 120 dan miliampere second (mAs) dengan dosis aplikasi yang dirujuk ke 100 dan dose length
product (DLP) berkisar antara 110 hingga 123 (Gambar 1).
 Potongan CT toraks yang tidak ditingkatkan terbatas pada daerah predileksi TB dewasa dilakukan pada TBP
yang dicurigai yang temuan apus dahaknya negatif, untuk mengurangi dosis radiasi. Daerah yang diperiksa
adalah zona atas, lobus apikal posterosuperior (1,2,3 segmen kanan dan 1 / 2,3) dan lobus inferior (enam
segmen kanan dan kiri). Untuk menilai penyebaran lesi dan efusi pleura, bagian dari zona tengah dan bawah
(4.5.7.8.9.10 segmen kanan dan kiri) juga dimasukkan. Limited slice chest CT diperiksa oleh ahli radiologi
toraks yang memiliki 18 tahun pengalaman di bidang pencitraan toraks.
 Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS, versi 20 untuk
windows. Sistem penilaian dihitung menggunakan analisis regresi Cox bivariat dan multivariat karena
variabel independen dan dependennya adalah data kategorik dikotomis. Variabel independen adalah usia,
riwayat kontak sebelumnya dengan pasien PTB, riwayat merokok, dan sembilan lesi karakteristik pada CT
toraks: infiltrat, nodul, tree in bud opacity, konsolidasi, opacity glass ground, cavity, reverse halo sign, fibro
kalsifikasi, dan efusi pleura.
 Standar referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat ahli dari dua ahli paru berdasarkan
pada tindak lanjut klinis subjek. Diagnosis TB atau non TB dibuat dua bulan setelah pengobatan agen
antituberkulosis (ATA) berdasarkan kombinasi peningkatan klinis dan radiologis, dan / atau hasil kultur
positif. Jika setelah dua bulan, temuan klinis dan radiologis menunjukkan perbaikan, ATA dilanjutkan
meskipun hasil kultur negatif. Jika tidak ada perbaikan ditunjukkan, penilaian diagnostik lebih lanjut harus
dilaksanakan.
HASIL
 Dengan protokol ini, 84 kasus TBP didiagnosis dari 130 kasus TBP yang dicurigai. Usia rata-rata
subjek adalah 39 tahun, berkisar antara 16 hingga 86 tahun. Jenis kelamin subjek relatif sama.
Hanya sembilan subjek yang memiliki riwayat kontak dengan pasien TBP. Empat puluh subjek
(30,7%) memiliki riwayat merokok. 102 subjek memiliki gejala klinis, dan gejala yang paling
umum adalah batuk lebih dari dua minggu (62,30%). Rontgen toraks yang menunjukkan TBP
ditemukan pada 60 subjek, dan limited slice non-enhanced CT TBP yang dicurigai dengan
potongan terbatas adalah 84 subjek.
 Karakteristik dasar dari subyek disajikan pada Tabel 1. Dari limited slice non-enhanced thoracic
CT, ada beberapa lesi utama yang terkait dengan TBP. Lesi yang paling umum adalah infiltrat
(50%), diikuti oleh tree-in-bud (47,7%) dan nodul (46,2%). Lesi yang paling tidak umum adalah
reverse halo sign, yang hanya ditemukan pada empat subjek (3,1%). Distribusi lesi disajikan pada
Tabel 2.
 Nilai diagnostik limited slice non-enhanced thoracic CT dalam memprediksi TBP dewasa
dibandingkan dengan standar referensi disajikan pada Tabel 3. Analisis skor dilakukan
dari hasil analisis bivariat antara setiap kriteria dan standar referensi untuk melihat kriteria
mana yang dapat termasuk dalam analisis multivariat regresi Cox. Hasil analisis bivariat
disajikan pada Tabel 4.
 Variabel yang termasuk dalam analisis multivariat regresi Cox adalah variabel dengan p <0,25
dalam analisis bivariat, yaitu, delapan lesi utama dan dua faktor demografis yang terdiri dari
infiltrat, nodul, rongga, pohon in bud, konsolidasi, tanda halo terbalik, kalsifikasi fibro, efusi
pleura, usia, dan riwayat merokok. Untuk membuat model penilaian, skor setiap variabel dihitung
dari nilai indeks analisis regresi Cox dengan membagi nilai B / SE setiap variabel dengan nilai
B/SE terendah, efusi pleura, sebagai perbandingan. Hasil dari setiap skor variabel disajikan pada
Tabel 5.
 Sistem penilaian kemudian diterapkan pada subjek, dan hasilnya dibandingkandengan standar
referensi dalam memprediksi PTB menggunakan metode penerimakarakteristik operasi (ROC)
untuk mendapatkan titik cutoff dengan area di bawah kurva (AUC) 0,987 (0,969-1,00)). Titik
potong 29 memberikan sensitivitas paling seimbang 96,5% dan spesifisitas 95,6% dan diputuskan
sebagai batas skor total untuk membedakan kasus PTBdannon-PTB.
Analisis penilaian

 Berdasarkan sistem skoring, 82 subjek memiliki skor total ≥29 dan didiagnosis memiliki PTB,
sedangkan dari standar referensi, ada 85 subjek yang didiagnosis memiliki PTB. Hal ini
menunjukkan bahwa subyek dengan temuan negatif sputum dan rontgen dada didiagnosis sebagai
PTB negatif-smear setelah diperiksa ulang menggunakan CT thoracic non-enhanced slice terbatas
dengan sistem penilaian Aziza. Hasil ini dikonfirmasi oleh dua ahli. Ringkasan sistem penilaian
Aziza pada CT toraks non-peningkatan irisan terbatas untuk diagnosis PTB dewasa disajikan pada
Tabel 6.
 Di antara 46 pasien yang didiagnosis tidak memiliki PTB, 18 (13,8%) pasien tidak memiliki lesi, 15
(11,5%) pasien didiagnosis memiliki lesi TB tidak aktif, 5 (3,8%) pasien didiagnosis memiliki
pneumonia, dan 8 (6,2%) pasien memiliki kelainan lain.
DISKUSI
 Penelitian ini mengembangkan sistem penilaian novel dalam menginterpretasikan
potongan terbatas CT scan toraks tanpa peningkatan di area predileksi PTB dewasa,
yang bernama sistem penilaian Aziza. Metode yang digunakan tidak hanya sederhana
dan layak, tetapi juga memiliki akurasi tinggi untuk membedakan antara PTB dewasa
dan non-PTB, sebagaimana tercermin oleh AUC sebesar 0,987.
 Sistem penilaian Aziza digunakan setelah kasus yang dicurigai diperiksa dengan CT scan thoracic
slice nonenhanced. Kelainan yang signifikan secara statistik dengan p = 0,001 (p <0,05 dari uji chi
square) adalah infiltrat (75,3%), pohon tunas (72,9%), nodul (61,2%), rongga (37,6%), dan
konsolidasi (35,3%) . Yadav et al melaporkan temuan yang sedikit berbeda di mana kelainan utama
adalah nodul centrilobular (91%), konsolidasi (38%), rongga (48%), pola pohon dalam tunas
(88%). Yeh et al melakukan CT toraks dalam empat puluh kasus TB BTA-negatif dan temuan yang
dilaporkan seperti nodul centrilobular (51,2%), konsolidasi (35%), rongga (17,5%), dan tunas
pohon (87,5%). Pohon tunas adalah tanda TB endobronkial, dan tanda PTB aktif jika ditemukan di
daerah predileksi PTB.
 Selain menemukan kelainan yang terkait dengan PTB, CT scan toraks juga menemukan kelainan
lain. Studi ini menemukan emfisema pada 23 pasien (17,7%), bronkiektasis pada 16 pasien
(12,3%), infeksi jamur pada tiga pasien (2,3%) dan massa pada tiga pasien (2,3%). Penelitian lain
juga menemukan kelainan non-TB pada hasil CT toraks. Penelitian ini menunjukkan keunggulan
CT toraks meskipun dilakukan dalam irisan terbatas yang tidak ditingkatkan.
 Keterbatasan penelitian ini adalah menggunakan pendapat ahli klinis tindak lanjut sebagai
standar rujukan. Metode ini dapat dianggap subyektif, tetapi ini adalah praktik klinis yang
umum, bahkan di rumah sakit khusus. Dari literatur, dikatakan bahwa referensi standar
adalah metode terbaik yang tersedia untuk menyatakan penyakit pasien dan untuk
memastikan pasien tidak menderita penyakit tersebut. Standar rujukan dapat berupa tindak
lanjut klinis, kombinasi antara tindak lanjut klinis dan uji laboratorium.

 Sebagai kesimpulan, sistem skoring Aziza yang dilakukan pada CT thoracic non-enhanced
slice terbatas memiliki akurasi tinggi dalam mendiagnosis PTB dewasa. Kami
mengusulkan sistem penilaian Aziza sebagai pedoman standar dalam menafsirkan slice CT
toraks tanpa tambahan yang ditingkatkan dan dalam mendiagnosis PTB dewasa karena
manfaatnya untuk kasus PTB BTA-negatif dan untuk penemuan kasus PTB awal.
KONFLIK KEPENTINGAN

 Para penulis menegaskan tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
UCAPAN TERIMA KASIH

 Kami berterima kasih dan mengakui kepada Aria Kekalih, MD, atas bantuannya dalam
analisis statistik penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

 Searo.who.int [Internet]. Rencanaaksinasional programmatic management of drug resistence TB pengendalian


TB Indonesia: 2011–2014 [update March 2011; cited 2012 Sept]. p. 1-5. Indonesian. Available from:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/tb/indonesia-ran-pmdt.pdf
 Yadav C, Gupta A, Tiwari A, Musale P. Role of imaging in management of pulmonary tuberculosis. J Evol Med
Dent Sci. 2013;2(20):3457–71.
 Siddiqi K, Walley J, Khan MA, Shah K, Safdar N. Clinical guidelines to diagnose smear-negative pulmonary
tuberculosis in Pakistan, a country with low-HIV prevalence. Trop Med Int Health. 2006;11(3):323–31.
 Pai M, Ramsay A, O’Brien R. Evidence-based tuberculosis diagnosis. PLoS Med. 2008;5(7):1–7.
 Icksan A, Luhur R. Radiologitoraks TB paru, 1st ed. Pradana A, ed. Jakarta: CV SagungSeto; 2008. p. 20–44.
Indonesian.
 currytbcenter.ucsf.edu [Internet]. Handbook for using the international standards for tuberculosis care (ISTC):
Diagnosis and treatment public health, tuberculosis coalition for technical assistance (TBCTA) [update March
2007; cited 2012 May]. Available from: http://www.currytbcenter.ucsf.edu/sites/default/files/istc_handbook.pdf
 currytbcenter.ucsf.edu [Internet]. Handbook for using the international standards for tuberculosis care (ISTC): Diagnosis and treatment
public health, tuberculosis coalition for technical assistance (TBCTA) [update March 2007; cited 2012 May]. Available from: http://
www.currytbcenter.ucsf.edu/sites/default/files/istc_handbook.pdf
 Yeh JJ, Chen SC, Teng WB, Chou CH, Hsieh SP, Lee TL, et al. Identifiying the most infectious lesions in pulmonary tuberculosis by high-
resolution multi-detector computed tomography. EurRadiol. 2010;20(9):2135–45.
 Karam MB, Masjedi MR, Fadaizadeh L, Dokouhaki P, Tahery SA, Tabatabaii SJ, et al. Role of HRCT in diagnosing active pulmonary
tuberculosis. National 46 Med J Indones, Vol. 26, No. 1 March 2017 Research Institute of tuberculosis and lung disease,
MaseehDaneshvary Hospital Teheran; Iran. 2012 [Internet]. [cited 2012 Mei 13]. Available from:
http://www.ams.ac.ir/AIM/0031/karam0031.html
 Nam KJ, Jeong YJ, Kim YD, Kim K-II, Lee JW, Park HK, et al. Chronic destructive pulmonary tuberculosis: assessment of disease activity
by computed tomography. Actaradiologica. 2012;53(9):1014–9.
 Khodabakhshi, Asali A, Behnampour N, Abbasi A, Adel Barkhordar AR, HashemiFrad A. Diagnostic value of high resolution computed
tomographic scan in active pulmonary tuberculosis. J GorganUniv Med Sci. 2013;14(4):70–5.
 Shaarrawy H, Zeidan M, Nasr A, Nouh M. Assessment of the role of high resolution computed tomography in the diagnosis of suspected
sputum smear negative active pulmonary TB. Egyptian J Chest Dis Tuberculosis. 2013;62(2):263–8.
 Feng F, Shi YX, Xia GL, Zhu Y, Lu HZ, Zhang ZY. Computed tomography in predicting smear-negative pulmonary tuberculosis in AIDS
patients. Chin Med J. 2013;126(17):3228–33.
 Yoon JY, Lee IJ, Im HJ, Lee K, Lee Y, Bae SH. CT findings in apical versus basal involvement of pulmonary tuberculosis.
DiagnIntervRadiol. 2013;19(2):85–90.
 Kachelriess M, Schaller S, Kalender WA. Strategies fordose reduction and improved image quality in MSCTin multi detector row CT of the
thorax. 3rd ed. Berlin:Springer-verlag Heidelberg; 2004. p. 35–45.
 Kalra MK. MDCT radiation dose in MDCT a practicalapproach book. 1st ed. Italia: Springer verlag; 2006.p. 30–8.
 Horie T, Lien LT, Tuan LA, Tuan PL, Sakurada S, YanaiH, et al. A survey of tuberculosis prevalence in
Hanoi,Vietnam. Int J Tuberc Lung Dis. 2007;11(5):562–6.
 Rasuna V. Pengamatanhasilakhirpengobatan TBparu BTA negative baru di RS Persahabatan Jakarta,Indonesia.
[thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008. p. 22-35. Indonesian.
 Icksan A, Maryastuti. KarakteristiklesifototorakspadaTB paru BTA negatifdengankultur negative dankulturpositif di
RSUP Persahabatan Jakarta. BuletinIlmiahRadiologi. 2014;2(1):80–9. Indonesian.
 www.who.int [Internet]. Global Tuberculosis ReportUSA [update June 2014; cited 2015 Sept] Availablefrom:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
 den Boon S, van Lill SW, Borgdorff MW, Verver S, BatemanED, Lombard CJ, et al. Association between smoking
andtuberculosis infection: a population survey in a hightuberculosis incidence area. Thorax. 2005;60(7):555–7.
 den Boon S, White NW, van Lill SW, Borgdorff MW, VerverS, Lombard CJ, et al. An evaluation of symptom
andchest radiographic screening in tuberculosis prevalencesurvey. Int J Tuberc Lung Dis. 2006;10(8):876–82.
 Whiting P, Rutjes Anne AW, Reitsma JB, Bossuyt PM,Kleijnen J. The development of QUADAS: a tool for thequality
assessment of studies of diagnostic accuracyincluded in systematic reviews. BMC Med Res Method.2003;3:25.
 Bossuyt PM, Reitsma JB, Bruns DE, Gatsonis CA,Glasziou PP, Irwig LM, et al. The STARD statement forreporting
studies of diagnostic accuracy: explanationand elaboration. Ann Intern Med. 2003;138(1):1–23.

Anda mungkin juga menyukai