Anda di halaman 1dari 41

UNIVERSITAS INDONESIA

Perbandingan Hasil Pemeriksaan USG dan CT Scan dalam Menentukan


PCI Score pada kanker Ovarium Stadium Lanjut

TESIS

Sugianto
NPM. 2106798591

PEMBIMBING
Dr. dr. Gatot Purwoto, Sp.OG, SubSp.Onk (K), MPH
dr. Trifonia Pingkan Siregar, Sp.Rad (K)
Dr. dr. Dhanasari Vidiawati, MSc.CM-FM, Sp.KKLP

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS Indonesia


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-2
ONKOLOGI GINEKOLOGI
JAKARTA
TAHUN 2024

1
BAB I
PENDAH
ULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker merupakan penyebab kematian paling umum di sebagian

besar belahan dunia, dan saat ini merupakan hambatan paling umum

dalam mencapai harapan hidup yang diinginkan di sebagian besar

negara. Kanker ovarium merupakan salah satu kanker ginekologi

terbanyak yang menduduki peringkat ketiga setelah kanker serviks dan

rahim. Penyakit ini juga memiliki prognosis terburuk dan angka

kematian tertinggi. Meskipun kanker ovarium memiliki prevalensi yang

lebih rendah dibandingkan dengan kanker payudara, kanker ini tiga kali

lebih mematikan, dan diperkirakan pada tahun 2040, angka kematian

akibat kanker ini akan meningkat secara signifikan. Tingginya angka

kematian akibat kanker ovarium disebabkan oleh pertumbuhan tumor

yang tidak menunjukkan gejala dan tersembunyi, timbulnya gejala yang

tertunda, dan kurangnya skrining yang tepat sehingga diagnosisnya

berada pada stadium lanjut. Jadi, silent killer adalah nama yang diberikan
1–3
untuk kanker ini.

Kanker ovarium adalah penyebab utama kematian pada wanita

yang didiagnosis menderita kanker ginekologi. Penyakit ini juga

merupakan penyebab kematian terbanyak kelima pada wanita secara

umum. Sebagian besar kasus didiagnosis pada stadium lanjut, sehingga

berdampak buruk pada penyakit ini. Tes skrining yang ada saat ini

2
memiliki nilai prediktif yang rendah dan berkontribusi lebih jauh

terhadap penderitaan ini. Evaluasi ginekologi terperinci bersama dengan

USG transvaginal dan penanda laboratorium seperti uji antigen kanker-

125 (CA-125) adalah strategi deteksi dini utama yang tidak menunjukkan

efek menguntungkan yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas


4,5
kanker ini.

Insidensi kanker ovarium di RSUPN Cipto Mangunkusumo lebih

tinggi pada pasien usia reproduksi (≤ 55 tahun); insidensi kanker

ovarium di RSUPN Cipto Mangunkusumo lebih tinggi pada pasien

nulipara; dan sebagian besar pasien kankerovarium di RSCM didiagnosis


6
pada stadium lanjut (stadium III dan IV).

Di Jepang saat diagnosis ditegakkan, sebagian besar pasien sudah

mencapai stadium III dengan prevalensi 36.2% atau stadium IV dengan

prevalensi 10.0.% dan tumor telah menyebar ke ke rongga peritoneum


7
dan organ – organnya. Pada kelompok pasien tersebut, tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun lebih rendah hanya berkisar dari 30 sampai

30%. Penyebaran kanker ovarium ke peritoneum merupakan gambaran


8
paling sering yang didapatkan pada kanker ovarium stadium III dan IV.

Berbagai cara penilaian di bidang bedah onkologi telah dijelaskan

dapat mengevaluasi perluasan tumor secara objektif pada pasien kanker

ovarium stadium lanjut. Penilaian stadium berdasarkan FIGO tidak

adekuat dalam memberikan penilaian perluasan peritoneal

karsinomatosis, sehingga dibutuhkan sistem penilaian perluasan

peritoneal karsinomatosis sebelum pembedahan. Metode penilaian yang


3
umum digunakan adalah peritoneal carcinomatosis index (PCI), evaluasi

peritoneal karsinomatosis dengan menggunakan skor Fagotti, juga dapat


9
dinilai dengan skor Eisenkop.

USG sering kali merupakan tes pertama yang dilakukan jika

diduga ada masalah pada ovarium. Ini dapat digunakan untuk

menemukan tumor ovarium dan memeriksa apakah itu merupakan massa

padat (tumor) atau kista berisi cairan. Melalui USG, ovarium dapat

tervisualisasi lebih dari 95% pada wanita pre-menopause dan lebih dari

85% pada wanita post-menopause. Penggunaan transabdominal

ultrasound (TAS) untuk diagnosis keganasan massa adneksa mempunyai

spesifisitas 42-95% dan sensitivitas 60-93%. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa pemeriksaan USG transvaginal (TVS) saja mampu

mendiagnosis keganasan massa adneksa dengan spesifisitas 65-98% dan


10
sensitivitas 48-100%.

CT scan merupakan modalitas yang direkomendasikan untuk

staging kanker ovarium dengan memperlihatkan ukuran tumor primer,

ukuran, dan lokasi implantasi peritoneal, serta kelenjar limfe. CT scan

lebih banyak digunakan untuk evaluasi metastasis baik pada jaringan

sekitarnya hingga ke hati, ginjal, ataupun vesika urinaria. Selain itu, CT


10
thorax juga mampu mendeteksi metastasis pleura dan paru. Hasil CT

scan menunjukkan penebalan dinding, proyeksi papilari pada lesi kistik,

nekrosis pada massa padat, dan metastasis peritoneal; ditemukannya

invasi pada organ pelvis, implan peritonial, adenopati, dan asites

mengarahkan diagnosis pada suatu malignansi. CT scan mampu


4
mendeteksi massa ukuran lebih dari 1 cm dengan sensitivitas 85- 93%

dan spesifisitas 91-96%, tetapi sensitivitas turun menjadi 25-50% untuk


10
deteksi massa ukuran kurang dari 1 cm.

Kelebihan pemeriksaan CT scan antara lain dapat mengetahui

ukuran tumor primer, melihat metastasis ke hepar dan kelenjar getah

bening, asites, serta penyebaran ke dinding perut, resolusi spasial yang


10
tinggi, dan waktu pemeriksaan cepat. CT scan dapat digunakan untuk
10
staging awal dan follow-up untuk deteksi persistensi ataupun rekurensi.

CT scan biasanya tidak digunakan untuk melakukan biopsi pada tumor

ovarium, namun dapat digunakan untuk melakukan biopsi pada dugaan

metastasis (area penyebaran). Untuk prosedur ini, yang disebut biopsi

jarum yang dipandu CT, pasien tetap berada di meja CT scan, sementara

ahli radiologi menggerakkan jarum biopsi ke arah massa. CT scan

diulang sampai dokter yakin bahwa jarumnya ada di dalam massa.

Sampel biopsi jarum halus (fragmen kecil jaringan) atau sampel biopsi

jarum inti (jaringan silinder tipis dengan panjang sekitar ½ inci dan

diameter kurang dari 1/8 inci) dikeluarkan dan diperiksa di


11
laboratorium.

Pertama kali sistem penilaian PCI dijelaskan Jacquet dan

Sugarbarker untuk mengevaluasi peritoneal karsinomatosis pada kanker

kolorektal, yaitu dengan menilai PCI sebagai salah satu faktor penentu
9
yang penting dalam menentukan tatalaksana. Penilaian PCI dilakukan

dengan membagi 13 daerah anatomi, dengan menggunakan dua garis

horizontal dan dua bidang sagittal yang membagi rongga abdomen


5
menjadi sembilan wilayah (regio 0-8), disertai proyeksi usus halus (regio

9-12). Ukuran lesi mengacu pada diameter terbesar implant tumor yang

terdistribusi pada permukaan peritoneum, dengan skala mulai dari 0

(tidak ada tumor yang terlihat) hingga 3 (tumor lebih dari 5 cm). Skor
9
PCI berkisar dari 0 hingga 39.

Pada evaluasi PCI metode Sugarbaker dan Jablonski, nilai PCI

lebih dari 20 tatalaksana pembedahan tidak disarankan pada pasien

kanker kolorektal. Bjorg dkk menyimpulkan pada pasien kanker ovarium

dengan nilai PCI lebih dari 25 membutuhkan tatalaksana pembedahan

suboptimal debulking. Namun belum terdapat penelitian sebelumnya

tentang titik potong nilai PCI sebagai faktor penentu dalam menentukan

tatalaksana optimal maupun suboptimal debulking pada kanker ovarium

di Indonesia saat ini.

Pencitraan radiologis dan kadar CA-125 banyak digunakan untuk

memantau penyakit selama kemoterapi, namun sejauh ini belum ada

metode aman serta praktis yang dapat diidentifikasi untuk memprediksi

hasil pembedahan. Sebuah penelitian menggunakan pencitraan CT Scan

untuk menilai volume asites untuk memprediksi hasil bedah pada operasi

awal, namun tidak melihat pengaturan neoadjuvan. Data lain

menunjukkan bahwa kadar CA125 serum sebelum operasi sebesar < 30

U/ml mungkin merupakan prediktor yang berguna untuk mencapai

operasi yang tuntas.

Terdapat sedikit data penelitian hubungan antara PCI score

dengan pemeriksaan USG dan CT Scan pada pasien dengan penyakit


6
kanker ovarium. Maka dari itu, peneliti mengangkat topik ini untuk

diteliti lebih lanjut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Perhitungan PCI Score dengan menggunakan CT Scan sulit
dilakukan pada rumah sakit di daerah terpencil yang belum memiliki
fasilitas CT scan, karena untuk mempertimbangkan keberhasilan
suatu operasi pada kanker ovarium stadium lanjut menggunakan
perhitungan PCI Score. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian yang
membandingkan hasil pemeriksaan USG dalam menentukan PCI
score pada kanker ovarium stadium lanjut untuk menggantikan
pemeriksaan CT Scan.

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN


Apakah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan USG dan CT Scan
dalam menentukan PCI Score pada kanker ovarium stadium lanjut ?

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN


Hasil perhitungan PCI Score berdasarkan hasil pemeriksaan USG
tidak ada perbedaan dengan hasil perhitungan PCI score berdasarkan
CT scan.

1.5 TUJUAN PENELITIAN


1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada perbedaan hasil PCI score melalui imaging
USG dan imaging CT Scan pada kanker ovarium stadium lanjut.
1.5.2 Tujuan Khusus
Hasil perhitungan PCI score melalui pemeriksaan USG dapat
dijadikan pengganti hasil perhitungan PCI score melalui CT Scan.

1.6 MANFAAT PENELITIAN


1.6.1 Aspek Perkembangan Ilmu
Penelitian ini dapat mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan

7
USG dan CT Scan dalam menentukan PCI Score pada kanker
ovarium stadium lanjut.
1.6.2 Aspek Aplikasi Ilmu
Penelitian ini dapat membuktikan manfaat pemeriksaan USG dalam
menilai PCI Score.
1.6.3 Aspek Pelayanan masyarakat
RSUD yang tidak memiliki CT Scan bisa digantikan dengan USG
dalam menentukan PCI Score.

1.7 KERANGKA PEMIKIRAN


Rangkuman dari teori

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI KANKER OVARIUM

Kanker merupakan suatu penyakit dimana sel-sel abnormal dalam tubuh

tumbuh di luar kendali. Kanker biasanya diberi nama berdasarkan bagian tubuh tempat

timbulnya kanker, meskipun kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker

ovarium adalah sekelompok penyakit yang berasal dari ovarium, atau di area terkait di

saluran tuba dan peritoneum. Wanita memiliki dua ovarium yang terletak di panggul,

satu di setiap sisi rahim. Ovarium membuat hormon wanita dan menghasilkan sel telur

untuk reproduksi. Wanita memiliki dua saluran tuba yang merupakan sepasang saluran

panjang dan ramping di setiap sisi rahim. Telur berpindah dari ovarium melalui

saluran tuba ke rahim. Peritoneum adalah lapisan jaringan yang menutupi organ-organ
12
di perut.

Kanker ovarium merupakan salah satu kanker ginekologis yang umum

ditemukan di Indonesia dengan angka mortalitas yang tinggi. Kanker ovarium adalah

kanker ketiga terbanyak yang ditemukan pada perempuan di Indonesia dengan angka

kasus baru 14.896 atau sebesar 7%, dan angka kematian mencapai 9.581 kasus. 1

Kelompok umur yang paling banyak ditemukan dengan kanker ovarium di Amerika

berdasarkan data terbaru yaitu kelompok usia pasca menopause, sekitar 55-64 tahun,

9
dengan median usia terdiagnosis sekitar 63 tahun. Angka ketahanan hidup 5 tahun

kanker ovariuin sekitar 50.8%, sementara pada pasien yang terdiagnosis pada stadium

awal atau belum ditemukan penyebaran kanker, memiliki angka ketahanan hidup 5

tahun lebih lama dibandingkan dengan pasien yang terdiagnosis pada stadium lanjut.

Namun, sekitar 75% pasien datang dengan stadium lanjut (stadium III atau IV) dengan
13
angka keberlangsungan hidup 5 tahun kurang dari 30%.

Tabel. 2.1 Faktor – faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium.

Faktor Protektif Predisposisi Kontroversial

Demografi Usia √

Reproduksi Menstruasi √

Usia Menarche Dan Menopause √

Paritas √

Ginekologis Penyakit Inflamasi Pelvis √

Endometriosis √

Hormonal Kontrasepsi √

Terapi Sulih Hormon √

Terapi Infertilitas √

Genetik Riwayat Keluarga √

Mutasi BRCA √

Lynch Syndrome √

Gaya hidup Nutrisi dan diet √

Obesitas Dan Aktivitas Fisik √

Alkohol, Kafein, Dan Merokok √

10
Lainnya Laktasi √

Sosioekonomi Rendah √

2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 14,1 juta kasus baru kanker dan 8,2

juta kematian akibat kanker. Dari jumlah tersebut, 57% kasus baru dan 65% kematian

terjadi di negara berkembang. Kanker menduduki peringkat kelima sebagai penyebab

kematian utama di Indonesia, dengan jumlah penderita yang terus meningkat dari

tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup perempuan di

Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan angka

kejadian kanker adalah 100 per 100.000 penduduk. Lebih dari 40% keganasan pada
14
wanita adalah kanker ginekologi.

Pada tahun 2020, terdapat sekitar 21.400 kasus baru karsinoma ovarium, yang

diperkirakan merupakan 1,2% dari seluruh kasus kanker. Kematian yang terkait

dengannya adalah 13.700. Ada peluang 47,3% untuk bertahan hidup selama lima

tahun bagi perempuan. Sekitar 13,7% kasus kanker ovarium terdeteksi pada stadium

lokal, dan sekitar 52% kasus terdeteksi pada stadium metastasis, dimana tingkat

kelangsungan hidup lima tahun menjadi 29,7% dibandingkan 91,8% jika didiagnosis

lebih awal menyebar secara lokal. 90% karsinoma ovarium merupakan tipe epitel, dan

yang paling umum adalah subtipe serosa. Angka kasus baru karsinoma ovarium yang
11
disesuaikan dengan usia semakin menurun popularitasnya berdasarkan model analisis
15
yang bersifat statistik.

Angka kejadian kanker ovarium di negara berkembang seperti Indonesia

semakin meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia, berdasarkan data registrasi kanker

nasional tahun 2012, kanker ovarium masih menduduki peringkat kedua kanker

ginekologi (23,43%) setelah kanker serviks (63,39%). Kanker ovarium stadium I

(terbatas pada ovarium) dapat disembuhkan pada 90% pasien. Namun, hanya 20%

pasien yang didiagnosis pada tahap ini karena kurangnya gejala spesifik dan

pemeriksaan panggul rutin yang tidak sensitif terhadap diagnosis namun temuan
14
tersebut dapat menimbulkan bias.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab pasti dari kanker ovarium tidak diketahui. Ada banyak faktor yang

berkontribusi terhadap peningkatan kemungkinan berkembangnya kanker ovarium.

Faktor gaya hidup seperti merokok, obesitas, dan pola makan yang tidak sehat dapat

mempengaruhi risiko terkena kanker ovarium. Paparan agen lingkungan tertentu

seperti bedak, herbisida, dan pestisida dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker

ovarium. Namun, faktor gaya hidup dan lingkungan memiliki peran yang sangat

minim terhadap perkembangan kanker ovarium. Hal ini paling sering terlihat pada

wanita setelah menopause, dimana pertambahan usia berhubungan dengan

peningkatan jumlah kasus, kemajuan stadium penyakit, dan sangat sedikit kasus yang
16
dapat bertahan hidup. Faktor penyebab terbesar terjadinya karsinoma ovarium adalah

adanya riwayat penyakit kanker ovarium atau payudara dalam keluarga. Mutasi pada

gen BRCA (BRCA1 dan BRCA2) juga merupakan salah satu penyebab utama kanker

12
ovarium. Beberapa penelitian tentang karsinoma ovarium juga menunjukkan bahwa

ovulasi berulang juga dapat menjadi penyebab peningkatan risiko terkena kanker

ovarium. Hilangnya gen p53 yang merupakan gen penekan tumor juga dapat

menyebabkan peningkatan risiko kanker ovarium. Ini adalah mekanisme molekuler


17
dan sekitar 55% wanita penderita kanker ovarium ditemukan kekurangan gen p53.

2.4 HISTOPATOLOGI

Empat tipe histologis kanker ovarium epitel yang paling umum adalah tumor

serosa, endometrioid, sel jernih, dan tumor musinosa. Mereka memiliki subtipe lebih

lanjut berdasarkan biologi khusus dan respons pengobatannya. Subtipe yang tidak
5
umum adalah Brenner dan seromucinous.

Karsinoma ovarium dibagi menjadi dua subtipe: tumor Tipe 1 dan Tipe 2,

dimana Tipe 2 lebih mematikan, dan faktor penyebabnya adalah siklus ovarium yang

terus menerus, yang menyebabkan peradangan dan endometriosis. Tumor tipe 1

mencakup kanker endometrioid, tipe serosa tingkat rendah, sel jernih, dan musinosa,

dengan subtipe yang paling langka adalah tumor seromucous dan Brenner. Tumor tipe

1 kemungkinan besar disebabkan oleh tumor proliferatif atipikal (batas). Tumor tipe 2

terdiri dari karsinoma tingkat tinggi tipe serosa, karsinosarkoma, dan karsinoma yang

tidak berdiferensiasi dan umumnya berasal dari karsinoma intraepitel tuba tipe serosa.

Tumor tipe 1 biasanya muncul pada tahap awal dan bersifat tingkat rendah, kecuali

tumor sel jernih, yang dianggap tingkat tinggi. Mereka biasanya berkembang biak

dengan kecepatan yang lambat. Diagnosis mereka dini dan juga memiliki tingkat

13
prognosis yang baik. Jika kedua tumor tersebut dibandingkan, maka tumor Tipe 2

tergolong tumor tingkat tinggi dan sebagian besar didiagnosis pada stadium yang

sifatnya sudah lanjut. Mereka memiliki tingkat proliferasi yang sangat ekstrim dengan

tingkat kemajuan yang cepat dan agresif serta ketidakstabilan pada tingkat kromosom

yang sangat tinggi dibandingkan dengan Tipe 1 yang sebagian besar memiliki mutasi
18
p53 pada kasusnya.

Gambar 2.1 Histologi Kanker Ovarium. 19

Kanker ovarium tipe serosa merupakan subtipe karsinoma ovarium yang

paling umum terjadi. Biasanya dianggap sebagai kanker tingkat rendah (10% dari

setiap tumor subtipe serosa) atau sebagai kanker tingkat tinggi (90% dari setiap tumor

subtipe serosa). Karsinoma serosa tingkat rendah (LGSC) menunjukkan atipia


14
minimum pada nukleus, mitosis sangat jarang, dan cacat molekuler juga sangat

sedikit. Sebagai perbandingan, karsinoma serosa tingkat tinggi (HGSC) menunjukkan

atipia nuklir secara lebih signifikan dan mitosis dengan lebih banyak cacat molekuler

jika dilihat dari penggunaan analisis sitogenetik. LGSC sebagian besar terdeteksi pada

kelompok usia yang lebih muda dan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan

dengan HGSC, yang kemungkinan besar didiagnosis pada kelompok usia yang lebih
20
tua dan juga memiliki tingkat kematian dalam 10 tahun sebesar 70%.

Hanya 5% dari karsinoma ovarium yang merupakan kanker ovarium sel jernih,

dan ini lebih jarang terjadi. Mereka menunjukkan pembersihan sel, pola pertumbuhan

tipe kistik, dan pola perkembangan kuku hobnail yang khas secara histologis dan juga

patologis. Menurut imunohistokimia, kanker stadium 1 dan stadium 2 sebagian besar

diekspresikan secara berlebihan dengan BAX, sedangkan lesi primer diekspresikan

secara berlebihan dengan BCL-2, suatu protein anti-apoptosis. Pada tahap awal kanker

ovarium, tumor tipe sel jernih memiliki rasio BCL-2/BAX lebih kecil dibandingkan

dengan lesi metastasis, yang memiliki rasio relatif lebih besar. Tumor ini sering

terdeteksi pada tahap awal dan, seperti tumor endometrioid, memiliki gambaran yang
21
baik.

2.5 DIAGNOSIS
Gejala kanker ovarium tidak spesifik, sehingga mudah untuk diabaikan pada

tahap awal karena dapat dikaitkan dengan proses penyakit lain yang memiliki potensi

sama. Seringkali gejala tidak muncul hingga stadium akhir (Tahap 3 atau Tahap 4).

Perut terasa penuh, kembung, mual, perut kembung, cepat kenyang, mudah lelah,

perubahan kebiasaan buang air besar, gejala buang air kecil, nyeri punggung,

dispareunia, dan penurunan berat badan merupakan beberapa gejala yang muncul.

15
Bulan-bulan yang tidak pasti berlalu sebelum kanker ovarium terdeteksi hingga
22
gejalanya muncul.

Pada keadaan klinis yang sangat mencurigakan, pemeriksaan wajib dilakukan,

termasuk pemeriksaan rektovaginal pada kandung kemih yang kosong untuk mencari

tumor di daerah perut dan panggul. Pada keadaan yang lebih parah, kita dapat

menemukan massa di daerah panggul yang teraba, asites, atau suara napas berkurang

karena efusi pleura. Jarang sekali kita melihat nodul saudara perempuan Mary Joseph

karena metastasis ke umbilikus. Petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kanker

yang tersembunyi diberikan oleh tanda Lesar-Trélat, yang didefinisikan sebagai


23
peningkatan mendadak dalam penemuan keratosis seboroik.

Jarang sekali kelainan paraneoplastik dapat dikaitkan dengan kanker ovarium.

Kanker ovarium dan sindrom Trousseau telah dikaitkan satu sama lain. Peningkatan

kadar protein pelepas hormon dari kelenjar paratiroid dapat menyebabkan peningkatan

kadar kalsium dalam darah, yang dapat menimbulkan gejala seperti gangguan mental,

kelelahan, sembelit, nyeri pada perut, penderita merasa lebih haus dan sering buang air
23
kecil.

The Tumor Node Metastasis (TNM) dan International Federation of

Gynecology and Obstetrics (FIGO) pada tahun 2014 mengklasifikasikan stadium dari

kanker ovarium seperti pada table dibawah ini :

Tabel 2.2. Klasifikasi stadium kanker ovarium (FIGO, 2014)

Tumor Primer / Primary Tumor (T)


TNM FIGO
TX Tumor tidak terdeteksi
T0 Tidak ada bukti tumor primer
16
T1 I Tumor terbatas pada ovarium (satu atau keduanya)
T1a IA Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak
ada tumor dipermukaan ovarium, tidak ada asites
yang berisi sel ganas atau bilasan peritoneum negatif
T1b IB Tumor berbatas pada kedua ovarium, kapsul utuh,
tidak ada tumor dipermukaan ovarium, tidak ada
asites yang berisi sel ganas atau bilasan peritoneum
negaitf.
T1c IC* Tumor berbatas pada satu atau kedua ovarium dengan
di ikuti beberapa hal berikut : kapsul pecah, tumor di
permukaan ovarium, terdapat sel ganas pada asites
atau bilasan peritoneum positif.
T2 II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium ekstensi
(perluasan) ke panggul
T2a IIA Ekstensi dan/atau masuk ke dalam uterus : tidak ada
sel ganas pada asites atau bilasan peritoneum negatif.
T3b IIB Perluasan ke/atau masuk ke dalam jaringan pelvis,
tidak ada sel ganas pada asites atau bilasan
peritoneum negatif.
T2c IIC* Pelvis ekstensi dan/atau masuk (T2a atau T2b)
dengan sel ganas pada asites atau bilasan peritoneum
positif.
T3 III* Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan
bukti mikroskopik metastasis peritoneum di luar
pelvis.
T3a IIIA* Metastasis secara mikroskopik du luar pelvis (tumor
tidak makroskopis)
T3b IIIB* Metastasis peritoneal makroskopik kurang dari 2 cm
diluar pelvis dalam dimens besar
T3c IIIC* Metastasis peritoneal makroskopik >2 cm diluar
panggul dalam dimensi besar dana/atau metastasis
kelenjar limfe regional.
Kelenjar limfe setempat / Regional Lymph Nodes (N)
TNM FIGO
NX Kelenjar getah bening setempat tidak dapat di deteksi
N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 IIIC Metastasis pada kelenjar limfe regional
Metastasis jauh / Distant metastasis (M)
TNM FIGO
M0 Metastasis tidak jauh
17
Metastasis jauh : pertumbuhan mengenai satu atau
kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi
M1 IV*
pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam
stadium IV. Begitu juga metastasis ke parenkim liver.
Catatan :
1. Adanya asites non maligna tidak diklasifikasikan ; kehadiran dari asites tidak
mempengaruhi stadium kecuali sel ganas hadir.
2. Metastasis kapsul hati adalah T3 / Stadium III : metastasis parenkim hati, M1/stadium
IV. Efusi pleura harus dilakukan memiliki sitologi positif untuk M1/stadium IV.

2.5.1 Pemeriksaan USG

Tumor ovarium ganas cenderung memiliki tonjolan papiler, dinding tidak

teratur, dan/atau septasi tebal. Tumor dapat mengandung bahan ekogenik yang berasal

dari musin atau sisa protein. Semakin padat area tersebut, semakin besar kemungkinan

adanya tumor. Biasanya, terdapat cairan intraperitoneal; ini adalah tanda penyebaran

peritoneum. Pada ultrasonogram Doppler berwarna, tumor cenderung memiliki

pembuluh darah dengan impedansi rendah karena kurangnya media otot pada dinding

pembuluh darah dan pirau arteriovenosa. Kapal-kapal tersebut cenderung

bergerombol.

18
Gambar 2.2 Transvaginal Utrasonogram Massa Ovarium. 24

Penelitian yang mengevaluasi sonografi transvaginal dengan kontras (CE-

TVS) menunjukkan peningkatan intensitas pada peningkatan puncak dan waktu transit

yang lebih lama, yang mencerminkan jaringan pembuluh darah yang terlihat pada lesi

ganas. Sebuah meta-analisis yang melibatkan lebih dari 8.000 wanita menunjukkan

bahwa CE-TVS memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi untuk mendeteksi

keganasan ovarium jika dibandingkan dengan TVS dan ultrasonografi Doppler

berwarna. Gelembung mikro yang diberi label cukup menjanjikan dalam membedakan
24
massa jinak dan ganas.

2.5.2 Pemeriksaan CT Scan

CT scan perut dan panggul adalah modalitas pencitraan standar untuk

penentuan stadium pencitraan pra operasi pada saat presentasi dan dalam

membedakan antara pasien yang cocok untuk operasi cyto-reduktif primer dan pasien

yang memerlukan kemoterapi neoadjuvan sebelum operasi. Penyakit peritoneum

abdominal dan panggul terjadi pada lebih dari 70% wanita pada saat gejalanya
19
muncul. Standar perawatan optimal untuk pasien kanker ovarium adalah pembedahan

sito-reduktif primer atau kemoterapi berbasis platinum adjuvan yang diikuti dengan

pembedahan sito-reduktif. CT telah divalidasi sebagai metode pencitraan yang akurat

untuk memprediksi keberhasilan reduksi sito secara bedah. Luasnya dan distribusi

penyakit pada CT menentukan apakah reduksi sito secara menyeluruh dapat

dilakukan. Meskipun tidak ada konsensus yang jelas mengenai kriteria resektabilitas,

ketika gambaran CT lebih baik, pembedahan sitoreduksi primer dengan reseksi

lengkap (R0) atau sisa penyakit kurang dari 1 cm (R1) reseksi menawarkan peluang

terbaik bagi pasien untuk sembuh. Kemoterapi neoadjuvan dengan pembedahan cyto-

reduktif interval setelah 3 siklus kemoterapi mungkin bermanfaat pada pasien tertentu

ketika pembedahan cyto-reduktif primer tidak akan menghasilkan sisa penyakit perut-

panggul yang kurang dari 1 cm. Selama operasi primer untuk kanker ovarium epitel

stadium lanjut, semua upaya harus dilakukan untuk mencapai reduksi sito secara total.

Bila hal ini tidak dapat dicapai, tujuan pembedahan harus optimal (<1 cm) sisa
25
penyakit.

20
Gambar 2.3 CT Scan Kanker Ovarium. 25

Kegunaan utama CT scan adalah untuk mengevaluasi penyakit metastasis dan

bukan untuk menilai massa ovarium; untuk evaluasi massa ovarium, ultrasonografi

dan MRI lebih bermanfaat. CT scan sangat membantu dalam mendiagnosis teratoma

kistik, 93% di antaranya mengandung lemak dan 56% di antaranya mengalami

kalsifikasi. Jika terdapat massa jaringan lunak yang besar (>10 cm), harus dicurigai

adanya transformasi keganasan.

CT scan juga dapat membantu dalam evaluasi kistadenoma. Kistadenoma

serosa memiliki pelemahan yang mirip dengan air, sedangkan kistadenoma musinosa

21
memiliki pelemahan yang mendekati jaringan lunak. Adanya ketebalan dan

ketidakteraturan dinding dan septum, serta adanya nodul yang membesar,

menunjukkan adanya keganasan. Meskipun temuan CT scan dapat memberi kesan

keganasan, temuan ini tidak pasti untuk diagnosis kecuali terdapat metastasis. Temuan

CT scan dari kista fungsional yang kompleks, tumor ovarium jinak, dan massa

inflamasi dan/atau infeksi, seperti abses tubo-ovarium, dapat menyerupai keganasan

ovarium. Pasien dengan diagnosis baru kanker ovarium epitel secara rutin dicitrakan

dengan CT sebagai bagian dari pemeriksaan awal, dan CT adalah bagian dari standar

perawatan pada pasien dengan kanker ovarium serosa tingkat tinggi (HGSOC),

HGSOC yang biasanya berfungsi sebagai panduan untuk pembedahan debulking dan

untuk menilai respons terhadap kemoterapi. Karena seringnya diagnosis HGSOC pada

stadium lanjut, gambar CT biasanya menunjukkan penyebaran transselom, biasanya


26
pada permukaan serosal dan peritoneum.

2.6 TERAPI

2.6.1 Terapi Debulking

Kemoterapi dan pembedahan biasanya digunakan dalam pengobatan standar

karsinoma ovarium. Ketika lesi memiliki kemungkinan yang sangat rendah untuk

berkembang menjadi keganasan pada tahap awal kanker ovarium epitel invasif, maka

dilakukan salpingo-ooforektomi unilateral. Dalam operasi ini rahim dan ovarium

normal tidak diangkat. Prosedur debulking yang melibatkan histerektomi dan BSO

telah menunjukkan hasil yang lebih baik untuk kanker ovarium stadium lanjut.

Operasi laparoskopi eksplorasi harus dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan

apakah operasi debulking akan bermanfaat bagi orang yang sakit. Beban tumor yang

22
besar atau terus-menerus dapat menghambat aliran darah ke area yang terkena,

menyebabkan kerusakan jaringan dan meningkatkan risiko kerusakan sel lebih lanjut

dan resistensi terhadap pengobatan multi-obat. Dibandingkan dengan operasi

debulking, prosedur laparoskopi diketahui tidak terlalu mengganggu dan memerlukan

masa pemulihan yang lebih singkat. Wanita yang menderita kanker ovarium harus

menjalani tes somatik dan germline serta penilaian risiko genetik jika mereka belum

melakukannya, karena penilaian risiko genetik merupakan dasar dari terapi


27,28
pemeliharaan.

2.6.2 Operasi Maximal Sitoreduksi

Sitoreduksi maksimal termasuk di antara prediktor independen yang paling

kuat terhadap peningkatan kelangsungan hidup rata-rata pada orang yang menderita

kanker ovarium Stadium 3 atau 4. Oleh karena itu, sitoreduksi yang optimal sangat

disarankan agar tidak terdapat sisa penyakit, terlepas dari urutan operasi yang

dilakukan, apakah terjadi sebelum kemoterapi neoadjuvan atau setelahnya. Sebuah

meta-analisis terhadap 6.880 wanita yang menderita kanker ovarium Tahap 3 dan

Tahap 4 mengungkapkan median peningkatan kelangsungan hidup secara keseluruhan

sebesar 5,5% dan peningkatan sitoreduksi maksimal sebesar 10% dalam salah satu

penelitian. Ada peningkatan sebesar 50% dalam waktu kelangsungan hidup rata-rata

tertimbang ketika kelangsungan hidup aktuaria dihitung antara kelompok yang

memiliki sitoreduksi maksimal kurang dari atau sama dengan 25% dan sitoreduksi

maksimal lebih dari 75%. Namun, tidak ada korelasi yang signifikan secara statistik

antara intensitas dosis platinum dan waktu kelangsungan hidup log-median. Untuk

memastikan intervensi bedah dini dalam perjalanan penyakit, operasi sitoreduksi

23
interval biasanya dilakukan setelah empat siklus atau kurang kemoterapi neoadjuvan.

Namun, harus ada jeda setidaknya 20 hari antara rejimen kemoterapi neoadjuvan awal

pasien dan intervensi bedah apa pun karena terdapat bahaya penurunan penyembuhan

pasca operasi jika pasien menggunakan bevacizumab sebagai bagian dari kemoterapi
29,30
tersebut.

2.6.3 Primary Chemotherapy and Neoadjuvant Therapy

Kemoterapi neoadjuvan telah diteliti secara menyeluruh dan didukung oleh

bukti ketika diberikan kepada penderita karsinoma ovarium tahap awal. Setiap pasien

pada akhirnya harus membuat keputusan klinis uniknya sendiri. Pasien yang

menderita karsinoma ovarium epitel stadium awal memiliki tingkat kelangsungan

hidup yang lebih baik secara keseluruhan dan kelangsungan hidup bebas

perkembangan seiring dengan kemoterapi tambahan dibandingkan mereka yang tidak

menerimanya, menurut empat uji coba kontrol acak yang meneliti kemoterapi yang

menggunakan platinum sebagai dasarnya. Namun, Uji Coba Neoplasma Ovarium

Kolaboratif Internasional 1 (ICON1) tahun 2003 menemukan hasil serupa pada wanita

dengan risiko lebih besar untuk menerima kemoterapi tambahan, namun tidak pada

penelitian lain. Mengingat tingginya persentase kelangsungan hidup, pengobatan

bedah saja disarankan dibandingkan kemoterapi adjuvan yang dikombinasikan dengan

pemantauan waspada pada kanker ovarium epitel Stadium 1A atau Stadium 1B atau

karsinoma endometrioid Tingkat 1. Percobaan prospektif acak Fase 3 lainnya

dilakukan. Titik akhir adalah kelangsungan hidup pasien secara keseluruhan dan

kelangsungan hidup pasien tanpa kekambuhan. Pasien dipilih secara acak untuk

kemoterapi adjuvan menggunakan platinum sebagai dasar atau observasi yang diikuti

24
dengan pembedahan (kelangsungan hidup bebas kekambuhan). Hal ini menunjukkan

bahwa kemoterapi meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan dan tidak

ada kekambuhan pada orang dengan sisa penyakit yang tidak berada dalam stadium

optimal. Namun, temuan serupa tidak terlihat pada pasien yang berada dalam stadium

optimal (orang yang memiliki kemungkinan terkena sisa penyakit). Hal ini

menunjukkan bahwa mikro-metastasis yang terlewatkan selama penentuan stadium


31
bedah pada kanker ovarium stadium awal dipengaruhi oleh kemoterapi tambahan.

Platinum bersama dengan taxane biasanya digunakan untuk mengobati orang

yang menderita karsinoma ovarium tipe lanjut. Penghilangan tumor terbaik akan

menentukan apakah kemoterapi intravena (IV) atau kemoterapi intraperitoneal (IP)

merupakan pilihan. Berbeda dengan kelompok yang menerima cisplatin dan

siklofosfamid, wanita sakit yang menerima kombinasi cisplatin dan paclitaxel

mengalami peningkatan kelangsungan hidup secara keseluruhan. Karboplatin atau

cisplatin berbahan dasar platinum dan anggota keluarga taxane, seperti docetaxel atau

paclitaxel, adalah agen kemoterapi lini pertama untuk karsinoma ovarium epitel.

Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa carboplatin menunjukkan efek yang

sama seperti cisplatin dan juga memiliki toleransi yang lebih baik. Selain itu,

dibandingkan dengan kemoterapi tiga minggu biasa, obat ketiga, atau siklus

pengobatan yang lebih panjang, kemoterapi padat dosis mingguan dengan kombinasi

karboplatin dan paclitaxel belum menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup

bebas perkembangan (PFS). Obat kemoterapi disuntikkan secara intravena,

intraperitoneal, atau keduanya. Pengobatan IP carboplatin aman untuk pasien kanker

ovarium yang berusia lanjut. Empat penelitian penting menunjukkan peningkatan

manfaat kelangsungan hidup dari kemoterapi IP atau IV, dengan bukti kuat yang
25
mendukung klaim tersebut. Namun, penerapan klinisnya tidak merata. Hal ini

terutama karena pasien yang menerima kemoterapi IP mengalami efek samping yang

lebih toksik, terutama trombositopenia, neutropenia, neurotoksisitas, dan gejala


29,32,33
gastrointestinal yang merugikan.

2.7 PERITONEAL CANCER INDEX (PCI)

Untuk menggambarkan karsinomatosis peritoneal, Indeks Kanker Peritoneal

(PCI) diperkenalkan oleh Jacquet dan Sugarbaker pada awalnya untuk karsinomatosis

kanker kolorektal dan mesothelioma. Pada kanker kolorektal, PCI adalah faktor

prognostik terpenting, yang menunjukkan hubungan linier dengan kelangsungan hidup

secara keseluruhan. Konsensus mengenai nilai batas pengobatan belum ditetapkan

dengan jelas. Namun, pembedahan tidak dianjurkan pada pasien yang menderita

karsinomatosis kolorektal, dengan PCI lebih tinggi dari 20. Pada kanker ovarium,

penilaian PCI masih belum menjadi standar perawatan dalam praktik klinis atau
34
penelitian bedah.

Batasan yang berbeda dari total PCI telah diterapkan untuk penyelidikan

reseksitabilitas dan kelangsungan hidup pada kanker ovarium. Untuk hasil ini,

sebagian besar penelitian menggunakan batas PCI 10–15. Selain itu, disarankan

bahwa dibandingkan skor PCI total, daerah PCI tertentu, seperti usus kecil dan

ligamen hepatoduodenal, merupakan prediktor yang lebih baik untuk resektabilitas

dan kelangsungan hidup. Sayangnya, area ini sulit dinilai pada pencitraan pra operasi,
34
terutama mengenai karsinomatosis difus pada usus.

26
Gambar 2.4 Peritoneal Cancer Index (PCI). 34

2.8 TATALAKSANA KANKER OVARIUM


Pengangkatan massa tumor merupakan tujuan utama pembedahan, sehingga
apabila optimal debulking tidak dapat dilakukan, maka suboptimal debulking disertai
terapi sitostatika dapat menjadi pilihan pada kanker ovarium dengan perluasan yang
ekstensif. Sehingga sangat penting menentukan resektabiltas tumor sebelum dilakukan
tatalaksana lebih lanjut.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi resektabilitas tumor, diantaranya


body mass index (BMI), kadar CA- 125, kadar pre-albumin dan PCI. 12 Chesnais dkk
menyimpulkan bawah pada pasien dengan BMI > 30kg/m - berhubungan dengan
resiko tinggi pada operasi suboptimal debulking, disebabkan kesulitan pembedahan
retroperitoneal maupun pengangkatan tumor makroskopik secara adekuat. Kadar CA-
125 merupakan faktor prediktor lemah dalam menentukan optimal debulking. Pada
pasien dengan malnutrisi berat dengan kadar pre-albumin <10, terapi neoadjuvant
dapat menjadi pilihan disertai suboptimal debulking apabila status nutrisi membaik. 9
Perluasan massa tumor ke peritoneum dapat dinilai dengan PCI, sehingga PCI menjadi
salah satu faktor penentu dalam menentukan tatalaksana debulking. 9

Terdapat pula beberapa faktor yang perlu dievaluasi sebelum prosedur


pembedahan, diantaranya kemampuan dalam mencapai optimal debulking dan
estimasi kualitas hidup pasien pasca operasi.

27
1. Kemampuan dalam mencapai pembedahan sitoreduktif komplit

Tujuan utama pembedahan adalah sitoreduksi massa secara komplit, sehingga


pembedahan sebaiknya dilakukan secara maksimal, terkadang disertai histerektomi,
adneksetomi ganda, omentektomi, peritonektomi ekstensif, reseksi usus atau eksisi
kelenjar limfe yang membesar. Mencapai optimal debulking merupakan kondisi
optimal sebelum terapi hyperthermic intraperitoneal chemotherapy (HIPEC) dengan
keterbatasan penetrasi peritoneal 1 hingga 2 mm. 35

Kemampuan mencapai optimal debulking dipengaruhi oleh perluasan metastasis


(liver, kelenjar getah bening, maupun retroperitoneal). Beberapa lesi yang termasuk
dalam kelompok non-resectable adalah keterlibatan mesenterium, pankreas, pedikel
hepar, keterlibatan ketehalan total hemidiafragma kanan, keterlibatan pelvis yang
ekstensif, ureter atau usus halus. Residu pasca operasi merupakan faktor prognostik
mayor dengan dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup. 35

2. Estimasi kualitas kehidupan pasca operasi

Pada optimal debulking sering melibatkan viscerolisis yang ekstensif, serta reseksi
sebagian dari tractus gastrointestinal. Empat lokasi yang perlu diperhatikan dalam
evaluasi, yaitu : 35

- Usus halus. Diperlukan panjang usus sekitar 200 cm untuk menghindari short
bowel syndrome. Selain itu mempertahankan sebagian colon menjadi prioritas
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.

- Gaster. Mempertahankan sebagian vaskularisasi gaster dibutuhkan untuk


menghindari total gastrektomi.

- Kupola diafragma. Adanya nodul peritoneal yang melibatkan ketebalan total


diafragma hingga pleura merupakan kontraindikasi terhadap optimal
debulking. Palpasi kubah diafragma diperlukan untuk mengevaluasi kedalaman
invasi tumor. Reseksi pada perluasan ekstensif pada diafragma mengakibatkan
menurunnya kapasitas ekspansi rongga dada, memicu keterbatasan respirasi

- Trigonum vesica urinaria. Mempertahankan trigonum vesika urinaria penting


untuk menghindari total sistektomi.

28
Pada kanker ovarium stadium lanjut, pembedahan sitoreduktif memiliki peran
penting. Dalam mengupayakan optimal debulking, pengangkatan massa tumor dan
perluasannya dilakukan dengan maksimal. Apabila optimal debulking tidak dapat
dilakukan, maka tatalaksana NACT dikuti dengan suboptimal debulking intermittent
dapat menjadi pilihan. Adanya residu makroskopik pasca debulking merupakan faktor
prognostik negatif terhadap keberlangsungan hidup. Sehingga menilai resektabilitas
tumor merupakan nilai penting yang dapat dilakukan sebelum menentukan tatalaksana
pada pasien kanker ovarium. 35

2.9 KERANGKA TEORI

Kanker Ovarium Stadium Lanjut

Karakteristik Patologis CA 125


- Tumor Meningkat
- Asites
- Efusi Pleura
- Peritoneal
carcinomatosis
- Omental Cake
- Metastasis

CT Scan USG

Tatalaksana
Debulking

29
2.10 KERANGKA KONSEP

Kanker Ovarium
Kriteria inklusi
stadium lanjut
dan ekslusi

USGV
Pemeriksaan
Imaging
CT Scan Jarak Operasi dari
pemeriksaan
imaging
Temuan Intra
PCI Score Operasi

LS 0 dan 1 LS 2 dan 3

30
BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah desain penelitian perbandingan
hasil pemeriksaan USG dan CT scan dalam menentukan PCI score pada kanker
ovarium stadium lanjut. Dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk
mengkaji apakah hasil pemeriksaan USG dalam menentukan PCI score pada kanker
ovarium stadium lanjut dapat menggantikan pemeriksaan CT scan dalam menentukan
PCI score dengan melalui pengumpulan data berupa hasil pemeriksaan USG dan CT
scan pada kanker ovarium stadium lanjut post operasi bulan Januari – Desember 2023
yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data di rekam medis baik melalui
HIS maupun EHR pasien dengan diagnosis Kanker Ovarium stadium lanjut yang
telah dilakukan operasi dan telah dilakukan pemeriksaan USG (diperiksa oleh dr.
Andi Darma Putra, SpOG(K) dan Dr. dr. Tricia Dewi Anggraeni, SpOG(K)) ataupun
CT Scan (diperiksa oleh dr. Trifonia Pingkan Siregar, Sp.Rad(K)) di Instalasi
Radiologi dan dirawat post operatif di ruang rawat inap dari bulan Januari 2023 –
Desember 2023 atau sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Kanker Ovarium
stadium lanjut yang telah dilakukan operasi dan telah dilakukan pemeriksaan USG
ataupun CT Scan di Instalasi Radiologi dan dirawat post operatif di ruang rawat inap
dari bulan Januari 2023 – Desember 2023 yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Kanker Ovarium
stadium lanjut yang telah dilakukan operasi dan telah dilakukan pemeriksaan USG
ataupun CT Scan di Instalasi Radiologi dan dirawat post operatif di ruang rawat inap
dari bulan Januari 2023 – Desember 2023 yang memenuhi kriteria inklusi dan yang

31
diikutsertakan dalam penelitian.

3.4 PENENTUAN BESAR SAMPEL


Penelitian ini menggunakan uji hipotesis dua kelompok yang berpasangan (penilaian
parameter sebelum dan sesudah perlakuan). Besar subjek analisa bivariat perbedaan
data numerik pada 2 kelompok subyek dengan rumus sebagai berikut :
2
( Z α ) PQ
n 1 =¿ n 2 = 2
=40 , 9=41 ¿
d

n 1 =¿ n 2 = ¿

Z α = 1,96

P = 0,6 (proporsi dengan striae gravidarum sedang/berat)

Q = 1 – P = 0,4

d = ketepatan yang diinginkan = 0,15

Jadi diperlukan masing-masing kelompok 41 orang dengan striae gravidarum sedang/berat dan

41 orang dengan striae gravidarum tidak ada/ringan sehingga total minimal sampel 82 orang.

32
3.5 METODE PENGAMBILAN SAMPEL
3.5.1 Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Pasien usia > 18 tahun.
2. Telah terbukti karsinoma ovarium secara sitologis dan atau histopatologis.
3. Pasien karsinoma ovarium lanjut yang sudah dilakukan pemeriksaan USG di
RSCM Kintani sebelum dilakukan tindakan operasi.
4. Pasien karsinoma ovarium lanjut yang sudah dilakukan pemeriksaan CT
Scan di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo sebelum
dilakukan tindakan operasi.
5. Pasien yang telah dilakukan review hasil pemeriksaan CT Scan diluar
RSUPN Cipto Mangunkusumo,
6. Pasien karsinoma ovarium stadium lanjut yang telah dilakukan tindakan
operasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

3.5.2 Kriteria Eksklusi pada penelitian ini adalah:


1. Pasien usia < 18 tahun.
2. Pasien karsinoma ovarium stadium awal.
3. Pasien karsinoma ovarium lanjut yang dilakukan pemeriksaan USG di RS
luar sebelum dilakukan tindakan operasi.
4. Pasien karsinoma ovarium lanjut yang dilakukan pemeriksaan CT Scan di RS
luar sebelum dilakukan tindakan operasi.
5. Pasien yang belum dilakukan tindakan operasi.

3.6 CARA KERJA


Peneliti mengambil data sekunder melalui rekam medis melalui HIS ataupun EHR
di RSUPN Cipto Mangunkusumo, setelah data pasien memenuhi kriteria
penelitian, peneliti mengambil data berupa hasil pemeriksaan PCI Score pada
USG dan CT Scan.

33
3.7 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji perbandingan hasil pemeriksaan. Data yang diambil
merupakan data primer yang berasal dari pasien kanker ovarium post operatif
yang sudah dilakukan pemeriksaan USG dan CT Scan.

3.7.1 Pengolahan data


Data hasil penelitian dicatat di lembar penelitian dan direkam dalam cakram
magnetis computer. Data yang telah divalidasi kemudian diolah dan dianalisis
secara statistic menggunakan program SPSS 20. Analisis normalitas sebaran data
dilakukan dengan metoda Shapiro wilk dan Coefficient of variant (CoV). Data
numerik dengan sebaran normal akan isailkan dalam bentuk rerata dan simpang
baku dan diuji secara parametrik, sedangkan data numerik dengan sebaran tidak
normal akan disajikan dalam bentuk median, nilai minimum dan nilai maksimum
serta diuji secara non parametrik.
Penilaian perbedaan nilai parameter pemeriksaan USG dan CT scan pada pasien
yang telah dilakukan operasi dianalisis dengan uji Student tidak berpasangan jika
sebaran data normal alau uji Mann Whitney rank bila sebaran data tidak normal.
Apabila ditemukan perbedaan bermakna pada kedua parameter, maka
pengolahan data dilanjutkan dengan analisis bivariat. Batas kemaknaan statistik
yang digunakan adalah alpha 5%.

3.7.2 Analisis data


1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
variabel-variabel yang diteliti. Analisis univariat menyajikan frekuensi
kejadian dalam bentuk angka dan persen.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan rerata variabel terikat dan
variabel bebas. Analisis dengan uji statistik T-tidak berpasangan untuk
membandingkan perubahan BIS, waktu pulih sadar, dan komplikasi pada
pasien yang diberikan dexmedetomidine (anestesi bebas opioid) dan
fentanyl (anestesi berbasis Opioid) sebagai obat pembanding. Data kategori

34
analisis dengan uji Chi-square. Apabila syarat uji chi-square tidak terpenuhi,
maka akan dilakukan uji Fisher Exact Semua analisis memiliki derajat
kepercayaan 95% dan nilai α 0,05.

3.8 ALUR PENELITIAN

Penilaian kasus Ca Ovarium derajat >3 dari rekam medik RSCM tahun
2023 yang telah dilakukan operasi

Data Lengkap

Ya Tidak

USG dan Imaging CT Scan


yang dilakukan sebelum
operasi

Penilaian PCI score pada USG yang Penilaian PCI Score pada CT
diperiksa oleh dr. Andi Darma putra,
Scan yang dinilai oleh dr.
SpOG(K) dan Dr. dr. Tricia Dewi
Anggraeni, SpOG(K) yang Trifonia Pingkan Siregar,
tercantum pada rekam medik Sp.Rad (K)

35
3.9 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

1. Kanker Ovarium Kondisi patologis yang disebabkan Melihat dari rekam Data dari Numerik
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol medis dan melihat rekam
di ovarium, seringkali disertai data pasien mengenai medis
perluasan ke organ intrapelvis maupun perjalanan
ekstrapelvis. penyakitnya
2. Stadium Lanjut definisi Cara ukur Data dari Numerik
rekam
medis
3. Pemeriksaan USG Penilaian awal sistem organ karena Cara ukur Data dari Numerik
gelombang ultrasonik dianggap efektif rekam
dalam membedakan macam-macam medis
sturuktur jaringan tanpa radiasi.
4. Pemeriksaan CT Modalitas pencitraan standar untuk Cara ukur Data dari Numerik
Scan penentuan stadium pencitraan pra rekam
operasi pada saat presentasi dan dalam medis
membedakan antara pasien yang cocok
untuk operasi cyto-reduktif primer dan
pasien yang memerlukan kemoterapi
neoadjuvan sebelum operasi.
5. PCI Score Faktor prognostik terpenting, yang Cara ukur Data dari Numerik
menunjukkan hubungan linier dengan rekam medis

kelangsungan hidup secara


keseluruhan.

36
3.10 Tata Cara Penelitian

Penelitian akan dimulai setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan, Peneliti menjelaskan.

Pengumpulan data berdasarkan HIS dan EHR hasil pemeriksaan USG dan CT Scan
pasien di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

USG dan CT Scan Pre operatif :


 PCI Score

Analisis Data

Gambar 3.1 Alur Penelitia

37
3.11 Implikasi Aspek Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlakukan adanya etika penelitian untuk mengurangi

tindakan etis yang dilakukan, yaitu:

1. Penelitian hanya dilakukan setelah proposal dan izin penelitian disetujui oleh

pihak Komite Etik Penelitian Kesehatan.

2. Penelitian hanya akan dilaksanakan setelah izin penelitian disetujui oleh Direktur.

3. Peneliti tetap menghargai aspek autonomi pasien dengan merahasiakan identitas

yang tercantum dalam rekam medis.

4. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Republik Indonesia

nomor 269 tahun 2008 tentang rekam Medis Bab IV tentang penyimpanan

pemusnahan dan kerahasiaan pasal 10 ayat (1) dan (2) butir e, dijelaskan bahwa

informasi rekam medis harus dijaga kerahasiaannya dan hanya dapat dibuka dalam

hal tertentu, seperti untuk kepentingan penelitian, sepanjang tidak

menyebutkan identitas pasien. Peneliti menjaga kerahasiaan data yang terdapat

dalam rekam medis dengan tidak melakukan duplikasi dan dokumentasi rekam

medis pasien.

3.12 Pendanaan

Biaya penetitian ditanggung oleh peneliti sendiri. Peneliti tidak terikat kontrak maupun perjanjian

kerja sama dengan pihak tertentu.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global cancer statistics 2018:
GLOBOCAN estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA Cancer J
Clin [Internet]. 2018 [cited 2023 Nov 17];68(6):394–424. Available from:
https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.3322/caac.21492
2. Coburn SB, Sherman ME, Trabert B. International patterns and trends in ovarian cancer incidence, overall
and by histologic subtype. Int J Cancer [Internet]. 2018 Jun 1 [cited 2023 Nov 17];140(11):2451–60.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5595147/
3. Momenimovahed Z, Ghoncheh M, Pakzad R, Hasanpour H, Salehiniya H. Uterus kanser insidansı ve
mortalitesi, ve dünyada İnsani Gelişme İndeksi ile ilişkisi. Cukurova Medical Journal (Çukurova
Üniversitesi Tıp Fakültesi Dergisi). 2017 Jun 30;42(2):233–233.
4. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Ovarian Epithelial, Fallopian Tube, and Primary Peritoneal Cancer
Treatment (PDQ®). NCBI Bookshelf [Internet]. 2022 Jun 17 [cited 2023 Nov 17]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK66007/?report=printable
5. Aurora T, Mullangi S, Lekkala MR. Ovarian Cancer Continuing Education Activity [Internet]. 2022.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567760/?report=printable
6. Noela F, Nuryanto KH. Epidemiology Data of Ovarian Cancer in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta Profil Data Epidemiologi Kanker Ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
7. Kashyap P. Ovarian tumor: a review. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2021 Aug 26;10(9):3657.
8. Fiebach JB, Schellinger PD, Jansen O, Meyer M, Wilde P, Bender J, et al. CT and diffusion-weighted MR
imaging in randomized order: Diffusion-weighted imaging results in higher accuracy and lower interrater
variability in the diagnosis of hyperacute ischemic stroke. Stroke. 2002 Sep;33(9):2206–10.
9. Climent MT, Serra A, Gilabert-Estellés J, Gilabert-Aguilar J, Llueca A. Clinical Medicine Comparison of
Peritoneal Carcinomatosis Scoring Methods in Predicting Resectability and Prognosis in Gynecologic
Malignancies. J Clin Med. 2021;10.
10. Korespondensi A, Made N, Suastari P. Pemeriksaan Radiologi untuk Deteksi Kanker Ovarium. Vol. 45.
2018.
11. American Cancer Society. Ovarian Cancer Early Detection, Diagnosis, and Staging.
12. CDC. Ovarian Cancer [Internet]. 2021 [cited 2023 Nov 17]. Available from:
https://www.cdc.gov/cancer/ovarian/basic_info/index.htm
13. Hosoya S, Ueda K, Odajima S, Ogawa K, Komazaki H, Seki T, et al. Scoring Systems of Peritoneal
Dissemination for the Prediction of Operative Completeness in Advanced Ovarian Cancer. Anticancer Res.
2022 Jan 1;42(1):115–24.
14. Hidayat YM, Winarno GNA, Tobing MDL, Setiawan NAP, Krisnadi SR. SOCIODEMOGRAPHIC
STATUS AND KNOWLEDGE OF OVARIAN CANCER AMONG WOMEN IN WEST BANDUNG
REGENCY. Jurnal Unpad. 2018;
15. Kurman RJ, Shih IM. The Dualistic Model of Ovarian Carcinogenesis. Am J Pathol [Internet]. 2016 [cited
2023 Nov 17];186(4):733–47. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5808151/
16. Torre LA, Trabert B, DeSantis CE, Miller KD, Samimi G, Runowicz CD, et al. Ovarian Cancer Statistics,
2018. CA Cancer J Clin [Internet]. 2019 [cited 2023 Nov 17];68(4):284–96. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6621554/
17. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2020. CA Cancer J Clin [Internet]. 2020 [cited 2023 Nov
17];70(1):7–30. Available from: https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.3322/caac.21590
18. Zamwar UM, Anjankar AP. Aetiology, Epidemiology, Histopathology, Classification, Detailed Evaluation,
and Treatment of Ovarian Cancer. Cureus [Internet]. 2022 Oct [cited 2023 Nov 17];14(10). Available from:

39
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9676071/
19. BC Cancer. Histological Classification of Ovarian Carcinoma [Internet]. BC Cancer. [cited 2023 Nov 17].
Available from: http://www.bccancer.bc.ca/books/ovary-epithelial-carcinoma/histological-classification-of-
ovarian-carcinoma
20. Stewart C, Ralyea C, Lockwood S. Ovarian Cancer: An Integrated Review. Semin Oncol Nurs [Internet].
2019 [cited 2023 Nov 17];35(2):151–6. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30867104/
21. Babaier A, Ghatage P. Mucinous Cancer of the Ovary: Overview and Current Status. Diagnostics (Basel)
[Internet]. 2020 [cited 2023 Nov 17];10(1):52. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7168201/
22. Smith CG. A Resident’s Perspective of Ovarian Cancer. Diagnostics (Basel) [Internet]. 2017 [cited 2023
Nov 17];7(2):24. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5489944/
23. Renjen PN, Chaudhari DM, Shilpi US, Zutshi D, Ahmad K. Paraneoplastic Cerebellar Degeneration
Associated With Ovarian Adenocarcinoma: A Case Report and Review of Literature. Ann Indian Acad
Neurol [Internet]. 2018 [cited 2023 Nov 17];21(4):311–4. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6238560/
24. Fleischer AC. Malignant Ovarian Tumor Imaging. Medscape [Internet]. 2023 [cited 2023 Nov 17];
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/404450-overview#a1
25. Sahdev A. CT in ovarian cancer staging: How to review and report with emphasis on abdominal and pelvic
disease for surgical planning. Vol. 16, Cancer Imaging. BioMed Central Ltd.; 2016.
26. Vargas HA, Huang EP, Lakhman Y, Ippolito JE, Bhosale P, Mellnick V, et al. Radiogenomics of High-
Grade Serous Ovarian Cancer: Multireader Multi-Institutional Study from the Cancer Genome Atlas
Ovarian Cancer Imaging Research Group. Radiology [Internet]. 2017 [cited 2023 Nov 17];285(2):482–92.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5673051/
27. van Meurs HS, Tajik P, Hof MHP, Vergote I, Kenter GG, Mol BWJ, et al. Which patients benefit most from
primary surgery or neoadjuvant chemotherapy in stage IIIC or IV ovarian cancer? An exploratory analysis of
the European Organisation for Research and Treatment of Cancer 55971 randomised trial. Eur J Cancer
[Internet]. 2013 [cited 2023 Nov 17];49(15):3191–201. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23850170/
28. Vergote I, Coens C, Nankivell M, Kristensen GB, Parmar MKB. Neoadjuvant chemotherapy versus
debulking surgery in advanced tubo-ovarian cancers: pooled analysis of individual patient data from the
EORTC 55971 and CHORUS trials. Lancet Oncol [Internet]. 2018 [cited 2023 Nov 17];19(12):1680–7.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30413383/
29. Lawrie TA, Winter-Roach BA, Heus P, Kitchener HC. Adjuvant (post‐surgery) chemotherapy for early
stage epithelial ovarian cancer. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2015 [cited 2023 Nov 17];12.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6457737/
30. Kuroki L, Guntupalli SR. Treatment of epithelial ovarian cancer. BMJ. 2020;3773.
31. Monk BJ, Chan JK. Is intraperitoneal chemotherapy still an acceptable option in primary adjuvant
chemotherapy for advanced ovarian cancer? Ann Oncol [Internet]. 2017 [cited 2023 Nov 17];1(28):40–5.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29232474/
32. Armstrong DK, Walker JL. Role of Intraperitoneal Therapy in the Initial Management of Ovarian Cancer. J
Clin Oncol [Internet]. 2019 [cited 2023 Nov 17];37(27):2416–9. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31403863/
33. Walker JL, Brady MF, Wenzel L, Fleming GF, Huang HQ, DiSilvestro PA, et al. Randomized Trial of
Intravenous Versus Intraperitoneal Chemotherapy Plus Bevacizumab in Advanced Ovarian Carcinoma: An
NRG Oncology/Gynecologic Oncology Group Study. J Clin Oncol [Internet]. 2019 [cited 2023 Nov
17];37(16):1380–90. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544459/
34. Jónsdóttir B, Lomnytska M, Poromaa IS, Silins I, Stålberg K. The Peritoneal Cancer Index is a Strong
Predictor of Incomplete Cytoreductive Surgery in Ovarian Cancer. Ann Surg Oncol. 2021 Jan 1;28(1):244–
51.

40
35. Redondo A, Guerra E, Manso L, Martin-Lorente C, Martinez-Garcia J, Perez-Fidalgo JA, et al. SEOM
clinical guideline in ovarian cancer (2020). Clinical and Translational Oncology. 2021 May 1;23(5):961–8.

41

Anda mungkin juga menyukai