Anda di halaman 1dari 3

3.

Post Partum Psychology Adaptation


Post partum adalah masa penyembuhan dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periodi intra partum) hingga kembalinya alat reproduksi wanita pada
kondisi tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota baru. Masa post partum
ini berlangsung selama 6 minggu dari sejak hari melahirkan (Mitayani, 2009).
Pada masa post partum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, mulai dari
perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru
dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Pada
masa ini, ibu post partum menjadi sangat sensitif sehingga peran tenaga kesehatan (dokter,
bidan dan perawat) sangatlah penting dalam hal memberi penjelasan pada keluarga tentang
kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya
perawat supaya tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Dukungan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi
ibu post partum. Ibu post partum menjalani adaptasi melalui fase-fase sebagai berikut: fase
taking in, fase taking hold, dan fase letting go. Fase psikologis pada ibu post partum dapat
dialami pada ibu dengan post partum normal maupun pada ibu post partum sectio caesarean.
Dimana prosedur metode melahirkan yang dialami oleh ibu dapat mempengaruhi adaptasi
psikologis pada ibu post partum (Andriana, 2007).
Adaptasi psikologis pada ibu post partum ini sering dialami oleh ibu yang baru
melahirkan dimana ibu telah mengalami perubahan peran. Kondisi seorang ibu post partum
yang mengalami gangguan baik secara fisik maupun secara psikologisnya, yang secara
psikologisnya ibu post partum melewati fase antara lain fase taking in,taking hold, dan
letting go, dimana masing-masing fase ini lah seorang ibu post partum dapat diketahui
bagaimana perubahan adaptasinya selama ia pada masa post partum. Perubahan psikologis
ibu mungkin sangat dianggap sepele tetapi hal ini juga dapat mempengaruhi kesiapan seorang
ibu dalam mengasuh bayinya dan apabila hal ini tidak diperhatikan dengan sungguh maka
dapat berdampak gangguan psikologis. (Alligood, 2010)
Pada masa nifas (post partum) seorang ibu mengalami adaptasi psikologis. Fase yang
terjadi pada ibu yaitu:
a. Fase ketergantungan (taking-in)
Fase taking-in merupakan fase pada waktu segera setelah persalinan dimana pada masa ini
ibu cenderung pasif. Berlangsung 24-48 jam setelah kelahiran bayi. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
Ibu membutuhkan banyak bantuan untuk melakukan hal yang mudah dan juga dalam
pengambilan keputusan. Hal ini berkaitan dengan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu
setelah proses melahirkan misalnya nyeri pada bekas luka jahitan. Perhatian ibu terbagi
antara menjalankan peran barunya sebagai ibu dengan pengalaman yang baru saja dialami
yaitu proses persalinan. Pada saat ini ibu ingin membicarakan mengenai kehamilan
terutama persalinan yang baru saja dialami. Ibu masih membutuhkan waktu istirahat untuk
memulihkan tenaga. Ibu berfokus pada kesembuhan fisiknya. Hal yang paling dibutuhkan
saat ini adalah kenyamanan. Pada fase ini ibu membutuhkan kehadiran orang lain seperti
suami atau orang tua untuk memberikan dukungan, jika pada saat ini kebutuhan ibu tidak
terpenuhi maka akan menjadi pemicu maternity blues. (Fidora, 2019)
b. Fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian (taking-hold)
Peralihan dari fase ketergantungan menuju fase mandiri disebut taking-hold. Setelah masa
pasif ibu mulai mengambil inisiatif untuk bertindak. Ibu nifas cenderung ingin melakukan
sendiri kegiatan yang mampu dilakukan dan telah mampu mengambil keputusan sendiri.
Ini disebut fase taking-hold pada 3 hingga 10 hari nifas. Sering disebut masa perpindahan
dari periode ketergantungan menjadi mandiri. Masa ini bisa lebih cepat pada masing
masing ibu bersalin. Ibu mulai menerima perannya sebagai ibu dari bayi yang baru
dilahirkan. Pada saat ini ibu mulai tertarik untuk merawat bayi seiring meningkatnya
tenaga ibu. Selama fase taking-hold ibu mengalami peningkatan rasa keingintahuan dan
tertarik dengan saran serta aktif mencari informasi yang dibutuhkan. Ibu merasa lebih
nyaman dan lebih berfokus pada bayi dibanding dirinya sendiri. Ibu lebih mandiri untuk
memulai perawatan diri dan berfokus pada fungsi tubuh. Ibu dapat menerima tanggung
jawab dalam perawatan bayi. Menurut Rubin, fase ini sangat ideal untuk memberikan
edukasi (Fidora, 2019)
c. Fase mandiri (letting-go)
Merupakan fase ketiga dimana ibu nifas sudah menemukan peran sendiri. Ibu mulai
menerima peran baru sebagai ibu. Seorang ibu mulai menyusun rencana untuk melewati
hari-hari baru dengan bayi dan keluarganya. Fase letting go berlangsung pada minggu ke-2
hingga ke-4 nifas dan bisa lebih cepat tergantung kemampuan ibu beradaptasi. Proses ini
butuh kerja keras dan berkelanjutan sesuai perkembangan bayi. Ibu yang dapat melewati
proses ini dengan baik juga akan dapat melakukan perannya dengan baik. Fase ini
merupakan periode kemandirian dalam menjalankan peran baru. Ibu mulai dapat
menjalankan peran baru sebagai ibu dengan penuh sejalan dengan kemampuan merawat
bayi dengan penuh percaya diri. Ibu juga sudah mulai menjalankan aktivitas
kesehariannya. (Fidora, 2019)

DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Evariny . (2007). Melahirkan Tanpa rasa sakit. Jakarta: Delapratasa Publishing.
Alligood, M. R. (2010). Nursing theory: Utilization & application (4th ed.), Maryland
Heights, MO: Mosby Elsevier.
Fidora. 2019. Ibu Hamil Dan Nifas dalam Ancaman Depresi. Banyumas: Pena Persada
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Wahyuningsih, et al. 2019. Jurnal Penelitian Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai