Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas

1. Pengertian

Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya

berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik

secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika

secara fisiologis sudah terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum

hamil), tetapi secara psikologis masih terganggu, maka dikatakan masa

nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau sempurna. Masa nifas

(post partum/puerperium) berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata “Puer”

yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. (Siti, dkk, 2020)

Adapun beberapa pengertian masa nifas lainnya, yaitu:

a. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Bari. S,

dkk, 2002)

b. Depkes (2002), puerperium adalah waktu mengenai perubahan besar

yang berjangka pada periode transisi dari puncak pengalaman

melahirkan untuk menerima kebahagiaan dan tanggung jawab dalam

keluarga.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi

10
11

c. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas

adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta

sampai 6 minggu berikutnya (Saepudin, 2002).

d. Varney, H. (2007), mengatakan bahwa periode pasca-persalinan (post

partum) adalah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membrane

yang menandai berakhirnya periode intra partum sampai waktu

menuju kembalinya sistem reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak

hamil.

e. Menurut Saleha (2009), masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil dan berakhir kira-kira 6 minggu.

f. Menurut Anggraini (2010), masa nifas (puerperium) adalah dimulai

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam

waktu 3 bulan.

2. Tujuan Masa Nifas

Pada masa nifas ini terjadi perubahan-perubahan fisik ataupun psikis

berupa organ reproduksi, terjadinya proses laktasi, terbentuknya hubungan

antara orang tua dan bayi dengan memberi dukungan. Atas dasar tersebut

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


12

perlu dilakukan suatu pendekatan antara ibu dan keluarga dalam

manajemen kebidanan.

Adapun tujuan asuhan masa nifas adalah sebagai berikut:

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikis.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi, baik pada ibu maupun

bayi.

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan

perawatan bayi sehat.

d. Memberikan pelayanan KB.

e. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.

f. Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI).

g. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa

nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal. (Siti, dkk,

2020).

3. Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:

a. Puerperium Dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


13

b. Puerperium Intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu

untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan. (Siti,

dkk, 2020).

4. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Pengalaman menjadi orangtua khususnya menjadi seorang ibu

tidaklah selalu merupakan suatu hal yang menyenangkan bagi setiap

wanita atau pasangan suami istri. Realisasi tanggung jawab sebagai

seorang ibu setelah melahirkan bayi seringkali menimbulkan konflik

dalam diri seorang wanita dan merupakan faktor pemicu munculnya

gangguan emosi, intelektual dan tingkah laku pada seorang wanita.

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktifitas

dan peran barunya sebagai seorang ibu. Sebagai wanita berhasil

menyesuaikan diri dengan baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil

menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan

berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut

Post Partum Blues. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan

mengalami fase-fase sebagai berikut:

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


14

a. Fase Taking In

Masa ini terjadi 1-3 hari pasca-persalian, ibu yang baru akan

melahirkan bersikap pasif dan sangat tergantung pada dirinya

(trauma). Segala energinya difokuskan pada kekhawatiran tentang

badannya. Dia akan bercerita tentang persalinannya secara berulang-

ulang. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk

mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini

membuat ibu cenderung masih pasif terhadap lingkungannya. Oleh

karena itu, kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi

yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan

untuk proses pemulihannya, di samping nafsu makan ibu yang

memang sedang meningkat.

b. Fase Taking Hold

Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara

3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan

ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat

bayi. Pada fase ini ibu mempunyai perasaan yang sangat sensitif

sehingga mudah tersinggung dan gampang marah, sehingga kita perlu

berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.

Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini

merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai

penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya

diri. Tugas kita sebagai tenaga kesehatan adalah misal dengan

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


15

mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara

merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan

pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti gizi, istirahat,

kebersihan diri, dll.

c. Fase Letting Go

Masa ini biasanya terjadi bila ibu sudah pulang dari RS dan

melibatkan keluarga. Fase ini merupakan fase menerima tanggung

jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah

melahirkan. Ibu mengambil langsung tanggung jawab dalam merawat

bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan ketergantungan

bayinya dan terhadap infeksi sosial. Ibu sudah mulai menyesuaikan

diri dengan ketergantungan. Keinginan untuk merawat diri dan

bayinya meningkat pada fase ini. (Siti, dkk, 2020).

B. Postpartum Blues

1. Pengertian

Post partum blues merupakan jenis depresi yang paling umum terjadi

pada ibu post partum. Gangguan keseimbangan hormon progesterone dan

estrogen, adanya masalah keluarga, ekonomi, kehilangan bayi,

ketidaknyamanan fisik dapat merubah kondisi ibu pasca melahirkan yang

dapat menimbulkan post partum blues.

Post partum blues biasanya bersifat sementara dan bisa

mempengaruhi 75% sampai 80% wanita melahirkan. Gejalanya meliputi:

tangisan singkat, perasaan kesepiaan atau ditolak, cemas, bingung, gelisah,

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


16

letih, pelupa dan tidak dapat tidur. Reaksi ini dapat terjadi setiap waktu

setelah wannita melahirkan, tetapi seringkali terjadi pada 50%-80% wanita

dalam 1-5 hari setelah melahirkan. Factor predisposisi postpartum blues

meliputi perubahan fisiologis, stress, respon normal, atau penyebab social

atau lingkungan.(Yuni Purwati, 2017)

Berdasarkan pengertian post partum blues diatas, dapat disimpulkan

bahwa post partum blues adalah keadaan depresi ringan pasca bersalin

yang bersifat sementara yang akan dimulai sejak hari kedua dan mencapai

puncaknya pada hari ke-3 sampai ke-5, berangsur membaik setelah 2

minggu post partum.

2. Faktor yang Mempengaruhi Postpartum Blues

a. Umur

Bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek

fisik dan psikologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik

terdiri atas empat kategori perubahan yaitu perubahan ukuran,

perubahan proporsi, hilangnya cir-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri

baru. Perubahan ini terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada

aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi semakin

matang dan dewasa, faktor usia perempuan yang bersangkutan saat

kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental

perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

Sebuah penelitian berjudul Young Maternal Age and Depressive

Symptoms: Result from the 1988 National Maternal and Infant Health

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


17

Survey yang dilakukan oleh Lisa W. Deal & Victoria L. Holt,

mengemukakan bahwa sebanyak 84,9 % ibu usia 15-19 tahun

mengalami postpartum blues/ maternal depression dan sebanyak

25,3% terjadi pada usia 25-34 tahun.

b. Paritas

Wanita yang baru pertama kali melahirkan lebih umum

menderita depresi karena setelah melahirkan wanita tersebut berada

dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri,

begitu bayi lahir jika ibu 17 tidak paham peran barunya, dia akan

menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat. Sedangkan

ibu yang sudah pernah beberapa kali melahirkan secara psikologis

lebih siap menghadapi kelahiran bayinya dibandingkan dengan ibu

yang baru pertama kali. Sesudah melahirkan biasanya wanita

mengalami keadaan lemah fisik dan mental. Bersamaan dengan

keadaan tersebut terjadi perubahan-perubahan yang dramatis mengenai

masalah fisiologis, psikologis dan perubahan lingkungannya, yang

dapat merupakan faktor penyebab untuk terjadinya post partum blues.

Wanita yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan peran dan

aktivitas barunya tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan

psikologis atau post partum blues. Untuk itu perlu diberikan

pendidikan kesehatan tentang cara-cara perawatan bayi agar ibu dapat

beradaptasi dengan peran barunya, tingkatan paritas terdiri dari

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


18

primipara (1 anak), skundipara (2 anak), multipara (3-5 anak) dan

grande multipara (>5 anak) (Reni, 2015).

c. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri

bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula

mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang

dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya, jika seseorang memiliki

tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat

perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan

nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

responden maka akan mudah dalam menerima informasi yang

bermanfaat bagi dirinya dan berwawasan luas (Arliana, dkk, 2013).

3. Gejala yang Tampak pada Postpartum Blues

Menurut Kemenkes RI (2018), gejala postpartum blues (baby blues)

ditandai dengan ketidakstabilan emosi yang bersifat sementara seperti,

adanya kesedihan mudah menangis, mudah tersinggung, sering cemas,

perasaan yang tidak stabil, suka menyalahkan diri sendiri, kurang percaya

diri, tidak berdaya, menangis, serta takut yang berlebihan. Tanda- tanda

fisiologis yang muncul adalah anoreksia, mengalami gangguan tidur,

mengalami peingkatan serta penurunan berat badan yang tidak menentu

dan peningkatan kelelahan (Adila et al., 2019).

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


19

Menurut Siti, dkk (2020) beberapa gejala yang tampak pada

postpartum blues adalah sebagai berikut:

a. Cemas tanpa sebab.

b. Menangis tanpa sebab.

c. Tidak sabar.

d. Tidak percaya diri

e. Sensitive.

f. Mudah tersinggung.

g. Merasa kurang menyayangi bayinya.

h. Persaan negative terhadap bayi.

i. Sulit tidur.

j. Perubahan dramatis berat badan

k. Lelah dan lesu.

l. Ada perasaan membenci diri sendiri, perasaan bersalah, individu

merasa dirinya tidak berguna.

m. Tidak bisa berkonsentrasi.

n. Menarik diri dari lingkungan, kehilangan terhadap minat social.

o. Mudah marah, mudah terhasut dan kegelisahan secara mendalam.

p. Kehilangan gairah terhadap sesuatu hal (aktivitas)

4. Kuesioner Pengukuran Postpartum Blues

Dalam penelitian ini, penulis memberikan kuesioner maternal brush

care kepada responden dengan tujuan untuk mengetahui kejadian

postpartum pada ibu. Kuesioner maternal brush care menggunakan skala

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


20

likert. Nilai skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat

favourable nya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi

respons dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji

coba (pilot study).

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan

didasari oleh 2 asumsi (Azwar, 2016), yaitu:

a. Setiap pernyataan item kuesioner yang telah ditulis dapat disepakati

sebagai pernyataan yang favourable atau pernyataan yang tidak

favourable

b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang memiliki indikasi

postpartum blues harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi

daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang tidak memiliki

indikasi postpartum blues.

Tabel 2.1 Skala likert kuesioner maternal brush care


Pernyataan Positif Skor Pernyataan Negatif Skor
Selalu (SL) 1 Selalu (SL) 5
Sering (S) 2 Sering (S) 4
Kadang-Kadang (KD) 3 Kadang-Kadang (KD) 3
Tidak Pernah (TP) 4 Tidak Pernah (TP) 2
Sangat Tidak Pernah 5 Sangat Tidak Pernah 1
(STP) (STP)

Menurut Suriyani (2021), pengukuran penskoran kuesioner maternal

brush care dapat dilakukan dengan cara membagikan kuisioner yaitu

menanyakan materi yang akan diukur kepada responden atau juga melalui

wawacara langsung dengan objek penelitian.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


21

Hasil ukur pada ibu, dinyatakan dengan hasil skor yang diperoleh

dari pengisian kuesioner dengan ketentuan:

(1) Tidak Postpartum blues jika ibu memperoleh skor 33-66

(2) Postpartum blues jika ibu memperoleh skor 67-132

5. Penanganan Postpartum Blues

Penanganan gangguan mental post partum pada prinsipnya tidak

berbeda dengan penanganan gangguan mental lainnya. Ibu dengan post

partum blues membutuhkan dukungan psikologis terutama dari pihak

terdekat. Hal yang dibutuhkan oleh ibu dengan keadaan post partum blues

adalah kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan situasi

yang menakutkan serta waktu istirahat yang cukup. Para ahli obstetri

memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk

kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera

memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan

merujuk para ahli psikologi atau konselor bila memang diperlukan.

Pendekatan menyeluruh atau holistik dalam penanganan para ibu yang

mengalami post partum blues sangat dibutuhkan. Pengobatan medis,

konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara

intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka pada saat-

saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan

penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan

psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu:

suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


22

Menurut Nova Rianti (2018), terdapat beberapa cara untuk

mengatasi post partum blues, antara lain :

a. Persiapan diri yang baik selama kehamilan untuk menghadapi masa

nifas.

b. Komunikasi segala permasalahan atau hal yang ingin disampaikan.

c. Selalu membicarakan rasa cemas yang dialami.

d. Bersikap tulus serta ikhlas terhadap apa yang dialami dan berusaha

melakukan perab barunya sebagai seorang ibu dengan baik.

e. Cukup istirahat.

f. Menghindari perubahan hidup yang drastic.

g. Berolah raga ringan.

h. Berikan dukungan dari semua keluarga, suami atau saudara.

i. Konsultasikan pada tenaga kesehatan atau orang yang profesional agar

dapat memfasilitasi faktor resiko lainnya selama masa nifas dan

membantu dalam melakukan upaya pengawasan.

C. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Postpartum Blues

1. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang

tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses

mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui

proses pendidikan maupun pengalaman (Notoatmodjo, 2014).

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


23

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Menurut Notoatmodjo (2014) secara garis besar

pengetahuan dibagi dalam enam tingkat pengetahuan yaitu:

a. Tahu (know) : tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension) : memahami suatu objek bukan sekadar tahu

terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang

tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application) : aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis) : analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui.

e. Sintesis (synthesis) : sintesis meunjukan suatu kemampuan seseorang

untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation) : evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


24

Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula

kemampuan individu tersebut di dalam melakukan penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian tersebut inilah yang akan menjadi landasan

seseorang untuk bertindak (Notoatmodjo, 2014).

2. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah

pendidikan, umur, lingkungan dan sosial budaya. Semakin tinggi tingkat

pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan

semakin tinggi pula. Begitu juga dengan umur, semakin bertambahnya umur

seseorang maka pengetahuannya juga semakin bertambah (Wawan, 2010).

Selain itu menurut Mubarak (2012) faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti pembelajaran dan bimbingan yang diberikan seseorang

kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami

sesuatu. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya,

jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-

nilai yang baru diperkenalkan.

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


25

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengetahuan dan informasi, yang dapat diterima secara langsung maupun

tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek

fisik dan psikologis (mental). Karena dengan bertambahnya umur maka

pematangan mental maupun organ akan semakin bertambah.

d. Minat

Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal maka

dengan minat yang baik akan lebih menambah pengetahuan yang ada.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya pengalaman seseorang

akan lebih dapat mempelajari kesalahan.

f. Kebudayaan

Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara

langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga

kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

g. Informasi

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


26

Dengan adanya paparan informasi maka seseorang akan lebih mudah

mengetetahui sesuatu hal.

3. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan cara membagikan kuisioner yaitu menanyakan materi yang akan

diukur kepada responden atau juga melalui wawacara langsung dengan objek

penelitian. Cara mengukur tingkat pengetahuan yaitu dengan memberikan

responden sebuah pertanyaan, membuat penilaian nilai 1 untuk jawaban yang

benar dan 0 untuk jawaban yang salah berdasarkan kategori baik, cukup, dan

kurang yang dapat dibagi menjadi kategori:

(1) Kurang (≤55 %)

(2) Cukup (56%-75%)

(3) Baik (76%-100%)

D. Sikap Ibu Hamil Tentang Postpartum Blues

1. Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2020), sikap adalah juga respons tertutup

sesorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan

faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-

tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Secara garis besar sikap

terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan

pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi respon

sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-respon yang

konsisten).

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


27

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Notoatmodjo, 2020) :

a. Sikap dapat dibentuk dan dipelajari sesuai dengan objeknya.

b. Sikap mempunyai sifat fleksibel dapat berubah-ubah sesuai dengan

kondisi dan situasi.

c. Sikap mempunyai hubungan dan kumpulan dari beberapa objek dengan

suatu objek yang lain.

d. Sikap mengandung motivasi, perasaan dan sifat alamiah.

2. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2020), sikap terdiri dari

tiga komponen pokok yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya

bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya

bagaimana penilaian (terkandungnya di dalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

3. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2020), sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


28

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapai.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan

orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan

orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinanya, dia harus berani mengambil

risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

4. Pembentukan Sikap

Menurut Saifuddin Azwar (2016), dijabarkan berbagai faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap yaitu:

a. Pengalaman Pribadi

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

c. Pengaruh Kebudayaan

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


29

d. Media Massa

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

f. Pengaruh Faktor emosional

5. Penilaian Kriteria Sikap

Menurut Likert dalam buku Azwar (2016), sikap dapat diukur dengan

metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Metode ini

merupakan metode penskalaan sikap yang menggunakan distribusi respons

sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala setiap pernyataan tidak

ditentukan oleh derajat favourable nya masing-masing akan tetapi

ditentukan oleh distribusi respons setuju dan tidak setuju dari sekelompok

responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari

oleh 2 asumsi (Azwar, 2016), yaitu:

a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai

pernyataan yang favourable atau pernyataan yang tidak favourable

b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif

harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang

diberikan oleh responden yang mempunyai pernyataan negative.

Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel dijabarkan menurut

urutan variabel-sub variabel (dimensi) – indikator - deskriptor. Descriptor

dapat dijadikan titik tolak untuk membuat butir instrument untuk pernyataan

atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


30

dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang

diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut :

Tabel 2.2 Skala likert Sikap


Pernyataan Positif Skor Pernyataan Negatif Skor
Sangat setuju (SS) 5 Sangat setuju (SS) 1
Setuju (S) 4 Setuju (S) 2
Ragu-Ragu (R) 3 Ragu-Ragu (R) 3
Tidak Setuju (TS) 2 Tidak Setuju (TS) 4
Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5
(STS) (STS)

Menurut Notoatmodjo (2018), pengukuran sikap dapat dilakukan

dengan cara membagikan kuisioner yaitu menanyakan materi yang akan

diukur kepada responden atau juga melalui wawacara langsung dengan objek

penelitian.

Hasil ukur kuesioner dinyatakan dalam mean (Rata-rata). Skor ≥ mean

menyatakan bahwa ibu bersikap positif sedangkan skor < mean menyatakan

bahwa ibu bersikap negatif

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi


31

E. Kerangka Teori

Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (know)
2. Memahami (comprehension)
3. Aplikasi (Application)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Synthesis)
6. Evaluasi (Evaluation)

Faktor yang mempengaruhi


pengetahuan
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Informasi
5. Minat
6. Kebudayaan

Pengetahuan
Kejadian
Postpartum Blues
Sikap

Tingkatan Sikap
7. Menerima (receiving)
8. Menanggapi (responding)
9. Menghargai (valuing)
10. Bertanggung jawab
(responsible)

Faktor yang mempengaruhi sikap


7. Pengalaman Pribadi
8. Pengaruh orang lain yang
dianggap penting
9. Pengaruh Kebudayaan
10. Media Massa
11. Lembaga Pendidikan dan Sumber : Modifikasi Yenita dan Shigeko (2012),
Lembaga Agama Usman, dkk (2014), Notoatmodjo (2012)
12. Pengaruh Faktor emosional

Skema 2.1
Kerangka Teori

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi

Anda mungkin juga menyukai