I.
Pendahuluan
Setiap tahun diperkirakan terdapat 466.000 kasus baru kanker serviks invasif terdiagnosis
diseluruh dunia (WHO, 1999) dan terdapat 231 perempuan yang meninggal akibat kanker serviks.
Delapan puluh persen diantaranya terjadi dinegara berkembang. Tingginya insiden kanker serviks
dinegara berkembang tersebut disebabkan oleh belum diterapkannya program skrining kanker
serviks sebagai kebijakan missal. Salah satu metode skrining ang selama ini banyak diterapkan
adalah skiring berbasis sitologi tes pap. Pelaksanaan skrining berbasis tes pap membutuhkan
penyediaan SDM, kemampuan teknik, system komunikasi dan pengamatan lanjut yang pada
umunya diluar kemampuan penyediaan sarana negara kurang berkembang.
II.
49/100.000
100/100.000
152/100.000
360/100.000
86/100.000
Data kanker berbasis data patologi dari 13 Pusat Laboratorium Patologi menunjukkan bahwa
kanker serviks merupakan kanker dengan peringkat tertinggi di Indonesia
Kanker serviks menduduki peringkat pertama di Indonesia (berdasar data patologik) dan
peringkat kedua kanker pada perempuan di Asia Tenggara. Namun, kanker serviks juga
menduduki peringkat pertama di Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja. Di perkirakan ada
39.800 kasus baru dan 20.600 angka kematian pertahun diregional ini pada tahun 1995. Jumlah
ini merupakan 9,8% dari seluruh kanker serviks diseluruh dunia. Walaupun kematian maternal
diregional tersebut (58.300) dua kali lebih tinggi dinegara Singapore, Thailand, Brunei, dan
Malaysa kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks lebih tinggi dari pada kematian maternal
sebagai akibat kehamilan.
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks perlu upaya-upaya pencegahan,
Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Pencegahan primer, yakni usaha mengurangi atau mencegah inisiasi dan promosi pada
proses karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promise pada proses karsinogenesis. Pada
tahap ini yang dilakuan adalah promosi dan edukasi, serta vaksinasi HPV.
2. Pencegahan Sekunder, termasuk upaya skrining dan deteksi dini, untuk menemukan kasuskasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan . Pada tahap ini juga
termasuk upaya terapi dini
3. Pencegahan Tersier, yakni pengobatan untuk kasus yang ditemukan pada skrining atau
deteksi dini serta mencegah komplikasi klinik dan kematian awal. Upaya paliatif termasuk
pada tahap ini.
Dewasa ini telah dikenal beberapa metode skrining dan deteksi dini lesi prakanker serviks, yaitu
tes pap, IVA, pembesaran IVA dengan gineskopi, kolposkopi, servikografi, tes pap, thin Prep dan
tes HPV. Setiap pemeriksaan memiliki kelebihan dan kekurangan. Suatu program penapisan yang
baik harus mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Sensitifitas adalah proporsi populasi dengan fase preklinik yang dapat terdeteksi, kemudian
dinyatakan posiitif (menderita penyakit tersebut), sedangkan spesifisitas adalah proporsi
populasi tanpa fase preklinik yang terdeteksi, kemudian dinyatakan negatif ( penyakit yang
terdeteksi ). Untuk memberikan gambaran, berikut diuraikan beberapa metode skrining secara
singkat sebelum bahasan tentang IVA secara lebih rinci.
karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin
putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula, makin tajam batasnya,
makin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan satu sampai dua menit untuk dapat melihat
perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat
daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam
asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen). Lesi yang tampak
sebelum aplikasi larutan asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia, biasanya
disebabkan oleh proses keratosis.
Perbedaan IVA dan Tes Pap
Pemeriksaan skrining yang pada saat ini lazim digunakan untuk lesi prakanker serviks adalah tes
pap. Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat jika
dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu efektif (tidak berbeda jauh dengan uji yang diagnostic
standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh
sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak
dibutuhkan tenaga skriner memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan segera. Keadaan
ini lebih memungkinkan dilakukan dinegara berkembang, seperti Indonesia, karna hingga kini tenaga
skriner belum mencapai 100 orang. Demikian pula halnya dengan spesialis patologi, juga masih terbatas.
Dengan IVA, peran spesialis Patologi dalam rangkaian upaya penapisan kanker serviks dapat
didelegasikan sebagian kepada tenaga kesehatan lain, misalnya bidan.
Uraian
Petugas
Kesehatan
IVA
Sensitivitas
Spesifisitas
Sarana
TES PAP
Sample takers
Bidan/perawat/dokter)
Umur/Dr.Spesialis
Skrinner/Sitolosit/
Patologist
70%-80%
90%-95%
1 hari-1 bulan
Spekulum
Lampu sorot
Kaca benda
Laboratorium
Rp 30.000,00-Rp.100.000,00
Bidan
Perawat
Dokter umum
Dokter spesialis
65%-96%
54%-98%
Langsung
Spekulum
Lampu sorot
Asam asetat
Rp.5.000,00
Dokumentasi
Tidak ada
(dapat diupayakan
dengan Camera
Digital)
3.3 Gineskopi
Gineskopi merupakan teleskop monokuler dengan ukuran 75 gram yang terdiri dari satu buah
lensa cembung sebagai lensa objektif dan lensa cekung sebagai lensa okuler dan disusun dengan jarak
tertentu sehingga menghasilkan pembesaran dua setengah kali. Alat ini pertama kali dipublikasikan oleh
Abrams pada tahun 1987. Gambaran Gineskopi serviks, hal-hal yang diamati terminology maupun
sistem pelaporan gineskopi pada dasarnya sama dengan pemeriksaan kolposkopi.
Penelitian Gineskopi juga telah dilakukan oleh Hermawan di RSCM pada tahun 1993. Pemeriksaan
dilakuakan terhadap 103 wanita dipoliklinik ginekologi RSCM . Berdasarkan analisis yang dilakukan
didapati hasil sensitivitas pemeriksaan gineskopi terhadap tes pap adalah 77,8% dan spesifisitas 73,4%,
positif palsu 26,6% dan negative palsu 22,2% sedangkan sensitivitas pemeriksaan gineskopi terhadap
pemeriksaan histopatologi adalah 92,8%, spesifitas 78,6%, positif palsu 7,1%, dan negative palsu 21,3%.
3.4 Servikokografi
Pemeriksaan servikografi menggunakan kamera khusus 35 mm dengan cincin pelengkap 50 mm
dan dan lensa makro 100mm. Seorang tenaga paramedic yang sudah dilatih dapat melakukan
pengambilan foto. Hasil pemotretan merupakan foto slaid berupa suatu servigram. Pembacaan servigram
dilakukan oleh seorang ahli kolposkopi. Kelebihan servikografi memiliki dokumentasi berupa film slaid.
Kekurangannya adalah memerlukan peralatan khusus, biayanya lebih mahal dari pada tes pap, kurang
spesifik dan memerlukan fasilitas laboratorium untuk mencetak film/slaid. Ferris et al, menilai bahwa
sensitivitas dan spesifisitas servikografi dilakukan untuk mendeteksi lesi prakanker serviks dari
kelompok pasien dengan hasil sitologi ASCUS dan LISDR. Hasilnya sensitivitas , dan spesifisitas
serta nilai prediksi positif, dan negative sebanyak 79,3%, 61.%, 13,4% dan 97.5%; servikografi untuk
mendeteksi NIS III lebih sensitif (80,8% vs 81.8%).
3.5 Kolposkopi
Hinselman (1925) memperkenalkan kolposkopi sebagai suatu alat yang disamakan dengan mikroskop
bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya. Alat ini mempunyai daya pembesar 6 sampai
dengan 40 kali. Pada dasarnya kolposkopi menilai perubahan pola vaskuler serviks yang mencerminkan
perubahan biokimawi dan metabolic yang terjadi pada jaringan serviks. Disamping untuk menilai porsio,
pemeriksaan kolposkopi juga dapat digunakan untuk menilai vagina dan vulva. Penampakan kolposkopi
merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor yang berkaitan dengan komposisi storma dan konfigurasi
epitel. Faktor-faktor ini menjadi dasar bagi metode pemeriksaan visual serviks.
3.6 Spekuloskopi
Dasar teknik spekuloskopi adalah inspeksi visual dengan cahaya luminisensi kimia, optic kecil
yang dapat digenggam tangan Cahaya biru putih yang melekat pada daun atas spekulum akan turut
menerangi posio yang telah dipulas asam asetat 3-4%. Serviks dan vagina akan diinspeksi dengan loop
yang memberikan pembesaran 4-6 kali. Lesi abnormal akan berwarna putih terang. Peran kolposkopi
dibandingkan dengan spekuloskopi memang lebih sensitive untuk deteksi
neoplasia servik
(97%vs83%,p<.001).
3.7 Automated Screening Cytology
Dasar pemeriksaan ini adalah sitologi. Sel abnormal diidentifikasi dengan menggunakan
komputer dengan monitor beresolusi tinggi oleh seorang sitoteknologi yang menentukan slaid yang harus
diperiksa ulang dibawah mikroskop kemudian ditetapkan diagnosis final oleh seorang sito-patologis.
Tujuan pemeriksaan dengan metode ini adalah mengurangi kesalahan manusia sebagai pemeriksa.
3.8 Liquid Based Cytologi Thin Prep
Liquid based cytology, thin Prep, dikenal sebagai teknologi liquid-bqsed atau monlayer. Tujuan
metode ini ialah untuk mengurangi hasil negative palsu dari dari pemeriksaan tes pap konvensional
dengan cara optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pda pemeriksaan metode ini sel dikoleksi
dengan sikat khusu yang dicelupkan kedalam tabung yang sudah berisi larutan fiksasi.
Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini karena sel abnormal lebih tersebar dan mudah tertangkap
dengan fiksasi monolayer, sehingga memudahkan dikenali. Kerugiannya pengolahan
slaidnyamembutuhkan waktu dan secara keseluruhan biayanya mahal.
3.9 Tes Based Cytologi-Thip Prep
Pada saat ini terdapat berbagai jenis pemeriksaan untuk menentukan tipe DNA HPV. Penentuan
jenis HPV langsung ataupun dalam golongan resiko rendah dan tinggi juga tersedia, tetapi harga
pemeriksaanya masih cukup mahal. Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi
berbagai cara mulai dari cara Southern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter insitu, Dot Blot,
hibridisasi insitu yang memerlukan jaringan biopsy, atau dengan cara pembesaran, seperti pada PCR
(Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitive.
Dengan teknik biologi molekuler (hibridisasi DNA) telah berhasil diidentifikasi +- 70 tipe virus HIV,
yang digolongkan kedalam HPV risiko rendah yaituTipe 6 dan Tipe 11, biasanya berhubungan dengan
lesi jinak , seperti kondiloma akuminata , yang jarang berkembang menjadi keganasan, ahpv risiko tinggi,
yaitu Tipe 16 dan Tipe 18. Lebih dari 95%dari seluruh karsinoma serviks mengandung HPV risiko tinggi.
Penerapan tes HPV lainnya adalah triage bersamaan dengan pemeriksaan sitologi. Pada kasus dengan
hasil sitologi lesi derajat rendah dan hasil tes HPV risiko tinggi, tes pap perlu lebih sering dilakukan
sehingga deteksi keganasan dapat lebih dini diketahui.
IV. Pemeriksaan IVA
4.1 Mengenal Anatomi dan Histologi Serviks
Anatomi
Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina bagian atas; terbagi menjadi
dua bagian: bagian atas disebut bagian supravaginal dan bagian bawah disebut bagian vaginal (porsio).
Serviks merupakan bagian yang terpisah dari badan uterus dan biasanya berbentuk silinder dengan
panjang 2,5-3 cm, yang mengarah kebelakang bawah. Bagian luar serviks disebut ektoserviks dan
berwarna merah muda. Dibagian tengah posio terdapat 1 lubang yang disebut ostium uteri eksternum,
yang berbentuk bundar pada perempuan yang belum pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit pada
yang sudah melahirkan.
Pembuluh darah serviks berada dibagian kanan kirinya;arteri utama berasal dari cabang servikovaginalis
cabang langsung dari arteri uterine. Karena otot lebih banyak terdapat disekitar ostium uteri internum,
inervasi didaerah tersebut lebih banyak daripada diostium uteri eksternum. Serat simpatis ternyata lebih
banyak ditemukan daripada serat parasimpatis. Pada umunya, biopsy pada serviks dapat dilakukan tanpa
pembiusan, sedangkan melebarkan endoserviks, terutama daerah ostium uteri internum, kadang-kadang
menimbulkan perasaan nyeri. Penurunan dan peninggian suhu tidak selalu menimbulkan gangguan
hebat , tetapi menjepit porsio dengan tenakulum akan menimbulkan perasaan nyeri pada beberapa
perempuan.
Histologi Epitel Serviks
Epitel Serviks terdiri dari dua macam epitel: bagian ektoserviks yang dilapisi dengan sel-sel yang sama
dengan sel-sel vagina, yaitu epitel skuamosa, yang pada umunya berwarna merah muda dan tampak
mengkilat. Bagian endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh epitel kolummer, yang berbentuk
kolom atau lajur, tersusun selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas kedua epitel tersebut
sambungkan skuamokolumner (SSK). Terjadi perubahan fisiologik epitel serviks, yaitu epitel kolumnar
akan digantikan oleh epitel skuamosa. Pada proses metaplasia terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang
terletak dibawah sel epitel kolumnar endoserviks dan secara perlahan-lahan akan mengalami pematangan
menjadi epitel skuamosa.
Jourdan mengemukakan bahwa terdapat 3 fase proses metaplasia, yakni sebagai berikut:
1. Fase pertama
Sel cadangan subkolumnar berproliferasi menjadi beberapa lapis, sel-sel itu belum berdiferentasi
dan proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.
2. Fase kedua
Pembentukan beberapa lapisan sel yang belum berdiferensiasi meluas kebawah dan kesamping
sehingga menjadi satu.
3. Fase Ketiga
Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah yang licin
permukaannya. Fase berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi; sel-sel itu akan
mengalami pematangan dan stroma jonjot yang terdahulu akan menghilang sehingga terbentuk
epitel skuamosa metaplastik sehingga akibat dari proses metaplastik sebagai akibat dari proses
metaplasia ini, secara morfogenetik terdapat dua sambungan skuamokolumnar. Pertama adalah
SSK orosinal dengan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis bertemu dengan epitel
kolumner endoserviks.
Pertemuan antar kedua epitel ini berbatas jelas. Kedua adalah SSK fungsional yang merupakan
pertemuan epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK tersebut
disebut daerah transformasi.
Pembentukkan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja melalui proses metaplasi tetapi juga
melalui proses pembentukkan langsung dari epitel skuamosa yang berhubungan langsung dengan epitel
kolumnar. Pemeriksaan histopatologi, kolposkopi, dan mikroskop electron menunjukkan bahwa lidahlidah epitel skuamosa asli tumbuh ke bawah dan menyususp diantara sel-sel epitel kolumnar. Sel-sel
tersebut selanjutnya mengalami maturasi dan secara bertahap diantaranya akan menggantikkan sel-sel
epitel kolumnar.
Terminologi Pandang Serviks
a. Epitel Kolumner
Epitel kolumner adalah epitel yang menghasilkan murkus ; mempunyai permukaan yang
irregular dengan papil-papil stroma yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah
stroma dibawahnya.
b. SSK Fungsional
SSK fungsional merupakan daerah sambungan pertemuan epitel skuamosa metaplastik dengan
epitel kolumnar yang terbentuk dari proses metaplasia. Daerah diantara kedua SSK tersebut
disebut daerah transformasi.
c. SSK Orisinal
SSK orosinal merupakan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis, yang bertemu
dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan antar kedua epitel ini berbatas jelas.
d. Epitel Skuamosa Orisinal
Epitel skuamosa orosinal adalah epitel yang terbentuk dari hasil evolusi epitel kolumner menjadi
epitel skuamosa selama kehidupan fetal (18-20 minggu); warnanya merah, tidak mempunyai
lapisan keratin superfisial, mengandung glikogen. Pada pemeriksaan histologi tampak bahwa
epitel skuamosa berdiferensiasi baik yang dapat menyerap yodium dan memberikan warna
coklat hitam.
e. Metaplasia Skuamosa
Metaplasia skuamosa adalah proses fisiologik epitel kolumner yang berubah menjadi epitel
skuamosa. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena rangsangan
hormonal trauma dan perubahan pH vagina. Secara histology, pada permulaan proses ini sel-sel
skuamosa imatur mendorong sel-sel kolunmner.
f.
Zona Transformasi
Zona transformasi adalah sambungan skuamokolumner (SSK), yaitu batas antara epitel
skuamosa dan epitel kolunmer. SecaraKeadaan ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain,
karena rangsangan hormonal trauma dan perubahan pH vagina. Secara histologi, pada permulaan
proses ini sel-sel skuamosa imatur mendorong sel-sel kolunmer.
4.3 Persiapan Pemeriksaan IVA
a. Mempersiapkan Tempat dan Alat
-Meja Ginekologi (atau dapat juga meja tulis yang diberi matras.
- Sumber cahaya yang cukup
- Asam asetat 3-5%
- Kapas lidi dengan kepala besar dan disiapkan beberapa berkepala kecil.
- Sarung tangan bersih (Lebih baik steril)
- Spekulum vagina
b. Mempersiapkan larutan Asam Asetat
1. Bahan CUKA DAPUR (Mengandung asam Asetat 25%)
2. Larutan Asam Asetat 3-5%
Untuk membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil:
1 bagian cuka dapur+4 bagian air
Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil:
1 bagian cuka dapur+7 bagian air
4.4 Prosedur IVA
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksananya
(dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5%
secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan
IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1952) dengan cara memulas serviks dengan
kapas yang telah dicelupkan kedalam asam asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan
mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraselular
yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membrane akan
kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel akan
mendapat sinar, sinar tersebut akan diteruskan kestroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga
permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih.
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan
dengan asam asetat, tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini
membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama
menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih
banyak. Jika makin putih dan jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula,
makin tajam batasnya, makin tinggi derajat kelainannya jaringannya. Dibutuhkan satu sampai
dengan dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5%
larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan
menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil
gambaran serviks yang normal (merah homogeny) dan bercak putih (mencurigakan displasia).
Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi
disebut leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan spekulum untuk menampilkan seviks dengan
melakukan pulasan asam asetat 3-5% pada serviks, kemudian tunggu beberapa saat sampai satu
menit untuk melihat keadaan tampilan bercak putih. Cermati cairan keputihan abnormal, polip,
serviks, oedema, hipertropi, pertumbuhan atau adanya tukak. Temuan dicatat, juga sebaiknya
digambar skematik.
4.5 Hasil Temuan IVA
Daftar kriteria kategori temuan IVA
Normal
Licin, merah muda, berbentuk porsio normal
Atipik
Sevisitis (inflamasi, hiperemis)
Banyak flour
Ektropion
Polid atau polipoid
plak putih
Tukak
Epitel acetowhite (bercak putih)
Pertumbuhan seperti bunga kol
Tukak menggaung
Pertumbuhan mudah berdarah
Abnormal
Kanker serviks
Inspekulo
1.Curiga
Tidak curiga
Biopsi
2. SSK?
Tidak tampak
Tampak
3. IVA
Negatif
Positif
4. KRIOTERAPI
.
Inspekulo
Serviks
Normal
Ulang
Berkala
Servisitis
Terapi
Sesuai
Positif: Bercak
putih
Rujuk
Kolposko
pi
Terapi
KRIOTERA
PI
Curiga
kanker
Rujuk
Biopsi