Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2m 2 dengan berat kira-kira
16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai
perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan.
Luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, dengan berbagai etiologi
merupakan masalah yang sering ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu
kedokteran. Kejadian ini salah satu sumber utama morbiditas, meningkatkan
angka mortalitas, penyebab kerusakan psikologis bagi para penderita,
meningkatkan anggaran biaya pengobatan, kehilangan jam kerja pada penderita
dalam usia produktif.
Penyembuhan luka secara perdefinisi adalah perbaikan atau penyusunan
kembali jaringan/organ yang rusak, terutama kulit. Adanya luka akan
mengaktifkan proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi yang dapat
melampaui kondisi lokal pada daerah yang mengalami luka.
Penyembuhan luka pada kulit merupakan kondisi yang kompleks, mencakup
berbagai respon terhadap cedera.
Secara umum penyembuhan luka menunjukkan respon organisme
terhadap kerusakan fisik jaringan /organ serta usaha pengembalian kondisi
homeostasis sehingga tercapai kestabilan fisiologi jaringan atau organ yang
ditandai dengan terbentuknya epitel yang fungsional diatas daerah luka.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kulit
Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi
permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada
pengaturan suhu tubuh dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk
mengeluarkan kotoran. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna
terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,
serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa .
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis
terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas
yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan
ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
3

2.1.1. Lapisan Epidermis


Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah
lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat
tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki Stratum
granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini
makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum
spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril atau keratin.
Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel
Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum
germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal
ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).
4

2.1.2. Lapisan Dermis


Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis
dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis
besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare
yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang
larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih
elastis.
2.1.3. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening.
Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis
sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di
5

bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan


pembuluh darah teedapat saluran getah bening.
2.1.4. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar
palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang
lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan
berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan
bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan
terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada
beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan
emosional
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada
manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan
mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan
glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8.
Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di
telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak
berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar.
Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya
terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi
trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi
dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit,
pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian
kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di
atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan
yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku
6

keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak
mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian
proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas
disebut hiponikium.
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang
berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan
rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut
terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di
kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan
janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen.
Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut
tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan
tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di
antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas
karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen
20,80%.
7

2.2. Konsep Luka


2.2.1. Definisi
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang
disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan
tulang atau organ tubuh lain. Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada
kulit .
2.2.2. Jenis-jenis luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukan derajat luka.
2.2.3. Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam
kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka
tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka
sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi
spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka
8

ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk


luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
9

2.2.4 Berdasarkan Penyebab


a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada
permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan
kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik
seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam
ataupun tumpul.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan
tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya
dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan
benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang
tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau
goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian
kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor,
kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan
benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.
Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan
benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang
dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
10

e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka


gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi
hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan
gigitan hewan tersebut.
f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan
panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka
yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit
dan mukosa.
11

2.2.5 Proses penyembuhan luka yang alami


a. Fase inflamasi atau lag Phase
Berlangsung pada hari ke -5. Akibat luka terjadi pendarahan. Ikut
keluar trombosit dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan
prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu
yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dingding
pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel redang
keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka
secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamlin yang
meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi aksudasi cairan edema. Dengan
demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit
menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman (proses
pagositosis).
Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan
pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase).
b. Fase proliferasi atau fibroblast
Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu. Terjadi
proses proliferasi dan pembentukan fibroblast (menghubungkan sel-sel)
yang berasal dari sel-sel mesenkim.
12

Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang


terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.
Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan
mempertautkan tepi luka.
Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan
dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini
luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler
baru; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut
jaringan granulasi.
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah
menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi
epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat
naik pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan
luka tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka :
penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.
c. Fase remondeling atau fase resorpsi
Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang
sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada
rasa sakit maupun gatal.
13

Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hingga struktur


luka menjadi utuh. Penyembuhan luka sebagai suatu proses yang
kompleks dan dinamis sebagai akibat dari penyembuhan kontinuitas dan
fungsi anatomi.
Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normal strukturnya,
fungsinya dan penampilan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka
di tentukan oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik maupun intrinsik
(Wound Healing Society).
Pada luka bedah dapat di ketahui adanya sintesis kolagen dengan
melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai
menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke : 5-7 pasca
operasi.
Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya hasil
yang mendekati tepi luka. Pengangkatan jahitan itu tergantung usia, status
nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasa diangkat pada hari ke 6-7 proses
operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan walaupun
pembentukan kollagen samapai jahitan menyatu berakhir hari ke-21
Suatu luka yang bersih bila dilakukan persiapan dan pembedahan
yang baik serta perawatan pasca operasi yang baik pula maka luka akan
tetap bersih.
2.2.6 Cara penyembuhan luka
1. Penyembuhan Primer (Sanatio Perprium Intentionem) Contoh :
luka operasi dijahit
2. Penyembuhan Sekunder (Sanatio Persecundum Intentonem)
Contoh : luka yang tidak dijahit sembuh dengan jaringan
granulasi dan parut
3. Penyembuhan Primer Tertunda
Contoh : luka kotor terkontaminasi, dibersihkan debridemant à
biarkan beberapa hari (4-7 ), kalau tumbuh granulasi baik, baru
dijahit primer
14

4. “Skin Grafting” (Sanatio Pertertium Intentionem) Contoh : luka


granulasi dari pinggir tidak mungkin, diambilkan kulit pasien
sendiri untuk menutupnya
2.2.7 Gangguan Penyembuhan Luka
A. Penyebab lokal regional
 Infeksi; jaringan mati, korpus alienum, hematoma
 Ulkus infeksi spesifik, ulkus karsinomatosa, ulkus marjoli
 Ulkus varicosum, morbus burger
 Miskin vaskularisasi seperti kulit pretibial, diatas tendon
aschiles
B. Penyebab Sistemik
 Koagulopati, hemostasis terganggu
 Gangguan sistem imun selullar dan humoral , pembersihan
luka dan jaringan mati dan kotaminasi
 Infeksi virus HIV
 Penyakit yang menekan sistem imun seperti penyakit
cushing dan addison
 Obat immuno supresi, kortikosteroid
 Kurang gizi, malnutrisi, malabsorbsi
 Diabetes melitus
15

2.2.8 Tindakan
16

BAB 3

KESIMPULAN

Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi


permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada
pengaturan suhu tubuh dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk
mengeluarkan kotoran. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna
terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,
serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa .
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang
disebabkan banyak hal atau berbagai faktor. Luka adalah kerusakan kontinuitas
jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang atau organ tubuh lain. Luka
adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit .
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukan derajat luka, Serta luka dapat diketahui berdasarkan penyebab luka.
Penyembuhan luka secara perdefinisi adalah perbaikan atau penyusunan
kembali jaringan/organ yang rusak, terutama kulit. Adanya luka akan
mengaktifkan proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi yang dapat
melampaui kondisi lokal pada daerah yang mengalami luka.
Penyembuhan luka pada kulit merupakan kondisi yang kompleks,
mencakup berbagai respon terhadap cedera. Secara umum penyembuhan luka
menunjukkan respon organisme terhadap kerusakan fisik jaringan /organ serta
usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga tercapai kestabilan fisiologi
jaringan atau organ yang ditandai dengan terbentuknya epitel yang fungsional
diatas daerah luka.
17

BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar R. S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kuli. Edisi 2.


Jakarta: EGC
2. Universitas Airlangga. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya:
SMF Penyakit Kulit dan Kelamin Universitas Airlangga.
3. Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Brown, RG dan Tony Burns. 2005. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : EMS
5. Eroschenko, V P. (2010). Atlas Histologi di Fiore Edisi 11. Jakarta: EGC
6. Sherwood, Lauralee. (2011) Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi
7. Jakarta: EGC
7. Dorland, W.A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Arisanty, I.P. (2013). Konsep dasar manajemen perawatan luka. Jakarta:
EGC.

9. Benbow & Maureen. (2008). Modern wound care therapy. Journal of


Community Nursing, 2, p.130-134.
10. Bryant, R.A., & Nix. (2007). Acute & chronic wounds current

management concept. 3rd

11. Carville, K. (2012). Wound care manual. 6thedition. Perth. Silver Chain
Foundation.
12. Hartono, A & Saputra, L. (2014). Atlas saku perawatan luka. Tangerang:
Karisma Publishing Group.
13. Kloth, L.C., (2002). How to use electrical stimulation for wound healing.
Journal Of Nursing, 32, p.12.
14. Waspadji, S. (2008). Ilmu penyakit dalam.edisi 8 volume 2. Jakarta: UI
Press.
18

15. Winter, G. (1962). Moist wound healing concept. Nature Journal, 2,


p.293-295.
16. Yoland. (2010). Proses penyembuhan luka kronis (luka kaki diabetes).
Yogyakarta: Nuha Medika.
17. Yudianto. (2012). Faktor yang berperan pada penyembuhan luka kaki
diabetes. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai