Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan....................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka...........................................................................................................3
2.1. Anatomi Bronkus............................................................................................................3
2.2. Silia dan Gerakan Silia....................................................................................................4
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gerakan Silia..........................................................6
2.3.1 Merokok....................................................................................................................6
2.3.2 Polusi Udara..............................................................................................................6
2.3.3 Suhu dingin...............................................................................................................6
2.3.4 Suhu Kamar...............................................................................................................7
2.4. Definisi Benda Asing......................................................................................................7
2.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi Benda Asing pada Saluran Nafas................................7
2.6. Lokasi Penyebab Sumbatan Bronkus..............................................................................8
2.7. Patofisiologi Benda Asing Saluran Pernafasan...............................................................8
2.8. Penegakkan Diagnosis Benda Asing Bronkus..............................................................10
2.8.1. Anamnesis..............................................................................................................10
2.8.2. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................11
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................13
2.9. Penatalaksanaan Benda Asing Saluran Nafas Bawah...................................................14
2.9.1. Penanggulangan Awal............................................................................................14
BAB III Kesimpulan................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang (1,2,3)


Sesak napas dibidang THT terutama disebabkan oleh sumbatan saluran napas
atas (hidung sampai laring) dan saluran napas bawah (trakea-bronkus). Sumbatan bronkus
secara mekanik disebabkan oleh gangguan ventilasi dan drenase sekret bronkus. Secara
fisiologis, bronkus yang tidak tersumbat sangat erat hubungannnya dengan ventilasi dan
drenase paru, daya pertahanan paru, tekanan intrapulmonal, keseimbangan sirkulasi dan
tekanan karbondioksida. Drenase paru secara normal, bila terdapat infeksi traktus
trakeobronkial dilakukan dengan : a) gerak silia, b) batuk, c) mendeham, sehingga sekret
yang terkumpul dapat dikeluarkan sebelum terjadi penyempitan saluran napas.(1)
Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-
masing adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Rasio laki-laki
banding wanita adalah 1,4 : 1 Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak usia
<15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi pada anak usia 1–3 tahun. 1 Hal ini terjadi
karena anak seumur itu sering tidak terawasi, lebih aktif, dan cenderung memasukkan benda
apapun ke dalam mulutnya.(1,2)
Kasus aspirasi benda asing sering kali ditemukan pada anak, meskipun dapat
terjadi pada segala usia. Penyebab yang paling sering adalah aspirasi atau penelanan benda
asing akibat kecerobohan pasien atau orang tuanya. Anak berusia 4 tahun atau kurang, tidak
dapat mengunyah kacang, wortel, berondong jagung dan makanan keras lainnya dengan
sempurna. Mereka cenderung mengulum makanan keras dalam mulut, demikian pula mainan,
peniti, dan benda lain, dan dengan demikian sering kali mengaspirasi benda – benda tersebut.
Faktor – faktor lain yang mengarah pada aspirasi benda asing adalah intoksikasi, hilangnya
kesadaran oleh sebab apapun, dan trauma wajah dengan aspirasi fragmen – fragmen gigi dan
lempeng geligi. Lempeng geligi yang yang menutup palatum mengurangi sensasi intraoral
dalam hal ukuran dan posisi partikel makanan dan ikut berperan pada aspirasi.(2,3)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bronkus (4)


Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan bercabang
menjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan mempunyai diameter
lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan posisi lebih vertikal. Letak sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan sebuah cabang utama yang melintas di bawah
arteri, yang disebut bronkus kanan lobus bawah.
Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang, diameter lumennya
lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah arteri pulmonalis sebelum di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris,
kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini bercabang terus menjadi bronkus
yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus
memasuki lobulus paru, dan bercabang-cabang menjadi 5-7 bronkiolus terminalis.
Bronkiolus terminalis adalah saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat
bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Gambar 1. Percabangan Bronkus

3
Sama seperti halnya hepar, bronkus juga memiliki pembagian segmentasi yang
nantinya juga merupakan segmentasi bagi pulmo juga. Yang dimaksud dengan segmenta
bronchopulmonalia adalah unit paru secara anatomis, fungsi dan pembedahannya. Dimana
dalam masing-masing segmenta bronkus ini juga berperan sebagai segmenta pada pulmo
yang memiliki ujung saluran, cabang arteria pulmonalis, aliran vena, aliran limfe dan
persarafan otonom yg berbeda - beda pada masing-masing segmenta lainnya. Hal ini
berfungsi pada pasien pneumonektomi (suatu prosedur pembedahan untuk pengangkatan
paru).

2.2. Silia dan Gerakan Silia (5)


Silia adalah benang tipis setebal 0,25 mikrometer dan panjangnya sekitar 2
sampai 20 mikrometer denganbundel mikrotubulus di bagian intinya. Silia merupakan
organel sel yang berfungsi sebagai alat bantu pergerakan yang menonjol dari sebagian sel.
Sebuah silia memiliki bentuk seperti rambut lurus atau melengkung
dengan ujung runcing, yang menonjol sejauh 2 sampai 4 mikrometer dari permukaan sel.
Banyak silia sering kali menonjol dari setiap sel tunggal. Silia disangga oleh 11 mikrotubulus
yang tersusun oleh 9 mikrotubulus ganda dan 2 mikrotubulus tunggal di bagian tengah silia.
Setiap silia merupakan pertumbuhan keluar dari suatu struktur yang terletak di bawah
membran sel, yang disebut badan basal silia.
Silia hanya dapat ditemukan pada dua tempat dalam tubuh manusia, yaitu pada
permukaan saluran pernapasan dan pada permukaan dalam tuba uterina di saluran reproduksi.
Pada rongga hidung dan saluran napas bagian bawah, gerakan silia yang mirip cambuk
menyebabkan lapisan mukus bergerak dengan kecepatan kira-kira 1 sentimeter/menit
menuju faring dan dengan cara ini, saluran napas akan dibersihkan secara terus menurus
dari mukus maupun partikel yang terperangkap dalam mukus. Dalam tuba uterina, silia
menyebabkan pergerakan cairan yang lambat dari ostium tuba uterina menuju kavum
uteri. Pergerakan cairan tersebut menghantarkan ovum dari ovarium ke uterus.
Silia akan bergerak ke depan dengan gerakan yang cepat, menghentak seperti
mencambuk, dan menekuk dengan kuat di tempat mencuatnya silia tersebut dari
permukaan sel. Selanjutnya silia akan bergerak ke belakang dengan lambat ke posisi
awalnya. Gerakan mendorong ke depan yang cepat seperti gerakan cambuk itu akan
mendorong cairan yang ada di permukaan sel tersebut, dengan arah yang sesuai dengan arah
gerakan silia. Sedangkan gerakan lambat yang mendorong silia ke arah belakang, hampir

4
tidak berpengaruh terhadap pergerakan cairan tersebut. Akibatnya, cairan akan terus menerus
didorong searah dengan gerakan silia yang cepat dan ke depan tadi. Karena kebanyakan epitel
bersilia memiliki sangat banyak silia pada permukaannya, dan karena semua silia tersebut
bergerak dengan arah yang sama, keadaan tersebut menjadi suatu cara yang efektif untuk
mendorong cairan dari suatu bagian permukaan sel ke bagian yang lain.

Gambar 3.
Struktur Silia

Walaupun belum semua aspek mekanisme gerakan silia diketahui, setidaknya


telah dapat diketahui beberapa hal tentang silia. Pertama, kesembilan mikrotubulus ganda dan
dua mikrotubulus tunggal, semuanya berhubungan satu sama lain oleh suatu kompleks ikatan
silang protein. Keseluruhan kompleks tubulus dan ikatan silang tersebut disebut aksonema.
Kedua, silia masih dapat menghentak dalam kondisi yang sesuai sekalipun membrannya
sudah dibuang dan terjadi kerusakan pada elemen lainnya kecuali aksonema. Ketiga, ada dua
keadaan penting yang diperlukan untuk kelanjutan hentakan aksonema setelah struktur
silia yang lain diangkat, yaitu ketersediaan adenosine triphospate (ATP) dan kondisi ionisasi
yang sesuai, khususnya kesesuaian konsentrasi magnesium dan kalsium. Keempat, ketika
silia bergerak maju, mikrotubulus ganda pada tepi depan silia bergeser ke arah luar dan
bergerak menuju ujung silia sementara mikrotubulus yang berada di tepi belakang tetap pada
tempatnya. Kelima, lengan protein multipel, yang terdiri atas protein dynein, yang memiliki
aktivitas enzim ATPase, menonjol dari masing-masing mikrotubulus ganda ke
mikrotubulus ganda yang berdekatan.

5
Berdasarkan informasi tersebut, telah diketahui bahwa pelepasan energi
dari ATP sewaktu berkontak dengan lengan dynein ATPase akan menyebabkan bagian ujung
dari lengan-lengan tersebut menjalar dengan cepat di sepanjang permukaan mikrotubulus
ganda yang berdekatan. Mikrotubulus pada tepi depan menjalar ke arah luar sementara
mikrotubulus tepi belakang tetap tidak bergerak, sehingga akan menyebabkan penekukan.
Kontraksi silia diatur oleh mekanisme yang masih belum dipahami. Silia pada
beberapa sel yang mengalami kelainan secara genetik tidak memiliki dua mikrotubulus
tunggal di tengah, dan silia semacam ini tidak mampu menghentak. Oleh karena itu,
muncul anggapan bahwa beberapa sinyal elektrokimia dihantarkan di sepanjang
kedua mikrotubulus tunggal tersebut untuk mengaktifkan lengan dynein.
Waquespack mendeskripsikan keadaan yang mempengaruhi transportas
mukosiliar adalah faktor fisiologis atau fisik, polusi udara dan rokok. Kelainan congenital,
rhinitis alergi, infeksi virus atau bakteri, obat-obat topical, obat-obat sistemik, bahan
pengawet dan tindakan operasi.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gerakan Silia (2,5)

2.3.1 Merokok
Rokok dapat membuat silia yang normalnya bekerja mengeluarkan benda

asing dari saluran nafas menjadi kurang peka.


Kurang berfungsinya silia ini mengakibatkan
mukus, bakteri dan partikel-pertikel lainnya yang terinhalasi menetap di saluran nafas. Ketika
sedang tidur, silia mulai berfungsi lagi membersihkan saluran nafas dan berusaha
mengeluarkan partikel asing. Saat bangun, muncullah gejala berupa batuk yang merupakan
salah satu cara mengeliminasi zat iritan dan mucus yang sudah terkumpul di saluran napas.
Pajanan rokok dalam jangka waktu yang panjang akan membuat silia berhenti berfungsi
secara total sehingga paru dan saluran napas perokok lebih mudah mengalami iritasi dan
terinfeksi.

2.3.2 Polusi Udara


Efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan
pergerakan silia saluran pernafasan menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar.

6
2.3.3 Suhu dingin
Pada suhu dingin gerakan silia dapat mencapai 0 hz, apabila suhu dirubah
menjadi lebih tinggi motilitas silia menjadi lebih normal. Fenomena ini menunjukkan bahwa
frekuensi gerakan silia akan semakin meningkat apabila temperatur meningkat. Proses
pembuatan ATPlah yang mengontrol frekuensi gerakan silia pada suhu ini.Ciliary palsy
diinduksi oleh suhu dingin, sehingga frekuensi infeksi respiratori ini lebih banyak
ditemukan pada musim dingin. Selain itu,viskositas mukus yang meningkat pada suhu
dingin akan menyebabkan penurunan frekuensi gerakan silia.

2.3.4 Suhu Kamar


Suhu kamar lebih kurang antara 20°C-25°C atau 68°F-77°F. Pada suhu
37°C dan pada suhu kamar tidak ada perbedaan yang signifikan. Antara suhu 20°C-
45°C silia bergerak denngan frekuensi 8-11 Hz. Pada suhu 50°C frekuensi gerakan silia
turun dan sel menjadi mati.

2.4. Definisi Benda Asing (1)


Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada saluran napas
dapat terjadi pada semua umur terutama anak-anak karena anak-anak sering memasukkan
benda ke dalam mulutnya bahkan sering bermain atau menangis pada waktu makan

2.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi Benda Asing pada Saluran Nafas (3,6)
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas adalah :
1. Usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan segala sesuatu ke
dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum
sempurna.
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki.
3. Faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis)
Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum
buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan neurologik.
4. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum
tergesa-gesa.
5. Faktor medikal dan surgikal
Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor predisposisi antara
lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat
menelan makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang

7
dapat dimakan dan tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat
makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari. Pada orang tua, terutama yang
mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan
oleh pengaruh alkohol, stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko
yang besar untuk terjadinya aspirasi.

2.6. Lokasi Penyebab Sumbatan Bronkus (1)


1. Sumbatan di dalam lumen bronkus
 Benda asing eksogen
Yaitu benda asing yang berasal dari luar traktur trakeo-bronkial (missal: gigi
yang copot), atau benda asing lain yang berasal dari luar tubuh.
 Benda asing endogen
Yaitu benda asing yang berasal dari dalam traktur trakeo-bronkial, seperti sekret
kental, darah, nanah, dan krusta.
2. Kelainan dinding traktus trakeobronkial
 Peradangan, edema mukosa, ulkus penebalan mukosa, jaringan granulasi
 Kelainan cincin trakea dan bronkus, seperti adanya penonjolan
 Kelainan kelenjar limfa di mukosa dan submukosa
 Kelainan pembuluh darah (penebalan) pada dainding trakea dan bronkus
 Tumor di dinding bronkus
 Jaringan sikatriks
3. Kelainan di luar traktus trakeobronkial
 Penekanan oleh pembuluh darah aorta pada aneurisma aorta, arteri pulmonalis
 Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar timus
 Pembesaran kelenjar limfa disekitar trakea dan bronkus
 Kelainan di daerah mediastinum dan jantung
 Benda asing di esophagus

2.7. Patofisiologi Benda Asing Saluran Pernafasan (3,6,7)


Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke
dalam trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang menuju ke faring dan bagian atas
esophagus diantar oleh saraf kranial V, IX, X dan XII dan beberapa melalui saraf cervical.
Menelan memiliki beberapa stadium, yaitu stadium volunter, faringeal dan oesofageal. Pada
stadium volunter, benda ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah

8
ke atas dan belakang terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing. Pada
stadium faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares posterior, sehingga
mencegah makanan balik ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke
arah tengah, kemudian pita suara laring berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang,
sehingga mencegah makanan masuk ke trakea. Pada orang dewasa tertelan benda asing sering
dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile
sensation) dari palatum dan pada penderita gangguan jiwa.
Bronkus dan trakea sangat peka dengan benda asing ataupun iritasi lain,
sehingga bisa menimbulkan refleks batuk. Lapisan mukus pada saluran nafas mengandung
factor-faktor yang efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin terutama IgA, PMNs,
interferon dan antibodi spesifik. Gerakan silia menyapu/saluran nafas. Silia dan mucus
menjebak debu dan kuman, kemudian memindahkannya ke pharing, karena silia bergetar ke
arah pharing. Partikel asing dan mukus digerakkan dengan kecepatan 1cm/menit sepanjang
permukaan trakea ke faring. Begitu juga benda asing di saluran hidung, dimobilisasi dengan
cara yang sama menuju faring. Aktivitas silia bisa dihambat oleh berbagai zat yang
berbahaya. Sebagai contoh, merokok sebatang sigaret dapat menghentikan gerakan silia
untuk beberapa jam.
Setelah benda asing teraspirasi, maka benda asing tersebut dapat tersangkut
pada tiga tempat anatomis yaitu, laring, trakea atau bronkus. Dari semua aspirasi benda
asing, 80–90% diantaranya terperangkap di bronkus dan cabang-cabangnya. Pada orang
dewasa, benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus utama kanan, karena sudut
konvergensinya yang lebih kecil dibandingkan bronkus utama kiri. Benda asing yang lebih
besar lebih banyak tersangkut di laring atau trakea.
Tujuh puluh lima persen dari benda asing dibronkus ditemukan pada anak
umur kurang dari 2 tahun, dengan riwayat yang khas, yaitu saat benda atau makanan berada
di dalam mulut, anak menjerit atau tertawa sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan benda
asing masuk ke dalam laring. Pada saat benda asing itu terjepit di sfingter laring pasien batuk
berulang-ulang (paroksikmal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis Bila benda asing telah
masuk ke dalam trakea atau bronkus kadang terjadi fase asistomatik selama 24 jam atau
lebih, diikuti gejala pulmonum yang bergantung pada derajat sumbatan bronkus.
Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi
lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus
edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala

9
sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-bronkitis, toksemia,batuk, dan demam
yang iregular.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih
mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan tipis
seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan
gejala batuk spasmodik.

2.8. Penegakkan Diagnosis Benda Asing Bronkus

2.8.1. Anamnesis
Tanda dan Gejala (7)
Gejala yang paling umum dari obstruksi jalan napas akut adalah perubahan
suara, dyspnea, nyeri lokal, dan batuk. Temuan fisik mungkin termasuk stridor, suara serak,
gelisah, retraksi interkostal, suprasternal, dan supraklavikula, dan jika trauma dapat terjadi
perdarahan, emfisema subkutan, dan deformasi.
Derajat obstruksi jalan nafas dibagi mejadi berikut:
1. Obstruksi lengkap: tidak ada aliran udara yang masuk atau keluar dari paru-paru.
2. Obstruksi parsial: terdapat stridor atau kesulitan bernapas karena penyempitan saluran
napas utama.
3. Berpotensi terjadi obstruksi jalan napas: karena anatomi dan fisiologi pernapasan tiap
individu seseorang berbeda – beda.
Gejala aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 tahap. Tahap pertama dari
gejala awal terjadi saat benda asing teraspirasi, biasanya timbul serangan batuk dan ingin
muntah yang berat. Tahap kedua adalah interval bebas gejala dimana benda asing tersangkut
pada suatu tempat. Tahap ini berlangsung sekejap atau dapat memanjang hingga bertahun –
tahun. Tahap ketiga adalah tahap komplikasi. Obstruksi, erosi dan infeksi, perdarahan atau
perforasi adalah akibat yang dapat ditimbulkan oleh benda asing yang teraspirasi.
Benda asing yang tersangkut di laring atau esofagus bagian leher
menimbulkan perasaan tidak nyaman, suara serak, batuk, dan mungkin dispnea. Benda asing
dalam trakea dapat bergerak maju - mundur diatara karina dan bagian bawah glotis bersama
respirasi, menimbulkan bunyi yang jelas dan tonjolan yang dapat diraba. Edema laring akibat
trauma pada keadaan ini dapat menimbulkan suara serak dan menjadi obstruksi jalan napas.
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk bronkus kanan karena anatominya
yang lurus. Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit kebanyakan
berada pada fase asimptomatik. Pada fase ini keadaan umum pasien masih baik dan foto

10
rontgen thorak belum memperlihatkan kelainan. Jika benda asing berada dalam bronkus,
terdapat kemungkinan fisiologis dalam hal obstruksi aliran udara. Jika benda tersebut
menyumbat bronkus secara total, terjadi atelektasis perifer akibat resorpsi udara paru – paru
distal ke dalam darah. Bila benda tersebut tidak menyumbat, dimana udara dapat lewat
disekitarnya baik pada inspirasi maupun ekspirasi, maka yang terjadi mungkin hanya mengi
setempat yang menyerupai asma. Cukup banyak kasus benda asing yang salah didiagnosis
menjadi asma. Kemungkinan ketiga yang paling sering terjadi adalah obstruksi parsial
dimana benda asing berfungsi sebagai katup. Bronkus mengembang pada inspirasi dan
memungkinkan lewatnya udara ke paru – paru distal. Keadaan ini menimbulkan emfisema di
perifer dari benda asing tersebut. Jika benda asing dibiarkan dapat timbul pneumoni, abses,
atau perdarahan. Kecurigaan akan adanya benda asing merupakan salah satu indikasi
bronkoskopi bila mana terdapat pneumonia menetap atau kambuh, mengi setempat atau
hemoptasis. Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran napas dengan
gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam ireguler. Tanda fisik benda asing
di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari satu sisi ke sisi lain dalam
paru.

2.8.2. Pemeriksaan Fisik (1,7)


Jackson (1936) membagi sumbatan bronkus dalam 4 tingkat.
1. Sumbatan sebagian dari bronkus (by-pass valve obstruction = katup bebas). Pada
sumbatan ini inspirasi dan ekspirasi masih terlaksana, akan tetapi salurannya sempit,
sehingga terdengar mengi, seperti pada pasien asma.
Penyebab : benda asing di dalam bronkus, penekanan bronkus dari luar, edema
dinding bronkus, serta tumor di dalam lumen bronkus.
2. Sumbatan seperti pentil. Ekspirasi terhambat, atau katup satu arah (expiratory check-
valve obtruction = katup penghambat ekspirasi). Pada waktu inspirasi udara masih
dapat lewat, akan tetapi pada ekspirasi terhambat, karena kontraksi otot bronkus.
Bentuk sumbatan ini menahan udara di bagian distal, dan proses yang berulang ketika
terjadi pernapsan mengakibatkan terjadinya emfisema paru obstruktif.
Penyebab benda asing di bronkus, edema dinding bronkus pada bronkitis.
3. Sumbatan seperti pentil yang lain, ialah inspirasi yang terhambat (inspiratory check-
valve obstruction = katup poenghambat inspirasi). Pada keadaan ini inspirasi
terhambat, sedangkan ekspirasi masih dapat terlaksana. Udara yang terdapat di bagian
distal sumbatan akan diabsorpsi, sehingga terjadi atelaktasis paru.

11
Penyebab : benda asing di dalam lumen bronkus, gumpalan ingus (mucous
plag), tumor yang bertangkai.

4. Sumbatan total (stop valve obtruction = katup tertutup), sehingga ekspirasi dan
inspirasi tidak dapat terlaksana. Akibat keadaan ini ialah atelaktasis paru.
Penyebab : benda asing yang menyumbat lumen bronkus, trauma dinding
bronkus.

Pemeriksaan fisik harus menyertakan palpasi yang cermat pada leher untuk
mencari deviasi trakea, kelenjar getah bening suprakavikular dan servikal, dan metastasis.
Inspeksi, perkusi, dan auskultasi dada perlu diikuti dengan radiogram dada. Auskultasi harus
diperhatikan untuk menemukan gambaran yang sesuai dengan atelektasis, emfisema, atau
mengi. Pemeriksaan radiogram dengan kontras pada percabangan trakeobronkial di bawah
kontrol fluoroskopik. Penelitian fungsi paru, analisa gas darah, hitung darah lengkap, biakan
sputum serta evaluasi sistem kardiovaskuler juga sangat membantu.
Diagnosis pasti benda asing di saluran napas ditegakan setelah dilakukan
tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi.

12
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis (1)
Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus dilakukan. Dianjurkan untuk
membuat foto berikut:
1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral posisi ekstensi
Dapat memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang-kadang bahkan benda asing
radiolusen pada laring dan trakea.
2. Foto torak PA dan lateral
3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi
Dapat memperlihatkan atelektasis dan emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat bukti
tidak langsung adanya benda asing radiolusen.
4. Fluoroskopi/videofluoroskopi
Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi dan ekspirasi pada kasus yang meragukan
untuk melihat adanya obstruksi parsial paru.
5. Bronkogram
Untuk memastikan adanya benda asing radiolusen atau untuk mengevaluasi
bronkiektasis.
Diagnosa benda asing di saluran nafas dapat ditegakkan pada hampir 70%
kasus. Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan radiologis tidak berarti adanya benda
asing dapat disingkirkan. Foto torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3
pasien yang didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama kejadian.CT Scan
berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan foto sinar X, seperti benda asing kacang
yang bersifat radiolusen.
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan dugaan aspirasi
benda asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda
asing dengan bronkoskopi untuk diagnosis dan terapi. Bahkan Barrios et al menyarankan
bronkoskopi harus dilakukan pada anak-anak dengan riwayat gejala inisial aspirasi benda
asing (choking crisis).

13
2.9. Penatalaksanaan Benda Asing Saluran Nafas Bawah

2.9.1. Penanggulangan Awal (1,2)


Tujuannya ialah untuk memperlancar saluran napas, pada kasus kelainan yang
berasal dari luar traktur seperti pembesaran kelenjar tiroid dan timus, kelainan pada daerah
mediastinum dan jantung seperti tumor mediastinum yang menghimpit saluran pernafasan
secara komplit ialah dengan memberikan oksigen dan obat sedative dengan berhati-hati
Pertolongan pada sumbatan total lebih baik ditatalaksana di dalam kamar
operasi dengan mempersiapkan obat-obatan, bronkoskop kaku, dilator, teleskop, cunam
biopsi dan alat trakeostomi. Anastesi diberikan dengan hati-hati, diberi obat inhalasi yang
cukup, sehingga bronkoskopi dapat dikerjakan selama 20 menit
Pada sumbatan yang disebabkan oleh peradangan sehingga menimbulkan
sekret, pengobatan yang diberikan selain infeksi, juga ditujukan untuk drainase paru. Dapat
diberikan obat ekspektoransia dan mukolitik, agar mengurangi adhesi-kohesi dari sekret,
sehingga mudah dibatukkan ke luar. Pada keadaan ini tidak dibenarkan memberikan penahan
batuk (antitusif), dan pasien dilarang minum alkohol.
Indikasi Bronkoskopi
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis, sebagai terapeutik serta evaluasi pre operatif / post operasi.
1. Indikasi Diagnostik (1,3,6)
Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:
 Batuk
 Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya
 Wheezing lokal dan stridor
 Gambaran foto toraks yang abnormal
 Obstruksi dan atelektasis
 Adanya benda asing dalam saluran napas
 Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
 Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
 Karsinoma bronkhus
 Ada bukti sitologi atau masih tersangka
 Penentuan derajat karsinoma bronkus
 Follow up karsinoma bronkus

14
2. Indikasi Terapi

Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:


 Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang tertahan penyebab atelektasis,
pneumonia dan abses paru
 Mengeluarkan benda asing pada trakeobronkial
 Pemasangan stent pada trakeobronkial
 Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
 Kista pada mediastinum
 Kista pada bronkus
 Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
 Brachytherapy Laser therapy Abses paru
 Trauma dada
 Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)
Kontra Indikasi Tindakan Bronkoskopi (1,6,8)
Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif.
1. Kontra indikasi absolut antara lain :
 Penderita kurang kooperatif
 Keterampilan operator kurang
 Fasilitas kurang memadai
 Angina yang tidak stabil
 Aritmia yang tidak terkontrol
 Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen

2. Kontra indikasi relatif antara lain :


 Asma berat
 Hiperkarbia berat
 Koagulopati yang serius
 Bulla emfisema berat
 Obstruksi trakea
 High Positive end-expiratory pressure

15
Komplikasi Bronkoskopi (6,8)
Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka
mortaliti 0-0,4 % dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan biopsi,
depresi pernafasan, henti jantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1 % pada waktu tindakan
bronkoskopi.
1. Komplikasi akibat premedikasi
 Depresi pernapasan
 Hypotensi
 Sinkope
 Henti napas

2. Komplikasi akibat anestesi lokal


 Spasme laring
 Methemoglobinemia
3. Komplikasi akibat tindakan bronkoskopi
 Spasme laring
 Gagal napas
 Pneumonia
 Pneumothorax
 Perdarahan
 Henti jantung (cardiac arrest)
 Takikardi

16
BAB III
KESIMPULAN

Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari
luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda
tersebut tidak ada
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang,
dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain. Benda asing endogen
contohnya krusta, nanah, secret kental, darah atau bekuan darah, dan mekonium
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas
adalah usia, jenis kelamin, faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis) kegagalan
mekanisme proteksi, faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut,
makan dan minum tergesa-gesa.
Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi
lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus
edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala
sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-brokitis, toksemia,btuk, dan demam yang
iregular.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih
mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan tipis
seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan
gejala batuk spamodik.
Diagnosa benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan atas anamnesis
yang cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan bronkoskopi. Komplikasi dapat
disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut
akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti
jantung.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL. Jakarta ; FKUI, 2004
2. Leighton G, Siegel, M.D. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus dan
Mediastinum. Dalam: BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta : EGC,
1997
3. Oho K and Anemiya R, Practical Fiberoptic Bronchoscopy 2 nd ed. Igaku Shoin,
Tokyo-London, 1984.
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
5. Mescher, A.L.. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12. EGC. Jakarta.
2011
6. Utz J.P and Prakash. UBS. Indications for and contraindications to Bronchoscopy in
Prakash UBS. (ed) Bronchoscopy, Raven Press, New York, 1994, p.81.
7. Jackson C and Jackson LC. Bronchoesophagology, WB Saunders Co, Philadelphia
and London, 1958: p.152-221
8. Schild JA, And Snow JB. Jr. Bronchology in Ballenger JJ. And Snow JB. Jr (eds)
Otorhinolaryngology. Head and Neck Surgery (15th edition). A Lea & Febiger Book.
William and Wilkins, Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London, Munich, Sydney,
Tokyo, 1996: p,1209-1220.

18

Anda mungkin juga menyukai