DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan....................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka...........................................................................................................3
2.1. Anatomi Bronkus............................................................................................................3
2.2. Silia dan Gerakan Silia....................................................................................................4
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gerakan Silia..........................................................6
2.3.1 Merokok....................................................................................................................6
2.3.2 Polusi Udara..............................................................................................................6
2.3.3 Suhu dingin...............................................................................................................6
2.3.4 Suhu Kamar...............................................................................................................7
2.4. Definisi Benda Asing......................................................................................................7
2.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi Benda Asing pada Saluran Nafas................................7
2.6. Lokasi Penyebab Sumbatan Bronkus..............................................................................8
2.7. Patofisiologi Benda Asing Saluran Pernafasan...............................................................8
2.8. Penegakkan Diagnosis Benda Asing Bronkus..............................................................10
2.8.1. Anamnesis..............................................................................................................10
2.8.2. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................11
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................13
2.9. Penatalaksanaan Benda Asing Saluran Nafas Bawah...................................................14
2.9.1. Penanggulangan Awal............................................................................................14
BAB III Kesimpulan................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Sama seperti halnya hepar, bronkus juga memiliki pembagian segmentasi yang
nantinya juga merupakan segmentasi bagi pulmo juga. Yang dimaksud dengan segmenta
bronchopulmonalia adalah unit paru secara anatomis, fungsi dan pembedahannya. Dimana
dalam masing-masing segmenta bronkus ini juga berperan sebagai segmenta pada pulmo
yang memiliki ujung saluran, cabang arteria pulmonalis, aliran vena, aliran limfe dan
persarafan otonom yg berbeda - beda pada masing-masing segmenta lainnya. Hal ini
berfungsi pada pasien pneumonektomi (suatu prosedur pembedahan untuk pengangkatan
paru).
4
tidak berpengaruh terhadap pergerakan cairan tersebut. Akibatnya, cairan akan terus menerus
didorong searah dengan gerakan silia yang cepat dan ke depan tadi. Karena kebanyakan epitel
bersilia memiliki sangat banyak silia pada permukaannya, dan karena semua silia tersebut
bergerak dengan arah yang sama, keadaan tersebut menjadi suatu cara yang efektif untuk
mendorong cairan dari suatu bagian permukaan sel ke bagian yang lain.
Gambar 3.
Struktur Silia
5
Berdasarkan informasi tersebut, telah diketahui bahwa pelepasan energi
dari ATP sewaktu berkontak dengan lengan dynein ATPase akan menyebabkan bagian ujung
dari lengan-lengan tersebut menjalar dengan cepat di sepanjang permukaan mikrotubulus
ganda yang berdekatan. Mikrotubulus pada tepi depan menjalar ke arah luar sementara
mikrotubulus tepi belakang tetap tidak bergerak, sehingga akan menyebabkan penekukan.
Kontraksi silia diatur oleh mekanisme yang masih belum dipahami. Silia pada
beberapa sel yang mengalami kelainan secara genetik tidak memiliki dua mikrotubulus
tunggal di tengah, dan silia semacam ini tidak mampu menghentak. Oleh karena itu,
muncul anggapan bahwa beberapa sinyal elektrokimia dihantarkan di sepanjang
kedua mikrotubulus tunggal tersebut untuk mengaktifkan lengan dynein.
Waquespack mendeskripsikan keadaan yang mempengaruhi transportas
mukosiliar adalah faktor fisiologis atau fisik, polusi udara dan rokok. Kelainan congenital,
rhinitis alergi, infeksi virus atau bakteri, obat-obat topical, obat-obat sistemik, bahan
pengawet dan tindakan operasi.
2.3.1 Merokok
Rokok dapat membuat silia yang normalnya bekerja mengeluarkan benda
6
2.3.3 Suhu dingin
Pada suhu dingin gerakan silia dapat mencapai 0 hz, apabila suhu dirubah
menjadi lebih tinggi motilitas silia menjadi lebih normal. Fenomena ini menunjukkan bahwa
frekuensi gerakan silia akan semakin meningkat apabila temperatur meningkat. Proses
pembuatan ATPlah yang mengontrol frekuensi gerakan silia pada suhu ini.Ciliary palsy
diinduksi oleh suhu dingin, sehingga frekuensi infeksi respiratori ini lebih banyak
ditemukan pada musim dingin. Selain itu,viskositas mukus yang meningkat pada suhu
dingin akan menyebabkan penurunan frekuensi gerakan silia.
2.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi Benda Asing pada Saluran Nafas (3,6)
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas adalah :
1. Usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan segala sesuatu ke
dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum
sempurna.
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki.
3. Faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis)
Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum
buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan neurologik.
4. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum
tergesa-gesa.
5. Faktor medikal dan surgikal
Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor predisposisi antara
lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat
menelan makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang
7
dapat dimakan dan tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat
makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari. Pada orang tua, terutama yang
mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan
oleh pengaruh alkohol, stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko
yang besar untuk terjadinya aspirasi.
8
ke atas dan belakang terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing. Pada
stadium faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares posterior, sehingga
mencegah makanan balik ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke
arah tengah, kemudian pita suara laring berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang,
sehingga mencegah makanan masuk ke trakea. Pada orang dewasa tertelan benda asing sering
dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile
sensation) dari palatum dan pada penderita gangguan jiwa.
Bronkus dan trakea sangat peka dengan benda asing ataupun iritasi lain,
sehingga bisa menimbulkan refleks batuk. Lapisan mukus pada saluran nafas mengandung
factor-faktor yang efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin terutama IgA, PMNs,
interferon dan antibodi spesifik. Gerakan silia menyapu/saluran nafas. Silia dan mucus
menjebak debu dan kuman, kemudian memindahkannya ke pharing, karena silia bergetar ke
arah pharing. Partikel asing dan mukus digerakkan dengan kecepatan 1cm/menit sepanjang
permukaan trakea ke faring. Begitu juga benda asing di saluran hidung, dimobilisasi dengan
cara yang sama menuju faring. Aktivitas silia bisa dihambat oleh berbagai zat yang
berbahaya. Sebagai contoh, merokok sebatang sigaret dapat menghentikan gerakan silia
untuk beberapa jam.
Setelah benda asing teraspirasi, maka benda asing tersebut dapat tersangkut
pada tiga tempat anatomis yaitu, laring, trakea atau bronkus. Dari semua aspirasi benda
asing, 80–90% diantaranya terperangkap di bronkus dan cabang-cabangnya. Pada orang
dewasa, benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus utama kanan, karena sudut
konvergensinya yang lebih kecil dibandingkan bronkus utama kiri. Benda asing yang lebih
besar lebih banyak tersangkut di laring atau trakea.
Tujuh puluh lima persen dari benda asing dibronkus ditemukan pada anak
umur kurang dari 2 tahun, dengan riwayat yang khas, yaitu saat benda atau makanan berada
di dalam mulut, anak menjerit atau tertawa sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan benda
asing masuk ke dalam laring. Pada saat benda asing itu terjepit di sfingter laring pasien batuk
berulang-ulang (paroksikmal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis Bila benda asing telah
masuk ke dalam trakea atau bronkus kadang terjadi fase asistomatik selama 24 jam atau
lebih, diikuti gejala pulmonum yang bergantung pada derajat sumbatan bronkus.
Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi
lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus
edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala
9
sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-bronkitis, toksemia,batuk, dan demam
yang iregular.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih
mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan tipis
seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan
gejala batuk spasmodik.
2.8.1. Anamnesis
Tanda dan Gejala (7)
Gejala yang paling umum dari obstruksi jalan napas akut adalah perubahan
suara, dyspnea, nyeri lokal, dan batuk. Temuan fisik mungkin termasuk stridor, suara serak,
gelisah, retraksi interkostal, suprasternal, dan supraklavikula, dan jika trauma dapat terjadi
perdarahan, emfisema subkutan, dan deformasi.
Derajat obstruksi jalan nafas dibagi mejadi berikut:
1. Obstruksi lengkap: tidak ada aliran udara yang masuk atau keluar dari paru-paru.
2. Obstruksi parsial: terdapat stridor atau kesulitan bernapas karena penyempitan saluran
napas utama.
3. Berpotensi terjadi obstruksi jalan napas: karena anatomi dan fisiologi pernapasan tiap
individu seseorang berbeda – beda.
Gejala aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 tahap. Tahap pertama dari
gejala awal terjadi saat benda asing teraspirasi, biasanya timbul serangan batuk dan ingin
muntah yang berat. Tahap kedua adalah interval bebas gejala dimana benda asing tersangkut
pada suatu tempat. Tahap ini berlangsung sekejap atau dapat memanjang hingga bertahun –
tahun. Tahap ketiga adalah tahap komplikasi. Obstruksi, erosi dan infeksi, perdarahan atau
perforasi adalah akibat yang dapat ditimbulkan oleh benda asing yang teraspirasi.
Benda asing yang tersangkut di laring atau esofagus bagian leher
menimbulkan perasaan tidak nyaman, suara serak, batuk, dan mungkin dispnea. Benda asing
dalam trakea dapat bergerak maju - mundur diatara karina dan bagian bawah glotis bersama
respirasi, menimbulkan bunyi yang jelas dan tonjolan yang dapat diraba. Edema laring akibat
trauma pada keadaan ini dapat menimbulkan suara serak dan menjadi obstruksi jalan napas.
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk bronkus kanan karena anatominya
yang lurus. Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit kebanyakan
berada pada fase asimptomatik. Pada fase ini keadaan umum pasien masih baik dan foto
10
rontgen thorak belum memperlihatkan kelainan. Jika benda asing berada dalam bronkus,
terdapat kemungkinan fisiologis dalam hal obstruksi aliran udara. Jika benda tersebut
menyumbat bronkus secara total, terjadi atelektasis perifer akibat resorpsi udara paru – paru
distal ke dalam darah. Bila benda tersebut tidak menyumbat, dimana udara dapat lewat
disekitarnya baik pada inspirasi maupun ekspirasi, maka yang terjadi mungkin hanya mengi
setempat yang menyerupai asma. Cukup banyak kasus benda asing yang salah didiagnosis
menjadi asma. Kemungkinan ketiga yang paling sering terjadi adalah obstruksi parsial
dimana benda asing berfungsi sebagai katup. Bronkus mengembang pada inspirasi dan
memungkinkan lewatnya udara ke paru – paru distal. Keadaan ini menimbulkan emfisema di
perifer dari benda asing tersebut. Jika benda asing dibiarkan dapat timbul pneumoni, abses,
atau perdarahan. Kecurigaan akan adanya benda asing merupakan salah satu indikasi
bronkoskopi bila mana terdapat pneumonia menetap atau kambuh, mengi setempat atau
hemoptasis. Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran napas dengan
gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam ireguler. Tanda fisik benda asing
di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari satu sisi ke sisi lain dalam
paru.
11
Penyebab : benda asing di dalam lumen bronkus, gumpalan ingus (mucous
plag), tumor yang bertangkai.
4. Sumbatan total (stop valve obtruction = katup tertutup), sehingga ekspirasi dan
inspirasi tidak dapat terlaksana. Akibat keadaan ini ialah atelaktasis paru.
Penyebab : benda asing yang menyumbat lumen bronkus, trauma dinding
bronkus.
Pemeriksaan fisik harus menyertakan palpasi yang cermat pada leher untuk
mencari deviasi trakea, kelenjar getah bening suprakavikular dan servikal, dan metastasis.
Inspeksi, perkusi, dan auskultasi dada perlu diikuti dengan radiogram dada. Auskultasi harus
diperhatikan untuk menemukan gambaran yang sesuai dengan atelektasis, emfisema, atau
mengi. Pemeriksaan radiogram dengan kontras pada percabangan trakeobronkial di bawah
kontrol fluoroskopik. Penelitian fungsi paru, analisa gas darah, hitung darah lengkap, biakan
sputum serta evaluasi sistem kardiovaskuler juga sangat membantu.
Diagnosis pasti benda asing di saluran napas ditegakan setelah dilakukan
tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi.
12
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis (1)
Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus dilakukan. Dianjurkan untuk
membuat foto berikut:
1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral posisi ekstensi
Dapat memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang-kadang bahkan benda asing
radiolusen pada laring dan trakea.
2. Foto torak PA dan lateral
3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi
Dapat memperlihatkan atelektasis dan emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat bukti
tidak langsung adanya benda asing radiolusen.
4. Fluoroskopi/videofluoroskopi
Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi dan ekspirasi pada kasus yang meragukan
untuk melihat adanya obstruksi parsial paru.
5. Bronkogram
Untuk memastikan adanya benda asing radiolusen atau untuk mengevaluasi
bronkiektasis.
Diagnosa benda asing di saluran nafas dapat ditegakkan pada hampir 70%
kasus. Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan radiologis tidak berarti adanya benda
asing dapat disingkirkan. Foto torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3
pasien yang didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama kejadian.CT Scan
berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan foto sinar X, seperti benda asing kacang
yang bersifat radiolusen.
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan dugaan aspirasi
benda asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda
asing dengan bronkoskopi untuk diagnosis dan terapi. Bahkan Barrios et al menyarankan
bronkoskopi harus dilakukan pada anak-anak dengan riwayat gejala inisial aspirasi benda
asing (choking crisis).
13
2.9. Penatalaksanaan Benda Asing Saluran Nafas Bawah
14
2. Indikasi Terapi
15
Komplikasi Bronkoskopi (6,8)
Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka
mortaliti 0-0,4 % dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan biopsi,
depresi pernafasan, henti jantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1 % pada waktu tindakan
bronkoskopi.
1. Komplikasi akibat premedikasi
Depresi pernapasan
Hypotensi
Sinkope
Henti napas
16
BAB III
KESIMPULAN
Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari
luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda
tersebut tidak ada
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang,
dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain. Benda asing endogen
contohnya krusta, nanah, secret kental, darah atau bekuan darah, dan mekonium
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas
adalah usia, jenis kelamin, faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis) kegagalan
mekanisme proteksi, faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut,
makan dan minum tergesa-gesa.
Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi
lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus
edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala
sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-brokitis, toksemia,btuk, dan demam yang
iregular.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih
mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan tipis
seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan
gejala batuk spamodik.
Diagnosa benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan atas anamnesis
yang cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan bronkoskopi. Komplikasi dapat
disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut
akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti
jantung.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL. Jakarta ; FKUI, 2004
2. Leighton G, Siegel, M.D. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus dan
Mediastinum. Dalam: BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta : EGC,
1997
3. Oho K and Anemiya R, Practical Fiberoptic Bronchoscopy 2 nd ed. Igaku Shoin,
Tokyo-London, 1984.
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
5. Mescher, A.L.. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12. EGC. Jakarta.
2011
6. Utz J.P and Prakash. UBS. Indications for and contraindications to Bronchoscopy in
Prakash UBS. (ed) Bronchoscopy, Raven Press, New York, 1994, p.81.
7. Jackson C and Jackson LC. Bronchoesophagology, WB Saunders Co, Philadelphia
and London, 1958: p.152-221
8. Schild JA, And Snow JB. Jr. Bronchology in Ballenger JJ. And Snow JB. Jr (eds)
Otorhinolaryngology. Head and Neck Surgery (15th edition). A Lea & Febiger Book.
William and Wilkins, Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London, Munich, Sydney,
Tokyo, 1996: p,1209-1220.
18