Anda di halaman 1dari 9

UROTHELIAL TUMORS OF THE UPPER URINARY

TRACT AND URETER

Disusun Oleh:

DEPARTEMEN UROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
Referat Urologi

Departemen Urologi FKUP/RSHS

Oleh : dr.

Pembimbing : dr.

Urothelial Tumors of the Upper Urinary Tract and Ureter

I. EPIDEMIOLOGI

Karsinoma traktus urinarius atas (upper urinary tract carcinoma / UTUC) hanya

meliputi 5% dari seluruh kanker urotelial. Karsinoma jenis ini paling banyak dialami

oleh individu berusia 70-90 tahun. UTUC terjadi dua kali lebih sering pada pria

dibanding wanita. Sebanyak 10-20% UTUC bersifat multifokal. Sementara sebanyak

17% kasus UTUC terjadi bersamaan dengan kanker kandung kemih.

2. FAKTOR RISIKO

Predisposisi genetik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya UTUC. Pasien

dengan HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma) atau sindrom Lynch

memiliki mutase pada gen MLH1, MSH2, MSH6, dan PMS2 dimana pasien-pasien ini

memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena karsinoma kolon, urotelial, gastrik,

pankreatik, uterin, sebaseus, dan ovarium. Selain itu, eksposur lingkungan seperti rokok,

kopi, teh, bahan industri (yang mengandung aromatic amine), analgesik (terutama

phenacetin), dan arsenik juga dapat berkontribusi menyebabkan UTUC. Infeksi kronis

dan inflamasi pada urotelium juga dapat memfasilitasi karsinogenesis dengan

melemahkan urotelium.
3. HISTOPATOLOGI

Lesi jinak seperti papiloma, papiloma inverted, dan von Brunn nest membutuhkan

pengamatan yang ketat. Sekitar 18% papiloma inverted menjadi malignan. UTUC terjadi

melalui beberapa tahap yang dimulai dari hyperplasia, lalu dysplasia, dan akhirnya CIS. CIS

akan sulit untuk didiagnosis karena memiliki beberapa variasa morfologi: plak keputihan

hingga patch kemerahan.

Morfologi dari karsinoma urotelial bisa terlihat flat (CIS), papillary, ataupun sessile.

Morfologi ini memiliki kemiripan dengan tumor urotelial pada kandung kemih. Walau

keduanya memiliki kemiripan, lapisan otot pada pelvis ginjal dan ureter memungkinkan

lapisan otot pada kedua lokasi ini lebih mudah terlibat.

Gambar 1. High-grade urothelial carcinoma. Daerah yang dilingkari merah merupakan


lokasi invasi karsinoma ke lamina propria

4. DIAGNOSIS

Tumor traktus urinarius atas (UTUC) memiliki beberapa tanda dan gejala. Gejala

yang paling umum termasuk hematuria (56%-98% kasus), disuria, dan nyeri panggul
(20-30% kasus). Hematuria dapat bersifat makroskopik maupun mikroskopik. Nyeri

panggul diperkirakan terjadi karena hidronefrosis akibat obstruksi. Massa pada daerah

lumbar juga dapat ditemukan pada 10% kasus. Nyeri akut menyerupai kolik renal juga

dapat terjadi ketika terdapat obstruksi akut. Sebanyak 15% kasus merupakan pasien

asimtomatik dan hanya ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan radiologis. UTUC

yang sudah berada pada tahap lanjut juga bisa bermanifestasi seperti massa panggul atau

abdomen, penurunan berat badan, anoreksia, serta nyeri tulang. Bila terdapat tanda dan

gejala berikut, perlu dilakukan evaluasi metastasis.

Sistoskopi harus selalu dilakukan karena UTUC seringkali berhubungan dengan

kanker kandung kemih. Ureteroskopi fleksibel (URS) merupakan kunci dalam visualisasi

ureter, pelvis ginjal, dan sistem kolektivus. Biopsi terhadap lesi yang dicurigai juga dapat

dilakukan menggunakan URS. Akurasi diagnostic dari urografi sendiri dapat mencapai

75-90% apabila dilakukan bersamaan dengan URS.

Gambar 2. (A) Karsinoma urotelial dari kelompok kaliks ginjal atas. Terdapat karsinoma
multiple. URS dengan teknologi digital mampu memberikan visualisasi traktus urinarius atas.
(B) Sama seperti gambar A namun dengan filter yang berbeda; mampu membedakan tumor-
tumor kecil yang tidak dapat terlihat pada visualisasi tanpa filter.
Biopsi ureteroskopik dapat memberikan informasi penting dalam menentukan

grading tumor pada 90% kasus. Biopsi yang akurat menggunakan forsep ataupun brush

memungkinkan dilakukan dengan URS. Biopsi yang dilakukan dengan cara tersebut

memiliki tingkat negatif palsu yang rendah.

Pada beberapa kasus, pendekatan diagnosis dan tatalaksana secara perkutan perlu

dilakukan. Nefroskopi antegrad, ureteroskopi, dan urografi dapat berperan dalam

visualisasi, biopsy, atau bahkan reseksi tumor. Tumor risiko rendah (low-risk) yang sulit

dilihat atau ditangani dengan URS dapat ditangani secara perkutan. Namun pendekatan

secara perkutan perlahan sudah mulai ditinggalkan karena penggunaan URS yang sudah

mulai berkembang.

CT urografi memiliki akurasi diagnostic tertinggi dalam teknik pencitraan.

Sensitivitasnya dalam UTUC adalah 0.67-1.0 dan spesifisitasnya 0.93-0.99. CT lebih

mudah dilakukan dibanding IV pyelografi. Walau demikian, CT urografi memiliki

paparan radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan IV pyelografi. Temuan radiologis

yang sugestif UTUC adalah filling defect radiolusen (50-75% kasus), obstruksi,

incomplete filling pada bagian traktus atas, dan juga ketidakmampuan dalam visualisasi

sistem kolektivus. MR urografi diindikasikan pada pasien dengan kontraindikasi

terhadap paparan radiasi ataupun media kontras.

Sitologi urin juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis UTUC. Namun, sitologi

urin memiliki sensitivitas yang rendah tergantung dari grading tumornya. Sensitivitasnya

sekitar 20% pada tumor grade 1, 45% pada tumor grade 2, 75% pada tumor grade 3.

Sitologi tidak memberikan informasi mengenai lokasi asal dari sel malignan yang

ditemukan. Koleksi urin atau pencucian ureter dengan kateter uretra dapat memberikan

hsil sitologi yang paling akurat.


5. STAGING DAN KLASIFIKASI

Klasifikasi TNM

T: Tumor Primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Ta Karsinoma papilary non-invasif
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor menginvasi jaringan ikat subepitelial
T2 Tumor menginvasi otot
T3 Pelvis ginjal: Invasi tumor menembus otot menuju peripelvic fat atau

parenkima ginjal

Ureter: Invasi tumor menembus otot menuju perinephric fat


T4 Tumor menginvasi organ yang berdekatan atau menembus ginjal menuju ke

perinephric fat
N: Nodus limfe regional
N Nodus limfe regional tidak dapat dinilai

X
N0 Tidak terdapat metastasis nodus limfe regional
N1 Metastasis pada satu nodus limfe berdiameter 2 cm atau kurang
N2 Metastasis pada satu nodus limfe berdiameter lebih dari 2 cm
M: Metastasis jauh
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Metastasis jauh

Klasifikasi TNM di atas merupakan klasifikasi yang paling sering digunakan.

Selain itu, sistem staging oleh AJCC (American Joint Committee on Cancer) juga dapat

digunakan. Perbedaan dan persamaan dari keduanya dapat dilihat pada table di bawah

ini.

AJCC STAGING SYSTEM TNM CLASSIFICATION SYSTEM


0 T0
I Ta, Tis, T1, N0, M0
II T2, N0, M0
III T3, N0, M0
IV T4 or T, N+, M+
Klasifikasi WHO 1973 sempat digunakan untuk beberapa dekade. Klasifikasi ini

berdasarkan grading secara histologis. Tumor di-grading menjadi G1 hingga G3.

Sekarang, klasifikasi yang digunakan adalah EAU guideline yang didasari dari klasifikasi

WHO 2004/2016. Klasifikasi WHO 2004/2016 ini sendiri membedakan tumor

noninvasif: neoplasia urotelial papilary yang memiliki potensial keganasan rendah dan

karsinoma grade rendah-tinggi berdasarkan karakteristik histologis.

6. PROGNOSIS

Faktor prognostik dibagi menjadi faktor preoperatif dan faktor postoperatif.

Faktor yang termasuk faktor preoperatif meliputi usia, konsumsi rokok, lokasi tumor,

tatalaksana yang telat, dan lain-lain. Pasien dengan tumor ureteral dan/atau multifokal

memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding tumor pelvis ginjal. Untuk prognosis

yang lebih baik, sangat disarankan untuk melakukan nefroureterektomi radikal dalam

waktu 12 minggu.

Faktor yang termasuk faktor postoperatif meliputi staging dan grade tumor,

keterlibatan nodus limfe, dan invasi limfovaskular. Faktor utamanya adalah stage dan

grade tumor. UTUC yang sudah menginvasi dinding otot biasanya memiliki prognosis

yang sangat buruk. Tingkat bertahan hidup 5-tahun kurang dari 50% pada pT2/pT3 dan

kurang dari 10% pada pT4. Secara histologis, tumor papilary memiliki prognosis lebih

baik dibanding lesi sessile. Keterlibatan nodus limfe terjadi pada 40% kasus, sementara

invasi limfovaskular terjdi pada 20% kasus UTUC. Keduanya merupakan predictor kuat

prognosis yang buruk.

Tingkat rekurensi mencapai 2-4% dengan interval 17 hingga 170 bulan. Tingkat

rekurensi ini juga berhubungan dengan lokasi tumor serta staging-nya. Pasien dengan

UTUC juga memiliki risiko signifikan terjadinya rekurensi penyakit pada kandung
kemih. Rekurensi pada kandung kemih mencapai 15% hingga 75% dalam kurun waktu 5

tahun. Prediktor signifikan terjadinya rekurensi pada kanung kemih setelah

nefroureterektomi dikategorikan menjadi tiga faktor yaitu:

- Faktor spesifik pasien: pria, riwayat kanker kandung kemih, merokok, dan adanya

penyakit ginjal kronik (PGK) preoperatif

- Faktor spesifik tumor: sitologi urin preoperatif yang positif, lokasi ureteral,

multifokal, stage invasif pT, dan nekrosis

- Faktor spesifik tatalaksana: pendekatan laparoskopik, pengangkatan cuff kandung

kemih ekstravesikal, adanya margin operatif

7. POTENSI METASTASIS

UTUC memiliki potensi penyebaran yang signifikan. Tumor ini dapat menyebar

melalui invasi secara langsung ke parenkim ginjal atau struktur di sekitarnya. Penyebaran

secara hematogen, limfatogen, dan epitelial juga memungkinkan.

Penyebaran secara limfatogen berhubungan secara langsung dengan kedalaman

invasi tumor serta lokasi tumornya. Tumor pada pelvis renal dan ureter atas atau 2/3

bawah dapat menyebar ke nodus limfe hilum ginjal, para-aortic, paracaval,

interaortocaval, common iliac ipsilateral, dan pelvic.

Lokasi umum dari penyebaran UTUC secara hematogen yaitu liver, paru, dan

tulang. Ekstensi secara langsung dari UTUC pelvis renal ke vena renal dan vena cava

sangat jarang terjadi. Penyebaran epitelial dari UTUC menyebabkan tumor sinkronus dan

metakronus. Penyebaran ini dapat dijelaskan dengan teori monoclonal dimana menurut

teori tersebut, multiple tumor berasal dari satu sel neoplastic yang termodifikasi secara

genetik dan penyebarannya terjadi dengan pola antegrad (lebih sering) atau retrograde.
Metastasis dari UTUC juga dapat menyebabkan panurothelial disease.

Panurothelial disease merupakan keterlibatan kandung kemih serta dua lokasi

ekstravesikal. Pada wanita, penyakit ini melibatkan kandung kemih serta kedua ureter.

Sementara, pada pria, penyakit ini dapat melibatkan kandung kemih serta satu atau kedua

traktus urinarius atas dan/atau uretra prostatik.

8. TATALAKSANA OPERATIF

Sebagian besar tumor urotelial traktus atas tidak berukuran besar, sehingga operasi

laparoskopik merupakan yang paling ideal, setidaknya untuk bagian renal dari

nefroureterektomi radikal dimana pengangkatan tumor membutuhkan pengangkatan seluruh

bagian ginjal. Pendekatan yang bervariasi seperti kombinasi laparoskopik dan teknik sayatan

terbuka dapat digunakan untuk ureterektomi distal. UTUC yang noninvasif serta grade

rendah dapat dilakukan tatalaksana awal berupa ablative renal-sparing surgery. Selain itu,

ureteroskopi retrograde dan ureteropyeloskopi dapat lebih dipertimbangkan ketika ukuran,

dan jumlahnya memungkinkan ablasi tumor secara penuh. Ablasi antegrad tumor secara

perkutan juga merupakan pilihan ketika anatomi dan tumornya tidak memungkinkan ablasi

penuh melalui pendekatan retrograd.

Nefroureterektomi radikal dengan eksisi cuff kandung kemih merupakan baku emas

untuk tumor pelvis renal dan ureter proksimal yang berukuran besar, grade tinggi, dan

diperkirakan invasif. Indikasi untuk nefroureterektomi laparoskopik sama dengan

nefroureterektomi terbuka, dengan pengecualian tumor berukuran besar dengan keterlibatan

struktur di sekitarnya atau kondisi dimana diseksi luas nodus limfe dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai