Anda di halaman 1dari 9

MARKER SITOLOGI DAN URIN UNTUK DIAGNOSIS KANKER KANDUNG KEMIH

Abstak

Deteksi primer dan follow-up pasien dengan kanker kandung kemih (Bladder Cancer, BC) non-
muscle-invasive (NMI) sudah dapat dilakukan dengan urethro-cytoscopy (UCS) dan, pada
banyak kasus, pemeriksaan sitologi. Banyak tes berbasis urin telah dikembangkan, dan secara
umum, tes-tes ini memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan
sitologi namun spesifisitasnya lebih rendah. Pada review ini, kami mengkaji nilai tes urin pada
skrining, deteksi primer, dan surveilans untuk NMIBC ( Non-Muscle-Invasive Bladder Cancer).
Dengan mempertimbangkan frekuensi UCS dalam follow-up, penggunaan marker untuk BC
rekuren akan sangat berguna. Oleh karena itu, kami memutakhirkan review sistematik kami
dengan memasukkan lima marker urin yang umum diteliti (BTA stat, NMP22, uCyt +
/Immunocyt, FISH UroVysion, dan analisis mikrosatelit) dan sitologi untuk surveilans.
Sensitivitas dan/ atau spesifisitas dari sitologi dan kelima marker ini lebih dari 5% lebih rendah
pada pasien dalam surveilans dibandingkan dengan angka yang dilaporkan review-review lain,
menyatakan bahwa performa marker urin dan sitologi lebih rendah untuk pendeteksian BC
rekuren daripada UCS. Data terakhir dari randomized trial pertama yang melacak kemungkinan
menurunkan frekuensi UCS dengan analisi mikrosatelit urin menunjukkan anggapan remeh
(underestimate) substansial mengenai sensitivitas dan spesifisitas jika saja urolog tidak benar-
benar memperhatikan hasil tes urin. Hasil ini mempertanyakan namun tidak menggantikan UCS
sebagai baku emas surveilans NMIBC. Kesimpulannya, sitologi masih perlu sebagai adjunct
evaluasi pasien dengan hematuria dan surveilans pasien dengan NMIBC risiko-tinggi. Marker
urin selain sitologi mungkin dapat memegang peranan di penelitian skrining masa depan dan
follow-up pasien dengan NMIBC stadium awal (S1-2).

1. Pendahuluan

Sekitar 380 000 kasus BC (Bladder Cancer) terjadi di seluruh dunia tiap tahunnya [1]. Di negara
barat, BC adalah urutan keempat kanker tersering pada pria. Sebagian besar BC (75-85%) non-
muscle-invasive (NMI) pada diagnosis pertama (pTa, pT1, carsinoma in situ [CIS]) [2]. Pada
NMIBC, sekitar 70% kasus digolongkan sebagai pTa, 20% sebagai pT1, dan 10% sebagai lesi
CIS [3]. Secara umum, prognosis pasien dengan diagnosis NMIBC baik, walaupun 30-80%
kanker akan kambuh dan 1-45% akan berkembang menjadi muscle invasion dalam kurun waktu
5 tahun [2,4]. Dengan kata lain, NMIBC adalah penyakit kronis dengan hasil-hasil onkologis
bervariasi membutuhkan follow-up sering dan terapi berulang, membuat biaya per pasien dari
diagnosis sampai kematian menjadi paling tinggi di antara kanker-kanker lain [5]. Pada suatu
titik pada waktu tertentu, 2,7 juta orang di dunia memiliki riwayat BC [6].

Standar perawatan saat ini untuk deteksi primer dan follow-up NMIBC terdiri dari UCS (urethro-
cytoscopy) sebagai baku emas dan sitologi urin sebagai adjuncts, setiap 2-4 mo selama 2 tahun
pertama dan lebih pada tahun-tahun subsequent. Pencitraan saluran kemih bagian atas dilakukan
pada evaluasi primer dan untuk tujuan follow-up pada kasus risiko tinggi [2]. Pendekatan ini
bersifat invasif dan tidak nyaman. Bahkan untuk UCS fleksibel, risiko pasien mengalami infeksi
saluran kemih atas sekitar 10%, dan prosedurnya mengakibatkan ketidaknyamanan pasien dan
sakit pada sekitar sepertiga dari pasien dalam surveilans [7,8]. Marker urin yang bisa diandalkan
berpotensial menggantikan/mengklompemen UCS. Untuk praktek urologis, demi pengurangan
biaya dan kenyamanan pasien, marker pendeteksi penyakit rekuren akan sangat berguna. Namun
demikian, sitologi urin hampered oleh kebergantungan operator dan sensitivitas rendah, terutama
untuk lesi stadium dini [9,10]. Banyak tes berbasis urin baru untuk UC telah dikembangkan [10-
17]; diantaranya, BTA stat, NMP22, uCyt + /ImmunoCyt, dan FISH UroVysion telah diterima
oleh U.S. Food and Drug Administration.

Pada review edukasional ini, kami mendiskusikan pengertian yang digunakan untuk mengkaji
penggunaan tes-tes urin (seperti sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif negatif dan positif). Kami
juga mendiskusikan nilai marker urin dan sitologi pada 3 keadaan klinis, skrining
……………………….. Untuk kategori terakhir, sebuah review sistematis sebelumnya [10]
mengenai nilai marker urin untuk BC rekuren dimutakhirkan untuk kelima marker urin terkenal
(BTA stat, NMP22, uCyt + /ImmunoCyt, dan FISH UroVysion) dan untuk sitologi.

2. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif

Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan negatif adalah alat yang digunakan untuk
mengkaji nilai tes urin yang diketahui dibandingkan dengan naku emas (yaitu UCS, dinyatakan
oleh biopsi pada banyak penelitian).
Sensitivitas tes urin dinyatakan sebagai persentase pasien dengan UCS positif dalam kelompok
pasien dengan tes urin positif (yaitu, ‘positif asli’, jumlah yang dinyatakan positif pada urin tes
dibagi dengan jumlah dengan bukti penyakit pada UCS). Spesifisitas dinyatakan sebagai
persentase pasien dengan UCS negatif dalam kelompok pasien dengan tes yang juga negatif
(yaitu, ‘negatif asli’, jumlah yang dinyatakan negatif pada urin tes dibagi dengan jumlah tanpa
bukti penyakit pada UCS). Nilai prediktif positif (Positive Predictive Value [PPV]) dinyatakan
sebagai persentase pasien dengan tes urin positif dan keberadaan penyakit (yaitu positif asli
dibagi dengan kelompok tes urin positif). Nilai prediktif negatif (Negative Predictive Value
[NPV]) dinyatakan sebagai persentase pasien dengan tes urin negatif dan ketidakberadaan
penyakit (yaitu negatif asli dibagi dengan kelompok tes urin negatif). Tabel 1a menjabarkan
keempat definisi ini. Dalam penjabaran, sensitivitas dan spesifisitas tetap konstan antara
kelompok dengan angka kejadian positif dan negatif yang berbeda, namun nilai prediktif
bervariasi antara dua kelompok dengan insidensi BC berbeda. Tabel 1b menunjukkan NPV lebih
tinggi dan PPV lebih rendah pada kelompok insidensi tumor lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok insidensi tumor lebih tinggi. Contoh ini mengilustrasikan tes tersebut mungkin hanya
bernilai pada kelompok tertentu dan bahwa nilai prediktif kurang berguna sebagai pembanding
antar penelitian karena insidensi tumor dalam kelompok yang diketahui biasanya bervariasi
[10,11]. For instance, insidensi tumor akan sangan menurun pada a screen setting daripada
keadaan yang melibatkan pasien dalam surveilans terdiagnosis NMIBC sebelumnya.
Memperbandingkan penelitian-penelitian menjadi lebih problematis jika kita mempertimbangkan
fakta bahwa banyak tes urin yang memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas berbeda untuk
stadium tumor yang berbeda [10,11]. Untuk menurunkan heterogenitas hasil tes urin, skrining,
deteksi primer BC, dan follow-up NMIBC sebaiknya dipertimbangkan sebagai tiga kategori
klinis yang terpisah, dan sensitivitas dan spesifisitas selayaknya digunakan untuk
membandingkan berbagai penelitian tes urin.

3. Marker urin dan skrining kanker kandung kemih

Skrining berbasis kelompok untuk menggunakan marker urin memiliki appeal besar, dan
skrining hematuria untuk BC (Bladder Cancer) telah menunjukkan to be feasible [18,19]. Lebih
jauh lagi, skrining hematuria dapat mengurangi mortalitas BC daripada BC yang didiagnosis dari
presentasi klinis; hasil penelitian mendukung skrining ini dapat mendeteksi tumor berisiko tinggi
sebelum menginvasi otot (muscle invasive) [20]. Penelitian design of the two pilot untuk skrining
BC terdiri dari tes hematuria home-based berulang; jika tes-tes ini positif, dilakukan evaluasi
urolog termasuk sitoskopi. Penelitian-penelitian ini dilakukan pada peserta pria berusia >60
tahun (Leeds, UK) dan >50 tahun (Wisconsin, USA) dan mencakup masing-masing 2356 dan
1575 pria [18,19]. Karena 16-20% peserta dites positif hematuria dan hanya 5-8% dari mereka
benar-benar mengidap BC, sejumlah besar tes UCS harus dilakukan, rendering pendekatan ini
tidak sesuai dengan skrining berbasis kelompok [18-20]. Tes urin dengan spesifisitas BC lebih
tinggi daripada tes hematuria dapat digunakan untuk precede UCS dan dapat mengurangi
kebutuhan UCS untuk skrining efektif. Marker urin seperti ini juga harus memiliki sensitivitas
tinggi, as it would be carried out before UCS. Untuk meningkatkan sensitivitas, penggunaan
kombinasi marker untuk stidi skrining mungkin menjadi strategi yang baik. Strategi lainnya yang
dapat meningkatkan persentase BC terdeteksi-skrining dapat dengan memilih subjek
asimptomatik dengan riwayat merokok berat [15,21,22]. Lotan et al. [21] mengevaluasi tes
NMP22 point-of-care pada 1502 subjek berisiko tinggi. Hanya 5,7% dari subjek yang dites
positif, dan 2 dari 69 (2.9%) menderita BC terdeteksi oleh UCS. Pada 1309 peserta dengan
NMP22 negatif, 2 orang berkembang menjadi NMIBC stadium awal. Oleh karena prevalensi
rendah BC, pengkajian efficacy intervensi tidak mungkin dilakukan [21]. Steiner et al. [22]
menskrining 183 perokok berat menggunakan dipstik hematuria, NMP22, FISh UroVysion, dan
sitologi. Pada masing-masing orang, 75 memiliki setidaknya satu tes positif dan dievaluasi.
Menariknya, Steiner et al menemukan tanda-tanda malignansi pada 18 kasus, 12 darinya
premalignan (menunjukkan displasia) [22]. Rate tinggi displasia dapat dijelaskan dengan reseksi
fotodinamik (tumor) yang dilakukan studi kohort ini. Follow-up akan menunjukkan apakah
pasien-pasien tersebut mengalami perkembangan menjadi BC. Selain itu, penelitian lain
mengenai skrining BC sedang berlangsung [15,23]. Pada salah satu di antaranya, marker urin
dapat mengurangi jumlah UCS untuk skrining sebanyak 62% (lihat www.blu-project.org) [23].

Secara keseluruhan, skrining BC dengan marker urin sedang dalam fase awal. Penelitian lebih
lanjut dapat menunjukkan apakah skrining berbasis kelompok feasible. Dengan menggunakan
kombinasi marker urin mungkin akan menjadi strategi terbaik. Bagaimanapun, a priori, dua
major concerns with regard to the feasibility of BC screening merupakan insidensi BC relatif
kecil dan periode asimpomatik pendeknya (BC virtually tidak pernah dianggap sebagai temuan
kebetulan pada otopsi [24]) dibandingkan dengan, misalnya, kanker prostat.
4. Marker urin pada deteksi primer kanker kandung kemih

Nilai klinis penggunaan marker urin daripada sitologi urin kelihatannya terbatas pada pasien
dengan hematuria atau gejala lain yang merujuk pada BC. UCS adalah bagian terintegrasi pada
prosedur yang digunakan untuk mendeteksi kemungkinan BC primer pada pasien-pasien
tersebut. Consequently, sitologi atau marker urin digunakan sebagai penunjang UCS dan
evaluasi saluran kemih atas, terutama untuk mendeteksi CIS ‘terlihat’. Hence, penggunaan
marker dengan spesifisitas tinggi juga penting dalam mencegah diagnosis urologis tambahan
yang tidak diperlukan. Sitologi urin adalah contoh marker yang baik dengan spesifisitas tinggi
(biasanya >90%) dan sensitivitas yang reasonable lumayan? (>60%) untuk lesi CIS dan stadium
lanjut [2,12,13].

5. Marker urin pada surveilans non-muscle-invasive bladder cancer

Dengan mempertimbangkan jumlah besar kunjungan follow-up sering terjadi pada kasus-kasus
BC, marker untuk mendeteksi penyakit rekuren particularly bermanfaat. Urin marker reliable
memiliki potensi untuk menurunkan frekuensi penggunaan UCS. Kami memutakhirkan review
sistematik kami sebelumnya dengan literatur penggunaaan (yang berkaitan dengan sensitivitas
dan spesifisitas) marker urin yang digunakan untuk surveilans pasien BC [10]. Kami memilih
lima urin marker yang umum diteliti untuk update ini. Tabel 2 menunjukkan sensitivitas dan
spesifisitas marker-marker tersebut dan sitologi pada pasien dalam surveilans. Kami juga sudah
melakukan subanalisis sensitivitas tes-tes urin per stadium patogolis (WHO 1973, S1-3). Tabel 3
menunjukkan hasil dari subanalisis tersebut. Secara garis besar, untuk pasien dalam surveilans,
sensitivitas marker urin lebih tinggi namun spesifisitasnya lebih rendah daripada sitologi urin.
Sensitivitas meningkat pada setiap marker dengan stadium lebih tinggi. Moreover, sensitivitas
dan/atau spesifisitas (lihat Tabel 2) lebih dari 5% lebih rendah untuk pasien dalam surveilans
daripada angka yang dilaporkan pada sembilan review [10]. Temuan ini menunjukkan bahwa
penggunaan marker urin dan sitologi lebih rendah untuk deteksi BC rekuren dibandingkan
dengan penelitian-penelitian yang tidak menggunakan criterion seleksi ini. Overview singkat per
marker urin dijelaskan di bawah ini.

5.1.BTA stat dan NMP22 assay


BTA stat (Alidex Inc., Redmond, WA, USA) adalah assay kualitatif yang dapat dilakukan dalam
beberapa menit, bahkan sebelum sitoskopi, sebagai tes point-of-care (POC). Tes ini mengukur
faktor komplemen protein terkait-H manusia dalam urin. NMP22 ((Matritech Inc., Newton, MA,
USA) adalah protein matriks nuklir yang bertanggung jawab dalam regulasi kromatid dan
pemisahan sel selama replikasi. Tes ini tersedia sebagai enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) kuantitatif atau, sekarang ini, sebagai ambang hasil positif. Dibandingkan dengan
marker urin lainnya, tes BTA stat dan NMP22 sudahlebih jauh diteliti. Update tes ini terdiri dari
satu pada NMP22 ELISA [25], dan dua pada NMP22 BladderCheck [26,27], dan tidak ada untuk
BTA stat (Tabel 2). Shariat et al. [25] dan peneliti lain menemukan bahwa ambang kurang dari
10 IU/ml lebih baik untuk surveilan NMIBC [10,17,25]. Hal ini juga dapat menjelaskan
bagaimana sensitivitas rendah dan spesifisitas tinggi pada NMP22 BladderCheck dibandingkan
dengan NMP22 ELISA yang dilaporkan pada Tabel 3. Sensitivitas BTA stat dan NMP22 lebih
tinggi daripada sensitivitas sitologi, namun spesifisitasnya lebih rendah. Keadaan inflamasi
benigna seperti hematuria dan pyuria dapat memberikan hasil positif palsu untuk BTA stat dan
NMP22 pada lebih dari 25% kasus [10,15,17]. Walaupun tes POC memberikan hasil cepat dan
tidak mahal dibandingkan dengan tes-tes more labor-intensive yang dibicarakan di atas [15],
banyak kasus negatif palsu untuk S1-2 (Tabel 3) akan impede aplikabilitas tes-tes tersebut dalam
menurunkan jumlah follow-up UCS.

5.2.uCyt + /ImmunoCyt, analisis mikrosatelit, dan FISH UroVysion

Tes uCyt + /ImmunoCyt (Diagnocure Inc., Que´bec, Canada) adalah satu contoh imunositologi.
uCyt + /ImmunoCyt menggunakan tiga antibodi monoklonal flurosens: 19A211, M344, dan
LDQ10. Review kami melaporkan temuan kontroversial mengenai tes urin ini [10]. Variabilitas
interobserver tinggi dan senstivitas 16% lebih rendah untuk BC rekuren dilaporkan [10],
berdasarkan 900 kasus. Sejak saat itu, dua penelitian besar dengan lebih dari 1750 tes telah
diterbitkan [28,29]. Keduanya mengungkapkan sensitivitas lebih tinggi (81% dan 85%) dan
spesifisitas sama (keduanya 75%) untuk pendeteksian BC rekuren daripada yang dilaporkan
sebelumnya [10]. Tes uCyt + /ImmunoCyt sangat sensitif untuk lesi S1 (79%) dan S2 (86%)
(Tabel 3). Di samping itu, hasil positif palsu memprediksi rekuren jangka-pendek [28]. Hasil dari
dua penelitian ini mennyatakan bahwa tes uCyt + /ImmunoCyt mungkin lebih sensitif untuk BC
rekuren daripada yang sudah dilaporkan. Efek pembelajaran dapat menjadi alasan untuk
observasi tersebut. Pembenaran lebih jauh oleh kelompok lain diperlukan.

Mikrosatelit adalah potongan DNA polimorfik kecil yang sering ditemukan di sepanjang genom.
BC dicirikan oleh frequent kehilangan heterozigositas (loss of heterozygosity, LOH) pada
beberapa lokasi kromosom. MA menggabungkan 15 sampai 20 marker dari daerah dengan
persentase LOH tertinggi. Metode berbasis polymerase chain reaction (PCR) ini terbukti sangat
sensitif untuk lesi stadium awal dan lanjut dengan sensitivitas masing-masing 67%, 86%, dan
93% untuk lesi S1, S2, dan S3 rekuren, dan spesifisitas 88% [10]. Namun, clinical trial
prospektif multisenter pada NMIBC rendah/intermediet (pTa,1; G1,2) melaporkan sensitivitas
dan spesifisitas yang jauh lebih rendah, masing-masing 58% dan 73% [30]. Lebih kauh lagi, 19%
sampel gagal akibat masalah teknis atau penyimpanan urin yang terlalu lama [30]. Meskipun
demikian, MA dapat memperkirakan kekambuhan sebelum bukti sistoskopikal pada keempat
penelitian dengan follow-up yang diperpanjang [10,30]. Walaupun MA masih memegang
harapan, penelitian prospektif menunjukkan bahwa MA belum siap untuk diterapkan secara luas.

Fluorescence in situ hybridization (FISH) dengan empat multitarget probes to sentromer


kromosom 3, 7, dan 17 dan ke pita 9p21 membentuk dasar FISH UroVysion (Vysis/Abbott,
Downers Grove, IL, USA) assay. Polisomi atau identifikasi kehilangan 9p21 dianggap sebagai
indikator BC. Masalah utama assay ini adalah spesifisitas relatif rendah 70% pada pasien dalam
surveilans [10]. Meskipun demikian, FISH mampu memperkirakan rekuren sini pada pasien
dengan UCS negatif; hence, spesifisitas bisa diremehkan dalam konteks surveilans. Hasil res urin
dikhawatirkan-positif juga ditemukan dalam uCyt + /ImmunoCyt dan MA [10]. Namun, dua
penelitian However,

two subsequent studies reported very low sensitivities of

30% [31] and 39% [32] and a specificity >90% compared to

urine cytology. The advantages of FISH may be its use in

atypical or suspicious cytology [15] and the fact that results

of the test are not affected by intravesical BCG therapy [15–


17,33]. Further study in patients under surveillance is still

indicated for this test.

Anda mungkin juga menyukai