Anda di halaman 1dari 28

RESPONSI

HIPERTENSI GESTASIONAL KETUBAN PECAH DINI 10 JAM PADA


SEKUNDIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN
DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESARIA 5 TAHUN YANG LALU

Disusun oleh :
Dwiana Ardianti
Amirul Zakiya B
Anisa Rahmatia
Sausan Hana M
Sri Retnowati

G99142004
G99151053
G99151043
G99151054
G99151045

Pembimbing :
dr. Nutria Widya Purna A., Sp.OG., M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai
10% dari seluruh kehamilan. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
berdampak pada ibu saat hamil, melahirkan, hingga pascapersalinan, namun juga
pada bayi, seperti berat badan lahir rendah serta turut menyumbangkan besarnya
angka morbiditas dan mortalitas perinatal (POGI, 2011). Ketuban Pecah Dini
(KPD) merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi pada kehamilan
(Caughey et al., 2008). KPD terjadi pada sekitar 10% kehamilan (Jazayeri, 2015).
Risiko infeksi pada KPD meningkat seiring dengan lamanya kejadian KPD.
Risiko terjadinya korioamnitis pada KPD <24 jam adalah <10%, dan meningkat
hingga 40% jika KPD terjadi >24 jam (Seaward et al., 1997)
Metode: Observasi analitik pada Seorang G2P1A0 usia 37 tahun usia kehamilan 37
minggu 4 hari, riwayat obstetri dan fertilitas baik, pemeriksaan tanda vital
didapatkan hipertensi 180/100. Dari pemeriksaan fisik abdomen teraba janin
tunggal IU, memanjang, puki, preskep, kepala masuk pangul > 1/3 bagian, his (-),
DJJ (+) 142 reguler, TFU 32 cm ~ TBJ 2945 gr. Dari pemeriksaan fisik genital
portio lunak mendatar, OUE tertutup, eff= 20 %, KK (-) , penunjuk UUK belum
dapat dinilai, AK (+) jernih. Hasil pemeriksaan penunjang tidak ditemukan
proteinuri pada urinalisis.
Hasil: Tatalaksana awal diusulkan untuk dilakukan tindakan terminasi kehamilan
dengan cara Sectio Caesarea. Tindakan Sectio Caesarea dilakukan karena umur
kehamilan telah cukup bulan, keadaan pasien baik, belum ada tanda-tanda persalinan,
tekanan darah tinggi (180/100 mmHg), ketuban pecah dini 10 jam, dan riwayat
Sectio Caesarea 5 tahun yang lalu. Manajemen ini dilakukan untuk melahirkan bayi
dan keselamatan pasien.
Kesimpulan: Seorang wanita 37 tahun G2P1A0 dengan hipertensi gestasional,
ketuban pecah dini 10 jam pada sekundigravida hamil aterm, belum dalam
persalinan dengan riwayat Sectio Caesaria 5 tahun yang lalu.
Kata kunci: hipertensi gestasional, ketuban pecah dini

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan


mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi
sekitar 7% sampai 10% dari seluruh kehamilan. Besarnya masalah ini bukan
hanya karena berdampak pada ibu saat hamil, melahirkan, hingga pascapersalinan,
namun juga pada bayi, seperti berat badan lahir rendah serta turut
menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal (POGI,
2011).
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu penyebab terjadinya
infeksi pada kehamilan (Caughey et al., 2008). KPD terjadi pada sekitar 10%
kehamilan (Jazayeri, 2015). Risiko infeksi pada KPD meningkat seiring dengan
lamanya kejadian KPD. Risiko terjadinya korioamnitis pada KPD <24 jam adalah
<10%, dan meningkat hingga 40% jika KPD terjadi >24 jam (Seaward et al.,
1997). Walaupun infeksi menjadi perhatian utama, komplikasi lainnya pada KPD
termasuk solusio plasenta, hipoplasia paru janin, fetal hypoxia akibat kompresi tali
pusat atau prolaps tali pusat, fetal deformation syndrome, persalinan prematur,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal perlu
diwaspadai (Garite, 2004 dan Soewarto, 2007).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI GESTASIONAL
1. Definisi
Hipertensi gestasional atau hipertensi akibat kehamilan adalah
peningkatan tekanan darah tanpa proteinuria dan tidak ada patologi yang
berhubungan dengan kehamilan. Kejadian hipertensi akibat kehamilan
terjadi sekitar tiga kali lebih sering dari pada pre eklamsia.
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur
tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.
Diagnosis hipertensi gestasional dibuat jika tekanan diastolik 140/90
mmHg (pertama kali selama kehamilan dan akan normal kembali < 12
minggu postpartum), tidak ada proteinuria. (Depkes RI, 2007).
2. Etiologi
Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagai berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Tidak terjadinya invasi trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan
matriks di sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalami
distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas
atau oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia.
Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida
lemak yang akan merusak endotel pembuluh darah.
c.

Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin


Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan
karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi trofoblas
dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi
3

trofoblas pada jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G, invasi


trofoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.
d. Teori adaptasi kardiovaskuler genetik
Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi
untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya
perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka
kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi
vasokonstriksi.
e. Teori Genetik
Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu
dengan preeklampsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga
mengalami preeklampsi.
f. Teori defisiensi gizi
Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya
preeklampsi adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan
menghambat terbentuknya tromboksan, aktivasi trombosit dan
vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian
juga menurunkan insidensi preeklampsi.
g. Teori inflamasi
Lepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan
nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan
mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal
jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan
plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga
semakin banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu
(Sarwono, 2002).
3. Patofisiologi
Pada hipertensi gestasional terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriolae pada tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi

kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi


(Fransiska,2015).
Patogenesis terjadinya hipertensi pada kehamilan dapat dijelaskan
sebagai berikut (Hariadi, 2004):
a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamspia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahanbahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam
jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar
angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklampsia terjadi penurunan
kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang
mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka
terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga
mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan
volume plasma hingga mencapai 30-40%

kehamilan normal.

Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan


peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau
organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi
gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi
jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation
/IUGR), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.
c. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap
meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan
perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan
vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya
vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra

kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap


terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil
dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.
4. Klasifikasi
a. Hipertensi gestasional
Kriteria diagnostik :
i.

tekanan darah > 140 untuk pertama kali pada waktu hamil.

ii.

tidak ada proteinuria.

iii.

tekanan darah kembali normal < 12 minggu postpartum. Diagnosa


final dibuat pada postpartum.

b. Preeklampsia ringan
Kriteria diagnostik :
i.
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi
terlentang; atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan
ii.

tekanan diastolik 15 mmHg.


Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan

iii.

dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.


Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada

iv.

urin kateter atau mid stream


Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria

i.

diagnostik kecuali anasarka.


c. Preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110

ii.
iii.

mmHg atau lebih


Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam
Oliguria, air kencing kurang dari atau sama dengan 400 cc dalam
24 jam.

iv.
v.

Kenaikan kreatinin serum


Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan
abdomen

vi.
vii.
viii.
ix.
x.
xi.

Terjadi oedema paru-paru dan sianosis


Terjadi kelainan serebral dan gangguan penglihatan
Terjadi gangguan fungsi hepar
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
Sindroma Hellp.
6

5. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial
serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
-

terjadi kenaikan darah yang persisten


Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,

terjadi kenaikan desakan darah yang persisten


b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Gangguan fungsi hepar
d). Gangguan fungsi ginjal
e). Dicurigai terjadi solutio plasenta
f). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
2). Janin :
a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST
nonreaktif dan profil biofisik abnormal)
c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat
(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG
d). Timbulnya oligohidramnion
3). Laboratorium :
Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome
(POGI, 2005).
Pengobatan Medisinal :
1). Segera masuk rumah sakit
2). Tirah baring ke kiri secara intermiten
3). Nasal kanul O23 lpm
4). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500
cc (60-125 cc/jam)
5). Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan
terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis
lanjutan.
6). Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110

7). Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah


jantung kongestif, edema anasarka
8). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
b. Pengelolaan

Konservatif,

yang

berarti

kehamilan

tetap

dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,


meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.
Indikasi :
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Pengobatan Medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja
(MgSO4 40% 8 gr i.m.) (Uzan, 2011).
B. KETUBAN PECAH DINI
1. Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the
membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu
satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi
pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD
Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane preterm amniorrhexis (Gahwagi, 2015).
2. Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Risiko
infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan
pelahiran semakin lama. KPD Preterm terjadi pada kira-kira 1% dari
seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran prematur.

Setelah ketuban pecah dini aterm, 90% kasus memulai persalinan dalam
24 jam, dan 95% dalam 72 jam. (Jazayeri, 2015).
3. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba (2009) meliputi :
a) Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
b) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan
c)
d)
e)
f)

kelainan genetik)
Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik.
Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering
Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda,

dan

sevalopelvik disproporsi.
g) Kelainan letak yaitu letak lintang.
h) Penduluran abdomen (perut gantung)
4. Patogenesis
KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel
dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion.
Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel
mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang
terlibat dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP
3, dan MMP 9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan
dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue
inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa
enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal (Memede, 2012).

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker


apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan
membran pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan
aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa
kelemahan pada dinding membran fetal (Memede, 2012).
5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan
banyak dari jalan lahir.
b. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini
akan makin jelas.
c. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko
infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau,
dan PH nya, yang dinilai adalah:
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan
dari serviks. Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.

10

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung


diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh

pasien untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling


Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine
test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5.
Sekret vagina ibu memiliki PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini
tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat
memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen

atau vaginisis trichomiasis.


d. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang
diambil dari forniks posterior.
Gambaran

ferning

menandakan cairan amnion


e. Dilakukan juga kultur dari swab
untuk chlamydia, gonnorhea,
dan

stretococcus

group

(Gahwangi, 2015).
6. Penatalaksanaan
Menurut Bryant (2013) penatalaksanaan ketuban pecah dini sesuai
dengan umur kehamilannya, yaitu:
1. Usia Kehamilan 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 36 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika
usia kehamilan sudah aterm. Bila Bishop skor < 5, lakukan
pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil dapat
dilakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi
persalinan Bila tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi
sebelum dilakukan terminasi persalinan.
2. Usia Kehamilan 24 -33 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan.
Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7
hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan

11

dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.


Pemberian dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan
mengatasi sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
3. Usia kehamilan < 24 minggu
Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi
konservatif

dapat

diberikan

dengan

pemberian

antibiotic,

kortikosteroid dan tokolitik dengan opsi terminasi kehamilan jika ada


tanda infeksi.
C. SEKSIO SESAREA
1. Definisi
Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin caedere yang
artinya memotong. Caesarian section (CS) atau seksio sesarea
diperkenalkan pada praktek klinis sebagai prosedur penyelamatan untuk
ibu dan bayi melalui insisi pada abdomen dan uterus ibu (Luz Gibbons,
2010). Seksio sesarea terbukti secara efektif dapat mencegah mortalitas
dan morbifitas maternal dan perinatal. Namun belum terbukti keuntungan
saesar pada ibu atau janin yang tidak terindikasi. Seperti setiap operasi
lainnya, CS dapat menimbulkan efek samping jangka pendek dan panjang
beberapa tahun dan dapat memberi dampak pada ibu, bayi, dan calon
bayinya (Lumbiganon, 2010). Seksio sesarea merupakan prosedur operasi
yang dilakukan pada fetus pada akhir minggu ke-28 melalui penyayatan
atau pengirisan pada dinding perut dan dinding rahim (Cunningham,
2.

2009).
Indikasi Seksio Sesarea
a. Indikasi Medis :
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
1.
Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun
lain yang mempengaruhi tenaga.
2.
Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak mahal dengan kelainan
letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang,
anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak
12

menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan


melemah).
3.

Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius
pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir
yang diduga bisa menular ke anak, missal: herpes kelamin (herpes
genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan
pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan
massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B

dan hepatitis C (Dewi, 2007)


b. Indikasi Ibu
1. Usia Ibu
Usia ibu>35 tahun merupakan faktor resiko kehamilan dengan
hipertensi, preeclampsia, dan eklampsia.
2. Cephalopelvic diproportion (CPD)
CPD merupakan keadaan ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak melahirkan spontan pervaginam.
3. Hambatan jalan lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu
sulit bernafas.
4. Persalinan dengan C-section ulangan
c. Indikasi Janin
1. Fetal Distress
2. Bayi Besar (makrosemia)
3. Malpresentasi Janin (letak sungsang dan letak lintang.)
4. Faktor Plasenta
a. Plasenta previa Posisi plasenta terletak di segmen bawah
rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir.
b. Solutio plasenta. Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang
lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktu persalinan.
Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin
segera lahir sebelum terjadi kekurangan oksigen atau keracunan
air ketuban.

13

c. Plasenta accrete. Merupakan keadaan menempelnya plasenta di


otot rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami
persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di
atas 35 tahun), dan ibu yang pernah operasi (operasinya
meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya plasenta.
5. Kelainan Tali Pusat
6. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) merupakan keadaan
penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini,
tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah
berada di jalan lahir sebelum bayi (Dewi, 2007 dan Sarwono,
2007)
3. Kontraindikasi seksio sesarea
Keadaan umum ibu yang jelek (mis: ibu dengan
gangguan paru berat).
Fetus dengan abnormalitas karyotypic atau dengan

kelainan kongenital yang dapat membawa kematian (anensephal)


(Saju, 2010)
4. Teknik Seksio Sesarea
Laparotomi melalui insisi pada midline infraumbilical, vertical atau

transversal (Pfannenstiel, mayland, joel cohen) atau


Histerektomi melalui transversal (Monroe-Kerr) atau vertical

(Kronig, deLee)
Melahirkan bayi
Perbaikan uterus
Penutupan insisi abdomen (Hofmeyr, 2008)

5. Komplikasi tindakan seksio sesarea


Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan seksio sesarea:
1. Infeksi puerperal (nifas)
a) Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus yang terlantar, dimana sebelumnya telah
timbul infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu
lama.
b) Endometriosis: 35-40% bila tidak diberikan antibiotic profilaksis
intraoperative.
14

c) Luka terinfeksi biasanya tampak 24-28 jam setelah prosedur atau


4-7 hari.
2. Perdarahan
2-3% pasien membutuhkan transfuse darah karena atonia uterus,
accrete, uterine injury, atau disrupsi arteri uterus
3. Cedera pada organ pelvis.
Kerusakan sering pada vesica urinaria bila operasi disertai komplikasi
perlengketan atau operasi emergensi yang cepat selesai
4. Gangguan thromboembolic
Deep venous thrombosis dan pulmonary embolus dapat dicegah dengan
enoxaparin dan mobilisasi awal
Resiko jangka panjang dapat berupa implantasi plasenta yang
abnormal dan peningkatan resiko rupture uterus bila melakukan
persalinan pervaginam di kehamilan berikutnya (Saju, 2010 dan
Sarwono, 2007).

15

BAB III
STATUS PASIEN
A.

ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama
: Ny. ES
Umur
: 37 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
BB
: 52 kg
TB
: 162 cm
Alamat
: Pucang Sawit, Jebres, Surakarta
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 20 Maret 2016 pukul 08.30
No RM
: 01333393
2. Keluhan Utama
Sesak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G2P1A0, 37 tahun, Usia kehamilan 37 minggu 4 hari
datang sendiri dengan keluhan sesak. Pasien merasa hamil 9 bulan. Gerak
janin masih dirasakan. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air
kawah sudah dirasakan keluar sejak 10 jam SMRS. Lendir darah (-), mual
(-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat perdarahan saat hamil
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
Riwayat sakit ginjal
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi obat/ makanan
: disangkal
5. Riwayat Haid
Menarche
: 13 tahun
Lama menstruasi
: 5-7 hari
Siklus menstruasi
: 28 hari
6. Riwayat Obstetri
Hamil I
: , 5 tahun, 3200 gr, SC (presentasi bokong)
Hamil II
: saat ini
HPMT : 1 Juli 2015
HPL : 6 April 2016
UK
: 37 minggu 4 hari
7. Riwayat Perkawinan

16

Menikah 1x, telah menikah sejak berusia 31 tahun, usia pernikahan 6


tahun.
8. Riwayat KB
Disangkal
B.
1.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital
:
Tensi
: 180/100 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Respiratory Rate
: 32 x/menit
Suhu
: 36,80 C
c. Kepala
: mesocephal
d. Mata
: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT
: discharge (-/-)
f. Leher
: kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorax
:
1) Cor
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi
: pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi
: sonor // sonor
Auskultasi
: suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
h. Abdomen
:
Inspeksi
: striae gravidarum (+)
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal IU,
memanjang, puki, preskep, kepala masuk pangul >
1/3 bagian, his (-), DJJ (+) 142 reguler, TFU 32 cm
Perkusi

~ TBJ 2945 gr.


: timpani
i. Genital: VT : v/u tenang, dinding vagina dbn, portio
lunak mencucu, presentasi kepala di Hodge I-II,
OUE tertutup, eff= 20 %, KK (-) , penunjuk UUK
belum dapat dinilai, AK (+) jernih,
nitrazine test (+).

17

STLD (-),

j. Ekstremitas
oedema
-

C.

:
akral dingin
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM DARAH (20-3-2016 9:49 AM):

18

Hb
: 11,7 g/dL ()
Hct
: 32 %
AL
: 8,3 x103/uL
AT
: 213 x103/uL
AE
: 3,5 x106/uL ()
Kimia Klinik
GDS : 71 mg/dl
SGOT : 18 u/l
SGPT : 22 u/l
Creatinine : 0,8 mg/dl
Ureum : 18 mg/dl
Albumin
: 3,1 g/dl
Hemostasis
PT
: 15,7 detik
APTT : 13,5 detik
INR : 0,960
HbsAg non reaktif
URINALISIS
Protein Kualitatif : tidak ditemukan proteinuri
2. Ultrasonografi (USG) tanggal 20 Maret 2016
Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang, punggung di kanan,
presentasi kepala, DJJ (+), dengan biometri:
a. BPD
: 8,88 cm
b. FL
: 6,81 cm
c. AC
: 32,13 cm
d. EFBW :2700 gram +/- 409 gram
e. HC/AC: 0.97
f. Plasenta insersi di corpus grade II
g. Air ketuban kesan cukup
h. Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor
Kesimpulan: saat ini janin dalam keadaan baik
3. Cardiotocography (CTG) tanggal 20 Maret 2016
a. Baseline
: 145
b. Variabilitas
:>5
c. Deselerasi
: (-)
d. Akselerasi
: (+)
e. Kontraksi
: (-)
f. Fetal Movement
: (+)
19

NST reaktif
D.

SIMPULAN
Seorang G2P1A0 usia 37 tahun usia kehamilan 37 minggu 4 hari, riwayat
obstetri dan fertilitas baik, pemeriksaan tanda vital didapatkan hipertensi 180/100.
Dari pemeriksaan fisik abdomen teraba janin tunggal IU, memanjang, puki,
preskep, kepala masuk pangul > 1/3 bagian, his (-), DJJ (+) 142 reguler, TFU 32
cm ~ TBJ 2945 gr. Dari pemeriksaan fisik genital portio lunak mendatar, OUE
tertutup, eff= 20 %, KK (-) , penunjuk UUK belum dapat dinilai, AK (+) jernih.
Hasil pemeriksaan penunjang USG, CTG dan pemeriksaan laboratorium
darah dalam batas normal, tidak ditemukan proteinuri pada urinalisis.
E. DIAGNOSIS AWAL
Hipertensi gestasional, ketuban pecah dini 10 jam pada sekundigravida hamil
aterm, belum dalam persalinan dengan riwayat Sectio Caesaria 5 tahun yang lalu.
F. PROGNOSIS
Dubia ad malam
G. TERAPI
1. Usul dilakukan re-sectio caesarea transperitoneal profunda (re-SCTP)
emergency
2. Inj.Cefazolin 2 gram
3. Informed consent
4. Konsul anestesi
H. OUTCOME
1.
20 Maret 2016
12.15
Lahir bayi secara SC, BBL 3000 gr, PB 49 cm, kelainan kongenital (-), anus
(+), APGAR score 5-7-8
Plasenta lahir per abdominal kesan lengkap ukuran 20 x 20 x 1,5 cm
15.00 (2 jam post OP)
P2A0, 37 tahun
Keluhan
:Keadaan Umum : baik, compos mentis
Vital Sign
: Tekanan darah: 140/90 mmHg
20

RR

: 20 x/menit

Mata
Thorax
Abdomen

Nadi
: 88 x/menit
Suhu : 36,80C
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
: supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+),
BU (+) normal
: darah (-), lochia (+)

Genital
Diagnosis :
Post re-SCTPem a.i hipertensi gestasional, KPD 10 jam pada sekundipara hamil
aterm DPH 0.
Terapi
Inj. Ketorolac 50 mg/ 8 jam
Cefadroxil 500 mg/ 12 jam
Vit C 50 mg/ 8 jam

21

BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang G2P1A0 usia 37 tahun usia kehamilan 37 minggu 4 hari, riwayat
obstetri dan fertilitas baik, pemeriksaan tanda vital didapatkan hipertensi 180/100.
Dari pemeriksaan fisik abdomen teraba janin tunggal IU, memanjang, puki, preskep,
kepala masuk pangul > 1/3 bagian, his (-), DJJ (+) 142 reguler, TFU 32 cm ~ TBJ
2945 gr. Dari pemeriksaan fisik genital portio lunak mendatar, OUE tertutup, eff= 20
%, KK (-) , penunjuk UUK belum dapat dinilai, AK (+) jernih. Hasil pemeriksaan
penunjang USG, CTG dan pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal, tidak
ditemukan proteinuri pada urinalisis.
Kondisi-kondisi yang didapatkan dari pasien mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mengarah pada hipertensi gestasional.
Hal ini sesuai dengan teori kriteria diagnosis hipertensi gestasional dimulai dari
didapatkannya tekanan darah sistole 140 mmHg (180/100 mmHg) yang dimulai
pada waktu hamil. Pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan temuan hasil
pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria.
Diagnosis KPD pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis pecahnya
ketuban 10 jam SMRS tanpa disertai adanya tanda-tanda persalinan, pemeriksaan
dalam didapatkan adanya cairan ketuban, serta nitrazine test (+).
Indikasi re-Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda emergensi pada pasien
ini dari faktor ibu adalah kondisi hipertensi gestasional pada kehamilan aterm dan
riwayat SC pada kehamilan pertama. Pada hipertensi gestasional hamil aterm dengan
riwayat SC pasien disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan. Terminasi
dilakukan perabdominal dengan tindakan re-SCTP. Sedangkan indikasi dilakukannya
re-SCTP dari janin adalah pecahnya ketuban sejak 10 jam SMRS (ketuban pecah
dini) dan usia janin sudah aterm. Adapun indikasi dilakukan SCTP secara umum
antara lain: vacuum/forcep gagal, induksi/stimulasi gagal, vasa previa, tali pusat
menumbung janin hidup preskep, presbo, letak plasenta abnormal,

fetal

comprommised yang tidak membaik setelah dilakukan resusitasi, fetal distress (akibat

22

ibu febris sistemik, dry labour, KPD dengan infeksi, hipertoni/tetan pada
induksi/stimulasi, partus lama).

23

DAFTAR PUSTAKA
ACOG Committee. Premature rupture of membranes. Clinical management
guidelines for obstetrician-gynecologists. 2007;109(4):1007-19.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Report on the achievement of
millennium development goals Indonesia. Jakarta: Bappenas; 2007:51.
Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The American
College of Obstetricians and Gynecologists.Practice bulletin no. 139: Premature
rupture of membranes. http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14/managementpremature-rupture-membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf - diakses: 5 Februari
2016.
Budiono Wibowo. (1999). Preeklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. 2008. Contemporary diagnosis and
management of preterm premature rupture of membranes. Reviews in Obstetrics
and Gynecology, 1(1), 1122.
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2009. Obsetri William: Edisi
23. Jakarta: EGC.
Dewi Y, 2007. Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z. Jakarta: EDSA Mahkota.
Eiland E, Nzerue C, Faulkner M. Preeclampsia 2012. Journal of Pregnancy. 2012.
Vol.7 p.10
Fransiska L, Patmini E, Wahab A (2015). Pendidikan /Pekerjaan Maternal dan
Faktor risiko Preeklampsia: Studi Epidemiologi Kota Ternata. Yogyakarta. UGM
Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. Premature Rupture of Membranes
Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open Journal

24

of Obstetrics and Gynecology. 2015. 5, 494-504.Jazayeri. 2015. Premature


rupture of membrane. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
Garite TJ. 2004. Premature rupture of the membranes. In: Creasy RK, Resnik R,
editors.MaternalFetal Medicine 5th ed. Philadelphia: WB Saunders; pp.
723739.
Hanifa W, Abdul BS, Trijatmo R, dalam: Ilmu Bedah Kebidanan, edisi pertama.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006.
Hofmeyr GJ, Mathai, Shah, Novikova. 2008 Techniques for caesaren section..
Cochrane Database Syst Rev.
Hutter D, Kingdom J, Jaeggi E. Causes and Mechanisms of Intrauterine Hypoxia and
Its Impact on the Fetal Cardiovascular System: A Review. International Journal of
Pediatrics. 2010. Vol 2010. 9 p
Jazayeri A, Talavera F, Smith CV. 2015. Premature Rupture of Membranes.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a7 . diakses: 20 Maret
2016.
Khumaira M. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta:Citra Pustaka.
Labor, delivery, and postpartum care. 2009. The American College of obstetricians
and Gynecologists.
Leung TY, Lao TT. 2013. Timing of caesarean section according to urgency. Best
Pract

Res

Clin

Obstet

Gynaecol.

2013

Apr;27(2):251-67.

doi:

10.1016/j.bpobgyn.2012.09.005. Epub 2012 Oct 30.


Lumbiganon P, Laopaiboon M, Gulmezoglu AM, Souza JP, Taneepanichskul S,
Ruyan P, et al. Method of delivery and pregnancy outcomes in Asia: the WHO
global survey on maternal and perinatal health 2007- 08. Lancet. 2010;375:490-9.

25

Luz Gibbons, Jos M. Belizn, Jeremy A Lauer, Ana P Betrn, Mario Merialdi and
Fernando Althabe. The Global Numbers and Costs of Additionally Needed and
Unnecessary Caesarean Sections Performed per Year: Overuse as a Barrier to
Universal Coverage. World Health Report (2010).
Mamede AC, Carvalho MJ, Abrantes AM, Laranjo M, Maia CJ, Motelho MF.
Amniotic membrane: from structure and functions to clinical application. Cell
Tissue Res. 2012; 349(2): 447-58.
Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R. Ika W. Setiowulan W. 2001. Kapita selekta
kedokteran jilid 1. Fakultas Kedokteran UI:Media Aesculapius.
Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah
Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2009. Pp 456-60.
POGI.

2011.

PNPK

Preeklamsia.

https://onedrive.live.com/redir?

resid=4F71BD205FD40196%21260
Prawirohardjo S. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Saju Joy. 2010. Caesarian Delivery. Medscape. www.emedicine.medscape.com
diakses tanggal 25 maret 2016.
Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2014.Ilmu kandungandankebidanan. FK
UI, Jakarta
Seaward PG, Hannah ME, Myhr TL, Farine D, Ohlsson A, Wang EE, et al. 1997.
International Multicentre Term Prelabor Rupture of Membranes Study: evaluation
of predictors of clinical chorioamnionitis and postpartum fever in patients with
prelabor rupture of membranes at term. Am J Obstet Gynecol. 1997 Nov.
177(5):1024 [Medline].
Soewarto S. 2009. Ketuban pecah dini. Dalam: Ilmu KebidananSarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka.
26

Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal.677-80.
Sofie RK, Johanes CM, Jusuf SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi. Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin. 2005:7-1.
Uzan J, Carbonnel M, Piccone O, Asmar R, Ayoubi JM. Pre-eclampsia:
pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular Health and Risk
Management Dove. 2011.vol7 467474
Varney. Ilmu kebidanan. Bandung:Sekelo Publisher. 2004
Villar J, Betran AP, Gulmezoglu M. Epidemiological basis for the planning of
maternal health services. WHO. 2001.
World Health Organization. Fetal Distress in Labour. 2003. Diakses di
http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Symptoms/Fetal_distress_S95_S96.
html
WHO.

2011.

Antibiotics

for

preterm

rupture

of

membranes.

http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd001058_colta
rtc_com/en/. Diakses 20 Maret 2016

27

Anda mungkin juga menyukai