Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK USK/RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Dendri Yaneski
2007501010063
Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus
ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad
Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.
Dendri Yaneski
i
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ............................................................................................................. 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden GER di Indonesia yang pasti sampai saat ini belum diketahui,
tetapi menurut beberapa ahli, GER terjadi pada 50% bayi baru lahir dan
merupakan suatu keadaan yang normal. Secara klinis kadang-kadang sulit
membedakan refluks dari muntah. Refluks terjadi secara pasif karena katup
antara esofagus dan lambung belum berfungsi baik, baik karena hipotonia,
maupun karena posisi sambungan esofagus dan kardia atau belum berfungsi
sebagaimana lazimnya, sedangkan muntah adalah pengeluaran isi mulut melalui
mulut dengan paksa.
3
dugaan bahwa arkus refleks tersebut menjadi mekanisme yang mendasari batuk
kronis pada GERD (gastroesophageal reflux disease).
Penggunaan terapi empiris penghambat pompa proton pada kasus refluks
gastroesofagus dinilai dapat meningkatkan risiko pneumonia. Studi yang
dilakukan oleh Hsu, et al. menemukan bahwa risiko pneumonia pada kelompok
dengan refluks gastroesofagus adalah 156 per 10.000 orang-tahun, sedangkan
pada kelompok kontrol hanya 105 per 10.000 orang-tahun. Pasien dengan refluks
gastroesofagus memiliki risiko 48% lebih tinggi untuk mengalami pneumonia
dibandingkan kelompok kontrol.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.3 Anamnesis
Pasien diterima oleh Dokter Muda tanggal 08 September 2021 pukul 12.00.
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari Ibu pasien.
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan batuk pilek
Keluhan Tambahan
Demam, sesak nafas, mual dan muntah
5
setiap makan, muntah pada pasien sebanyak 5 mL berbentuk bubur, keluhan
berkurang ketika pasien memiringkan posisi tidur, BAB konsisten 2kali sehari
dan BAK 2 jam terakir sebelum ke rumah sakit tanpa rasa nyeri dan warna urin
yang konsisten. Pada pasien didapatkan adanya celah di langit-langit mulut
pasien.
Riwayat pengobatan
Pasien sedang mengonsumsi antibiotik dan obat batuk pilek pulvis.
Kesan: Ada hubungan riwayat pengobatan pasien dengan kondisi saat ini.
6
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi tidak lengkap, Hb0 dan BCG ada. Selain itu petugas posyandu
tidak memberikan imunisasi lanjutan dikarenakan pasien dalam keadaan sakit.
Riwayat nutrisi
Pasien mendapatkan tidak mendapatkan ASI ekslusif,usia 0-6 bulan pasien
mendapatkan susu formula, usia 6 bulan sampai 2 tahun pasien mendapatkan susu
formula dan MPASI. Cara pemberian makan pada pasien harus makanan harus
dihaluskan untuk mencegah tersedak akibat palatoskisis pada pasien.
Kesan: Ada faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit yang dialami
pasien.
Menurut ibu pasien, tinggi dan berat badan pasien tidak sesuai dengan anak seusia
pasien.
Perkembangan
Pasien saat ini berusia 2 tahun 8 bulan, belum bisa bicara, pasien duduk dengan
dibantu, pasien sudah bisa merangkak.
Kesan: Pemenuhan kebutuhan dasar asah, asih, dan asuh terpenuhi dengan
baik pada pasien.
7
Riwayat sosial ekonomi & kondisi lingkungan
Selama ini pasien tinggal bersama dengan orang tua dan saudaranya. Tempat
tinggal rumah pasien merupakan bangunan permanen dan memiliki ventilasi serta
pencahayaan yang baik. Sumber air minum pasien berasal dari air PDAM dan
sumber listrik dari PLN. Ayah pasien bekerja sebagai pekerja kantoran, sedangkan
Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Fasilitas kesehatan terjangkau dari
rumah pasien. Pembiayaan kesehatan pasien berasal dari JKA kelas III.
Tanda Vital
8
BBI : 18 kg
Kebutuhan kalori harian : 800 kkal/hari
Kebutuhan protein : 26 gram/ hari
Kebutuhan cairan : 800 cc/ hari
Sistem Deskripsi
Mulut dan Tidak sianosis, mukosa bibir dan mulut dalam batas normal.
tenggorokan Palatoskisis
Genital Laki-laki
9
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan 06 September 2021 Rujukan
Hb 12,7 12-14,5 g/dl
Ht 37 37-47 %
Eritrosit 4,7 4,2-5,4 x 106/mm3
Trombosit 298 150-450 x103/ mm3
Leukosit 12,3 4,5-15 x103 /mm3
MCV 79 80-100 fL
MCH 27 27-31 pg
MCHC 34 32-36%
RDW 13,7 11,5-14,5 %
MPV 8,5 7,2-11,1 fL
PDW 9,2 fL
Eosinofil 1 0-6%
Basofil 1 0-2 %
N. Batang 0 2-6 %
N. Segmen 46 50-70 %
Limfosit 45 20-40 %
Monosit 7 2-8 %
Kimia Klinik
Kalsium (Ca) 10,4 8,6-10 mg/dL
Ureum 27 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,40 0,67-1,17 mg/dL
Natrium (Na) 144 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,50 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 111 98-106 mmol/L
10
Gambar 2.1 Hasil pemeriksaan foto rongent.
Kesan: Bronkopneumonia.
2.8 Planning
11
1 Monitoring SpO2.
2 Konsultasi dengan bedah plastik untuk melakukan palatoplasti pada pasien.
2.9 Prognosis
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Bonam
3. Quo ad sanationam : Bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 GERD
3.1.1 Definisi
3.1.2 Etiologi
3.1.3 Patofisiologi
Pada neonatus GER disebabkan oleh tonus otot SEB belum sempurna dan
panjang esofagus belum maksimal. GER merupakan suatu keadaan yang penting
pada bayi/anak karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, striktura,
13
14
pengosongan dari lambung dan aktifitas menelan lebih lambat. GER juga
dipengaruhi oleh posisi tidur. Posisi tengkurap dengan kepala lebih tinggi
menurunkan frekuensi GER. Disamping itu pengaruh pH dari esofagus sangat
berperan. Bila didapatkan pH < 4 yang diukur dalam 24 jam, akan merangsang
peningkatan peristaltik esofagus sehingga meningkatkan insidens GER. 1,5
3.1.4 Klasifikasi
Pada minggu pertama kasus GER mencapai 80% sedangkan pada usia 1-6
minggu adalah 10 % dan pada bayi berusia lebih dari 6 minggu hanya 1%.
Gejala klinis biasanya hanya muntah, tidak proyektil, sehingga kebanyakan
orangtua menganggapnya suatu hal yang normal, dan tidak merisaukan keadaan
bayinya kecuali jika muntah nya terus menerus. Gejala klinis lainnya adalah
gejala infeksi paru berulang tanpa adanya gejala muntah yang menonjol. Carre
J mendapatkan 80% gejala GER adalah muntah yang terjadi bila bayi ditidurkan
setelah diberi makan. Bila isi lambung mempunyai pH rendah (pH < 4), maka
sering terjadi esofagitis kemudaian menjadi striktura dengan gejala disfagia
atau perdarahan pada rsofagus (muntahan berisi darah). Bila timbul komplikasi
seperti ini penangannya lebih sulit.1
Gejala lain yang sering ditemukan pada kasus GER adalah gagal tumbuh
kembang (Failure to thrieve). Gagal tumbuh kembang ini terjadi karena muntah
yang berat dan terus-menerus sehingga makanan yang diperlukan untuk
pertumbuhan bayi terbuang percuma. Keadaan ini merupakan problema utama
pada bayi dan jarang ditemukan pada anak yang lebih besar. 1
Kibel MA mengadakan penelitian terhadap 30 bayi dengan GER ternyata 7
bayi mengalami penurunan berat badan sampai di bawah persentil 50 dari kartu
kenaikan berat badan. Herbst J. Dkk, menyatakan ada 3 hal yang dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang yaitu : (1) Kekurangan diet makanan
karena penderita muntah terus-menerus, (2) Disfagia. perut kembung dan muntah
pada saat tidur, (3) Perdarahan di dalam esofagus karena iritasi. Apabila asam
16
Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :
Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah
heartburn dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau
(halitosis).3
Pada balita dan anak-anak yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat
mengakibatkan masalah gigi signifikan disebabkan oleh efek asam pada
enamel gigi.3 Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam
hari, mengi, atau suara serak sebagai keluhan utama saja). Refluks
gastroesophageal merupakan faktor penyulit pada asma. Mekanisme ini dapat
mencakup microaspiration, yang mengarah ke reflex bronkokonstriksi. Asosiasi
18
gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit saluran pernapasan adalah
umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan dengan
refluks gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati
pada pasien dengan gangguan perkembangan.3
Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada
anak-anak, berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering,
regurgitasi adalah postprandial, meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga
harus mempertimbangkan anomali anatomi dan alergi protein pada anak muntah,
serta gangguan metabolisme bawaan (jarang).3
Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi
yang belum bisa bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan
asupan kalori yang tidak cukup karena muntah berulang. Cegukan, gangguan
tidur, dan sindrom Sandifer (melengkung) juga telah terbukti berhubungan
dengan refluks gastroesofagus dan esofagitis.3
3.1.6 Diagnosis
Pertanyaan
Poin
1. Seberapa sering bayi biasanya muntah?
•1-3 kali/ hari 1
•3-5 kali/hari 2
•>5 kali/hari 3
2. Berapa kali biasanya bayi muntah?
•1 sendok teh hingga 1 sendok makan 1
•1 sendok teh hingga 1 ons 2
•>1 ons 3
3. Apakah muntah tampak tidak menyenangkan bagi bayi Anda?
2
4. Apakah bayi menolak makan ketika lapar? 1
5. Apakah bayi mengalami kesulitan mendapatkan kenaikan berat badan yang cukup?
1
6. Apakah bayi banyak menangis selama atau setelah makan?
3
7. Apakah Anda berpikir bayi menangis atau rewel lebih dari biasanya?
1
8. Berapa jam yang bayi menangis atau rewel setiap hari?
•1 hingga 3 jam 1
•>3 jam 2
9. Apakah Anda pikir cegukan bayi Anda lebih banyak dari kebanyakan bayi?
1
10
Apakah bayi memiliki kebiasaan untuk melengkungkan punggungnya?
.
2
Apakah bayi pernah berhenti bernapas saat terjaga dan berjuang untuk 6
11. bernapas atau mengubah biru atau ungu?
Total Skor Maksimal
25
3.1.7 Penatalaksanaan
Juga sangat penting pemberian edukasi kepada pasien atau keluarga dan
melakukan tindakan yang tepat pada bayi yang mengalami refluks gastroesofagus
tanpa komplikasi.1
ASI yang mempunyai sifat easy in-easy out harus terus diberikan
karena ASI hipoalegernik dan mudah dicerna, pengosongan lambung 2x lebih
cepat daripada susu formula dan pemberian ad libitum, volumenya lebih
sedikit daripada susu formula. 1
Cara menyusui :1
e. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (kafein yang
berlebihan pada ibu mempengaruhi terjadinya GER pada bayi).
2. Formula hipoalegernik
21
Formula hipoalegernik dapat dicoba selama 1-2 minggu pada bayi yang
mendapat formula yang mengalami muntah, karena beberapa bayi memiliki
alergi terhadap susu sapi.
3. Penambahan sereal
4. Posisi
Bayi dengan GER berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala
lebih tinggi (30°). Pada anak-anak elevasi dan memposisikan kepala pada sisi kiri
tammpaknya menguntungkan (bayi normal harus ditidurkan terlentang karena
resiko terjadinya sudden infant death syndrome). Setelah menetek/ minum susu
formula bayi digendong setinggi payudara ibu, dengan muka menghadap dada ibu
(seperti metoda kangguru, hanya baju yang tidak perlu dibuka). Hal ini
menyebabkan bayi tenang, sehingga mengurangi refluks. Mendekap bayi di
pundak ternyata saat ini diragukan manfaatnya. 1
Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa. Pada anak yang lebih
besar, tidak ada bukti yang jelas tentang pengurangan konsumsi makanan-
makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas, makan berlebih, dan makan pada malam
hari sebelum tidur berhubungan dengan timbulnya gejala GERD. Posisi tidur
telentang atau posisi tidur pada sisi kiri dan atau peninggian kepala tempat tidur,
bisa mengurangi gejala refluks.4
b. Farmakoterapi
23
b. Obat Prokinetik
Obat prokinetik yang sering dipakai pada bayi dan anak-anak adalah
domperidone dan metoklopramide, hanya perlu diingat efek samping
24
metoklopramide terjadi pada 10-20% berupa gangguan syaraf pusat kadag terjasi
efek samping pada gastrointestinal berupa diare dan kejang abdomen.1 Cisapride
efektif untuk mengurangi gejala pada bayi dan anak-anak yang menderita GER.
Obat ini dapat menyebabkan aritmia jantung yang serius sehingga pemberian pada
anak-anak sangat terbatas, hanya diberikan kepada pasien yang mengalami GER
yang bersifat refrakter.1
c. Antagonis Reseptor H2
Simetidin dan Nizatidin pada pasien anak yang menderita GER pada
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kontrol plasebo. Pada penelitian
yang dilakukan secara randomized double blind selama 12 minggu pada 32 orang
pasien yang berusia 14 tahun yang mengalami refluks esofagitis, dosis oral
simetidin 30-40 mg/kgBB/hari secara signifikan lebih bermakna daripada plasebo
di dalam mengobati esofagitis dan mengurangi gejala. Pemberian nizatidin 10
mg/kgBB/hari selama 8 minggu secara signifikan lebih bermakna daripada
plasebo di dalam mengobati esofagitis dan mengurangi gejala serta waktu dimana
pH esofagus di bawah 4 pada 24 orang pasien yang berusia 6 bulan sampai
dengan 8 tahun.1
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu
obat ini diformulasi dengan enteric coating, sehingga obat ini mampu melewati
lambung dalam keadaan utuh dan memasuki usus, dimana pH nya kurang asam
dan obat diserap. Inhibitor pompa proton memiliki eliminasi waktu paruh yang
pendek namun durasi aksi yang panjang karena ikatan dengan pompa proton
ireversibel dan penghentian aktivitas farmakologik memerlukan sintesis enzim
yang baru. Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas lambung atau
sekresi enzim lambung yang lainnya.10
pengurangan gejala lebih pendek dengan dosis yang lebih besar daripada dengan
dosis yang lebih kecil.1
29
2.2 Bronkopneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,
biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit
yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu
bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.11
2.2.2 Etiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %,
kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respiratori, terutama pneumonia.13
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok).14
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. 14
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
repiratori, terutama pneumonia.14
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
32
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus Varisela-Zoster
34
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 15
pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie lanjut
usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering didapatkan pada
pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia.
Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan
imunisupresi disertai lekopeni.15
2.2.3 Patofisiologis
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
37
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
38
2.2.4 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.
Anamnesis
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
3. Pemeriksaan Laboratorium
41
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologis
42
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
Penatalaksanaan khusus
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-
72 jam pertama) menurut kelompok usia.
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih
45
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).
2.4 Palatoskisis
Palatoskisis adalah kelainan bawaan yang terjadi oleh karena tidak adanya
penyatuan secara normal dari palatum pada proses embrional, dimana terjadi
kegagalan penutupan penonjolan frontonasal, maksilaris dan mandibularis baik
secara sebagian atau sempurna. Insidensi terjadinya palatoskisis berbeda-beda
tergantung ras dan daerah dan terjadi sekitar 1 per 2500 kelahiran. 18
Untuk klasifikasi dapat digunakan sistem LAHSAL dan ini penting dalam
strategi penanganan dan evaluasi post operasi. Penanganan yang dilakukan
tergantung pada tipe kelainan dan waktu untuk dilakukannya repair tergantung
pada tipe palatoskisis yang terlibat, gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan
kapabilitas tim dalam menangani kelainan ini.18
Anak dengan palatoskisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli,
gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan
gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang dapat terjadi berupa
perdarahan, fistula, infeksi luka operasi, terjadinya malformasi wajah dan
obstruksi jalan nafas. 18
Pasien datang ke IGD RSUDZA yang mrupakan pasien kiriman Dr. dr.
Bakhtiar, M.Kes Sp.A dengan diagnosa awal Pneumonia+Rhinitis+Palatoskisis.
Pasien datang dengan keluhan batuk pilek sejak 6 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan disertai demam dengan suhu 380C yang turun dengan pemberian
antipiretik. Keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien setiap saat dan disertai
suara grok keluhan lebih memeberat ketika keadaan dingin. Keluhan mual muntah
dirasakan pasien ketika pasien sedang makan, dengan frekuensi 3 kali sehari
setiap makan, muntah pada pasien sebanyak 5 mL berbentuk bubur, keluhan
berkurang ketika pasien memiringkan posisi tidur, BAB konsisten 2 kali sehari
dan BAK 2 jam terakir sebelum ke rumah sakit tanpa rasa nyeri dan warna urin
yang konsisten. Pada pasien didapatkan adanya celah di langit-langit mulut
pasien. Dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan leukosit dan pada hitung
jenis leukosit ditemukan peningkatan jumlah neutrofil segmen yang menandakan
gambaran left shift dan pemanjangan PT, sedangkan hasil laboratorium lainnya
dalam batas normal. Hasil foto thorax pasien yang dilakukan pada 5 September
2021 dengan adanya bronkopneumonia.
Pasien di diagnosis dengan GERD, bronkopneumonia, palatoskisis. Pasien
diberikan terapi injeksi intravena Omeprazole 5mg /12 jam, Sukralfat syr ½ cth /8
jam PO, Ampicilin 200mg/ 6 jam IV, dan Paracetamol syr cth/ 8 jam prn. Pasien
dirawat di RSUD Zainoel Abidin pada 6 September 2021 sampai 19 September
2021.
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien menunjukkan bahwa pasien
mengalami GERD, Bronkopneumonia dan palatoskisis. Gastroesofageal reflux
(GER) atau Refluks Gastroesofageal (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi
disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah
GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang mengakibatkan komplikasi
dan gangguan kualitas hidup.
48
49
Menurut ibu pasien, pasien sering cepat merasa kenyang, sering mual
muntah ketika ketika makan muntah pada pasien sebanyak 5 mL berbentuk bubur
dan sering rewel. Hal inilah yang menjadi kecurgiaan terhadap GERD pasien.
Setelah menggunakan quisioner oreinstein didapatkan skor lebih dari 7 untuk
mengkonfrimasi diagnosis GERD.
Terapi Gerd dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum
diinvestigasi) dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi. Terapi GERD pada pasien
diberikan obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) yaitu omeprazole. Proton
pump inhibitor (PPI) mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini bertindak
dengan menghambat H+/K+-ATPase secara ireversibel dalam sel parietal
lambung. Sel parietal merupakan “pompa proton” yang bertanggung jawab untuk
mengeluarkan H+ dan menghasilkan asam lambung. Selain itu juga diberikan
Sukralfat (Suatu kompleks alumunium dari sukrose sulfat) terikat pada mukosa
yang berfungsi melindungi mukosa esofagus sehingga dapat mengurangi resiko
iritasi akibat refluks ataupun regurgitasi asam lambung.
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan foto thorax dengan hasil
gambaran infiltrat pada kedua lapang pandang paru dengan kesimpulan yaitu
bronkopneumonia. Pada pasien ini juga diberikan antibiotik ampisilin pada
pasien atas indikasi sedang berlangsungnya infeksi yang ditandai dengan klinis
pasien yang mengalami demam sejak beberapa hari SMRS dan hasil lab pasien
yang menunjukkan leukosit 12,3x103/mm3 (leukositosis).
Pemberian parasetamol 500 mg tab PO k/p pada pasien ini bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dan menurunkan kenaikan suhu yang
dialami oleh pasien dikarenkanan terdapat infeksi khususnya bronkopneumonia
pasien. Paraseta mol merupakan obat yang memiliki efek analgesik terhadap
nyeri akut maupun kronis dan efek antipiretik untuk mengurangi demam dan
gejala lainnya. Mekanisme kerja parasetamol kurang dipahami. Parasetamol
adalah penghambat lemah siklooksigenase (COX), enzim yang terlibat dalam
metabolisme prostaglandin. Dalam sistem saraf pusat, penghambatan COX
tampaknya meningkatkan ambang nyeri dan mengurangi konsentrasi
prostaglandin (PGE2) di wilayah termoregulasi hipotalamus yang mengendalikan
50
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Med. 2015;9(4):383–285.
17. WT H, CC L, YH W. Risk of Pneumonia in Patients With
Gastroesophageal Reflux Pisease: a Population-based Cohort Study. Am J
Gastroenterol. 2009;104.
18. Lewis CW, Jacob LS, Lehmann CU; SECTION ON ORAL HEALTH. The
Primary Care Pediatrician and the Care of Children With Cleft Lip and/or
Cleft Palate. Pediatrics. 2017 May;139(5):e20170628.