Anda di halaman 1dari 29

SARI PUSTAKA

REFLUKS GASTROESOPHAGEAL

PADA ANAK

Pembimbing:

Ibnu Muktasid, dr., Sp.A

Oleh:

Kinanthi S. Pangestuningtyas, S.Ked

NPM: 1102014145

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
TAHUN 2018
LEMBAR PERSETUJUAN
SARI PUSTAKA

Sari pustaka ini telah disetujui oleh

Pembimbing : Ibnu Muktasid, dr. Sp.A

Cilegon, 10 November 2018

Pembimbing

Ibnu Muktasid, dr. Sp.A

2
LEMBAR PENILAIAN

SARI PUSTAKA

Penulis

Nama : Kinanthi Setya Pangestuningtyas

NIM : 1102014145

Judul

REFLUX GASTROEPHAGEAL PADA ANAK

Nilai:

Cilegon, November 2018

Pembimbing

Ibnu Muktasid, dr.,Sp.A

3
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sari pustaka yang
berjudul,

REFLUX ESOPHAGEAL PADA ANAK

Adapun sari pustaka ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cilegon. Penulis
menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan sari pustaka ini masih jauh dari
sempurna, tetapi penulis mencoba untuk memberikan yang terbaik dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kepada kedua orang tua penulis, Maryoto dan Sunarti, yang tanpa lelah
dan tanpa henti memberikan semangat, kasih sayang, dukungan baik moril
maupun materil dan juga do’a yang tidak pernah putus sehingga dapat
menyelesaikan sari pustaka ini.
2. Ibnu Mutasid, dr.,Sp.A Selaku dokter pembimbing dalam Kepaniteraan
klinik Anak dengan segala kesibukan dan aktivitasnya, beliau masih
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, nasehat,
semangat untuk menyelesaikan sari pustaka ini. Terima kasih sebesar-
besarnya, dengan segala kerendahan hati, saya doa’kan semoga kebaikan
dan bimbingan selama ini diterima oleh Allah SWT dan semoga Allah selalu
melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya kepada beliau.
3. Kepada teman kelompok Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak dokter muda
YARSI yang telah memberikan semangat dan inspirasi kepada penulis.
4. Kepada sahabat-sahabat saya yang selalu memberi dukungan tanpa henti
5. Seluruh Perawat dan staff di bagian Ilmu Kesehatan Anak yang telah
memberikan ilmu serta bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

4
Semoga Sari Pustaka ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca
pada umunya dalam memberikan sumbang pikir dari perkembangan ilmu
kedokteran. Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang
diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, Semoga Allah SWT selalu


meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Cilegon, November 2018

Penulis,

Kinanthi S. Pangestuningtyas, S.Ked

5
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……..…………………………………………..1

KATA PENGANTAR……………………………………………………….3

DAFTAR ISI…………………………………………………………………6

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………..….7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….…8

2.1 Definisi…………………………………………………………...8

2.2 Epidemiologi………………………………………………..…....6

2.3 Patofisiologi……………………………………………………...8

2.5 Manifestasi Klinis……………………………………………….10

2.6 Diagnosis………………………………………………………..13

2.7 Tatalaksana………………………………………………………17

2.8 Prognosis…………………………………………………….......28

BAB III. KESIMPULAN……………………………………….………..….30

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….………….31

6
BAB I

PENDAHULUAN

Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu


keadaan kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan
muntah. GER merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan orang
dewasa sehat. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, dengan episode
terbanyak kurang dari 3 menit, dan muncul setelah makan dengan sedikit atau
tanpa gejala. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan
gangguan atau komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD.1
Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85%
pasien selama seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbul
dalam waktu 6 minggu. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60%
pasien sebelum umur 2 tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makan
makanan padat, tetapi sisanya mungkin terus menerus mempunyai gejala sampai
sekurang-kurangnya berumur 4 tahun.2
Pada bayi dan balita, tidak ada gejala kompleks yang dapat menegakan
diagnosis GERD atau memprediksi respon terhadap terapi. Pada anak yang lebih
besar dan remaja, seperti pada pasien dewasa, anamnesa dan pemeriksaan fisik
mungkin cukup untuk mendiagnosis GERD, jika terdapat gejala yang khas. Gejala
dapat berupa mual, muntah, regurgitasi, sakit uluhati, gangguan pada saluran
pernafasan dan gejala-gejala lain.1 Sedangkan komplikasi pada GERD dapat berupa
perdarahan, striktur, Barret esophagus yang dapat berkembang menjadi
adenokarsinoma esophagus, dimana semua komplikasi tersebut dapat menggangu
pertumbuhan maupun perkembangan anak.4

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Refluks gastroesofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran balik isi lambung
(berupa air liur; makannan-minuman, cairan sekresi lambung, pankreas, empedu)
ke dalam esofagus yang berlangsung secara involunter tanpa terlihat usaha dari
bayi. Sebagian besar bayi memperlihatkan regurgitasi (isi refluks dikeluarkan
melalui mulut), sedangkan sebagian lainnya memperlihatkan gejala klinis yang
bervariasi10. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah GER yang
dihubungkan dengan gejala patologis yang mengakibatkan komplikasi dan
gangguan kualitas hidup.5

2.2. Epidemiologi
Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi
GERD pada anak. Di Indonesia sendiri insidens RGE sampai saat ini belum
diketahui, tetapi menurut beberapa ahli, RGE terjadi pada 50% bayi baru lahir dan
merupakan suatu keadaan yang normal.5
Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17
tahun melalui kuesioner sebuah study. Sebuah studi di UK pada tahun 2000-2005
ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD. Dan angka kejadiannya adalah
sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden ini menurun pada anak umur 1-12
tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17 tahun.3
Sekitar 80%bayi baru lahir mengalami regurgitasi 1-4 kali setiap harinya,
menurun secara bertahap menjadi 40-50% pada umur 6 bulan, dan 3-5% pada umur
12 bulan. Sebagian besar RGE fisiologis, sekitar 8-10% menjadi RGE patologis
karena menyebabkan kerusakan mukosa esofagus atau komplikasi. 10

2.3. Patofisiologi
Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang muncul
beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada umumnya
berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan beberapa

8
gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi sementara pada sfingter
esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter terhadap perubahan
tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah, sebagai barier antirefluks
primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal reflux.1, 3
Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena “katup” antara lambung
dan esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esofagus bawah,
maupun karena posisi sambungan esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya
yang berfungsi sebagai katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah
oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung.8
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul
refluks yang hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa
tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi
mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus sfingter yang berkurang, baik
dalam keadaan akut maupun menahun.2
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks
ke esofafus atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini
multifaktorial dan kompleks, melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung,
pengosongan lambung, mekanisme klirens esofagus, barier mukosa esofagus,
hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.3
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus
bawah tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung
mengalir ke esofagus. Proporsi minor episode refluks terjadi ketika tekanan sfingter
esofagus bawah gagal meningkat saat peningkatan mendadak tekanan
intraabdominal atau ketika tekanan sfingter esofagus bawah saat istirahat berkurang
secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme proteksi memungkinkan
refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux Disease : klirens dan
pertahanan refluks yang tidak memadai, lambatnya pengosongan lambung,
kelainan pada pemulihan dan perbaikan epitel, dan menurunnya reflex protektif
neural pada saluran aerodigestif.1

9
2.5. Manifestasi Klinis
Gejala klasik/ khas GER pada orang dewasa (misalnya, heartburn, muntah,
regurgitasi) tidak dapat dinilai pada bayi dan anak-anak. Pasien anak dengan refluks
gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan tidur serta penurunan
nafsu makan. Berikut ini adalah beberapa dari tanda-tanda umum dan gejala refluks
gastroesofagus pada populasi anak-anak:1
Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :
 Tangisan khas atau tidak khas / gelisah
 Apnea / bradikardi
 Kurang nafsu makan
 Peristiwa yang mengancam nyawa/ALTE (Apparent Life Threatening Event)
 Muntah
 Mengi (wheezing)
 Nyeri perut / dada
 Stridor
 Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)
 Pneumonitis berulang
 Sakit tenggorokan
 Batuk kronis
 Waterbrash
 Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)
 Suara serak / laringitis

10
Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah
heartburn dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau
(halitosis).9
Pada balita dan anak-anak yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat
mengakibatkan masalah gigi signifikan disebabkan oleh efek asam pada enamel
gigi.9
Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam hari,
mengi, atau suara serak sebagai keluhan utama saja). Refluks gastroesophageal
merupakan faktor penyulit pada asma. Mekanisme ini dapat mencakup
microaspiration, yang mengarah ke reflex bronkokonstriksi. Asosiasi
gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit saluran pernapasan adalah
umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan dengan refluks

11
gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati pada
pasien dengan gangguan perkembangan.9
Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada
anak-anak, berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering, regurgitasi
adalah postprandial, meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga harus
mempertimbangkan anomali anatomi dan alergi protein pada anak muntah, serta
gangguan metabolisme bawaan (jarang).9
Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi
yang belum bisa bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan asupan
kalori yang tidak cukup karena muntah berulang. Cegukan, gangguan tidur, dan
sindrom Sandifer (melengkung) juga telah terbukti berhubungan dengan refluks
gastroesofagus dan esofagitis.9

12
2.6. Diagnosis
Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Peran utama dari mengetahui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dalam
evaluasi GERD adalah untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit lain dengan
gejala yang sama dan untuk mengidentifikasi komplikasi GERD. Gejala khas dari
penyakit refluks pada anak bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi medis yang
mendasari, namun patofisiologi yang mendasari GERD dianggap sama pada segala
usia termasuk bayi prematur. Berdasarkan hasil studi, regurgitasi atau muntah,
sakit perut, dan batuk, kecuali heartburn, adalah gejala yang paling sering
dilaporkan pada anak-anak dan remaja dengan GERD. 1

Endoskopi
Endoskopi dilakukan terutama pada GERD untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan di esofagus berupa erosi,, ulserasi, strikutur esofagus Barret atau
keganasan. Endoskopi ini terutama dilakukan pada pasie dengan gejala alarm
(disfagia progresif, ordinofagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui
sebabnya, hematemesis dan/ atau melena, riwayat keluarga dengan keganasan
lambung dan/ atau esofagus.

Fluoroskopi dengan kontras barium


Fluoroskopi dan kontras barium merupakan metode yang sudah lama
digunakan untuk mendiagnosis refluks gastroesofageal. Pemeriksaan dengan
kontras ini sering mengalami kegagalan dalam mendeteksi refluks gastroesofageal
secara dini, oleh karena refluks yang terjadi sering bersifat intermitten, jarang
bersifat kontinyu. Pemeriksaan barium kontras dilaksanakan dengan mengamati
refluks barium dari lambung ke esofagus.5
Dengan memakai fluoroskpi, refluks gasroesofageal lebih mudah dideteksi.
cara pemeriksaan dengan fluoroskopi : sebelum dilakukan pemeriksaan fluoroskopi
pada bayi pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan pada anak yang
lebih dewasa harus puasa, gerakana anak dikurangi. Dalam posisi tidur barium

13
diberikan sedikit demi sedikit dicampur dengan makanan atau diberikan dengan
memakai ‘nasogastric tube’.5
Pada bayi dapat diberikan dengan memakai botol susu. Pemberian barium
untuk mengevaluasi keadaan esofagus bagian atas terutama peristaltik esofagus dan
regurgitasi pada saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis, dilakukan
pemotretan dengan sinar rontgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan
duodenum, stenosis pilorus, malrotasi intestinal dan melihat fungsi sfingter
gastroesofageal dengan mengganti-ganti posisi miring ke kiri dan ke kanan.5

PH monitoring8

Pemantauan pH esofagus adalah prosedur untuk mengukur reflux asam dari


lambung ke esofagus yang terjadi pada penyakit refluks gastroesophageal.
Monitoring pH esofagus digunakan untuk mendiagnosa efek GERD, untuk
menentukan efektivitas obat yang diberikan untuk mencegah refluks asam,
dan untuk menentukan apakah episode
refluks asam yang menyebabkan episode nyeri dada. Pemantauan pH esofagus
juga dapat digunakan untuk menentukan apakah asam mencapai faring
dan mungkin bertanggung jawab atas gejala seperti batuk, suara serak, dan sakit
tenggorokan.
Pemantauan pH esofagus dilakukan dengan melewatkan sebuah kateter
plastik tipis dengan diameter 1 / 16 inci melalui satu lubang hidung, terus ke
belakang tenggorokan, dan dan kedalam esofagus sejalan dengan gerakan
menelan. Ujung kateter berisi sensor yang bisa mendeteksi keadaan asam. Sensor
diposisikan dalam esofagus tepat di atas sfingter esofagus bagian bawah, sebuah
area khusus pada otot esofagus yang terletak di persimpangan antara esofagus dan
lambung yang mencegah asam mengalami refluks ke esofagus.
Kateter yang keluar dari hidung dihubungkan ke perekam yang bisa mendeteksi
refluks asam. Pasien dikirim rumah dengan kateter dan perekam terpasang dan
kembali keesokan harinya untuk melepaskan alat tersebut. Selama 24 jam kateter
terpasang, pasien bisa melakukan kegiatan seperti biasanya, misalnya, makan, tidur,

14
dan bekerja. Makanan, periode tidur, dan gejala dicatat oleh pasien dalam buku
harian dan atau dengan menekan tombol pada perekam. Setelah kateter dilepaskan,
perekam disambungkan ke komputer sehingga data yang telah dikumpulkan bisa
diunduh ke komputer untuk selanjutnya dianalisa dan dimasukkan ke dalam bentuk
grafis.

Gambar. pH monitoring

15
Gambar. Continous pH monitoring; A. Refluks fisiologis; B. Refluks patologis

Perangkat yang baru-baru ini dikembangkan untuk memantau pH esofagus


adalah dengan menggunakan kapsul. Kapsul tesebut berisi alat pendeteksi asam,
baterai, dan pemancar. Alat tersebut memantau asam di esofagus dan mengirimkan
informasi ke perekam yang dipasangkan pada ikat pinggang pasien. Kapsul ini
dimasukkan ke dalam esofagus dengan kateter melalui hidung atau mulut dan
melekat pada lapisan esofagus dengan sebuah klip. Kateter kemudian dilepaskan
dari kapsul, sehingga tidak ada kateter yang menonjol dari hidung. Kapsul tersebut
bekerja selama dua hari atau tiga hari, dan kemudian baterai mati. Lima sampai
tujuh hari kemudian, kapsul jatuh dari lapisan esofagus dan keluar melalui tinja
sebagai kapsul yang tidak dapat digunakan kembali.

Kelebihan dari perangkat kapsul terkait dengan tidak adanya kateter yang
menghubungkan alat ke perekam. Ada kenyamanan yang lebih besar tanpa kateter
di bagian belakang tenggorokan, dan pasien lebih mungkin untuk pergi bekerja dan
melakukan lebih banyak kegiatan normal. Kelemahan dari kapsul adalah tidak
dapat digunakan dalam faring dan, sejauh ini, belum pernah digunakan dalam
lambung.

16
Biopsi esofagus
Dengan esofagoskopi dan diperiksa PA. Pada GERD didapatkan proliferasi
lapisan basal esofagus yang meningkat.5

2.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan GERD mencakup beberapa aspek, antara lain :
Perubahan posisi

Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus


yang bisa dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi
telungkup. Akan tetapi, posisi telentang dan posisi lateral berhubungan dengan
meningkatnya angka kejadian sindrom bayi mati mendadak atau sudden infant
death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut, maka posisi telentang atau
lateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GERD, tetapi sebagian
besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan posisi
telungkup.1
Bayi dengan GERD berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala
lebih tinggi (30o). Setelah menetek atau minum susu formula bayi digendong
setinggi payudara ibu, dengan muka menghadap dada ibu (seperti metoda
kangguru, hanya baju tidak perlu dibuka). Hal ini menyebabkan bayi tenang
sehingga mengurangi refluks.5

Gambar. Modifikasi posisi pada bayi.

17
Gambar. Posisi telungkup dengan kepala ditinggikan.

Cara menyusui : 7
a. Bayi hanya menetek pada satu payudara sampai habis
b. Biarkan bayi terus menghisap (walaupun payudara telah kosong) sampai
bayi tertidur. Selama bayi mengisap payudara, gerakan mengisap lidah
bayi merupakan trigger terhadap kontraksi lambung, sehingga refluks
tidak akan terjadi.
c. Hindari perlakuan yang kasar atau tergesa-gesa atau perlakuan yang
tidak perlu.
d. Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru
ditidurkan dengan posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah kiri,
paling cepat setengah jam setelah menyusu atau minum susu formula.
e. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (caffein yang
berlebihan pada ibu mempengaruhi terjadinya GERD pada bayi).
f. Hindari pemakaian baju yang ketat.

Penambahan agen pengental seperti beras sereal pada susu formula tidak
mengurangi durasi pH < 4 (index refluks) yang terukur pada saat monitoring pH
esofagus, tetapi bisa menurunkan frekuensi dari kejadian regurgitasi. Studi dengan
kombinasi pH/MII menunjukkan bahwa tinggi refluks esofagus berkurang dengan

18
pemberian susu formula yang lebih kental meskipun dengan pemberian ini tidak
akan mengurangi frekuensi dari refluks.1
Di Amerika serikat, beras sereal adalah agen pengental yang paling sering
ditambahkan pada susu formula. Susu formula yang dikentalkan dengan beras
sereal menurunkan volume regurgitasi tetapi bisa menyebabkan batuk selama
pemberian. Susu formula yang dikentalkan dengan sereal bila diberikan melalui
botol dot maka lubang pada dot harus dilebarkan sehingga susu yang dikentalkan
tersebut bisa keluar dengan lancar. Intake energi yang berlebih adalah masalah yang
sering terjadi pada pemberian susu formula yang dikentalkan dengan sereal.
Pengentalan 20 kcal/ons susu formula dengan 1 sendok makan beras sereal untuk
setiap ons nya bisa meningkatkan densitas energi hingga 34 kcal/oz (1,1 kcal/mL).
Pengentalan dengan 1 sendok makan per 2 ons susu formula meningkatkan densitas
energi hingga 27 kcal/oz (0,95 kcal/mL).1

Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa


Pada anak yang lebih besar, tidak ada bukti yang jelas tentang pengurangan
konsumsi makanan-makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas, makan berlebih, dan
makan pada malam hari sebelum tidur berhubungan dengan timbulnya gejala
GERD. Posisi tidur telentang atau posisi tidur pada sisi kiri dan atau peninggian
kepala tempat tidur, bisa mengurangi gejala refluks.1

Terapi farmakologi
Agen farmakologi utama yang biasanya digunakan untuk mengatasi GERD pada
anak adalah agen buffering asam lambung, pertahanan mukosa, dan agen anti-
sekretorik lambung. Potensi efek samping dari penekanan sekresi asam lambung,
termasuk peningkatan resiko pneumonia community-acquired dan infeksi saluran
pencernaan, perlu diimbangi dengan manfaat terapi.1
Pada bayi yang didiagnosa GERD, diperlukan manajemen pengobatan yang
tepat. Obat penekan asam lambung berguna dalam mengobati esofagitis yang
disebabkan oleh refluks asam, bisa digunakan sebagai terapi tunggal maupun
kombinasi dengan agen prokinetik.

19
Antagonis reseptor H2 (H2RAs; eg, ranitidine, cimetidine, famotidine,
nizatidine) dan penghambat pompa proton inhibitors (PPIs; eg, omeprazole,
esomeprazole, lansoprazole) terbukti efektif dalam penatalaksanaan GERD.
Sejumlah studi telah mendemonstrasikan efektivitas dari H2RA pada orang dewasa
dengan reflux, dan 3 uji coba acak terkontrol pada anak menunjukkan bahwa H2RA
efektif dalam mengurangi gejala dan menyembuhkan esofagitis.17
Antagonis reseptor histamin H2 secara kompetitif menghambat aksi
histamin pada reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini sangat
selektif pada reseptor histamin H2 dan memiliki sedikit atau tanpa efek pada
reseptor histamin H1. Sel parietal memiliki reseptor untuk histamin, asetilkolin, dan
gastrin, yang semuanya dapat merangsang sekresi asam hidroklorida ke dalam
lumen gaster. Antagonis reseptor histamin H2 menghambat sekresi asam yang
dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi tidak memiliki efek pada sekresi asam yang
dihasilkan oelh asetilkolin atau gastrin.5
Obat yang termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,
dan Nizatidine. Antagonis reseptor histamin H2 dapat menurunkan penyerapan obat
yang memerlukan suasana asam (ketokonasol, itrakonasol). Ranitidin dan
famotidin tampaknya sama efektifnya dengan simetidin dan nizatidin. Suatu
penelitian mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik ranitidin (5mg/kg) pada
bayi berusia 6 minggu sampai 6 bulanyang menderita refluks gastroesofageal yang
diberi ranitidin dengan dosis 5 mg/kg BB, ternyata pH esofagus paralel dengan
konsentrasi ranitidin dalam pH dan pH dalam lambung tetap diatas 4 selama 9 jam
setelah pemberian obat ini. Pada pasien anak-anak berumur 6 bulan sampai 13 tahun
dan mengalami esofagitis yang refrakter dengan dosis normal ranitidin adalah 8
mg/kg/hari. Penggunaan ranitidin dosis tinggi (20 mg/kg/hari) dapat mengurangi
gejala dan memberikan penyembuhan.5
Inhibitor pompa proton terikat dengan hydrogen/potassium adenosine
triphospatase, suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada sel parietal,
karena itu dapat menghambat pertukaran ion yang merupakan langkah akhir pada
sekresi asam hidroklorida. Obat ini menghambat sekresi asam tanpa memandang
apakah distimulasi oleh histamine, asetilkolin, atau gastrin. Untuk sekresi dari sel

20
parietal inhibitor pompa proton memerlukan aktivasi dalam lingkungan. Supaya
makanan tidak dapat mempengaruhi absorpsi dan konsentrasi puncak obat dalam
plasma, obat ini paling baik diminum sekitar 30 menit sebelum makan. Obat ini
kurang efektif selama kondisi puasa saat kondisi asam lebih rendah.5
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu
obat ini diformulasi dengan enteric coating, sehingaa obat ini mampu melewati
lambung dalam keadaan utuh dan memasuki usus, dimana PH nya kurang asam dan
obat diserap. Inhibitor pompa proton memiliki elimanis waktu paruh yang pendek
namun durasi aksi yang panjang karena ikatan dengan pompa proton irreversibel
dan penghentian aktifitas farmakologi memerlukan sintesis enzim yang baru.
Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas lambung atau sekresi enzim
lambung yang lainnya.5
Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah diijinkan
penggunaanya oleh FDA pada pasien anak. Keduanya tersedia dalam bentuk kapsul
yang mengandung granula salut enteric. Lansoprasol juga tersedia dalam bentuk
granual untuk penggunaanya dalam suspense oral dan secara oral dalam betuk talet
yang mengandung mikrogranula salut enteric. Oleh karena itu obat ini tidak boleh
dikunyah, harus ditelan dalam bentuk utuh karena akan menurunkan efektifitasnya.
Esomeprasol (bentuk isomer S dari omeprasol) tersedia sebagai kapsul yang
mengandung enteric coated pellet , dan rabeprasol, sedangkan pantoprasol tersedia
dalam bentuk enteric coated tablets.5
Pengobatan selama 8 minggu dengan omeprasol 40 mg/hari/1,73 m2 luas
permukaan tubuh atau ranitidin dosis tinggi (20 mg/kg/hari) mengurangi paparan
asam pada esofagus dan mempercepat kesembuhan pada 25 orang bayi dan anak-
anak yang berusia 6 bulan sampai 13 tahun dengan refluks esofagitis yang berat.
Dosis omeprasol yang diperlukan untuk menyembuhkan esofagitis kronik dan berat
pada pasien anak-anak adalah 0,7-3,5 mg/kg/hari).5
Inhibitor pompa proton lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine
H2 dalam mengurangi sekresi asam, mengurangi gejala RGE, dan emnyembuhkan
esofagitis. Inhibitor pompa proton juga lebih efektif daripada antagonis reseptor
histamine H2 dalam mempertahankan remisi.5

21
Perbaikan gejala bergantung pada dosis, dosis yang lebih tinggi dikaitkan
dengan perbaikan gejala yang lebih cepat. Namun, studi mengenai lansoprazol juga
menunjukkan bahwa bayi yang lebih muda dari 10 minggu mempunyai
farmakokinetik yang berbeda dan memerlukan dosis yang lebih rendah dan efek
samping yang mungkin lebih umum terjadi dibanding pada bayi yang lebih
muda dari 28 hari. Beberapa studi melaporkan bahwa PPI adalah pengobatan yang
efektif untuk esophagitis akibat refluks, tetapi belum ada studi yang
menunjukkan keunggulan H2RA dengan dosis yang tinggi.17
Antasid menetralisir asam lambung, dan sodium alginate melindungi
mukosa esophagus dengan membentuk suatu gel pada permukaan. Sukralfat (suatu
kompleks aluminium dari sucrose sulfat) terikat pada dan melindungi mukosa
esofagus. Efikasi obat ini pada anak-anak yang mengalami refluks estrofageal
belum diketahui dengan pasti. Obat ini tidak dibenarkan penggunaan pada bayi dan
aank oleh FDA dalam pengobatan RGE. Penggunaan antacid yang mengandung
aluminium dalam jangka panjang harus dihindari karena resiko toksisitas
aluminium. Obat ini dapat digunakan secara intermitten untuk meredakan gejala
RGE pada anak yang berumur lebih besar.5

Terapi Bedah9
Operasi antirefluks harus dipertimbangkan bila terapi medis gagal, misalnya, gejala
terus berlanjut atau timbul komplikasi GERD.
Pembedahan biasanya diindikasikan untuk pasien dengan refluks yang
berlanjut dan komplikasi esophagitis meskipun sudah diberi terapi medis. Nissen
fundoplication merupakan prosedur operasi yang paling umum dilakukan.
Tindakan yang dilakukan berupa pembungkusan fundus lambung 3600
sekitar esofagus distal.
Alternatif dari nissen fundoplication adalah prosedur Thal (fundoplication
180° anterior), prosedur Toupet (fundoplication 2700 posterior), prosedur Boix-
Ochoa (pemulihan esofagus intra-abdomen), dan Watson fundoplication
(fundoplication 1200 anterior ). Perbandingan antara berbagai operasi ini telah
menunjukkan tingkat setara dengan komplikasi, revisi, dan kepuasan jangka

22
panjang. Prosedur Nissen dan prosedur terkait lainnya dapat dilakukan secara
laparoskopi. Fundoplication laparoskopik telah diteliti dengan baik dan telah
disetarakan dengan prosedur terbuka pada dewasa.

Gambar. A. Nissen fundoplication B. Thal fudoplication C. Toupet fundoplication

Nissen fundoplication yang kemudian diperbaharui dengan Laparosopic


Nissen Fundoplication (LNF) 1 telah secara luas dilakukan sebagi terapi bedah
untuk kasus GERD, namun prosedur ini berhubungan dengan tingginya angka
kejadian disfagia pasca operasi dan angka kejadian rekuren yang tinggi pada anak
dengan disability. Oleh karena itu, prosedur Thal fundoplication pada kemudian
mulai dipopulerkan dan digunakan oleh banyak ahli bedah hingga saat ini. 18

23
Gambar. Algoritma tatalaksana pada bayi dengan muntah berulang dan berat badan
tidak bertambah
Jika bayi yang sering muntah dengan berat badan tidak bertambah, maka
penting untuk melakukan evaluasi dignostik lebih lanjut. Pemeriksaan untuk
menemukan penyebab muntah (seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
bikarbonat, nitrogen urea, kreatinin, alanin aminotransferase, amonia, glukosa,

24
urinalisa, keton urin dan reduksi, dan skrining galaktosemia dan penyakit “maple
sugar urine”. Pemeriksaan anatomi saluran gastrointestinal atas juga dianjurkan.
Jika tidak ditemukan kelainan, tatalaksana termasuk terapi medis, rawat inap dan
biopsi endoskopi.
Rawat inap untuk observasi interaksi orangtua-anak dan mengoptimalkan
tatalaksana. Biopsi endoskopi bermanfaat untuk menemukan adanya esofagitis dan
untuk menyingkirkan penyebab lain yang menimbulkan muntah dan tidak
bertambahnya berat badan. Untuk meningkatkan asupan kalori pada bayi dilakukan
dengan meningkatkan densitas formula, dan penggunaan tube nasogastrik atau
transpilorik. Terapi bedah jarang dilakukan. Follow-up diperlukan untuk
memastikan penambahan berat badan yang adekuat.7

Gambar. Algoritma tatalaksana pada anak atau dewasa dengan Heartburn kronis

25
Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gambaran klinis dan lokalisasi dari
nyeri esofagus lebih kurang sama, tapi pada anak yang lebih kecil gambaran klinis
dan lokasi nyeri mungkin atipik. Regurgitasi dari asam lambung ke mulut bisa
terjadi. Intervesnsi awal dari perubahan pola hidup, menghindari faktor pencetus,
ditambah penggunaan terapi farmakologi selama 2-4 minggu dengan H2RA atau
PPI direkomendasikan. Jika tidak ada perbaikan, maka selanjutnya anak bisa
ditangani oleh ahli gastroenterologi untuk biopsi dengan endoskopi saluran cerna
atas. Jika terjadi perbaikan, terapi bisa dilanjutkan hingga 2-3 bulan, jika gejala
berulang ketika terapi dihentikan, sebaiknya dilakukan endoskopi untuk
mengetahui tingkat keparahan dari esofagitis.7

Gambar. Tatalaksana selanjutnya pada anak atau dewasa dengan esofagitis

26
Para ahli menyarankan bahwa pada bayi dan anak dengan
esofagitis,efektivitas terapi bisa dipantau dengan melihat perbaikan gejala, kecuali
untuk pasien dengan esofagitis erosif, endoskopi berulang dianjurkan untuk
memastikan penyembuhan. Jika pasien tidak berespon terhadap terapi, terdapat 2
kemungkinan yang bisa menjelaskan hal tersebut: diagnosis tidak benar atau
penatalaksanaan yang inadekuat. Kemungkinan adanya diagnosa lain, seperti
esofagitis eosinofilik harus dipertimbangkan.7
Jika manifestasi klinis dan histopatologi berhubungan dengan diagnosa
refluks esofagitis, maka sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap kemanjuran terapi.
Monitoring pH esofagus pada saat pasien menjalani terapi bisa menginformasikan
apakah diperlukan penggunaan obat untuk menurunkan sekresi asam lambung. Jika
diagnosa tidak jelas, monitoring pH esofagus pada saat pasien tidak menerima
terapi mungkin berguna karena berdasarkan hasil studi esofagitis biasanya
berkaitan dengan GER.7

2.8. Prognosis
Kebanyakan kasus GER pada bayi dan balita adalah benigna dan berespon
terhadap terapi non farmakologi. 80% gejala berkurang pada umur 18 bulan.
Beberapa pasien memerlukan terapi menurunkan asam lambung dan hanya
sekelompok kecil yang memerlukan tindakan pembedahan karena gejala GER
setelah usia 18 tahun menunjukkan gejala yang kronik. Resiko jangka panjang juga
meningkat. Untuk pasien yang mengalami GER secara persisten periode akhir usia
anak selalunya memerlukan terapi. Sebagian besar pasien dengan GERD dengan
pengobatan akan membaik, walaupun relaps mungkin akan muncul setelah terapi
dan memerlukan terapi medis yang lebih lama.
Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi,
penyakit saluran nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi
pembedahan. Prognosis untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun mortalitas dan
morbiditas tinggi pada pasien pembedahan dengan masalah medis yang kompleks.6

27
BAB III
KESIMPULAN
Gastroesofageal reflux (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi
disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi
isi lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
adalah gejala-gejala atau kerusakan jaringan yang terjadi sekunder akibat
refluks isi lambung
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang khas. Namun terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis. Pilihan terapi GERD termasuk perubahan gaya hidup (misalnya,
modifikasi diet, posisi tubuh yang benar selama dan setelah makan), terapi
farmakologi, dan operasi antirefluks.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines.


Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. [Series Online]. 2018;
66 (4):516-54. Available from: https://www.naspghan.org
2. Sunoto, et al.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI; 2002.
3. Ruigómez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L.
Gastroesophageal reflux disease in children and adolescents in primary care.
Scandinavian Journal Of Gastroenterology. [Series Online]. 2010; 45(7-
8):814-21. Available from: https://www.researchgate.net/
4. Bherman, et al. Ilmu kesehatan anak Nelson Edisi Update Keenam. Jakarta
: EGC; 2018. P. 529-35.
5. NICE guideline. Gastro-oesophageal reflux disease in children and young
people: diagnosis and management. [Internet]. 2015 [cited 2018 November
01]. Available from: nice.org.uk/guidance/ng1
6. Rybak A, Pesce M, et al. Gastro-esophageal in children. International
Journal of Molecular Science. [Internet]. 2017; (18) 1671 [cited 2018
November 01]. Available from: www.mdpi.com/journal/ijms
7. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007.
8. North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
Pediatric GE Reflux Clinical Practice Guideline. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition, Vol. 32, Supplement 2, 2001; 1-31.
9. Jakson TH. Surgical Management of Pediatric Gastroesophageal Reflux
Disease. [Internet]. 2013 [Cited 2018 November 01]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
10. Pudjiadi AH, et al. Pedoman Pelayanan Medis Jilid II Cetakan Pertama.
Badan Penerbit IDAI: Jakarta; 2011. P. 211-3.

29

Anda mungkin juga menyukai