Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DISPEPSIA DENGAN VOMITUS BERAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat V

Dosen Pengampu Rahmawati, S.Kep, Ns. M.Kep

Disusun oleh :

1. Luh Meliyani ( 2019021444)


2. Marisca Angel Sunday (2019021445)
3. Nadia Pramitha Maharani (2019021448)
4. Oktavia Trikartika
5. Ridho Grathia
6. Vina Permatasari 2019021477
7. Yulia Ayu Malinna 2019021481

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUR PURWODADI

2021/2022

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Hidayah
– Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah “Askep Dispepsia dengan Vomitus berat”
ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis sekali menemukan kesulitan dan hambatan,
namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini tersusun berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
Mudah-mudahan semua bimbingan, petunjuk dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis akan diterima sebagai suatu amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan banyak
kekurangannya,bagi para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat menghasilkan
karya yang lebih baik lagi. Permohonan maaf penulis jika ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa, para dosen dan pembaca
lainnya.

Purwodadi,27 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 0

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 2

A. Pengertian Dispepsia..................................................................................................... 2

B. Anatomi Fisiologi..........................................................................................................

C. Klasifikasi Dispepsia.....................................................................................................

D. Etiologi Dispepsia.........................................................................................................

E. Manifestasi Klinis..........................................................................................................

F. Patofisiologi...................................................................................................................

G. Pathway.........................................................................................................................

H. Penatalaksanaan.............................................................................................................

I. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................

J. Komplikasi......................................................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................

1. Pengkajian......................................................................................................................

2. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................

3. Intervensi Keperawatan..................................................................................................

BAB IV PENUTUP............................................................................................................

A. KESIMPULAN............................................................................................................

B. SARAN........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dispepsia merupakan istilah yang umum dipakai untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman pada ulu hati, mual,
muntah, kembung cepat kenyang, rasa perut penuh.Keluhan tersebut dapat secara
bergantian dirasakan pasien atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan ataupun
kualitasnya (Yuriko, 2013).
Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan DepKes
RI pada tahun 2012, dispepsia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di Rumah
Sakit tahun 2010. Pada urutan ke-5 dengan angka kejadian kasus sebesar 9594 kasus
pada pria dan 15122 kasus pada wanita. Sedangkan untuk 10 besar penyakit rawat
jalan di Rumah Sakit tahun 2010, dispepsia berada pada urutan ke-6 dengan angka
kejadian kasus sebesar 34981 kasus pada pria dan 53618 kasus pada wanita. Jumlah
kasus baru sebesar 88599 kasus. (DepKes RI, 2012).
Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman, seperti makan pedas, asam,
minum kopi, dan minuman beralkohol juga dapat meningkatkan resiko gejala
dispepsia.Suasana yang sangat asam didalam lambung dapat membunuh organisme
pathogen yang tertelan bersamaan dengan makanan. Namun, bila barrier lambung
telah rusak, maka suasana yang sangat asam didalam lambung akan memperberat
iritasi pada dinding lambung (Riani, 2015).
Mengkonsumsi makanan dan minuman yang merangsang asam lambung akan
menyebabkan peradangan pada lambung dan akan menyebabkan ulkus peptikum
pada lambung sehingga sangat diharapkan untuk selalu menjaga pola makan dengan
makananmakanan yang tidak merangsang terjadinya peningkatan asam lambung
(Riani, 2015).
Diperkirakan sekitar 15-40 populasi di dunia memiliki keluhan dispepsia
kronis atau berulang: sepertiganya merupakan dispepsia organik (struktural). Etiologi
terbanyak dispepsia organik yaitu ulkus peptikus lambung/duodenum, penyakit
refluks gastroesofagus, dan kanker lambung (Purnamasari, 2017).

B. Tujuan
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus
C. Rumusan masalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati.Kondisi
ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap
lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme dan seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50
tahun (Ida, 2016).
Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan
gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah
lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa
penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang
penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan
maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan
merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro
dan Anurogo, 2013).
Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari bahasaYunani, “dys”
yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang berarti pencernaan, jika digabungkan
dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna. Semua gejala-
gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan disebut dispepsia,
contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak nyaman, atau distensi.

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

2
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan
bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung
1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan
antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan
bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung
lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter
esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung
tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus
kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
a. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
b. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
1. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung
dengan otot esophagus.
2. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta
membentuk ototsfingter, yang berada dibawah lapisan
pertama.
3. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh
dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok
kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
c. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh
darah dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas
banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang
karena berisi makanan.
Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian
anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium
kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric
terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik
memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan
pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel
parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik
diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak
pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang
disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-
ion natrium, kalium, dan klorida.

3
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif
merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak
duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen
simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus
(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding
lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.

2. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000
mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu
mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik
yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
2. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein
dirobah menjadi polipeptida
3. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air,
alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
4. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung
oleh HCL.
5. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)
kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum,
akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus

C. Klasifikasi Dispepsia
Pengelompokan mayordispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai


penyebabnya. Sindrom dyspepsia organic terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach
cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.

2. Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau Dispepsia


Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa
disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan
klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi (Ida, 2016).

D. Etiologi

4
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan
lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor
psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Abdullah dan Gunawan, 2012).
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung
terasa penuh atau bersendawa terus.
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini
dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).
6. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh
dan persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk
menunda makan (Rani, 2011).

Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya
dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74 mahasiswa
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah satu
faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah
keteraturan makan dan jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012).

Menurut Haapalahti (2004) dalam Susanti (2011) ditemukan ada pengaruh


pola makan terhadap dispepsia. Pola makan yang tidak teratur mungkin
menjadi predisposisi untuk gejala gastrointestinal yang menghasilkan hormon-
hormon gastrointestinal yang tidak teratur sehingga akan mengakibatkan
terganggunya motilitas gastrointestinal.
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :
a. Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi
pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau
hiposekresi.
b. Dismotilitas Gastrointestinal

5
Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan
lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan
dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
c. Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau
membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung
yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena
faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran
cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang
sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan
rangsangan lain sel parietal.
d. Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stress sentral.

E. Manifestasi Klinis

Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual,
tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas.Rasa penuh, cepat keyang, kembung
setalah makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati
dan dada atau regurgitas asam lambung kemulut. Gejala dispepsia akut dan kronis
berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati,
perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas dan
depresi (Purnamasari, 2017).

F. Patofisiologis
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan
erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian
dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa
impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

G. Pathway/WOC

6
H. Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 2014,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi
asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya
hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif
yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan
seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau

7
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).
6. Golongan Prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks
esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance)
7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan
cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.

I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik,
pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkapdan pemeriksaan darah dalam tinja, danurin. Jika ditemukan leukosit
dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat
diperiksa tumormarker (dugaan karsinoma kolon),dan (dugaan karsinoma
pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bias digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacterpylori.Endoskopi
merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostic sekaligus
terapeutik.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi

8
H.pylori,urea breath test,dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi (Ida,
2016).

J. Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya


komplikasi yang tidak ringan.komplikasi yang dapat terjadi antara lain, pendarahan,
kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus (Purnamasari, 2017).
Komplikasi dispepsia yaitu luka didinding lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia
ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, dimana
merupakan pertanda yang timbul belakangan.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih
dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling
dikhawatirkan adalah terjadinya kangker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu :
Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang
berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,
mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba).
1. Biodata
a.Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
b.Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
2. Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa kenyang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Djojoningrat 2014 klien dengan Dispepsia meempunyai keluhan :
Nyeri perut (abdominal discomfort) , Rasa perih di ulu hati, Nafsu makan
berkurang, Rasa lekas kenyang, Perut kembung, Rasa panas didada dan perut .
4. Riwayat Kesehatan Dahulu

9
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit gastritis, Hipertensi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan
6. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makanan yang kurang
serat dan makan makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat
badan sebelum dan sesudah sakit.
7. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah
interpersonal yang bisa menyebabkan stress.
8. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-
hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan.
9. Pemeriksaan Fisik
Head to toe
1) Kepala dan rambut
Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan tidak
rontok, tidak ada uban dan rambut lurus.
2) Mata
Visus/ ketajaman penglihatan tidak terkaji, sklera tidak ikterik.
Konjungtiva tidak anemis,posisi bola mata simetris dan  penglihatan
normal, tidak menggunakan alat bantu.
3) Hidung
Bentuk dan posisi simetris, tidak terdapat kotoran/ sekret. Fungsi
penciuman normal. Tidak terdapat peradangan pada mukosa dan tidak
ada polip.
4) Telinga
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik (jika dipanggil
klien langsung memberi respon), tidak ada cairan yang keluar dari
telinga, tidak ada peradangan dan klien tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
5) Mulut dan gigi
Inspeksi : Mukosa bibir kering dan terlihat berwarna pucat, tidak ada
peradangan pada mulut, klien tidak memakai gigi palsu, ada terdapat
caries, kebersihan cukup. Fungsi pengecapan normal (klien bisa
membedakan rasa manis dan pahit).
Palpasi : Terdapat atau tidaknya nyeri tekan.
6) Leher
Simetris kiri dan kanan. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
getah bening dan tiroid, pergerakan leher dapat bergerak ke kiri dan
kanan, atas dan bawah. Tidak terdapat massa.
7) Thorax (fungsi pernafasan)
Inspeksi : Pergerakan dada normal, tidak menggunakan alat

10
bantu dalam bernapas.
Palpasi     : Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi normal (sonor).
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
8) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris dan tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 5 kali/menit
Palpasi : Tidak benjolan, ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
9) Genitalia
Apakah ada kelainan dan gangguan pada genitalia.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian,diagnosa keperawatan utama mencakup yang
berikut
1) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan,anoreksia.
3) Perubahan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,muntah(vimotus
berat)

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Nyeri Akut NOC: 1. Lakukan

Definisi: Pengalaman sensori 1.Pain level penentuan

dan emosional yang tidak 2.Pain control intervensi nyeri

menyenangkan yang muncul 3.Comfort level secara

akibat kerusakan jaringan komprehensif

yang actual atau potensial termasuk lokasi,

atau digambarkan dalam hal karakteristik,


Kriteria hasil:
kerusakan sedemikian rupa. durasi, frekuensi,
Mampu mengotrol
kualitas dan faktor
nyeri(tahu enyebab
nyeri,Mampu presipitasi.
enggunakan eknik
nonfarmakologi 2. Observasi
Batasan karakteristik:
unutk reaksi
1. Perubahan selera menguranginyeri,
nonverbal
makanPerubahan
tekanan darah mencari bantuan) dari
3. Perubahan ketidaknyam
2. Melaporkan
frekuensi jantung anan
bahwa nyeri
4. Perubahan

11
frekuensi 3. Evaluasi
berkurang dengan
pernapasan pengalaman
menggunakan
5. Laporan isyarat nyeri masa
manajemen nyeri
6. Diaforesis lampau
3. Mampu mengenali
7. Perilaku 4. Kontrol lingkungan
nyeri( skala,
yang
distraksi( mis.
intensitas, dapat mempengaruhi
Berjalan mondar nyeri
frekuensi
mandir mencari orang 5. Ajarkan pasien
4. dan tanda nyeri)
lain) tekhink non
1. Menyatakan rasa
8. Mengekspresikan farmakologi
nyaman setelah
perilaku(mis.gelisah,m
nyeri berkurang Kolaborasi
er ang
pemberian berikan
kak, menangis) analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Sikap melindungi
area nyeri
10. Masker wajah( mis.
Mata kurang
bercahaya, tmabak
kacau, meringis)
11. Dilatasi pupil
12. Melaporkan nyeri
secara verbal
13. Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan:

1. Agen cedera(mis.
Biologis,

zata kimia, fisik,

2. psikologis).

2 Ketidakseimbangan NOC: 1. Nutrition


Nutrisi Kurang Dari management:
1. Nutritional

12
Kebutuhan Tubuh
status 2. Kaji adanya

Definisi:Asupan nutrisi tidak Nutriotional alergi


status:food and
cukup untuk memnuhi makanan
fluid intake
kebutuhan metabolic. 3. Monitor turgor kulit,
3. Nutritional kekeringan, rambut
status: kusam dan mudah
Batasan karakteristik: patah
nutrient intake
1. Berat badan 20% 4. Monitor mual
4. Weight control
atau lebih di bawah dan muntah
berat badan ideal. 5. Anjurkn paien
2. Diare. untuk
3. Kehilangan Kriteria hasil:
meningkatkan
rambut 1. Adanya intake Fe
berlebihan. peningkatan 6. Anjurkan pasie
4. Penurunanberat berat badan untuk
badan dengan sesuai dengan meningkatkanpr
asupan makanan tujuan otein dan
adekuat. vitamin C
2. Tidak ada
5. Membrane 7. Anjurkan pasien
tanda-
mukosa pucat. untuk makan
tanda mal nutrisi dengan porsi
6. Tonus otot menurun.
3. Meningktakan sedkit tapi sering
fungsi 8. Kolaborasi dengan
pngecapan dari ahli gizi untuk
Faktor yang berhubungan:
menelan mentukan jumlah
1. Factor biologis 4. Tidak terjadi kalori dan nutrisi
2. Faktor ekonomi penurunan berat yang di butuhkan
Ketidakmampuan untuk
badan yang pasien
mengabsorpsi nutrien
Berikan informasi
2. berarti tentang kebutuhan
nutrisi
3 Kekurangan Volume Cairan NOC: Fluid management

Definisi: Penurunan cairan 1. Fluid balance 1. Pertahankan


intravaskuler, interstisial, 2. Hydration catatan intake
dan atau intravaskuler. Hal 3. Nutritional dan output
ini mengacu pada dehidrasi, status: food yang akurat
kehilangan cairan tanpa and fluid intake 2. Monitor status
perubahan pada natrium Kriteria hasil hidrasi(kelemb

13
Batasan karakteristik: apan
1. Mempertahanka
n membrane
1. Perubahan status mental
mukosa, nadi
2. urine output
2. Perubahan tekanan darah adekuat,
sesuai dengan
3. Perubahan tekanan nadi 3. tekanan darah
usia dan BB ortostatik)
4. Perubahan volume nadi
3. Tekanan darah, Monitor vital
5. Perubahan turgor kulit signkusam dan
nadi, suhu mudah patah
6. Perubahan turgor lidah
tubuh dalam
7. Perubahan haluaran urin 9. Monitor mual
batas normal
8. Perubahan pengisisan dan muntah
vena Tidak ada 10. Anjurkn paien
9. Perubahanmembr tanda- tanda untuk
an mukosa kering dehidrasi, meningkatkan
10. Kulit kering elastisitas turgor intake Fe
11. Peningkatan hematokrit kulit baik, 11. Anjurkan
12. Peningkatan suhu tubuh membaran mukosa pasie untuk
13. Peningkatan frekuensi nadi lembab, tidak ada meningkatkanpr
14. Peningkatan urin rasa haus yang otein dan
15. Penurunan berat badan berlebihan vitamin C
16. Haus 12. Anjurkan
17. Kelemahan pasien untuk
makan dengan
Faktor yang berhubungan: porsi sedkit tapi
sering
1. Kehilangan cairan aktif
Kegagalan mekanisme 13. Kolaborasi
regulasi dengan ahli gizi
untuk mentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang di
butuhkan pasien
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

14
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai