Anda di halaman 1dari 21

RESPON SAKIT ATAU NYERI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikososial dan Budaya


Dosen Pengampu Mika Agustiana,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :

Monika Novia Maharani 2019021446

Rica Alviani 2019021459

Ridho Gratia Konstan 2019021460

Taufiq Naufal Ghozi 2019021474

Vigi Monica 2019021476

Wahyu Isnaini 2019021478

Yuditya Mulanda Putri 2019021480

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN-NUUR

PURWODADI

1
2020

KATA PENGATAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya

sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “RESPON SAKIT ATAU NYERI”

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah memberikan konstribusi

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan malakah ini. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi kita semua

tentang “RESPON NYERI ATAU SAKIT”

Purwodadi, 10 November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Nyeri............................................................................................6
B. Klasifikasi Nyeri........................................................................................6
C. Patofisiologis Nyeri...................................................................................9
D. Transmisi Nyeri.........................................................................................9
E. Manajemen Nyeri......................................................................................13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang

dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2005).

Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut

adalah awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringansampai berat dengan

akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam

bulan (Wilkinson, 2007). Nyeri kronis adalah suatu situasi atau keadaan pengalaman

nyeri yang menetap atau kontinyu selama beberapa bulan atau tahun setelah fase

penyembuhan dari suatu penyakit akut atau injuri (Masjoer, 2000)

Nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yaitu

teknik relaksasi, massage, kompres, terapi musik, murottal, distraksi, dan guided

imaginary. (Smeltzer et al., 2008). Teknik non farmakologi merupakan salah satu

intervensi keperawatan secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh

pasien. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika nyeri muncul dan

dapat digunakan pada seseorang sehat ataupun sakit (Perry & Potter, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan nyeri?

4
2. Apa saja klasifikasi nyeri?

3. Bagaimana patofisiologis nyeri?

4. Bagaimana transmisi nyeri ?

5. Bagaimana teknik mengatasi nyeri?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi nyeri

2. Mengetahui klasifikasi nyeri.

3. Mengetahui patofisiologis nyeri

4. Mengetahui transmisi nyeri

5. Mengetahui teknik mengatasi nyeri.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri

5
Nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare,2002).

Nyeri merupakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif dan

berhubungan dengan panca indra (Potter & Perry,2010). Nyeri dikatakan sebagai

sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual (Asmandi, 2008)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan suatu

pengalaman yang tidak menyenangkan yang dapat membuat seseorang menjadi tidak

nyaman dan resah serta sulit untuk didefinikan rasa nyeri tersebut.

B. Klasifikasi Nyeri

1. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Durasi

Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri

akut didefinisikan sebagai nyeri dengan onset segera dan memiliki durasi terbatas.

Nyeri akut biasanya memiliki hubungan temporal dan kausal dengan perlukaan

seperti pembedahan, trauma dan infeksi yang menyebabkan peradangan. Nyeri

kronik umumnya menetap lebih dari waktu penyembuhan suatu perlukaan (>3-6

bulan) dan sering tidak memiliki penyebab yang jelas (Sweleboda, et al, 2013).

Perbedaan nyeri akut dan kronis dapat terlihat pada tabel 2.1 (Sweleboda, et

al, 2013).

Table 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Nyeri Akut Nyeri Kronis


Penyebab multiple (keganasan, jinak)
Penyebab berupa kerusakan jaringan

yang nyata
Onset yang jelas Onset gradual atau jelas

6
Durasi yang pendek dan jelas Menetap setalah 3-6 bulan setelah

penyembuhan

Hilang dengan sembuhnya luka Dapat merupakan gejala atau diagnosis


Berfungsi sebagai proteksi Tidak ada tujuan adaptif
Memiliki terapiefektif Dapat refrakter terhadap pengobatan

2. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologi terkait nyeri, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri

fisiologis, nosiseptif, serta neuropatik. Nyeri fisiologis merupakan rasa ketidaknyamanan

non traumatik yang segera dengan durasi yang sangat singkat. Nyeri fisiologis sebagai

penanda bagi individu terhadap adanya potensi stimulus lingkungan yang berpotensi

menyebabkan cedera, seperti objek yang panas dan menginisisasi refleks menghindar

yang mencegah atau meminimalisasi kerusakan jaringan.Nyeri ini sifatnya sementara,

hanya selama ada rangsang nyeri dan dapat dilokalisir (Sweleboda P et al 2013).

Nyeri nosiseptif merupakan akibat adanya kerusakan sel setelah operasi, trauma

atau cedera yang berhubungan dengan penyakit. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang

disebabkan oleh lesi atau disfungsi patologi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf

tepi. Nyeri neuropatik bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam

banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik,

pukulan, remasan, spasme atau dingin. (Andarmoyo,2013)

C. Patofisiologi Nyeri

Berdasarkan proses patofisiologi nyeri terbagi menjadi (Smeltzer & Bare, 2002) :

a. Mekanisme neurofisiologi nyeri

7
Sistem saraf yang mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri dalam transmisi dan

persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Sensitivitas dari komponen

sistem nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berbeda diantara

individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama

mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang

mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain. Sebagai contoh, nyeri akibat

arthritis kronis dan nyeri pascaoperatif sering terasa lebih parah pada malam hari.

b. Transmisi nyeri

Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons

hanya pada stimulus yang kuat dan secara potensial merusak, sifatnya bisa

mekanik, termal, dan kimia. Sendi, otot skelet, fasia, tendon, dan kornea juga

mempunyai reseptor nyeri yang mempunyai potensi untuk mentransmit stimuli

yang menyebabkan nyeri. Namun demikian, organ-organ internal yang besar

(visera) tidak mengandung ujung saraf yang berespons hanya pada stimuli nyeri.

Nyeri yang berasal dari organ ini diakibatkan dari stimuli reseptor yang kuat

yang mempunyai tujuan lain. Sebagai contoh, inflamasi, regangan, iskemia,

dilatasi, dan spasme organ-organ internal yang dapat menyebabkan nyeri hebat.

c. Kornu dorsalis dan jaras asenden

Dorsalis dari medula spinalis dianggap sebagai tempat untuk merespon nyeri,

serabut perifer (seperti reseptor nyeri) dan serabut traktus sensori asenden

berakhir disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neuronal desenden dan

traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan

bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri

8
dapat dicerna secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan.

Aktifitas terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam

kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang

ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang

menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Sering kali area

ini disebut sebagai “gerbang”. Kecenderungan alamiah gerbang adalah untuk

membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan

jaras asenden dan mengakibatkan nyeri. Stimulasi dari neuron inhibitori sistem

asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri.

d. Pengukuran intensitas nyeri

intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual.

Intensitas nyeri yang dirasakan setiap individu berbeda-beda. Respon nyeri secara

subjektif dideskripsikan dengan nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri parah.

Mendeskripsikan nyeri berbeda antara perawat dan pasien. Skala deskriptif

merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala

pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang

terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang

sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai

nyeri yang tidak tertahankan (Black & Hawks, 2014)

Perawat menunjukkan skala nyeri tersebut dan meminta pasien untuk memilih

intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh

nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa juah nyeri terasa paling tidak

9
menyakitkan. Alat VDS memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk

mendiskripsikan nyeri (Potter & Perry, 2006).

C. Respon terhadap nyeri

Ada dua respons terhadap nyeri, yaitu respons fisiologis dan respons perilaku.

Kedua respons ini timbul ketika seseorang terpapar dengan nyeri, dan masing – masing

individu mempunyai karakteristik yang berbeda dalam merespons nyeri tersebut. (Potter

& Perry, 2006)

1. Respons fisiologis terhadap nyeri

Respons nyeri fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu. Pada saat

impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf

otonom menjadi tersimulasi sebagai bagian dari respons stress. Nyeri dengan intensitas

ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”,

yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulus pada cabang simpatis pada saraf

otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus – menerus,

berat, atau dalam, dan secara tipikal melibatkan organ–organ viseral (seperti nyeri

pada infark miokard, kolik akibat kandung empedu atau batu ginjal), sistem saraf

parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Kecuali pada kasus–kasus nyeri traumatik

yang berat, yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu

mencapai tingkat adaptasi, yaitu ketika tanda– tanda fisik kembali normal. Dengan

demikian, seseorang yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda–

tanda fisik. Berikut ini tabel yang menunjukkan respons fisiologis terhadap nyeri

(Potter & Perry, 2006) :

RESPON Penyebab atau efek


Stimulus simpatik

10
Dilatasi saluran bronkiolus dan Menyebabkan peningkatan asupan oksigen

peningkatan frekuensi pernapasan


Vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan Meningkatkan tekanan darah disertai

tekanan darah) perpindahan suplai darah dan perifer dan

visera ke otot – otot skelet dan otak


Peningkatan kadar glukosa darah Menghasilkan energi tambahan
Diaforesis Mengontrol temperatur tubuh selama stress
Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi
Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang lebih

baik
Penurunan motilitas saluran cerna Membebaskan energi untuk melakukan

aktivitas dengan lebih baik


Stimulus parasimpatik
Pucat Menyebabkan suplai darah berpindah ke

Perifer
Ketegangan otot Akibat keletihan
Penurunan denyut jantung dan tekanan Akibat stimulasi vagal

darah
Pernapasan yang cepat dan tidak teratur Menyebabkan pertahanan tubuh gagal

akibat nyeri yang terlalu lama


Mual dan muntah Mengembalikan fungsi saluran cerna
Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran energi fisik

2. Respons perilaku

Pasien yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap nyeri mampu menahan rasa

nyeri tanpa bantuan atau pertolongan dari orang lain. Sedangkan, seseorang yang

memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat mencari upaya untuk menghilangkan

rasa nyeri sebelum nyeri terjadi. Gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat

mengindikasikan adanya nyeri, seperti mengatubkan gigi-gigi, memegang tubuh yang

terasa sakit, postur tubuh yang membungkuk, dan ekspresi wajah yang meringis.

11
Beberapa klien bahkan menangis atau mengerang kesakitan dan biasanya terlihat gelisah

atau meminta sesuatu secara terus-menerus kepada perawat. Hal ini menjadi penting

bagi seseorang perawat untuk mengenali dan mengamati respon yang ditunjukkan oleh

pasien terutama pada pasien yang tidak mampu atau tidak bisa melaporkan adanya

rasa nyeri yang dirasakan, contohnya pasien dengan gangguan kognitif.

Bagaimanapun kurang atau tidak adanya ekspresi nyeri bukan berarti pasien tidak

merasakan nyeri. Respons perilaku nyeri dapat dilihat pada tabel berikut (Potter & Perry,

2006) :

Respons Perilaku
Vokalisasi 1. Merintih

2. Menangis

3. Sesak napas/terengah-engah

4. Mendengkur
Ekspresi wajah 1. Meringis

2. Menggeletukkan gigi

3. Mengerutkan dahi

4. Menutup mata atau mulut dengan

rapat atau

membuka mata atau mulut dengan lebar

5. Menggigit bibir
Gerakan tubuh 1. Gelisah

2. Imobilisasi

3. Ketegangan otot

4. Peningkatan pergerakan tangan dan jari

5. Aktivitas melangkah atau berjalan bolak

12
balik

6. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok

7. Gerakan melindungi bagian tubuh

tertentu
Interaksi sosial 1. Menghindari percakapan

2. Fokus hanya pada aktivitas untuk

menghilangkan

nyeri

3. Menghindari kontak sosial

4. Penurunan rentang perhatian

5. Mengurangi waktu perhatian

6. Mengurangi interaksi dengan lingkungan

D. Managemen Nyeri

Manajemen nyeri dibagi menjadi 2 yaitu manajemen nonfarmakologis dan

farmakologis (Meliala L, 2004)

1. Managemen Farmakologi

           Manjemen nyeri farmakologi merupakan upaya atau strategi penyembuhan

nyeri menggunakan obat obatan anti nyeri (Meliala L, 2004)

Berikut beberapa contoh obat (artikel : Efek samping Minum Obat Pereda Nyeri) :

a. Paracetamol

Paracetamol adalah obat pereda nyeri yang jarang menimbulkan efek samping,

kecuali dikonsumsi secara berlebihan. Paracetamol digunakan untuk mengatasi

nyeri tingkat ringan hingga sedang.

13
b. Obat antiinflamasi nonsteroid/Non-Steroid Anti-Inflammation Drugs (NSAID)

NSAID adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri tingkat

ringan hingga sedang disertai peradangan, conthnya ibuprofen, naproxen, aspirin,

diklofenak dan asam mefenamat, NASAID aman dikonsumsi dalam dosis kecil

atau jangka waktu pendek.

c. Kortikosteroid

Obat pereeda nyeri berbasis steroid digunakan apabila obat obatan lain tidak

ampuh mengatasi keluhan. Steroid seperti prednisone, dexamethasone dan

triamcinolone dapat meredakan nyeri dengan mengurangi pemengkakan dan

peradangan

2. Managemen Non-Farmakologi

Terapi nonfarmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa

menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang

setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri. Beberapa tindakan

penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis adalah sebagai berikut (Potter & Perry,

2006) :

1) Distraksi

Distraksi merupakan tindakan mengalihkan perhatian klien ke hal-hal yang

lain dari nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokuskan pada

nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri. Distraksi

bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat.

Misalnya, selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja

analgesik. Distraksi meliputi beberapa aktivitas seperti menyanyi, berdoa,

14
bermain, menceritakan foto atau gambar dengan suara keras dan

mendengarkan musik

2) Relaksasi

Relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari ketegangan

atau stres yang membuat individu memiliki rasa kontrol terhadap dirinya.

Perubahan fisiologis dan perilaku berhubungan dengan relaksasi yang

mencakup: menurunnya denyut jantung, tekanan darah dan kecepatan

pernapasan, meningkatnya kesadaran secara umum, menurunnya kebutuhan

oksigen, perasaan damai, serta menurunnya ketegangan otot dan kecepatan

metabolisme. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi,

dan latihan relaksasi progresif

Langkah langkah relaksasi :

a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam

b. Atur nafas hingga nafas menjadi lebih teratur

c. Tarik nafas sekuat kuatnya lalu buang secara perlahan sambil katakana dalam

hati “saya damai dan tenang”

d. Fokuskan perhatian pada lengan, bayangkan kedua lengan terasa berat.

Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur,

ringan, sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakan ‘saya merasa

damai dan tenang sepenuhnya’.

e. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki

15
f. Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya

aliran darah, seperti merasakan minuman hangat, sambil mengatakan ‘saya

merasa senang dan hangat’

g. Ulangi enam kali.

h. Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’.

i. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.

j. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil

katakana ‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’

k. Posisi kedua tangan tidak berubah.


l. Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’
m. Ulangi enam kali.
n. Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
o. Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut
mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
p. Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’.
q. Ulangi enam kali.
r. Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
s. Kedua tangan kembali pada posisi awal.
t. Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’
u. Ulangi enam kali.
v. Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
w. akhir latihan

Mengakhiri latihan relaksasi dengan melekatkan (mengepalkan) lengan


bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil
membuka mata.
3) Kompres dingin dan panas

Kompres dingin dan panas dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan

proses penyembuhan. Pilihan terapi panas dengan terapi dingin bervariasi

sesuai kondisi klien. Misalnya, kompres panas menghilangkan kekakuan

sendi pada pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri

16
akut dan sendi yang mengalami peradangan. Apabila perawat menggunakan

kompres panas atau dingin dalam bentuk apapun, instruksikan kepada klien

untuk menghindari cidera pada kulit dengan memeriksa suhu dari alat yang

digunakan dan menghindari atau dingin pada kulit. Terutama lebih beresiko pada

klien dengan sentuhan langsung terhadap peralatan yang memberikan sensasi

hangat gangguan medulla spinalis atau gangguan saraf lain, usia lanjut, dan

klien yang terlihat bingung

4) Masase / pijatan

Masase efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental, mengurangi

nyeri, dan meningkatkan keefektifan pengobatan nyeri. Masase pada

punggung, bahu, lengan, dan kaki selama 3 sampai 5 menit dapat merelaksasi

otot dan memberikan istirahat yang tenang dan nyaman

Teknik masase :

a) Remasan. Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.

b) Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan

bergantian tangan.

c) Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar sepanjang

tulang punggung dari sacrum ke bahu.

d) Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih halus dengan

gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.

e) Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangan anda dengan

arah yang berlawanan, menggunakan gerakan meremas.

17
f) Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-ujung jari

untuk mengakhiri pijatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nyeri mempengaruhi proses kenyamanan di mana nyeri dapat menimbulkan

ketidaknyamanan pada seorang individu, karena nyeri merupakan sensori

subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan

kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadi.

Nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Rasa nyeri adalah

alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawat kesehatan. Nyeri terjadi

bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan

diagnostik atau pengobatan.

Berdasarkan durasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,

berdasarkan patofisiologias terdiri dari Suara, ekspresi wajah, pergerakan tubuh,

interaksi sosial.

B. Saran

Penanganan dan pengobatan rasa nyeri akan sangat beragam, tergantung jenis

nyeri yang dialami oleh pasien. Penanganan tersebut dapat berupa tindakan medis hingga

pemberian obat-obatan pereda nyeri.

18
Nyeri sejatinya adalah cara tubuh berkomunikasi bahwa ada hal yang

salah dalam tubuh kita. Apabila Anda merasakan nyeri yang mengganggu

aktivitas sehari-hari, segera periksa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat

dan cermat

19
DAFTAR PUSTAKA

Clark MR., 2009. Psychiatry and chronic pain: Examining the interface and designing a structure
for a patient-center approach to treatment. European Journal of Pain;3:95–100
Harker J et al. Epidemiology of Chronic Pain in Denmark and Sweden. 2012. P1-30

Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks. Jakarta Barat.

2010. hal217-232.

Marandina A. M. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan Intensive Literatur Review.

2014. Vol 1 p.18-26.

Marazziti D, Mungai F, Vivarelli L, Presta S, Dell’Osso B., 2006. Pain and psychiatry: a critical
analysis and pharmacological review. Clinical Practice and Epidemiology in Mental
Health; 2:31
Meliala L., Pinzon R. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi. No. 4 Vol 4. Jakarta1988.

National Pharmaceutical Council. Pain: Current Understanding of Assessment, Management,

and Treatments. 2001. p3-4.

Meliala L, 2004, Terapi Rasional Nyeri: Tinjauan Khusus Nyeri Neuropatik, Aditya Media,
Yogyakarta
Pained.org, 2008. Physiology of Pain, http://www.painedu.org.

Park H.J., Moon D.E., 2010. Pharmacologic Management of Chronic Pain. Korean J Pain June;
23( 2): 99-108
Perret, D., Luo, Z.D., 2009. Targeting Voltage-Gated Calcium Channels for Neuropathic Pain
Management. Neurotherapeutics: The Journal of the American Society for Experimental
NeuroTherapeutics,  6 (4), 679-692
Reeves CJ, Potter, P.A, Perry, A.G. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Sauer SE, Burris JL, Carlson CR., 2010. New directions in the management of chronic pain:
Self-regulation theory as a model for integrative clinical psychology practice. Clinical
Psychology Review; 30: 805–814

20
Smeltzer,Suzanne C& Bare,Brenda G.2002. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment. Ann Agric Environ

Med. 2013 December 29; Special Issue1:2-7.

Goldenberg DL., 2010. Pain/Depression Dyad: A Key to a Better Understanding and Treatment


of Functional Somatic Syndromes. The American Journal of Medicine;123:8
Helmi.Zairin N.2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika

21

Anda mungkin juga menyukai