Anda di halaman 1dari 16

RESPON SAKIT ATAU NYERI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikososial dan Budaya


Dosen Pengampu Mika Agustina, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :

Monika Novia Maharani 2019021446

Rica Alviani 2019021459

Ridho Gratia Konstan 2019021460

Taufiq Naufal Ghozi 2019021474

Vigi Monica 2019021476

Wahyu Isnaini 2019021478

Yuditya Mulanda Putri 2019021480

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN-NUUR

PURWODADI

2020
KATA PENGATAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-

Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “RESPON SAKIT ATAU

NYERI”

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah memberikan

konstribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan malakah ini.

Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan bagi kita semua tentang “RESPON NYERI ATAU SAKIT”

Purwodadi, 10 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri............................................................................................. 5

B. Klasifikasi Nyeri......................................................................................... 5

C. Patofisiologis Nyeri.................................................................................... 7

D. Teori Nyeri................................................................................................. 8

E. Manajemen Nyeri........................................................................................ 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................. 18

B. Saran .......................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter &

Perry, 2005).

Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri

akut adalah awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringansampai berat

dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang

dari enam bulan (Wilkinson, 2007). Nyeri kronis adalah suatu situasi atau

keadaan pengalaman nyeri yang menetap atau kontinyu selama beberapa bulan

atau tahun setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit akut atau injuri

(Masjoer, 2000).

Secara umum nyeri  adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007).

Nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi

yaitu teknik relaksasi, massage, kompres, terapi musik, murottal, distraksi, dan

guided imaginary. (Smeltzer et al., 2008). Teknik non farmakologi merupakan

salah satu intervensi keperawatan secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang
3
dirasakan oleh pasien. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika
nyeri muncul dan dapat digunakan pada seseorang sehat ataupun sakit (Perry &

Potter, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan nyeri?

2. Apa saja klasifikasi nyeri?

3. Bagaimana patofisiologis nyeri?

4. Apa saja teori yang terkait pada nyeri ?

5. Bagaimana cara atau teknik mengatasi nyeri?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi nyeri.

2. Mengetahui klasifikasi nyeri.

3. Mengetahui patofisiologis nyeri.

4. Mengetahui teori yang terkait pada nyeri.

5. Mengetahui cara mengatasi nyeri.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri

Nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer dan

Bare,2002). Nyeri merupakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, bersifat

subjektif dan berhubungan dengan panca indra (Potter & Perry,2010).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan

suatu pengalaman yang tidak menyenangkan yang dapat membuat seseorang

menjadi tidak nyaman dan resah serta sulit untuk didefinikan rasa nyeri tersebut.

B. Klasifikasi Nyeri

1. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Durasi

Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.

Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri dengan onset segera dan memiliki

durasi terbatas. Nyeri akut biasanya memiliki hubungan temporal dan kausal

dengan perlukaan seperti pembedahan, trauma dan infeksi yang

menyebabkan peradangan. Nyeri kronik umumnya menetap lebih dari waktu

penyembuhan suatu perlukaan (>3-6 bulan) dan sering tidak memiliki

penyebab yang jelas (Sweleboda, et al, 2013).

5
Table 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Nyeri Akut Nyeri Kronis


Penyebab multiple (keganasan, jinak)
Penyebab berupa kerusakan jaringan

yang nyata
Onset yang jelas Onset gradual atau jelas
Durasi yang pendek dan jelas Menetap setalah 3-6 bulan setelah

penyembuhan

Hilang dengan sembuhnya luka Dapat merupakan gejala atau diagnosis


Berfungsi sebagai proteksi Tidak ada tujuan adaptif
Memiliki terapiefektif Dapat refrakter terhadap pengobatan
(Vadivelu N et al. 2009)

2. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologi terkait nyeri, nyeri dapat diklasifikasikan

menjadi nyeri fisiologis, nosiseptif, serta neuropatik. Nyeri fisiologis

merupakan rasa ketidaknyamanan non traumatik yang segera dengan durasi

yang sangat singkat. Nyeri fisiologis sebagai penanda bagi individu terhadap

adanya potensi stimulus lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera,

seperti objek yang panas dan menginisisasi refleks menghindar yang

mencegah atau meminimalisasi kerusakan jaringan.Nyeri ini sifatnya

sementara, hanya selama ada rangsang nyeri dan dapat dilokalisir (Sweleboda

P et al 2013).

Nyeri nosiseptif merupakan akibat adanya kerusakan sel setelah operasi,

trauma atau cedera yang berhubungan dengan penyakit. Beberapa hal yang

mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi

6 ektopik secara spontan, sensitisasi sentral,


perifer, timbulnya aktifitas listrik

reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme

inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada
koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari

yang normal (Andarmoyo,2013).

C. Patofisiologi Nyeri

Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin

dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon

psikologis berupa (Mohamad, 2012):

a. Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas

b. Ekspresi wajah: Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup

rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir

c. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan menggosok atau

berirama, bergerak melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang.

d. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktivitas

untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu.

D. Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana

nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai

teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori

gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan. (Hartwig & Wilson,2005)

a. Teori Spesivisitas (Specivity Theory)


7
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke 17. teori ini didasarkan

padakepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus


mentransmisi rasa nyeri. Syaraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri

dan mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke

talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi

sehingga timbul respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-

faktor multi dimensional dapat mempengaruhi nyeri. (Hartwig& Wilson,

2005)

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri yaitu serabut yang

mampu menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut yang mampu

menghantarkan dengan lambat. Dua serabut syaraf tersebut bersinaps pada

medula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai sejumlah

intensitas dan tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan kualitas

input sensasi nyeri. (Hartwig &Wilson, 2005)

c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)

Tahun 1959 Milzack dan Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang

menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi

transmisi sinyal nyeri. (Clark MR, 2009).

Teori gate control dari (Melzack dan Wall,1965) menyatakan bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat  oleh mekanisme pertahanan di sepanjang

sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat

sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan

tertutup.

8
E. Managemen Nyeri

1. Managemen Farmakologi

Managemen farmakologi merupakan upaya atau strategi

penyembuhan nyeri menggunakan obat-obatan anti nyeri. Tenaga medis yang

dominan berperan dalam managemen farmakologi adalah para dokter dan apoteker.

Hal ini terutama berkaitan dengan persepsi yang berbeda dari para pasien

tentang nyeri yang sedang dialaminya.

a. Paracetamol

Paracetamol digunakan untuk meredakan demam, sakit kepala, nyeri haid,

migrain, serta rasa nyeri pada tubuh akibat pilek. Obat ini tersedia dalam bentuk

tablet dengan dosis 500 atau 665 miligram.

Dosis sekali minum bagi orang dewasa berkisar antara 500-1.000

miligram atau sebanyak 1-2 tablet. Obat pereda nyeri ini dapat dikonsumsi secara

rutin atau hanya saat nyeri muncul, tergantung penyebab nyeri dan anjuran dosis

dari dokter.

Jangan meminum lebih dari 4.000 miligram paracetamol dalam jangka

waktu 24 jam. Jika Anda perlu mengonsumsi paracetamol secara rutin atau rasa

nyeri belum mereda, tunggulah selama 4-6 jam dari waktu minum paracetamol

sebelumnya.

b. Ibuprofen

Ibuprofen adalah obat pereda nyeri yang termasuk dalam golongan obat

antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Fungsinya untuk mengatasi nyeri yang

disebabkan oleh peradangan, seperti pada penderita radang sendi atau orang yang
mengalami cedera.

Obat pereda nyeri ini memiliki dosis sekali minum sebesar 200-400

miligram atau setara dengan 1-2 tablet. Konsumsi dalam sehari tidak boleh

melebihi 1.200 miligram.

Seperti paracetamol, Anda juga harus memberi jeda setiap meminum

ibuprofen.Jika Anda meminum ibuprofen sebanyak 3 kali sehari, berikan jeda

selama 6 jam sebelum dosis selanjutnya. Jika Anda perlu mengonsumsi 4 butir

tablet ibuprofen, berikan jeda selama 4 jam antara tiap butir.

2. Managemen Non-Farmakologi

Terapi nonfarmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa

menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang

setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri. Beberapa hal yang dapat dilakukan

ialah: (Sauer et al., 2010)

1. Biofeedback electromyography.

Biofeedback electromyography merupakan prosedur yang menggabungkan

prinsip relaksasi otot dengan pengukuran berkelanjutan dan pemantauan

aktivitas otot secara langsung. Tonus muskular direkam dan diubah ke

dalam bentuk sinyal audio dan visual. Meta-analisis

efektivitas biofeedback electromyography untuk terapi nyeri kronik masih

belum konsisten karena memberikan hasil yang berbeda-beda. Mekanisme

intervensi biofeedback electromyography  masih belum diketahui secara

pasti (Sauer et al., 2010)

2. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT).
Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu terapi

intervensi non farmakologis yang sering digunakan dalam manajemen

nyeri kronik dengan target terapi adalah memperbaiki proses kognitif mal-

adaptif dan behavioral yang berperan dalam nyeri. Hal yang tercakup

dalam CBT pasien nyeri kronik adalah (1) Edukasi penyebab kondisi

nyeri, (2) Latihan behavioral yang ditujukan untuk meningkatkan aktivitas

sosial, fungsional, dan fisik, (3) Latihan kognitif untuk membantu

mengalihkan respon terhadap nyeri (cognitive restructuring dan problem

solving). Intervensi CBT lebih efektif dibandingkan dengan tanpa terapi

CBT untuk mengurangi gejala psikologis pasien nyeri kronik (Park H.J.,

Moon D.E., 2010)

3. Relaxation Training      

Terapi relaksasi bertujuan untuk relaksasi muskular, menurunkan tonus

simpatis, dan menekan respon neuro-endokrin yang disebabkan oleh

kondisi yang tidak menyenangkan termasuk nyeri kronik, dan mengontrol

emosional pasien. Terapi relaksasi yang digunakan untuk keadaan ini

antara lain progressive muscle relaxation, autogenic relaxation, yoga, dan

meditasi (Goldenberg DL., 2010)

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Nyeri mempengaruhi proses kenyamanan di mana nyeri dapat menimbulkan

ketidaknyamanan pada seorang individu, karena nyeri merupakan sensori subjektif dan

emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan

actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadi. Nyeri sebagai

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan

jaringan yang actual atau potensial. Rasa nyeri adalah alasan utama seseorang untuk

mencari bantuan perawat kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau

bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.

Berdasarkan durasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,

berdasarkan patofisiologias terdiri dari Suara, ekspresi wajah, pergerakan tubuh, interaksi

sosial, Terdapat beberapa cara untuk mengatasi nyeri baik farmakologis dan

nonfarmakologis seperti, Anti-konvulsan opiat, Anti-Depresan. Sedangkan

nonfarmakologis seperti Biofeedback electromyography, Cognitive-Behavioral

Therapy (CBT), Relaxation Training     

B. Saran

Penanganan dan pengobatan rasa nyeri akan sangat beragam, tergantung jenis

nyeri yang dialami oleh pasien. Penanganan tersebut dapat berupa tindakan medis hingga

pemberian obat-obatan pereda nyeri.Beberapa contoh penanganan rasa nyeri selain obat-

obatan oral, yaitu:


a. Terapi sinar laser, yakni prosedur noninvasif yang dapat menembus jauh ke dalam

jaringan tubuh. Terapi ini dapat mengurangi nyeri dan membantu perbaikan dan

penyembuhan jaringan tubuh

b. Terapi dengan alat radio frequency, yakni terapi untuk mengurangi nyeri pada leher

dan nyeri punggung menggunakan gelombang radio

c. Terapi dengan modalitas listrik seperti TENS, yakni terapi menggunakan arus listrik

untuk meredakan rasa sakit melalui sinyal yang dikirim ke sumsum tulang belakang

dan otak

d. Terapi pemanasan dengan diatermi atau ultrasound yang menonjolkan suhu panas atau

hangat yang memiliki rentang 38-45 derajat Celcius

e. Injeksi dry needle pada titik yang terasa nyeri, yaitu tindakan memasukkan jarum tanpa

obat kebagian tubuh yang nyeri

f. Injeksi otot dan sendi, yakni tindakan dengan menggunakan obat seperti kortikosteroid

pada bagian tubuh yang nyeri

g. Injeksi untuk memacu regenerasi bagian tubuh yang nyeri karena ada

kerusakan/robekan otot

h. Injeksi terhadap saraf yang menjadi penyebab nyeri

i. Pemberian plester untuk meredakan nyeri.

Nyeri sejatinya adalah cara tubuh berkomunikasi bahwa ada hal yang salah dalam

tubuh kita. Apabila Anda merasakan nyeri yang mengganggu aktivitas sehari-hari, segera

periksa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan cermat.

DAFTAR PUSTAKA
Clark MR., 2009. Psychiatry and chronic pain: Examining the interface and designing a structure

for a patient-center approach to treatment. European Journal of Pain;3:95–100

Harker J et al. Epidemiology of Chronic Pain in Denmark and Sweden. 2012. P1-30

Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks. Jakarta Barat.

2010. hal217-232.

Marandina A. M. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan Intensive Literatur Review.

2014. Vol 1 p.18-26.

Marazziti D, Mungai F, Vivarelli L, Presta S, Dell’Osso B., 2006. Pain and psychiatry: a critical

analysis and pharmacological review. Clinical Practice and Epidemiology in Mental

Health; 2:31

Meliala L., Pinzon R. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi. No. 4 Vol 4. Jakarta1988.

National Pharmaceutical Council. Pain: Current Understanding of Assessment, Management,

and Treatments. 2001. p3-4.

Meliala L, 2004, Terapi Rasional Nyeri: Tinjauan Khusus Nyeri Neuropatik, Aditya Media,

Yogyakarta

Pained.org, 2008. Physiology of Pain, http://www.painedu.org.

Park H.J., Moon D.E., 2010. Pharmacologic Management of Chronic Pain. Korean J Pain June;

23( 2): 99-108

Perret, D., Luo, Z.D., 2009. Targeting Voltage-Gated Calcium Channels for Neuropathic Pain

Management. Neurotherapeutics: The Journal of the American Society for Experimental

NeuroTherapeutics,  6 (4), 679-692

Reeves CJ, Potter, P.A, Perry, A.G. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Sauer SE, Burris JL, Carlson CR., 2010. New directions in the management of chronic pain:

Self-regulation theory as a model for integrative clinical psychology practice. Clinical

Psychology Review; 30: 805–814

Smeltzer,Suzanne C& Bare,Brenda G.2002. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment. Ann Agric Environ

Med. 2013 December 29; Special Issue1:2-7.

Goldenberg DL., 2010. Pain/Depression Dyad: A Key to a Better Understanding and Treatment

of Functional Somatic Syndromes. The American Journal of Medicine;123:8

Helmi.Zairin N.2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai