Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dispepsia merupakan keluhan umum dan keadaan klinik yang sering dijumpai

dalam praktik sehari-hari. Dispepsia berasal dari bahasa Greek dimana “dys” artinya

buruk dan “pepsis” artinya pencernaan (Arini & Malik, 2019).

Dispepsia merupakan gangguan yang kompleks, mengacu pada kumpulan gejala

seperti sensasi tidak nyaman di perut bagian atas, terbakar, mual muntah, terasa

penuh, kembung, sehingga menyebabkan nyeri akut (Scale, 2016).

Menurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit

atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas. Definisi dispepsia

sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah

kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang

dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu

perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat

kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam

dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan

yang sifatnya hilang timbul atau terus- menerus (Bruno, 2019).

Dispepsia adalah kumpulan beberapa gejala klinis yang terdiri dari rasa sakit

perut pada saluran cerna bagian atas, keluhan rasa panas di dada, perut kembung,

cepat kenyang, mual dan muntah. (Arsyad, Irmaini, & Hidayaturrami, 2018).

WHO memprediksi pada tahun 2020, proporsi angka kematian karena penyakit tidak
menular akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% di dunia,
sedangkan untuk negara SEARO (South East Asian Regional Office) yaitu pada tahun
2020 diprediksi bahwa angka kematian dan kesakitan karena penyakit tidak menular akan
meningkat menjadi 50% dan 42%. Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa di
Eropa, Amerika Utara, dan Oseania prevalensi dispepsia bervariasi yaitu, antara 3%
hingga 40%. Penelitian terhadap dispepsia fungsional di beberapa negara di Asia
menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi, yaitu China sebanyak 69 % dari 782 pasien, di
Hongkong 43 % dari 1.353 pasien, di Korea 70 % dari 476 pasien dan Malaysia 62 % dari
210 pasien (Ghoshal et al., 2011). Di Indonesia diperkirakan hampir 30 % kasus pada
prakik umum dan 60 % pada praktik gastroenterologis merupakan kasus sindrom
dispepsia. (Djojoningrat, 2014). Menurut Kemenkes RI tahun 2010, dispepsia berada di
urutan ke-5 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap dan berada di urutan
ke-6 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit Indonesia. Hal
ini menunjukkan bahwa angka kejadian sindrom dispepsia cukup tinggi. Berdasarkan data
profil kesehatan Indonesia tahun 2011, sindrom dispepsia berada di urutan keenam dari 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 dengan jumlah kasus
sebanyak 33.500 (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Penderita dispepsia dapat mengalami nyeri perut hebat yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari. Dan apabila tidak cepat ditangani dapat berakibat fatal yaitu terjadi
perdarahan pada lambung, kanker lambung, muntah darah serta ulkus peptikum. Oleh
karena itu penanganan harus dibutuhkan agar tidak memicu faktor selanjutnya. Peran
perawat terhadap kasus dispepsia mencakup penanganan farmakologi dan
nonfarmakologi.Salah satu tindakan non farmakologi antara lain: kompres
hangat,relaksasi (teknik nafas dalam),dan akupressur agar tidak terjadi mencegah
terjadinya perdarahan, kanker lambung, muntah darah, ulkus peptikum. (Malinda &
Dirdjo, 2017).

Pada setiap orang dari berbagai golongan usia dapat terkena penyakit dispepsia, baik

itu pria maupun wanita. Penyakit dispepsia bisa disebabkan oleh ulkus lambung atau

penyakit acid reflux. Penyebab timbulnya penyakit dispepsia diantaranya yaitu karena
faktor pola makan dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik

lambung, persepsi visceral lambung, psikologi dan infeksi Helicobacter pylori.

Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas dan bumbu

yang merangsang. seperti jahe, merica. kebiasaan mengkonsumsi makanan dan

minuman, seperti makan yang pedas, makanan yang asam, minum teh, minum

kopi, dan minuman berkarbonasi juga dapat meningkatkan resiko munculnya

gejala dyspepsia (Elsi Setiandari, 2018).

Keadaan pasien dengan dispepsia yang berada dalam kondisi gawat darurat,

peran perawat sangatlah penting. Perawat dituntut untuk selalu menjalankan

perannya diberbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyelamatan

pasien secara professional khususnya penanganan pada pasien dengan gawat

darurat. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan perawat dapat

memberikan pelayanan keperawatan pada pasien dispepsia secara langsung atau

tidak langsung kepada pasien dengan mengunakan pendekatan proses

keperawatan (Ida, 2016).

Salah satu cara penanganannya tentunya dengan menerapkan pola makan

yang benar dan sehat. Pola makan yang benar dan sehat yaitu pola makan yang

teratur setiap harinya, mengkonsumsi makanan tidak berlebihan dan makan

tepat waktu dengan jam yang sama setiap harinya dan mengurangi makanan

yang mengandung bahan pengawet (Sumarni & Andriani, 2019).

4
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara


komperhensif meliputi aspek bio-psiko-social-spiritual pada klien dengan
Dispepsia

2. Tujuan Khususa

Penulis mampu:

a) Menggambarkan pengkajian pasa pasien dengan kasus Dispepsia.

b) Menggambarkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus Dispepsia


berdasarkan hasil pengkajian.

c) Menggambarkan rencana/intervensi keperawatan pasien pada kasus


Dispepsia sesuai dengan masalah yang muncul.

d) Menggambarkan implementasi keperawatan pada pasien dengan kassus


Dispepsia sesui interensi yang telah di susun.4

e) Menggambarkan evaluasi perkembangan pada pasien dengan kasus


Dispepsia.

f) Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus


Dispepsia

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Dispepsia

Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen
bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa
gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh
setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual,
muntah, dan sendawa. (Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan
Infeksi Helicobacter Pylori, 2014) dikutip dari (Meilandani, Dirdjo, &
Taharuddin, 2015).

Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau keluhan berupa nyeri atau rasa
tidak nyaman pada ulu hati, mual, kembung, muntah, sendawa, rasa cepat
kenyang, dan perut merasa penuh atau begah. (Andre, Machmud, & Murni,
2013).

Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak nyaman dibagian ulu hati. Kondisi ini
dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap
lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme, dan seringkal menyerang individu usia produktif, yaitu 30-50
tahun. (Arif dan Sari, 2011).

2. Klasifikasi Dispepsia

Dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik artinya penyebabnya sudah pasti. Dispepsia ini jarang


ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain
sebagai berikut :

6
1) Dispepsia tukak (ulcus-like dyspepsia). Gejala yang ditemukan biasanya
nyeri ulu hati pada waktu makan atau perut kosong6

2) Dispepsia tidak tukak. Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada
pasien gastritis, duodenitis tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-
tanda vital

3) Refluk gastroesofagus. Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitas


terutama setelah makan

4) Penyakit saluran empedu. Keluhan berupa nyeri mulut dari perut kanan
atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung

5) Karsinoma

a) Kanker esofagus. Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan


penuh diperut, penurunan penurunan berat badan, anoreksia, adenopati
servikal, dan cegukan setelah makan

b) Kanker lambung. Jenis yang paling umum terjadi adalah


adenokarsinoma atau tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak nyaman
pada epigastrik, tidak bisa makan, dan perasaan kembung setelah
makan.

c) Kanker pankreas. Gejala yang palng umum antara lain penurunan berat
badan, ikterik dan nyeri daerah punggung atau epigastrik

d) Kanker hepar. Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin
menyebar ke skapula kasus penurunan berat badan, epigastrik terasa
penuh dan anoreksia

1) obat-obatan. Golongan non sterod inflammatory drug (NSID) dengan


keluhan berupa rasa sait atau tidak enak didaerah ulu hati,disertai
mual, muntah.

2) Pankreatitis, keluhan berupa nyeri mendadak yang menjalar ke


punggung, perut terasa makin tegang dan kencang

7
3) Sindrom malabsorpsi, keluahan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia,
sering flatus dan perut kembung

4) Gangguan metabolisme, sebagai contoh diabetes dengan neuropat


sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga
menimbulkan nausea, vomitus,7 perasaan lekas kenyang, hipertirod
menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus, nausea, dan anoreksia

b. Dispepsia fungsional

Dispepsia tidak memungkinkan kelainan organik melainkan kelainan


fungsi dari saluran cerna. Penyebabnya antara lain :

1) Faktor asam lambung pasien. Pasien biasanya sensitif terhadap


kenaikan produksi asam ambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri
2) Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan. Stress dan faktor
lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna,
menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, klan vaskularisasi
3) Gangguan motilitas. Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin
dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas diantaranya
pengosongan ambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks
gastroduodenal. Penyebab lain-lan, seperti adanya kuman
helicobacterpylori, gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
konsumsi banyak makanan berlemak, kopi, alkohol,rokok, perubahan
pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara
berlebihan dan dalam waktu lama. (Arif dan Sari, 2011).

3. Etiologi Dispepsia

a. Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis
antibiotik, digitalis, teofilin, dsb.

8
c. Penyakit pada hati, pankreas sistem bilier: hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik: diabetes militus, penyakit tiroid
e. Penyakit jantung koroner.
f. Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak
terbukti adanya kelainan atau gangguan organikatau struktural biokimia.
Dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.
(Meilandani et al., 2015).

4. Manifestasi Klinis Dispepsia

Menurut Arif dan Sari (2010) antara lain :

a. Nyeri ulu hati dan dada


b. Rasa penuh setelah makan
c. Cepat kenyang
d. Mual
e. Muntah
f. Tidak nafsu mkan
g. Sering bersendawa
h. Kembung setelah makan

5. Patofisiologi Dispepsia

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan
antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, terjadi muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

9
Bagan 2.1

Pathway Dispepsia

Stress ansietas zat iritan

stimulasi simpatik kerusakan mukosa gaster

sekresi HCL hydrogen masuk ke jaringan gaster

Asam lambung

Iritasi mukosa lambung refluk ke esophagus

nyeri

Mual,muntah Nyeri

Rasa asam/ pahit di mulut

Proses pencernaan terganggu

Sisa makanan dicerna dikolon

Terbentuk gas

Kembung
Mual

Rasa penuh/Beguh

Nutrisi kurang

(Sumber : Taufan Nugroho, 2011)

10
6. Pemeriksaan Diagnostik Dispepsia

Menurut Misnadiarly (2009), tindakan diagnosis yang dapat dilakukan

sebagai berikut :

1. Endoskopi gastrointestial bagian atas


Pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat adanya inflamasi atau kerusakan
di lambung dengan cara memasukkan alat seperti kamera melalui mulut.
2. Tes darah
Memeriksa sel darah merah apabila ada tanda-tanda anemia karena sebagai
tanda adanya pendarahan di lambung.
3. Test stool
Memeriksa adanya pendarahan pada feses atau tinja dan memeriksa adanya
bakteri Helicobacter Pylori pada saluran pencernaan.

7. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia antar lain : Penderita


sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi
yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:

a. Perdarahan
b. Kanker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum

8. Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur. Pilih makanan yang seimbang
dengankebutuhan dan jadwal makan yang teratur, tidak mengkonsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, makanan pedas, makanan atau minuman yang
mengandung alkohol. Gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.

11
9. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan untuk penderita dispepsia adalah sebagai berikut :

a. Suportif. Pengobatan ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan


terutama mengenai jenis makanan yang berpengaruh
b. Farmakologis. Beberapa terapi obat yang diberikan misalnya antibiotik
(jenis ceftriaxone, cefoperazone, ampicilin ceftaridine), anatagonis
reseptor HZ, antasida (omeprazole), dan prokinetik. (Arif & Sari, 2011)

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus


dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun
psikologis. Teori tentang kebutuhan dasar manusia berhasil dikembangkan oleh
Abraham Maslow yang merupakan seorang psikolog dari Amerika, Menurut
Abraham Maslow (1960) dalam Timby (2013: 51)

1. Kebutuhan dasar manusia ada lima tingkatan atau hierarki. Berikut merupakan
hierarki yang meliputi lima kategori kebutuhan dasar tersebut:

a. Kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi


dalam Hierarki Maslow. Pada klien dengan kasus Dispepsia biasanya
mengalami beberapa kebutuhan fisiologis sebagai berikut :

1) Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas


Oksigen merupakan salah satu kebutuhan vital untuk kehidupan kita.
Dengan mengkonsumsi oksigen yang cukup akan membuat organ tubuh
berfungsi dengan optimal. Jika tubuh menyerap oksigen dengan
kandungan yang rendah dapat menyebabkan kemungkinan tubuh
mengidap penyakit kronis. Sel-sel tubuh yang kekurangan oksigen juga
dapat menyebabkan perasaan kurang nyaman, takut atau sakit.

12
2) Kebutuhan cairan dan elektrolit
Sebagian besar dari tubuh manusia adalah cairan. Oleh karena itu,
tubuh kita memerlukan cairan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
cairan dalam tubuh.
3) Kebutuhan makanan
Setiap manusia butuh makan sebagai sumber tenaga untuk melakukan
aktivitas. Tubuh memerlukan asupan makanan karena sel-sel dalam
tubuh memerlukan nutrisi yang cukup agar sel dalam tubuh dapat
bekerja sesuai tugasnya. Pada Dispepsia memerlukan nutrisi yang
cukup agar dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit
4) Kebutuhan istirahat dan tidur
Manusia memerlukan istirahat karena organ-organ dalam tubuh yang
sudah bekerja tanpa henti dapat beristirahat dan mengisi energi untuk
aktivitas selanjutnya. Istirahat merupakan kebutuhanyang paling pokok
dari manusia untuk menjaga kesehatannya.
5) Kebutuhan kesehatan suhu tubuh
Tubuh manusia memerlukan suhu yang normal yaitu 36,5 –37,5oC.
Temperatur di luar rentang ini bisa berakibat kerusakanpada jaringan
tubuh.
c. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagai aspek, baik fisiologis, maupun psikologis. Pada klien dengan kasus
dispepsia biasanya mengalami beberapa kebutuhan sebagai berikut:
1) Bebas dari rasa takut dan kecemasan.
Pada penderita dispepsia biasa mengalami rasa takut dan cemas karena
penyakit dideritanya. Rasa takut dan cemas timbul karena adanya rasa
nyeri pada ulu hati.
2) Konsep dasar nyeri.
Nyeri bersifat sangat subjektif, karena intensitas dan responnya pada
setiap orang berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa pendapat ahli
tentang Nyeri.

13
a) Long (1996) : nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
b) Priharjo (1992) : secara umum nyeri merupakan perasaan tidak
nyaman, baik ringan maupun berat.
c) Mc Coffery (1979) : nyeri merupakan suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanyajika
orang tersebut pernah mengalaminya.
d) International Association Study For Pain (IASP) : nyeri
adalahsensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
(Saputra, 2013).
3) Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya :
a) Jenis nyeri :
Nyeri dibedakan menjadi 3 yaitu,
1. Nyeri perifer
Nyeri supitfisial adalah rasa nyeri muncul akibat rangsangan
pada mulut dan mukosa. Nyeri viseral adalah rasa nyeri di
rongga abdomen, kranium, dan toraks. Nyeri alih adalah rasa
nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab
nyeri.
2. Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
medula spinalis, batang otak, dan talamus.
3. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak
diketahui, umumnya nyeri ini disebabkan oleh faktor psikologis
b) Bentuk nyeri :
Bentuk nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik
1. Nyeri akut, adalah merupakan nyeri yang timbul secara
mendadak dan cepat menghilang

14
2. Nyeri kronis, adalah nyeri yang berlangsung berkepanjangan,
berulang atau menetap, selama lebih enam bulan dan sumber
nyeri tidak dapat diketahui. (Saputra, 2013).
c) Patofisiologi nyeri
Nyeri berarti pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan
atau yang cenderung merusak jaringan. Pada nyeri terjadi
perubahan kepekaan sistem saraf terhadap rangsang nyeri, sebagai
akibat kerusakan jaringan yang disertai proses inflamasi,
terlokalisir, hilang bila inflamasi dan jaringan sembuh.
d. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki. Kebutuhan ini meliputi :
1) Memberi dan menerima kasih sayang
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain
3) Kehangatan
4) Persahabatan
5) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta
lingkungan sosial.
e. Kebutuhan harga diri. Kebutuhan ini meliputi :
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain
2) Kompeten
3) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain15

f. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini meliputi :

1) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami


potensi diri)
2) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri
3) Tidak emosional
4) Mempunyai dedikasi yang tinggi
5) Kreatif
6) Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.

15
Berdasarkan Teori Maslow, kasus Dispepsia pada pasien kelolaan
mengalami gangguan kebutuhan dasar Rasa Aman dan Nyaman yang disebabkan
oleh Nyeri Akut. Kebutuhan rasa aman dan nyaman adalah suatu keadaan bebas
dari cedera fisik dan psikologis manusia yang harus dipenuhi. Sementara
perlindungan psikologis meliputi perlindungan atas ancaman dari pengalaman
yang baru dan asing. Dan bebas dari nyeri atau rasa ketidaknyamanan. (Saputra,
2013).

C. Proses Keperawatan

Menurut Arif & Sari (2011) terdapat proses keperawatan yang meliputi
pengkajian,diagnosa,perencanaan,implementasi,evaluasi.

1.Pengkajian

a.Identitas :

1) Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku atau bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.

b. Keluhan Utama

Nyeri atau pedih pada epigastrium di samping atas dan bagian samping dada
depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa
kenyang16

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat


minum-minuman beralkohol

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan

16
e. Pola nutrisi
Nafsu mkan berkurang,penurunan berat badan saat sakit,rasa kenyang saat
makan
f. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makan makanan yang
merangsang selaput mukosa lambung, penurunan berat badan sesudah sakit.
g. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah
interpersonal yang bisa menyebabkan stress
h. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-
hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan
i. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem penglihatan
Mata simetris,konjungtiva an anemis, kornea normal,ikterik normal
2) Sistem neurologi
Kesadaran composmentis, tampak lemah akibat nyeri ulu hati
3) Sistem pencernaan
Mukosa pucat,mual,muntah,nyeri ulu hati, kembung
4) Sistem integumen
Kulit pucat,mukosa pucat17
2. Diagnosa Keperawatan Menurut PPNI (2017) diagnosa sebagai berikut :
1) Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis d.d nyeri ulu hati hingga abdomen,
meringis menahan nyeri, gelisah, nafsu makan klien berkurang
2) Nausea b.d distensi lambung d.d mual, merasa ingin muntah, mulut terasa
pahit, nafsu makan klien berkurang, tampak pucat
3) Defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan d.d tidak nafsu makan, cepat
kenyang setelah makan, tampak lemah, mukosa klien pucat

17
3. Rencana Keperawatan

Perencanaan yang dimaksud terdiri dari perencanaan tujuan (outcome) dan


perencanaan (interventions), standar perencanaan dalam keperawatan diantaranya
adalah Nursing Outcome Classification (NOC) dan Nursing Intervention
Classification (NIC). (Suarni & Apriyani, 2017).

Menurut Bulecheck,Butcher,Dochterman & Wagner (2013) maka tujuan dan


perencanaan berdasarkan diagnosa adalah sebagai berikut :

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen fisiologis ditandai dengan tampak


meringis menahan nyeri, klien tampak gelisah, nafsu makan berubah NOC:
Tingkat nyeri (2102) :
a. Tidak melaporkan nyeri
b. Tidak meringis dan memegang area yang sakit
c. Tidak mual
d. Nafsu makan meningkat

NIC : Manajemen Nyeri (1400)

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


faktor, dan karakteristik
b. Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan,
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
d. pengalaman nyeri klien, Kaji respon klien terhadap nyeri
e. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan kebisingan
f. Pilih dan lakukan tindakan non farmakologi untuk penanganan nyeri
(akupressure, kompres hangat, teknik nafas dalam)
g. Tingkatkan istirahat
h. Libatkan keluarga dalam penurunan nyeri
2) Nausea berhubungan dengan distensi lambung ditandai dengan mual,
merasa ingin muntah, mulut terasa pahit, nafsu makan klien berkurang,
tampak pucat

18
NOC : Kontrol mual & muntah (1618):

a. Faktor-faktor penyebab mual teridentifikasi


b. Tidak melaporkan gejala yang tidak terkontrol kepada profesional
kesehatan
c. Tidak melaporkan mual
d. Muntah yang terkontrol

NIC : Manajemen Mual (1450)

a. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual sendiri


b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap mual (mis, obat-obatan)
c. Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif diberikan untuk
mencegah mual bila memungkinkan
d. Kendalikan faktor-faktor lingkungan yang mungkin membangkitkan
mual, ajari penggunaan teknik non farmakologi (mis, akupresur,
relaksasi)
e. Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup untuk memfasilitasi
pengurangan mual
f. Berikan informasi mengenai mual, seperti penyebab mual dan berapa
lama itu akan berlangsung

3. Defisit Nutrisi Klien mengatakan tidak nafsu makan, klien mengatakan cepat
kenyang setelah makan, klien tampak lemah, nukosa klien pucat

NOC : Status nutrisi (1004) :

a. Asupan gizi terpenuhi


b. Asupan makanan terpenuhi
c. Asupan cairan terpenuhi
d. Energi menjadi baik

19
NIC : Manajemen Nutrisi (1100) :

a. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk


memenuhi persyaratan gizi
b. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
(misalnya: bersih, dan bebas dari bau menyengat)
c. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk untuk kondisi
sakit
d. Monitor kalori dan asupan makanan,pastikan diet mencakup makanan
tinggi tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi

4.Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervens untuk mencapai


tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mula setelah rencana intervensi
disusun. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.20

5.Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan kebersihan dari diagnosa keperawatan,rencana
keperawatan,dan implementasinya. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhr proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
kecukupan data yang telah ditentukan. Diagnosa juga perlu pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut tercapai secara
efektif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Andre, Y., Machmud, R., & Murni, A. W. (2013). Hubungan pola makan dengan
kejadian depresi pada penderita Dispepsia Fungsional. Jurnal Kesehatan
Andalas, 2(2), 73–75.

Arif & Sari (2011)Asuhan keperawatan pada pasien dngan gangguan sisetm
pencernaan yogyakarta : Pustaka Baru Press

Arsyad, R. P., Irmaini, I., & Hidayaturrami, H. (2018). Hubungan Sindroma


Dispepsia dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI SMAN 4 Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis, 3(1).Bulecheck
G.m Butcher H.H Dochterman,J,m., & Wagner,C.m.(2013).Nursing
Intervention Classification (NIC)Indonesia : mocomedia

Barawa, A. T. P., & others. (2017). Hubungan Stres Kerja dan Keteraturan
Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Perawat Instalasi Rawat
Inap RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung. FAKULTAS
KEDOKTERAN.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geisser, A. C. (2000). Rencana Asuhan


Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Nursing


Diagnosis: Definition & Classificatin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Iranto.H.(2015). Memahami Berbagai Ma6cam Penyakit.Bandung : ALFABETA

Meilandani, F. T., Dirdjo, M. M., & Taharuddin, T. (2015). Hubungan Status


Emosional dengan Tingkat Nyeri pada Pasien Sindroma Dispepsia di Poli
Penyakit Dalam Klinik Segiri Medika Samarinda Tahun 2015.

Nugroho,T (2011).Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam Yogyakarta :Nuha


Medila

21
PPNI T.P (2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :Jakarta Selatan
:Dewan Pengurus Pusat

Register bulanan perawat di Ruang Penyakit Dalam RSUD Mayjend HM


Ryacudu Kotabumi Lampung Utara periode January-April 2019

Rifani N.,& Sulihandari H.(2013).Prinsip-prinsip Dasar Keperawatan ,Jakarta


Timur Dunia Cerdas

Saputra L,D (2013) Kebutuhan Dasar Manusia Tangerang Selatan: BINARUPA


AKSARA

Suarni, L.& Apriyani,H (2017). Metodelogi Keperawatan Yogyakarta:Pustaka


Panasea

Williams & Wilkins (2011) Nursng : Menafsirkan Tanda-tanda dan Gejala


Penyakit Jakarta : Walter Huwer

22

Anda mungkin juga menyukai