Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG
Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal
itu berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dibanding
jumlah penduduk secara keseluruhan. Kantor Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup
(UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun
2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada
tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau
9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020
perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan
UHH sekitar 71,1 tahun.
Penurunan fungsi tubuh akan menurun seiring bertambahnya umur
seseorang. Hal itu membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa perubahan dapat terjadi
pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa
lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Penurunan tersebut akan membuat lansia rentan menderita penyakit.
Gastritis atau dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala
(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Kondisi
tersebut dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi dengan
deteksi dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi lansia. Oleh
karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi dengan
peningkatan pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi peningkatan kualitas
hidup lansia dan memperkecil resiko lansia yang menderita penyakit, salah satunya
adalah dispepsia.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan
puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Puskesmas Cihaurbeti merupakan salah satu puskesmas di kabupaten
Ciamis dengan pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Hipertensi merupakan
penyakit yang banyak muncul di puskesmas Cihaurbeuti. Tercatat sekitar 2391
pasien dengan dispepsia dilayani di rawat jalan maupun rawat inap puskesmas
Ciahaurbeuti. Hipertensi menduduki urutan ke-1 dalam 10 besar penyakit yang
dilayani di Puskesmas Cihaurbeuti tahun 2018. Adapun 10 besar penyakit yang ada
di Puskesmas Cihaurbeuti pada tahun 2018 adalah sebagai berikut:
NO. DIAGNOSA JUMLAH PASIEN
1. Gastritis / Dispepsia 2391
2. Hipertensi 1670
3. Batuk 1459
4. ISPA 1392
5. Tifoid 670
6. Dermatitis 580
7. GEA 551
8. SC (rujuk) 335
9. Rheumatic 202
10. Alergi 160

Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan pilihan


pertama pasien untuk mengobati Dispepsi yang diderita sehingga pemahaman
dokter puskesmas terhadap dispepsi harus komprehensif.
Berdasarkan fenomena-fenomena diatas penulis tertarik untuk memaparkan
mengenai Dispepsia.

1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia?
2. Bagaimana patofisiologi (pathway) dan pemeriksaan penunjang dispepsia?
3. Apa saja pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien a dengan dispepsia?
4. Intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien dengan dispepsia?

1. 3 Tujuan Penulisam
1. Tujuan Umum
Dokter mampu memahami dan menguasai tentang penyakit dispepsia.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia.
b. Untuk mengetahui pathway dan pemeriksaan penunjang dispepsia.
c. Untuk mengetahui pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengan
dispepsia.
d. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien
dengan dispepsia.

1. 4 Metode Penulisan
Makalah ini dibuat menggunakan metode studi literatur dari berbagai
sumber terpercaya. Sumber-sumber yang digunakan yakni buku-buku tentang
kedokteran, situs yang terpercaya, serta berbagai referensi lainnya.

1.5 Sistematika Penulisan


Makalah ini terdiri dari 4 BAB dengan sistematika sebagai berikut BAB I
merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II merupakan tinjuan
pustaka. BAB III merupakan pembahasan kasus dan BAB IV merupakan penutup
yang terdiri dari kesimpulan, saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia
terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,
radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluranpencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau
cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan
yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan
tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari


rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa
penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan
lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

B. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan,
terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung
lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Gambar 1. Infeksi bakteri H. Pylori

b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,
pankreatitis, kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.

Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu :


a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.

b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat
kenyang.

c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip ulkus
maupun dispepsia mirip dismotilitis.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus
dengan kelainan organik (Panchmatia, 2010).

C. Manifestasi Klinis

a. Nyeri perut (abdominal discomfort),

b. Rasa perih di ulu hati,

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah,

d. Nafsu makan berkurang,

e. Rasa lekas kenyang,

f. Perut kembung,

g. Rasa panas di dada dan perut,

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

D. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

Pathway

DISPEPSIA

Dispepsia Organik

Merokok Kopi &


alkohol
DISPEPSIA Stress
Fungsional
(-) prduksinya
Perangsangan
saraf simpatis Respon mukosa lambung
NV (Nervus
Vagus)
vaso dilatasi mukosa Eksfeliasi
↑ Produksi HCL gaster (Pengelupas
di lambung an)

HCL kontak dengan


mukosa gaster
Mual, muntah,
anoreksia
Nyeri

E. Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya


komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding
lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam
lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat
menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya
muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya
penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang
artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah
terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama


kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien
memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa
endoskopi.
a. Tes Darah

Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan


serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus
peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.
b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)

Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret,


dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO)
(Davey,Patrick, 2006).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa
organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan
pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan
endoskopi diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama
kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan,
muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit
struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan
komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi
direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan
sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia
organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung (Wibawa, I Dewa Nyoman, 2006).
c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis

(Pierce.A.Grace & Neil.R.Borley, 2006)


e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah
lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan
parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna
maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian
atas (Schwartz, M William, 2004).
G. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum
diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan
organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm symptoms
kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa (2006), yang termasuk
keluhan alarm adalah:
1. Disfagia,
2. Penurunan Berat Badan (weight loss),
3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia
defisiensi besi,atau fecal occult blood),
4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).

Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk


menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD (gastroesophageal
reflux disease), atau keganasan.

H. Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama : Ny. S
TTL : 01- 08-1973
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia
Tanggal berobat : 14 Januari 2019
Tanggal pengkajian : 14 Januari 2019 Jam: 10.00 WIB (Rawat Jalan)
No. medrec : 075980
Diagnose medis : Dispepsia
Alamat : Pasajen, Pamokolan, cihaurbeuti Kab.Ciamis
Penjamin : BPJS

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. P
Usia : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Hubungan denga Klien : Suami
Alamat : Cihaurbeuti, Ciamis
c. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri ulu hati, terasa kembung, mual (+), muntah (-), dada
terasa panas.
Skala nyeri 5 (skala 0-10), nyeri tidak berkurang ketika beristirahat dan
mengganggu pasien saat beraktifitas.

2. Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : ada
 Riwayat alergi obat : tidak ada
 Riwayat sakit kencing manis : tidak ada
 Riwayat tekanan darah tinggi : tidak ada
 Riwayat asma : tidak ada
 Riwayat penyakit jantung : tidak ada
 Riwayat operasi : tidak ada
 Riwayat konsumsi obat-obat tertentu dalam waktu lama : tidak ada

3. Riwayat kesehatan keluarga:


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : ada, ibu pasien
 Riwayat alergi obat : tidak ada
 Riwayat sakit kencing manis : tidak ada
 Riwayat tekanan darah tinggi : tidak ada
 Riwayat asma : tidak ada
 Riwayat penyakit jantung : tidak ada

2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum :
Kesadaraan : Compos mentis, GCS 15
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan gizi baik
 Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,0 °C
RR : 18 x/menit
 Status emosi : tenang
 Umur menurut tafsiran : sesuai
 Bentuk badan : habitus atletikus
 Cara berbaring dan mobilitas : hambatan ketika merubah posisi duduk, tidur
dan berdiri (lambat)
 Status Generalis
KULIT
Warna : coklat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun
hiperpigmentasi.
Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikular, pustul
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian
tubuh yang lain.
Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit.
Turgor : baik
Suhu raba : hangat

KEPALA
Ekspresi : ekspresif, agak mengkerut karena nyeri ulu hati
Simetri wajah : simetris
Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus
Pertumbuhan Rambut: distribusi tidak merata, warna hitam, sebagian beruban
Pembuluh darah : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah
Deformitas : tidak terdapat deformitas

MATA
Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor,
reflek cahaya +/+.
HIDUNG
Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, sekret -/-, krepitasi tidak ada.

TELINGA
Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, serumen +/+.

MULUT DAN TENGGOROKAN


Bentuk normal, perioral sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring
tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang.

LEHER
Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah

KELENJAR GETAH BENING


Leher : tidak terdapat pembesaran KGB di leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran KGB di aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal

THORAX
Paru :
(I) Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-)
(Pa) Gerak simetris, vokal fremitus +/+ sama kuat
(Pe) Sonor pada kedua lapang paru
(A) Suara nafas vesikuler, suara tambahan (-)

JANTUNG :
(I) Iktus cordis tidak tampak
(Pa) Iktus cordis tidak teraba
(Pe) Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III, IV, V linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V, 2 cm di sebelah lateral linea midklavikularis
sinistra
(A) Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN
(I) Datar, tidak terdapat jaringan parut, tidak tampak pelebaran vena, tampak
benjolan berbentuk lonjong
(A) Bising usus (+) 12x/ menit
(Pa) Supel, hepar, dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), nyeri ketok
CVA kanan & kiri negatif.
(Pe) Timpani pada ke empat kuadran abdomen, meteorismus (-)

UROGENITAL
Tidak ada keluhan, BAK lancar

EKSTREMITAS
Bentuk normal, deformitas (-), oedema (-), tanda-tanda radang/infeksi (-), akral
hangat pada ke empat ekstremitas.

 SUPRAPUBIK
Inspeksi : tampak datar, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas,
bulging tidak ada
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.

 GENITALIA EKSTERNA
Inspeksi : benjolan di inguinal ( - ), benjolan di skrotum ( - ), OUE tenang,
Hiperemis ( - ), oedem ( - ), secret ( - ),
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

 ANAL
Inspeksi           : Tidak tampak massa, fissure (-), fistula (-)
Palpasi             : Nyeri tekan tidak ada

3. Pemeriksaan Penunjang
-
4. Resume
Dari anamnesa didapatkan :
 Pasien Perempuan
 Umur 47 tahun
 Keluhan ke-2 kali
 Nyeri tekan ulu hati
 Aktifitas terganggu
 TD 110/70 mmHg
 BAK lancar

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :


Status generalis :
Kesadaraan : Compos mentis, GCS 15
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan gizi baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36 °C
RR : 18 x/menit
Kepala dan leher : pusing
Thorax
Pulmo : dalam batas normal
Cor : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

5. Diagnosis Kerja
Dispepsia
6. Penatalaksanaan
a. Program dan rencana pengobatan
Cara
Jenis terapi Dosis
pemberian
Antasid tab 3x1 Oral
Ranitidin 2x1 Oral
Paracetamol b/p 3x1 Oral

b. Edukasi
 Perbaiki pola makan, sediit tapi sering
 Hindari makanan pedas
 Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
 Kontrol apabila keluhan tidak berkurang dan makin parah
 Jika keluhan berkurang, kontrol 3 hari kemudian
 Kurangi stress dan perbaiki koping
BAB IV
PEMBAHASAN

Melalui kasus Dispepsia kali ini, penulis melihat beberapa hal menarik yang
dapat dibahas, yaitu:
1. Kasus Dispepsia merupakan kasus yang sering terjadi pada pasien dengan pola
hidup tidak sehat seperti terjadi pada pasien ini yaitu merokok dan pola makan
tidak sehat.
2. Pasien ini mengalami keluhan ke-2 kali sehingga telah pernah berobat sebelumnya
dan telah terpapar dengan penyakit ini sebelumnya dan mengindikasikan
pengobatan dan edukasi pada pertemuan pertama kurang diindahkan oleh pasien.
3. Edukasi prognosis penyakit sangat penting bagi penanganan pasien Dispepsi agar
dapat ditangani sedini mungkin dan tidak berlanjut pada tingkat komplikasi.
4. Edukasi pola hidup sehat harus menjadi fokus pada pasien ini dan menjadi fokus
bagi puskesmas.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
 Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh
atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.

 Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau penyakit dalam
lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem
bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik, serta penyakit sistemik

 Manifestasi klinis dari dispepsia, yaitu:

a. Nyeri perut (abdominal discomfort),

b. Rasa perih di ulu hati,

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah,

d. Nafsu makan berkurang,

e. Rasa lekas kenyang,

f. Perut kembung,

g. Rasa panas di dada dan perut,

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

 Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak teratur,
obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi
kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
dan mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, sehingga peningkatan produksi HCL akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, dan rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
 Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan kanker lambung.
 Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi (esofago-
gastro-duodenoskopi), DPL, EGD, serta dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase,
profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja.
 Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari kemungkinan
adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.
 Diagnosa dari dispepsia, yaitu :

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,


muntah.

b. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.

5.2. Saran
Edukasi yang masal dan intens sangat dibutuhkan bagi masyarakat Cihaurbeuti
karena dyspepsia menjadi penyakit nomor 1 yang ditangani di Puskesmas
Cihaurbeuti.

Anda mungkin juga menyukai