PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal
itu berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dibanding
jumlah penduduk secara keseluruhan. Kantor Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup
(UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun
2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada
tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau
9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020
perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan
UHH sekitar 71,1 tahun.
Penurunan fungsi tubuh akan menurun seiring bertambahnya umur
seseorang. Hal itu membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa perubahan dapat terjadi
pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa
lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Penurunan tersebut akan membuat lansia rentan menderita penyakit.
Gastritis atau dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala
(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Kondisi
tersebut dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi dengan
deteksi dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi lansia. Oleh
karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi dengan
peningkatan pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi peningkatan kualitas
hidup lansia dan memperkecil resiko lansia yang menderita penyakit, salah satunya
adalah dispepsia.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan
puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Puskesmas Cihaurbeti merupakan salah satu puskesmas di kabupaten
Ciamis dengan pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Hipertensi merupakan
penyakit yang banyak muncul di puskesmas Cihaurbeuti. Tercatat sekitar 2391
pasien dengan dispepsia dilayani di rawat jalan maupun rawat inap puskesmas
Ciahaurbeuti. Hipertensi menduduki urutan ke-1 dalam 10 besar penyakit yang
dilayani di Puskesmas Cihaurbeuti tahun 2018. Adapun 10 besar penyakit yang ada
di Puskesmas Cihaurbeuti pada tahun 2018 adalah sebagai berikut:
NO. DIAGNOSA JUMLAH PASIEN
1. Gastritis / Dispepsia 2391
2. Hipertensi 1670
3. Batuk 1459
4. ISPA 1392
5. Tifoid 670
6. Dermatitis 580
7. GEA 551
8. SC (rujuk) 335
9. Rheumatic 202
10. Alergi 160
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia?
2. Bagaimana patofisiologi (pathway) dan pemeriksaan penunjang dispepsia?
3. Apa saja pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien a dengan dispepsia?
4. Intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien dengan dispepsia?
1. 3 Tujuan Penulisam
1. Tujuan Umum
Dokter mampu memahami dan menguasai tentang penyakit dispepsia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia.
b. Untuk mengetahui pathway dan pemeriksaan penunjang dispepsia.
c. Untuk mengetahui pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengan
dispepsia.
d. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien
dengan dispepsia.
1. 4 Metode Penulisan
Makalah ini dibuat menggunakan metode studi literatur dari berbagai
sumber terpercaya. Sumber-sumber yang digunakan yakni buku-buku tentang
kedokteran, situs yang terpercaya, serta berbagai referensi lainnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia
terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,
radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluranpencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau
cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan
yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan
tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000).
B. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan,
terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung
lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%.
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,
pankreatitis, kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat
kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip ulkus
maupun dispepsia mirip dismotilitis.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus
dengan kelainan organik (Panchmatia, 2010).
C. Manifestasi Klinis
f. Perut kembung,
D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
Pathway
DISPEPSIA
Dispepsia Organik
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Penunjang
H. Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama : Ny. S
TTL : 01- 08-1973
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia
Tanggal berobat : 14 Januari 2019
Tanggal pengkajian : 14 Januari 2019 Jam: 10.00 WIB (Rawat Jalan)
No. medrec : 075980
Diagnose medis : Dispepsia
Alamat : Pasajen, Pamokolan, cihaurbeuti Kab.Ciamis
Penjamin : BPJS
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Kesadaraan : Compos mentis, GCS 15
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan gizi baik
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,0 °C
RR : 18 x/menit
Status emosi : tenang
Umur menurut tafsiran : sesuai
Bentuk badan : habitus atletikus
Cara berbaring dan mobilitas : hambatan ketika merubah posisi duduk, tidur
dan berdiri (lambat)
Status Generalis
KULIT
Warna : coklat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun
hiperpigmentasi.
Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikular, pustul
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian
tubuh yang lain.
Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit.
Turgor : baik
Suhu raba : hangat
KEPALA
Ekspresi : ekspresif, agak mengkerut karena nyeri ulu hati
Simetri wajah : simetris
Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus
Pertumbuhan Rambut: distribusi tidak merata, warna hitam, sebagian beruban
Pembuluh darah : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah
Deformitas : tidak terdapat deformitas
MATA
Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor,
reflek cahaya +/+.
HIDUNG
Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, sekret -/-, krepitasi tidak ada.
TELINGA
Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, serumen +/+.
LEHER
Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah
THORAX
Paru :
(I) Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-)
(Pa) Gerak simetris, vokal fremitus +/+ sama kuat
(Pe) Sonor pada kedua lapang paru
(A) Suara nafas vesikuler, suara tambahan (-)
JANTUNG :
(I) Iktus cordis tidak tampak
(Pa) Iktus cordis tidak teraba
(Pe) Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III, IV, V linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V, 2 cm di sebelah lateral linea midklavikularis
sinistra
(A) Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN
(I) Datar, tidak terdapat jaringan parut, tidak tampak pelebaran vena, tampak
benjolan berbentuk lonjong
(A) Bising usus (+) 12x/ menit
(Pa) Supel, hepar, dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), nyeri ketok
CVA kanan & kiri negatif.
(Pe) Timpani pada ke empat kuadran abdomen, meteorismus (-)
UROGENITAL
Tidak ada keluhan, BAK lancar
EKSTREMITAS
Bentuk normal, deformitas (-), oedema (-), tanda-tanda radang/infeksi (-), akral
hangat pada ke empat ekstremitas.
SUPRAPUBIK
Inspeksi : tampak datar, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas,
bulging tidak ada
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
GENITALIA EKSTERNA
Inspeksi : benjolan di inguinal ( - ), benjolan di skrotum ( - ), OUE tenang,
Hiperemis ( - ), oedem ( - ), secret ( - ),
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
ANAL
Inspeksi : Tidak tampak massa, fissure (-), fistula (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
-
4. Resume
Dari anamnesa didapatkan :
Pasien Perempuan
Umur 47 tahun
Keluhan ke-2 kali
Nyeri tekan ulu hati
Aktifitas terganggu
TD 110/70 mmHg
BAK lancar
5. Diagnosis Kerja
Dispepsia
6. Penatalaksanaan
a. Program dan rencana pengobatan
Cara
Jenis terapi Dosis
pemberian
Antasid tab 3x1 Oral
Ranitidin 2x1 Oral
Paracetamol b/p 3x1 Oral
b. Edukasi
Perbaiki pola makan, sediit tapi sering
Hindari makanan pedas
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Kontrol apabila keluhan tidak berkurang dan makin parah
Jika keluhan berkurang, kontrol 3 hari kemudian
Kurangi stress dan perbaiki koping
BAB IV
PEMBAHASAN
Melalui kasus Dispepsia kali ini, penulis melihat beberapa hal menarik yang
dapat dibahas, yaitu:
1. Kasus Dispepsia merupakan kasus yang sering terjadi pada pasien dengan pola
hidup tidak sehat seperti terjadi pada pasien ini yaitu merokok dan pola makan
tidak sehat.
2. Pasien ini mengalami keluhan ke-2 kali sehingga telah pernah berobat sebelumnya
dan telah terpapar dengan penyakit ini sebelumnya dan mengindikasikan
pengobatan dan edukasi pada pertemuan pertama kurang diindahkan oleh pasien.
3. Edukasi prognosis penyakit sangat penting bagi penanganan pasien Dispepsi agar
dapat ditangani sedini mungkin dan tidak berlanjut pada tingkat komplikasi.
4. Edukasi pola hidup sehat harus menjadi fokus pada pasien ini dan menjadi fokus
bagi puskesmas.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh
atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.
Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau penyakit dalam
lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem
bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik, serta penyakit sistemik
f. Perut kembung,
Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak teratur,
obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi
kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
dan mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, sehingga peningkatan produksi HCL akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, dan rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan kanker lambung.
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi (esofago-
gastro-duodenoskopi), DPL, EGD, serta dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase,
profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja.
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari kemungkinan
adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.
Diagnosa dari dispepsia, yaitu :
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
5.2. Saran
Edukasi yang masal dan intens sangat dibutuhkan bagi masyarakat Cihaurbeuti
karena dyspepsia menjadi penyakit nomor 1 yang ditangani di Puskesmas
Cihaurbeuti.