Abstrak
Hipersensitivitas dentin (DHS) merupakan masalah nyeri gigi yang tersebar luas dan
dikarakteristikan melalui nyeri tajam yang berasal dari dentin terpapar sebagai respon
stimulus yang berbeda. Definisi yang telah diterima ini, mengindikasikan kebutuhan untuk
mempertimbangkan diagnosis banding untuk mengenyampingkan penyebab gigi lain sebelum
diagnosis dari hipersensitivitas dentin dibuat. Strategi penangan dari masalah dental ini
membutuhkan pemahaman yang baik dari kompleksitas kondisi untuk menyediakan tinjauan
singkat dari diagnosis, etiologi, dan penanganan klinis dari hipersensitivitas dentin. Kami
telah menggunakan PubMed untuk menemukan literatur relevan yang dipublikasikan hingga
saat ini. Kami menggunakan kombinasi dari kata kunci seperti hipersensitivitas, dentin,
desensitisasi, dan nyeri dental.
Kata kunci: hipersensitivitas dentin; etiologi, mekanisme sensitivitas, diagnosis, perawatan
Pendahuluan
Hipersensitivitas dentin (Dentine hypersensitivity, DHS) merupakan satu dari masalah
gigi yang paling sering ditemui. Hal ini ditandai dengan nyeri tajam dan pendek yang timbul
dari dentin yang terpapar sebagai respons terhadap rangsangan, biasanya termal, evaporatif,
taktil, osmotik atau kimiawi dan yang tidak dapat dianggap berasal dari kelainan atau patologi
gigi lainnya. Hipersensitivitas dapat muncul pada beberapa gigi, di satu area mulut, atau pada
satu gigi tertentu. DHS harus dibedakan dari gigi sensitif lainnya yang mungkin timbul dari
kondisi klinis lain seperti karies gigi, kebocoran mikro, gigi retak atau restorasi patah.
Penanganan klinis DHS telah menjadi tantangan bagi praktisi, berbagai jenis perawatan
tersedia, tetapi keberhasilan rencana perawatan yang tepat bergantung pada pengambilan
riwayat klinis dan pola makan yang terperinci, diagnosis banding dari kondisi nyeri gigi
lainnya, serta identifikasi dan penanganan faktor etiologi dan predisposisi.
Sejak saat itu, beberapa penulis telah menggunakan istilah lain untuk mendeskripsikan
DHS dengan mengganti kata dentin, menambahkan area deskriptor, seperti servikal atau akar,
dan menggabungkannya dengan hipersensitivitas atau sensitivitas. Praktik ini menghasilkan
sejumlah variasi yang signifikan untuk menggambarkan kondisi yang tampaknya sama. Pada
tahun 2003 Dewan Penasihat Kanada di DHS merekomendasikan bahwa penggunaan istilah
penyakit daripada istilah patologi akan lebih akurat dan benar. Definisi ini memberikan
deskriptor klinis dari kondisi tersebut dan mengidentifikasi DHS sebagai entitas yang berbeda
karenanya; ini mendorong dokter untuk mempertimbangkan diagnosis banding. Dikarenakan
ada banyak kondisi lain yang diketahui menghasilkan gejala yang mirip dengan nyeri dentin,
dokter harus menyingkirkan kemungkinan penyebab nyeri lainnya sebelum melanjutkan
dengan modalitas pengobatan DHS karena hal tersebut membutuhkan pilihan perawatan
berebda dari yang digunakan untuk DHS. Kondisi tersebut mencakup email patah, restorasi
fraktur, karier, kebocoran marginal dari restorasi, cusp gigi yang patah, dan bahkan groove
palatum-gingiva.
Teori neural
Teori ini mengatakan bahwa termal, atau rangsangan mekanis, secara langsung
mempengaruhi ujung saraf di dalam tubulus dentin melalui komunikasi langsung dengan
ujung saraf pulpa. Meskipun teori ini telah diperkuat dengan adanya serabut saraf yang tidak
termediasi pada lapisan luar dentin akar dan adanya polipeptida neurogenik yang diduga,
teori ini masih dianggap kurang bukti kuat untuk mendukungnya.
Teori hidrodinamik
Mekanisme hipersensitivitas dentin yang diterima saat ini adalah teori hidrodinamik
yang telah dikemukakan oleh Brännström pada tahun 1964. Menurut teori ini, ketika
permukaan dentin terkena stimuli termal, kimiawi, taktil atau evaporatif, aliran fluida di
dalam tubulus dentin akan meningkat. Pergerakan cairan di dalam tubulus dentin ini
menyebabkan perubahan tekanan dan merangsang reseptor saraf yang sensitif terhadap
tekanan di seluruh dentin. Jadi respon dari saraf pulpa yang tereksitasi, terutama pada serat
intradentin, akan tergantung pada intensitas rangsangan dalam produksi nyeri. Pemeriksaan
scanning electron microscope (SEM) dari permukaan dentin yang hipersensitif menunjukkan
adanya tubulus dentin yang terbuka lebar yang dianggap konsisten dengan teori
hidrodinamik. Dengan demikian, jumlah dan diameter tubulus dentin dianggap sebagai faktor
penting dalam memulai nyeri dari DHS. Oleh karena itu, semakin tinggi angkanya dan
semakin besar diameter tubulus dentin yang terbuka, semakin kuat nyeri dari DHS. Telah
tercatat bahwa pemicu seperti rangsangan dingin menstimulasi cairan untuk mengalir
menjauh dari pulpa menciptakan respons saraf yang lebih cepat dan kuat daripada rangsangan
panas, yang menyebabkan aliran cairan agak lamban menuju pulpa. Hal ini sejalan dengan
pengamatan bahwa pasien hipersensitivitas dentin lebih sering mengeluhkan nyeri sebagai
respons terhadap rangsangan dingin daripada panas.
Resesi gingiva
Resesi gingiva biasanya dikenali pada pasien dengan tingkat standar kebersihan mulut
yang tinggi dan pada mereka yang memiliki tingkat kebersihan mulut yang buruk. Penyebab
resesi gingiva pada populasi yang memiliki kebersihan mulut yang baik adalah karena terlalu
bersemangat menyikat gigi, teknik menyikat yang tidak tepat atau penggunaan kekuatan
menyikat yang berlebihan dan sering terlihat pada permukaan bukal gigi. Di sisi lain,
kurangnya menyikat gigi, dengan akibat akumulasi plak gigi pada permukaan akar pada
pasien dengan kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan komplikasi periodontal dan
migrasi gingiva ke arah apikal, mengekspos sementum dan kemudian demineralisasi struktur
gigi yang dapat dikaitkan dengan patensi orifis tubulus dentin yang menyebabkan DHS.
Resesi gingiva juga merupakan efek samping yang umum dari perawatan periodontal baik
bedah atau non-bedah karena hilangnya perlekatan jaringan gingiva yang sehat.
Keausan gigi
Hal ini dianggap sebagai jalur alternatif dari paparan dentin servikal pada aspek
koronal gigi karena hilangnya jaringan keras gigi, terutama email. Hal ini melibatkan
hilangnya permukaan email akibat atrisi, abrasi, erosi atau abfraksi.
Atrisi merupakan hilangnya substansi gigi atau restorasi yang disebabkan oleh kontak
gigi-ke-gigi antara permukaan oklusi yang berlawanan atau permukaan proksimal yang
berdekatan sebagai akibat dari kebiasaan parafungsional seperti bruxism. Abrasi adalah
hilangnya substansi gigi yang disebabkan oleh faktor-faktor selain kontak gigi seperti dalam
kasus penggunaan sikat gigi yang berlebihan, atau konsumsi makanan yang bersifat abrasif
dan berserat.
Erosi adalah hilangnya jaringan keras gigi secara progresif oleh proses kimiawi atau
asam yang tidak dihasilkan oleh bakteri kariogenik seperti pada kasus di mana agen asam
yang terkait dengan regurgitasi atau asam ekstrinsik yang berkaitan dengan sumber makanan
dan medikasi. Paparan berulang terhadap cairan mulut pH rendah menyebabkan pelarutan
kandungan mineral di lapisan superfisial email, yang mengakibatkan hilangnya jaringan
tersebut dengan konsekuensi perubahan pada bentuk gigi. Paparan dentin yang tak
terhindarkan menyebabkan hipersensitivitas dentin. Lesi abfraksi adalah defek berbentuk
kawah yang berkembang di daerah servikal gigi dan tidak secara langsung berhubungan
dengan diet, penyakit periodontal atau abrasi. Hal ini terjadi sebagai akibat dari beban
mekanis berlebihan dari daerah email servikal yang dimulai oleh cusp flexure dan occlusal
overloading, mengakibatkan fraktur kristal email di daerah ini dengan paparan dari dentin di
bawahnya.
Faktor Lainnya
Beberapa penyebab fisiologis yang dapat dianggap sebagai faktor predisposisi DHS
adalah peningkatan jumlah gigi dengan paparan akar akibat bertambahnya usia, dan ekstrusi
gigi karena gigi antagonis tidak ada. Setelah paparan akar, lapisan pelindung sementum
mudah hilang, menghasilkan tubulus dentin yang terbuka.
Penilaian DHS
Secara tradisional DHS dievaluasi berdasarkan respon individu terhadap stimulus
yang disajikan dalam bentuk penilaian verbal, skala analog visual dan kuesioner.
Umumnya, DHS dapat dinilai baik dalam hal intensitas stimulus yang diperlukan
untuk menimbulkan rasa sakit yang disebut penilaian berbasis stimulus (stimulus-based
assessment) atau sebagai evaluasi subjektif dari rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus
berbeda yang disebut penilaian berbasis respons (response-based assessment).
Penilaian berbasis stimulus bergantung pada pengukuran ambang nyeri individu di
mana respon subjek dipertahankan konstan pada ambang nyeri, dan stimulus bervariasi
dengan peningkatan dan penurunan intensitas. Perangkat yang berbeda telah digunakan dalam
metode ini seperti probe yang dikalibrasi di mana tekanan taktil diaplikasikan pada gigi
dengan dental explorer tip dapat bervariasi dan ditingkatkan hingga 10 g sampai pasien
mengalami ketidaknyamanan. Alat termal atau elektrik alternatif seperti electrical pulp tester,
dental pulp stethoscope, dan sebagainya telah digunakan untuk mengaplikasikan rangsangan
termal atau listrik. Namun, metode berbasis stimulus ini memiliki beberapa kelemahan seperti
stimulasi nyeri yang berulang dapat menyebabkan perubahan sensitivitas dan mempengaruhi
hasil. Selain itu, dilaporkan bahwa metode berbasis stimulus seringkali memakan waktu, yang
membatasi jumlah gigi yang dapat diuji dengan beberapa rangsangan dalam satu kunjungan.
Di sisi lain, metode berbasis respons menilai tingkat keparahan nyeri setelah
penerapan stimulus yang konstan, terstandarisasi, konsisten, dan dapat direproduksi seperti
semburan udara berjangka waktu. Udara akan diarahkan selama 1 detik dari jarak sekitar 1
cm pada permukaan bukal gigi terpapar yang hipersensitif setelah diisolasi dari gigi yang
berdekatan. Langsung setelah stimulasi, respon subjek dapat diukur dengan menggunakan
peringkat verbal, atau skala analog visual atau skala nyeri grafis yang tervalidasi, seperti
Skala Nyeri Wajah. Beberapa studi merekomendasikan penggunaan skala sensitivitas udara
dingin Schiff untuk menilai respon subjek terhadap stimulus seperti udara atau evaporatif [48-
50]. Skala ini terdiri dari beberapa nilai berbeda yaitu:
i. Subjek tidak merespon stimulus udara.
ii. Subjek merespon stimulus udara tetapi tidak meminta penghentian stimulus.
iii. Subjek merespon stimulus udara dan meminta penghentian atau gerakan stimulus.
iv. Subjek menanggapi rangsangan udara, menganggap rangsangan itu menyakitkan, dan
meminta penghentian rangsangan
Baru-baru ini, dilaporkan bahwa reproduktifitas metode penilaian DHS sulit dicapai,
meski teknik standar telah digunakan. Oleh karenanya, direkomendasikan agar evaluasi hasil
pengobatan DHS dalam praktik klinis serta uji klinis harus terdiri dari setidaknya dua
rangsangan yang berbeda, dan untuk menggunakan kedua metode penilaian yang merupakan
penilaian berbasis stimulus dan respons.
Evaluasi obyektif
Evaluasi ini dapat mencakup penerapan rangsangan termal dan evaporative seperti
semburan singkat udara dingin dari 3-in-1 syringe, rangsangan mekanis atau taktil seperti
menjalankan explorer tajam di atas area dentin yang terpapar atau rangsangan kimiawi seperti
menggunakan larutan hipertonik. Stimulus yang diaplikasikan diharapkan menghasilkan nyeri
tajam singkat yang umumnya berlangsung hanya selama stimulus. Namun, kadang-kadang
nyeri dapat berlanjut untuk waktu yang singkat setelah pengangkatan stimulus khususnya jika
pasien mengalami hipersensitivitas dentin yang parah. Mengingat fakta bahwa, semua metode
evaluasi diharapkan dapat menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan, maka disarankan
bahwa satu tindakan biasanya digunakan seperti, semburan udara dari triple syringe. Di sisi
lain, jika beberapa rangsangan diaplikasikan, rangsangan yang paling sedikit harus selalu
dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari dampak negatif pada hasil rangsangan.
Selanjutnya, interval antara aplikasi stimulus harus cukup untuk mencegah interaksi antara
kedua rangsangan.
Tabel 1. Diagnosis banding dari nyeri gigi yang dapat dieksklusi selama diagnosis DHS.
Kondisi yang dieksklusi Temuan gambaran
pada diagnosis DHS
Karies gigi Tingkat sensitivitas paling tinggi dialami saat karies gigi melewati dental-
enamel junction.. Ketika karies menembus lebih jauh ke dalam gigi,
sensitivitas berkurang sampai pulpa terlibat.
Sindrom gigi retak Nyeri intermiten tajam yang timbul saat menggigit ketika kekuatan oklusal
meningkat dan nyeri hilang setelah tekanan dihilangkan menggunakan tes
gigitan, detak gigi, atau ketukan pada satu cusp.
Gigi yang mengalami a. Fraktur email menyebabkan tepi superfisial kasar yang dapat
trauma menyebabkan iritasi lidah atau bibir, tetapi tidak ada kepekaan atau nyeri
yang dikeluhkan oleh pasien.
b. Fraktur email dan dentin menyebabkan tepi kasar pada gigi dan biasanya
disertai dengan sensitivitas atau nyeri gigi.
Pulpitis a. Pulpitis reversibel menyebabkan nyeri tajam yang dipicu oleh rasa panas,
dingin, atau manis. Rasa sakit menghilang setelah pelepasan stimulus.
b. Pulpitis ireversibel menimbulkan nyeri yang parah, tajam, berdenyut,
intermiten atau terus menerus yang dapat membuat pasien tetap terjaga di
malam hari. Nyeri dipicu oleh panas, mengunyah, berbaring datar dan
terus berlanjut setelah pengangkatan stimulus. Nyeri tumpul dan
berdenyut menunjukkan gigi abses atau non-vital, nekrosis, dan nyeri
yang berasal dari tempat lain di mulut yang dilambangkan sebagai nyeri
alih.
Abses periodontal lateral Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Periodontitis periapikal Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Perikoronitis Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Sensitivitas bleaching Hal ini dikaitkan dengan penetrasi bleaching ke dalam kamar pulpa.
Gambarannya menyerupai bentuk pulpitis reversibel.
Menggeretakkan gigi Hal ini disebabkan oleh aktivasi aktivitas pengunyahan refleks. Nyeri dan
(bruxism) sensitivitas pada gigi terhadap rangsangan panas dan dingin akibat keausan
pada permukaan gigi yang dapat memaparkan lapisan dentin di bawahnya. Ini
disertai dengan nyeri otot wajah, sakit kepala tegang, kaku dan nyeri pada
sendi temporomandibular. Hal ini disertai fraktur mikro email atau gigi yang
patah tergantung pada tingkat keparahan dan kekuatan dari pengepalan dan
penggeretakan yang terlibat dalam bruxism.
Sensitivitas pasca-operatif a. Fase preparasi kavitas: nyeri dapat disebabkan oleh beberapa
yang disebabkan oleh kemungkinan:
Panas yang timbul karena kurangnya pendinginan yang memadai
selama preparasi struktur gigi.
Tekanan yang berlebihan selama preparasi.
Getaran dikarenakan eksentrisitas bur.
Pengeringan dentin yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan air
di dalam dentin yang berkontribusi terhadap sensitivitas dentin vital
terhadap iritan berikutnya.
b. Fase restoratif: Nyeri dapat dipicu setelah penempatan restorasi ini
karena beberapa kemungkinan alasan:
Untuk restorasi resin komposit, hipersensitivitas pasca restorasi dapat
ditimbulkan karena kebocoran, prosedur bonding yang tidak tepat,
cuspal strain, atau fraktur restorasi.
Untuk restorasi amalgam, hipersensitivitas pasca restorasi dapat
dikaitkan dengan kurangnya insulasi dentin yang efektif, kebocoran,
retakan, fraktur restorasi, kontak prematur atau rangsangan galvanik.
Sensitivitas tinggi pasca-operatif dengan semen resin yang digunakan
untuk sementasi mahkota.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mencatat semua data karakteristik yang
diperoleh dari riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan klinis untuk menilai DHS dan untuk
menyingkirkan semua penyebab lain dari sakit gigi yang memerlukan berbagai pilihan
pengobatan untuk penyelesaiannya.
Kesimpulan
Secara klinis, DHS merupakan masalah gigi yang relatif umum dan signifikan
sehingga pasien mencari perawatan dan mengunjungi klinik gigi. Ada banyak modalitas
pengobatan untuk DHS yang ditemukan berhasil oleh dokter dalam meredakan nyeri DHS.
Praktisi gigi harus terlebih dahulu mengidentifikasi faktor penyebab atau predisposisi setelah
mengetahui riwayat menyeluruh sebelum merancang rencana perawatan. Strategi pengobatan
DHS harus dimulai dengan pencegahan, penanganan perawatan diri dan kemudian dapat
dilengkapi dengan intervensi profesional tergantung pada tingkat keparahan kasus.