Anda di halaman 1dari 12

Hipersensitivitas Dentin: Sebuah Tinjauan

Najat Bubteina dan Sufyan Garoushi

Abstrak
Hipersensitivitas dentin (DHS) merupakan masalah nyeri gigi yang tersebar luas dan
dikarakteristikan melalui nyeri tajam yang berasal dari dentin terpapar sebagai respon
stimulus yang berbeda. Definisi yang telah diterima ini, mengindikasikan kebutuhan untuk
mempertimbangkan diagnosis banding untuk mengenyampingkan penyebab gigi lain sebelum
diagnosis dari hipersensitivitas dentin dibuat. Strategi penangan dari masalah dental ini
membutuhkan pemahaman yang baik dari kompleksitas kondisi untuk menyediakan tinjauan
singkat dari diagnosis, etiologi, dan penanganan klinis dari hipersensitivitas dentin. Kami
telah menggunakan PubMed untuk menemukan literatur relevan yang dipublikasikan hingga
saat ini. Kami menggunakan kombinasi dari kata kunci seperti hipersensitivitas, dentin,
desensitisasi, dan nyeri dental.
Kata kunci: hipersensitivitas dentin; etiologi, mekanisme sensitivitas, diagnosis, perawatan

Pendahuluan
Hipersensitivitas dentin (Dentine hypersensitivity, DHS) merupakan satu dari masalah
gigi yang paling sering ditemui. Hal ini ditandai dengan nyeri tajam dan pendek yang timbul
dari dentin yang terpapar sebagai respons terhadap rangsangan, biasanya termal, evaporatif,
taktil, osmotik atau kimiawi dan yang tidak dapat dianggap berasal dari kelainan atau patologi
gigi lainnya. Hipersensitivitas dapat muncul pada beberapa gigi, di satu area mulut, atau pada
satu gigi tertentu. DHS harus dibedakan dari gigi sensitif lainnya yang mungkin timbul dari
kondisi klinis lain seperti karies gigi, kebocoran mikro, gigi retak atau restorasi patah.
Penanganan klinis DHS telah menjadi tantangan bagi praktisi, berbagai jenis perawatan
tersedia, tetapi keberhasilan rencana perawatan yang tepat bergantung pada pengambilan
riwayat klinis dan pola makan yang terperinci, diagnosis banding dari kondisi nyeri gigi
lainnya, serta identifikasi dan penanganan faktor etiologi dan predisposisi.
Sejak saat itu, beberapa penulis telah menggunakan istilah lain untuk mendeskripsikan
DHS dengan mengganti kata dentin, menambahkan area deskriptor, seperti servikal atau akar,
dan menggabungkannya dengan hipersensitivitas atau sensitivitas. Praktik ini menghasilkan
sejumlah variasi yang signifikan untuk menggambarkan kondisi yang tampaknya sama. Pada
tahun 2003 Dewan Penasihat Kanada di DHS merekomendasikan bahwa penggunaan istilah
penyakit daripada istilah patologi akan lebih akurat dan benar. Definisi ini memberikan
deskriptor klinis dari kondisi tersebut dan mengidentifikasi DHS sebagai entitas yang berbeda
karenanya; ini mendorong dokter untuk mempertimbangkan diagnosis banding. Dikarenakan
ada banyak kondisi lain yang diketahui menghasilkan gejala yang mirip dengan nyeri dentin,
dokter harus menyingkirkan kemungkinan penyebab nyeri lainnya sebelum melanjutkan
dengan modalitas pengobatan DHS karena hal tersebut membutuhkan pilihan perawatan
berebda dari yang digunakan untuk DHS. Kondisi tersebut mencakup email patah, restorasi
fraktur, karier, kebocoran marginal dari restorasi, cusp gigi yang patah, dan bahkan groove
palatum-gingiva.

Prevalensi dan epidemiologi.


Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kejadian DHS pada sebagian besar populasi
berkisar antara 10-30% dari populasi umum dan rentang usia bervariasi dari 20-50 tahun
dengan insiden puncak terjadi pada akhir dekade ketiga dan menurun selama dekade
kehidupan ketiga, keempat dan kelima. Variasi ini dilakukan pada populasi berbeda,
kebiasaan, pola makan, dan metode investigasi yang biasanya berupa kuesioner pasien atau
pemeriksaan klinis. Insiden DHS yang lebih tinggi dilaporkan pada wanita dibandingkan pria
yang mungkin mencerminkan pengaruh hormonal dan praktik pola makan. Sebaliknya,
sebuah studi menunjukkan tidak ada perbedaan dalam prevalensi hipersensitivitas dentin pada
kedua jenis kelamin, hal menunjukkan secara keseluruhan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki kerentanan yang sama. Berdasarkan jenis gigi yang terlibat, gigi kaninus dan
premolar pada kedua rahang merupakan gigi yang paling banyak terkena. Juga dilaporkan
bahwa aspek bukal dari area servikal merupakan area yang sering terkena.

Teori dan Mekanisme Sensitivitas


Beberapa teori telah diajukan selama lebih dari satu abad untuk menjelaskan
mekanisme yang terlibat dalam hipersensitivitas dentin.

Teori transduksi odontoblast


Teori transduksi odontoblast diajukan oleh Rapp et al. yang mendalilkan bahwa
odontoblasts berperan sebagai sel reseptor, dan meneruskan impuls melalui pertemuan
sinapsis ke saraf terminal yang menyebabkan sensasi rasa sakit dari ujung saraf di batas
pulpodentin. Namun, bukti tentang teori mekanis transduksi odontoblast kurang sempurna
dan tak meyakinkan. Hal ini dikarenakan banyak studi yang menunjukan bahwa odontoblast
merupakan sel pembentuk matriks dan tidak dianggap sebagai sel yang dapat melakukan
eksitasi, dan tidak ada sinapsis yang tampak di antara odontoblast dan saraf terminal.

Teori neural
Teori ini mengatakan bahwa termal, atau rangsangan mekanis, secara langsung
mempengaruhi ujung saraf di dalam tubulus dentin melalui komunikasi langsung dengan
ujung saraf pulpa. Meskipun teori ini telah diperkuat dengan adanya serabut saraf yang tidak
termediasi pada lapisan luar dentin akar dan adanya polipeptida neurogenik yang diduga,
teori ini masih dianggap kurang bukti kuat untuk mendukungnya.

Teori hidrodinamik
Mekanisme hipersensitivitas dentin yang diterima saat ini adalah teori hidrodinamik
yang telah dikemukakan oleh Brännström pada tahun 1964. Menurut teori ini, ketika
permukaan dentin terkena stimuli termal, kimiawi, taktil atau evaporatif, aliran fluida di
dalam tubulus dentin akan meningkat. Pergerakan cairan di dalam tubulus dentin ini
menyebabkan perubahan tekanan dan merangsang reseptor saraf yang sensitif terhadap
tekanan di seluruh dentin. Jadi respon dari saraf pulpa yang tereksitasi, terutama pada serat
intradentin, akan tergantung pada intensitas rangsangan dalam produksi nyeri. Pemeriksaan
scanning electron microscope (SEM) dari permukaan dentin yang hipersensitif menunjukkan
adanya tubulus dentin yang terbuka lebar yang dianggap konsisten dengan teori
hidrodinamik. Dengan demikian, jumlah dan diameter tubulus dentin dianggap sebagai faktor
penting dalam memulai nyeri dari DHS. Oleh karena itu, semakin tinggi angkanya dan
semakin besar diameter tubulus dentin yang terbuka, semakin kuat nyeri dari DHS. Telah
tercatat bahwa pemicu seperti rangsangan dingin menstimulasi cairan untuk mengalir
menjauh dari pulpa menciptakan respons saraf yang lebih cepat dan kuat daripada rangsangan
panas, yang menyebabkan aliran cairan agak lamban menuju pulpa. Hal ini sejalan dengan
pengamatan bahwa pasien hipersensitivitas dentin lebih sering mengeluhkan nyeri sebagai
respons terhadap rangsangan dingin daripada panas.

Etiologi Hipersensitivitas Dentin


Dentin ditutupi oleh email di daerah mahkota dan oleh sementum di daerah radikular.
Ketika emaill atau sementum hilang, dentin di bawahnya akan terbuka bersama dengan
tubulus dentin, menghasilkan hipersensitivitas dentin. Telah didalilkan bahwa DHS
berkembang dalam dua fase yaitu lokalisasi lesi dan inisiasi lesi. Lokalisasi lesi terjadi karena
hilangnya lapisan pelindung pada dentin, sehingga dentin terpapar ke lingkungan luar. Inisiasi
lesi terjadi setelah lapisan pelindung dari smear layer hilang, menyebabkan paparan dan
pembukaan tubulus dentin. Bukti telah menunjukkan bahwa lesi DHS memiliki lebih banyak
tubulus terbuka yang lebih lebar daripada dentin non sensitif.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa paparan dentin dapat mengakibatkan
karakteristik anatomi di area pertemuan email/sementum dan/atau email, atau kehilangan
sementum karena satu atau lebih proses berikut.

Resesi gingiva
Resesi gingiva biasanya dikenali pada pasien dengan tingkat standar kebersihan mulut
yang tinggi dan pada mereka yang memiliki tingkat kebersihan mulut yang buruk. Penyebab
resesi gingiva pada populasi yang memiliki kebersihan mulut yang baik adalah karena terlalu
bersemangat menyikat gigi, teknik menyikat yang tidak tepat atau penggunaan kekuatan
menyikat yang berlebihan dan sering terlihat pada permukaan bukal gigi. Di sisi lain,
kurangnya menyikat gigi, dengan akibat akumulasi plak gigi pada permukaan akar pada
pasien dengan kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan komplikasi periodontal dan
migrasi gingiva ke arah apikal, mengekspos sementum dan kemudian demineralisasi struktur
gigi yang dapat dikaitkan dengan patensi orifis tubulus dentin yang menyebabkan DHS.
Resesi gingiva juga merupakan efek samping yang umum dari perawatan periodontal baik
bedah atau non-bedah karena hilangnya perlekatan jaringan gingiva yang sehat.

Keausan gigi
Hal ini dianggap sebagai jalur alternatif dari paparan dentin servikal pada aspek
koronal gigi karena hilangnya jaringan keras gigi, terutama email. Hal ini melibatkan
hilangnya permukaan email akibat atrisi, abrasi, erosi atau abfraksi.
Atrisi merupakan hilangnya substansi gigi atau restorasi yang disebabkan oleh kontak
gigi-ke-gigi antara permukaan oklusi yang berlawanan atau permukaan proksimal yang
berdekatan sebagai akibat dari kebiasaan parafungsional seperti bruxism. Abrasi adalah
hilangnya substansi gigi yang disebabkan oleh faktor-faktor selain kontak gigi seperti dalam
kasus penggunaan sikat gigi yang berlebihan, atau konsumsi makanan yang bersifat abrasif
dan berserat.
Erosi adalah hilangnya jaringan keras gigi secara progresif oleh proses kimiawi atau
asam yang tidak dihasilkan oleh bakteri kariogenik seperti pada kasus di mana agen asam
yang terkait dengan regurgitasi atau asam ekstrinsik yang berkaitan dengan sumber makanan
dan medikasi. Paparan berulang terhadap cairan mulut pH rendah menyebabkan pelarutan
kandungan mineral di lapisan superfisial email, yang mengakibatkan hilangnya jaringan
tersebut dengan konsekuensi perubahan pada bentuk gigi. Paparan dentin yang tak
terhindarkan menyebabkan hipersensitivitas dentin. Lesi abfraksi adalah defek berbentuk
kawah yang berkembang di daerah servikal gigi dan tidak secara langsung berhubungan
dengan diet, penyakit periodontal atau abrasi. Hal ini terjadi sebagai akibat dari beban
mekanis berlebihan dari daerah email servikal yang dimulai oleh cusp flexure dan occlusal
overloading, mengakibatkan fraktur kristal email di daerah ini dengan paparan dari dentin di
bawahnya.

Faktor Lainnya
Beberapa penyebab fisiologis yang dapat dianggap sebagai faktor predisposisi DHS
adalah peningkatan jumlah gigi dengan paparan akar akibat bertambahnya usia, dan ekstrusi
gigi karena gigi antagonis tidak ada. Setelah paparan akar, lapisan pelindung sementum
mudah hilang, menghasilkan tubulus dentin yang terbuka.

Penilaian DHS
Secara tradisional DHS dievaluasi berdasarkan respon individu terhadap stimulus
yang disajikan dalam bentuk penilaian verbal, skala analog visual dan kuesioner.
Umumnya, DHS dapat dinilai baik dalam hal intensitas stimulus yang diperlukan
untuk menimbulkan rasa sakit yang disebut penilaian berbasis stimulus (stimulus-based
assessment) atau sebagai evaluasi subjektif dari rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus
berbeda yang disebut penilaian berbasis respons (response-based assessment).
Penilaian berbasis stimulus bergantung pada pengukuran ambang nyeri individu di
mana respon subjek dipertahankan konstan pada ambang nyeri, dan stimulus bervariasi
dengan peningkatan dan penurunan intensitas. Perangkat yang berbeda telah digunakan dalam
metode ini seperti probe yang dikalibrasi di mana tekanan taktil diaplikasikan pada gigi
dengan dental explorer tip dapat bervariasi dan ditingkatkan hingga 10 g sampai pasien
mengalami ketidaknyamanan. Alat termal atau elektrik alternatif seperti electrical pulp tester,
dental pulp stethoscope, dan sebagainya telah digunakan untuk mengaplikasikan rangsangan
termal atau listrik. Namun, metode berbasis stimulus ini memiliki beberapa kelemahan seperti
stimulasi nyeri yang berulang dapat menyebabkan perubahan sensitivitas dan mempengaruhi
hasil. Selain itu, dilaporkan bahwa metode berbasis stimulus seringkali memakan waktu, yang
membatasi jumlah gigi yang dapat diuji dengan beberapa rangsangan dalam satu kunjungan.
Di sisi lain, metode berbasis respons menilai tingkat keparahan nyeri setelah
penerapan stimulus yang konstan, terstandarisasi, konsisten, dan dapat direproduksi seperti
semburan udara berjangka waktu. Udara akan diarahkan selama 1 detik dari jarak sekitar 1
cm pada permukaan bukal gigi terpapar yang hipersensitif setelah diisolasi dari gigi yang
berdekatan. Langsung setelah stimulasi, respon subjek dapat diukur dengan menggunakan
peringkat verbal, atau skala analog visual atau skala nyeri grafis yang tervalidasi, seperti
Skala Nyeri Wajah. Beberapa studi merekomendasikan penggunaan skala sensitivitas udara
dingin Schiff untuk menilai respon subjek terhadap stimulus seperti udara atau evaporatif [48-
50]. Skala ini terdiri dari beberapa nilai berbeda yaitu:
i. Subjek tidak merespon stimulus udara.
ii. Subjek merespon stimulus udara tetapi tidak meminta penghentian stimulus.
iii. Subjek merespon stimulus udara dan meminta penghentian atau gerakan stimulus.
iv. Subjek menanggapi rangsangan udara, menganggap rangsangan itu menyakitkan, dan
meminta penghentian rangsangan
Baru-baru ini, dilaporkan bahwa reproduktifitas metode penilaian DHS sulit dicapai,
meski teknik standar telah digunakan. Oleh karenanya, direkomendasikan agar evaluasi hasil
pengobatan DHS dalam praktik klinis serta uji klinis harus terdiri dari setidaknya dua
rangsangan yang berbeda, dan untuk menggunakan kedua metode penilaian yang merupakan
penilaian berbasis stimulus dan respons.

Skala peringkat Verbal (Verbal Rating Scale, VRS)


Untuk mengukur DHS, skala peringkat verbal (VRS) digunakan untuk menilai tingkat
pengalaman nyeri. Sebagian besar skala nyeri menggunakan beberapa deskriptor seperti 'tidak
nyeri', 'lemah', 'ringan', 'sedang,' kuat ',' intens', dan ‘menyakitkan’. Skor numerik (0, 1, 2, 3,
dll.) dilampirkan pada descriptor ini, dan nilai rata-rata dikalkulasikan. Namun, interpretasi
matematis dari sistem penilaian ini sulit dilakukan, di mana skor nilai numerik sering
diberikan asal-asalan, dan skor yang ditetapkan dianalisa seolah-olah angka-angka ini
mencerminkan perbedaan kuantitatif yang sebenarnya dalam nyeri daripada perbedaan
kualitatif sederhana. Oleh karena itu, kelemahan utama dari skala deskriptor verbal adalah
bahwa mereka dapat bersifat restriktif karena mereka mungkin tidak menawarkan deskripsi
yang cukup yang dapat ditempatkan dalam urutan keparahan nyeri yang terus menerus dan
menaik atau menurun.
Skala analog visual
Skala analog visual (VAS) menggunakan garis dengan panjang 10 cm dengan 2
ekstrim deskriptor mewakili minimum absolut dan maksimum absolut nyeri yang dapat
dialami pasien dari stimulus eksternal. Hal ini dirancang untuk mengatasi kekurangan VRS.
Dalam penilaian VAS, pasien diminta untuk menandai garis sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan tingkat keparahan nyeri yang dirasakan dan intensitas nyeri dapat ditampilkan sebagai
nilai absolut atau sebagai persentase maksimum.

Evaluasi obyektif
Evaluasi ini dapat mencakup penerapan rangsangan termal dan evaporative seperti
semburan singkat udara dingin dari 3-in-1 syringe, rangsangan mekanis atau taktil seperti
menjalankan explorer tajam di atas area dentin yang terpapar atau rangsangan kimiawi seperti
menggunakan larutan hipertonik. Stimulus yang diaplikasikan diharapkan menghasilkan nyeri
tajam singkat yang umumnya berlangsung hanya selama stimulus. Namun, kadang-kadang
nyeri dapat berlanjut untuk waktu yang singkat setelah pengangkatan stimulus khususnya jika
pasien mengalami hipersensitivitas dentin yang parah. Mengingat fakta bahwa, semua metode
evaluasi diharapkan dapat menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan, maka disarankan
bahwa satu tindakan biasanya digunakan seperti, semburan udara dari triple syringe. Di sisi
lain, jika beberapa rangsangan diaplikasikan, rangsangan yang paling sedikit harus selalu
dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari dampak negatif pada hasil rangsangan.
Selanjutnya, interval antara aplikasi stimulus harus cukup untuk mencegah interaksi antara
kedua rangsangan.

Diagnosis DHS dan Diagnosis Banding


Karena DHS didasarkan pada diagnosis eksklusi, dokter harus menggunakan semua
keahliannya dalam mendapatkan informasi yang diperlukan terkait dengan skrining riwayat
pasien, identifikasi faktor etiologi dan predisposisi, terutama kebiasaan makan dan kebersihan
mulut yang terkait dengan erosi dan abrasi. Hal ini untuk mengecualikan kondisi gigi lain
yang muncul dengan nyeri gigi yang mirip dengan DHS dan untuk membuat diagnosis pasti
DHS dan pada akhirnya untuk strategi pengobatan yang berhasil.
Dalam investigasi riwayat klinis, skrining verbal dianjurkan selama pasien ditanyai
tentang waktu dimulainya penyakit, lokasi, intensitas, dan stabilitas nyeri dan tentang faktor-
faktor yang mengurangi atau meningkatkan intensifikasi nyeri penyakit. Selain itu, pasien
harus ditanyai apakah gejala muncul selama prosedur kebersihan mulut atau mengikuti terapi
gigi sebelumnya seperti pembersihan gigi profesional, scaling, dan perawatan periodontal
lainnya; pemutihan gigi vital dan prosedur restoratif. Juga, profesional gigi harus bertanya
dan mencari pola perilaku pribadi seperti asam ekstrinsik dan intrinsik, konsumsi minuman
atau makanan asam tinggi, dan prosedur kebersihan gigi yang terlalu bersemangat.
Pada pasien dengan dugaan DHS karena temuan positif dalam skrining dan riwayat,
diagnosis banding yang menyeluruh sangat penting untuk menghilangkan semua bentuk nyeri
orofasial lainnya, termasuk peradangan pulpa, nyeri periodontal, sindrom gigi retak, batas
restorasi yang tidak memadai, atypical odontalgia, dll. Semua diagnosis banding harus
disingkirkan, sebelum diagnosis DHS dipastikan. Strategi sederhana ini harus menangkap
sebagian besar penderita DHS, sehingga memungkinkan profesional gigi untuk menangani
masalah secara lebih menyeluruh.
Pemeriksaan klinis harus mencakup penilaian yang akurat untuk mengidentifikasi
semua gigi sensitif dan untuk memastikan tanda-tanda klinis yang terkait dengan definisi
hipersensitivitas dentin seperti erosi gigi, resesi gingiva, dan dentin servikal yang terpapar. Ini
untuk merekonstruksi faktor-faktor yang merangsang dan untuk menentukan derajat nyeri
pasien. Hal ini harus mencakup pemicu yang berbeda seperti:
i. Stimulus termal dan evaporatif seperti hembusan singkat udara dingin dari 3-in-1
syringe, tongkat es, etil klorida, atau pengujian air dingin. Sebuah saran yang berguna
dalam mengidentifikasi beberapa kondisi ini telah disarankan, seperti, aplikasi varnish
pada permukaan akar yang terbuka dengan dokter mengevaluasi keparahan masalah
sebelum dan sesudah aplikasi dengan semburan udara dari dental air syringe.
ii. Rangsangan mekanis/taktil seperti menjalankan explorer tajam di atas area dentin yang
terbuka ke arah mesio-distal, prosedur scaling, single-tufted brush, atau menggunakan
stimulator tekanan mekanis.
iii. Stimulus kimiawi (osmotik) seperti penggunaan larutan hipertonik seperti natrium
klorida, glukosa, atau sukrosa.
iv. Stimulasi listrik seperti menggunakan electrical pulp tester dan dental pulp sthetoscope.
Aplikasi stimulus terkontrol diprediksi akan menghasilkan nyeri tajam singkat yang
umumnya berlangsung hanya selama stimulus. Tingkat keparahan atau derajat nyeri dapat
diukur baik menurut skala kategorikal seperti ringan, sedang atau nyeri atau menggunakan
skala analog visual. Di sisi lain, beberapa bentuk tes diagnostik lainnya seperti perkusi,
palpitasi, pemeriksaan radiograf, tes vitalitas, menggigit tongkat kayu dan tes transiluminasi
dilakukan untuk diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari nyeri gigi
seperti pulpitis, keterlibatan periodontal, gigi patah atau retak dan nyeri terkait dengan
restorasi baru-baru ini. Panduan yang berguna untuk membedakan berbagai jenis nyeri gigi
yang dapat mengarah pada diagnosis DHS yang benar telah disarankan pada Tabel 1.

Tabel 1. Diagnosis banding dari nyeri gigi yang dapat dieksklusi selama diagnosis DHS.
Kondisi yang dieksklusi Temuan gambaran
pada diagnosis DHS
Karies gigi Tingkat sensitivitas paling tinggi dialami saat karies gigi melewati dental-
enamel junction.. Ketika karies menembus lebih jauh ke dalam gigi,
sensitivitas berkurang sampai pulpa terlibat.
Sindrom gigi retak Nyeri intermiten tajam yang timbul saat menggigit ketika kekuatan oklusal
meningkat dan nyeri hilang setelah tekanan dihilangkan menggunakan tes
gigitan, detak gigi, atau ketukan pada satu cusp.
Gigi yang mengalami a. Fraktur email menyebabkan tepi superfisial kasar yang dapat
trauma menyebabkan iritasi lidah atau bibir, tetapi tidak ada kepekaan atau nyeri
yang dikeluhkan oleh pasien.
b. Fraktur email dan dentin menyebabkan tepi kasar pada gigi dan biasanya
disertai dengan sensitivitas atau nyeri gigi.
Pulpitis a. Pulpitis reversibel menyebabkan nyeri tajam yang dipicu oleh rasa panas,
dingin, atau manis. Rasa sakit menghilang setelah pelepasan stimulus.
b. Pulpitis ireversibel menimbulkan nyeri yang parah, tajam, berdenyut,
intermiten atau terus menerus yang dapat membuat pasien tetap terjaga di
malam hari. Nyeri dipicu oleh panas, mengunyah, berbaring datar dan
terus berlanjut setelah pengangkatan stimulus. Nyeri tumpul dan
berdenyut menunjukkan gigi abses atau non-vital, nekrosis, dan nyeri
yang berasal dari tempat lain di mulut yang dilambangkan sebagai nyeri
alih.
Abses periodontal lateral Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Periodontitis periapikal Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Perikoronitis Nyeri tumpul yang dalam terus menerus meningkat saat menggigit.
Sensitivitas bleaching Hal ini dikaitkan dengan penetrasi bleaching ke dalam kamar pulpa.
Gambarannya menyerupai bentuk pulpitis reversibel.
Menggeretakkan gigi Hal ini disebabkan oleh aktivasi aktivitas pengunyahan refleks. Nyeri dan
(bruxism) sensitivitas pada gigi terhadap rangsangan panas dan dingin akibat keausan
pada permukaan gigi yang dapat memaparkan lapisan dentin di bawahnya. Ini
disertai dengan nyeri otot wajah, sakit kepala tegang, kaku dan nyeri pada
sendi temporomandibular. Hal ini disertai fraktur mikro email atau gigi yang
patah tergantung pada tingkat keparahan dan kekuatan dari pengepalan dan
penggeretakan yang terlibat dalam bruxism.
Sensitivitas pasca-operatif a. Fase preparasi kavitas: nyeri dapat disebabkan oleh beberapa
yang disebabkan oleh kemungkinan:
 Panas yang timbul karena kurangnya pendinginan yang memadai
selama preparasi struktur gigi.
 Tekanan yang berlebihan selama preparasi.
 Getaran dikarenakan eksentrisitas bur.
 Pengeringan dentin yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan air
di dalam dentin yang berkontribusi terhadap sensitivitas dentin vital
terhadap iritan berikutnya.
b. Fase restoratif: Nyeri dapat dipicu setelah penempatan restorasi ini
karena beberapa kemungkinan alasan:
 Untuk restorasi resin komposit, hipersensitivitas pasca restorasi dapat
ditimbulkan karena kebocoran, prosedur bonding yang tidak tepat,
cuspal strain, atau fraktur restorasi.
 Untuk restorasi amalgam, hipersensitivitas pasca restorasi dapat
dikaitkan dengan kurangnya insulasi dentin yang efektif, kebocoran,
retakan, fraktur restorasi, kontak prematur atau rangsangan galvanik.
 Sensitivitas tinggi pasca-operatif dengan semen resin yang digunakan
untuk sementasi mahkota.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mencatat semua data karakteristik yang
diperoleh dari riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan klinis untuk menilai DHS dan untuk
menyingkirkan semua penyebab lain dari sakit gigi yang memerlukan berbagai pilihan
pengobatan untuk penyelesaiannya.

Strategi Penanganan DHS


Penanganan klinis DHS tergantung pada identifikasi dan eliminasi dari penyebab dan
faktor predisposisi, yang dapat memicu lokalisasi lesi dan inisiasi lesi untuk menghindari
terjadinya atau kejadian berulang dari kondisi.

Tindakan pengendalian untuk pencegahan DHS dan penghilangan faktor etiologi


Berbagai penelitian menyarankan bahwa praktisi gigi harus menasihati pasiennya
untuk mengikuti tindakan pencegahan tertentu untuk mengurangi frekuensi dan intensitas
episode DHS. Tindakan ini dianggap sebagai strategi perawatan diri.
i. Hindari menyikat gigi yang salah untuk menurunkan risiko resesi gingiva dan abrasi
pada sementum dan dentin yang terpapar. Termasuk di dalamnya:
 Tidak menggunakan sikat gigi yang keras, gunakan hanya sikat gigi dengan filamen
lembut.
 Hindari penggunaan tekanan atau tenaga yang berlebihan saat menyikat.
 Waktu menyikat tidak boleh diperpanjang untuk waktu yang lama.
 Penggosokan yang berlebihan pada bagian servikal gigi merusak struktur pendukung
dan menyebabkan resesi gingiva harus dihindari.
 Tidak menggunakan pasta gigi dalam jumlah besar atau mengoleskannya kembali
saat menyikat.
 Hindari penggunaan bubuk atau pasta gigi yang sangat abrasif.
ii. Penggunaan alat bantu tambahan, seperti:
 Pasta gigi desensitisasi yang mengandung agen aktif garam kalium seperti kalium
nitrat, kalium klorida atau kalium sitrat, di mana ion kalium dapat menurunkan
eksitabilitas serabut saraf A, yang mengelilingi odontoblast sehingga menyebabkan
penurunan sensitivitas gigi yang signifikan.
 Pasta gigi remineralisasi yang mengandung natrium fluorida dan kalsium fosfat.
 Obat kumur dan permen karet yang mengandung garam kalium atau natrium.
iii. Hindari flossing yang berlebihan atau penggunaan yang tidak tepat alat pembersih
interproksimal atau tusuk gigi.
iv. Kurangi kuantitas dan frekuensi mengonsumsi makanan yang mengandung asam.
v. Hindari menyikat selama setidaknya 30 menit setelah makan atau minum asam.
vi. Konsumsi sesuatu yang basa atau netral setelah minuman asam.
vii. Menjaga kebersihan mulut yang baik.
viii. Gunakan occlusal splint untuk meminimalkan keausan gigi yang terkait dengan
kebiasaan parafungsional seperti bruxism.
Jika strategi perawatan diri gagal untuk mengurangi DHS dibandingkan dengan tingkat
awal, maka intervensi profesional harus dimulai yang mencakup aplikasi professional dari
agen desensitisasi yang didasarkan pada terapi oklusif atau strategi desensitisasi saraf.
Mekanisme terapi oklusif tergantung pada penutupan tubulus dentin yang terbuka dan
pembentukan lapisan pelindung pada permukaan dentin, sehingga terjadi penurunan
permeabilitas dentin serta sensitivitas terjadi dengan penutupan tubulus dentin. Ini dapat
dicapai melalui:
i. Penggunaan varnish, senyawa kalsium, senyawa fluorida dengan atau tanpa teknologi
iontophoresis, oksalat atau Pro-Argin menyebabkan pengendapan mineral menyerupai
dentin.
ii. Aplikasi strontium klorida, formaldehida atau glutaraldehida menyebabkan
pembentukan endapan protein saliva di tubulus dentin. Agen ini merupakan fiksatif
jaringan yang sangat kuat; Agen ini harus digunakan dengan sangat hati-hati untuk
memastikan tidak bersentuhan dengan jaringan gingiva vital.
iii. Penggunaan agen anti-inflamasi seperti kortikosteroid yang diduga menginduksi
mineralisasi yang menyebabkan penutupan tubulus.
iv. Aplikasi bahan adhesive resin yang menutup tubulus dentin dengan membentuk lapisan
hybrid dan resin tag. Generasi baru dari dentin bonding agent yang mengandung
desensitizer diperkenalkan dengan tujuan hanya untuk mengobati DHS. Produk-produk
baru ini menyebabkan koagulasi dan pengendapan protein serum di dalam tubulus
dentin di samping pembentukan resin tag. Secara umum, teknik ini digunakan untuk
kasus hipersensitivitas dentin yang spesifik dan terlokalisasi dibandingkan kondisi yang
umum.
v. Penggunaan bioactive glass yang telah terbukti membentuk lapisan yang menutupi
tubulus dentin karena adanya silika dalam komposisinya yang bertindak sebagai tempat
pengendapan kalsium dan fosfat.
vi. Aplikasi laser yang dianggap bekerja melalui pengkristalan kembali dari dentin yang
menghasilkan permukaan tidak berporus mengkilap yang sebagian atau seluruhnya
menutupi tubulus dentin atau dengan mempengaruhi transmisi saraf melalui koagulasi
protein dalam cairan dentin dan karenanya mengurangi permeabilitas dan memblokir
pergerakan cairan.
vii. Penggunaan perawatan Heal Ozone di mana ozon menembus tubulus terbuka
menghilangkan kontaminasi bakteri dan memungkinkan masuknya mineral dan
selanjutnya penutupan tubulus dentin.
Di sisi lain, strategi desensitisasi saraf oleh garam kalium bergantung pada pemblokiran
sinapsis antara sel saraf oleh ion kalium, yang akan mengurangi eksitasi saraf dan nyeri yang
terkait dengannya.
Pilihan pengobatan lain yang dianggap sebagai solusi invasif dan sebagai pilihan
terakhir untuk gigi yang tidak merespons protokol desensitisasi lainnya adalah:
i. Penggunaan bahan restorasi seperti restorasi glass ionomer, dan resin komposit untuk
situasi di mana telah terjadi kehilangan struktur gigi servikal yang signifikan.
ii. Bedah periodontal termasuk free gingival graft, lateral sliding graft, connective tissue
and coronally repositioned flap dapat dilakukan untuk menutupi permukaan akar yang
terbuka.
iii. Jika gejala masih berlanjut, gigi yang bermasalah harus dirawat saluran akar atau
dicabut.

Kesimpulan
Secara klinis, DHS merupakan masalah gigi yang relatif umum dan signifikan
sehingga pasien mencari perawatan dan mengunjungi klinik gigi. Ada banyak modalitas
pengobatan untuk DHS yang ditemukan berhasil oleh dokter dalam meredakan nyeri DHS.
Praktisi gigi harus terlebih dahulu mengidentifikasi faktor penyebab atau predisposisi setelah
mengetahui riwayat menyeluruh sebelum merancang rencana perawatan. Strategi pengobatan
DHS harus dimulai dengan pencegahan, penanganan perawatan diri dan kemudian dapat
dilengkapi dengan intervensi profesional tergantung pada tingkat keparahan kasus.

Anda mungkin juga menyukai