Anda di halaman 1dari 12

DENTIN HYPERSENTIF DAN PENANGANANNYA

Fathia Rizky Adinda

190600102

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155

Email : fathiarizky2910@gmail.com

ABSTRACT

Xerostomia or "dry mouth" is a dry sensation that occurs in the oral cavity due to a

decrease in the quality and quantity of saliva. The clinical picture of xerostomia is very

visible in the oral cavity where mucous ulceration, halitosis and periodontal disease are

seen. Xerostomia can be caused by consumption of drugs, radiation therapy, side effects

of systemic diseases or also due to decreased body function due to aging.

Halitosis is a condition commonly found in the community, and treatment to a

doctor or dentist is often done after social problems arise. One of the factors that play a

role in the onset of halitosis is the presence of dry mouth disease (xerostomia).

Key words: Xerostomia, Halitosis, Saliva

1
ABSTRAK

Xerostomia atau “dry mouth” adalah sensasi kering yang terjadi pada rongga mulut

karena penurunan kualitas dan kuantitas terhadap saliva. Gambaran klinis pada

xerostomia sangat tampak pada rongga mulut dimana terlihat ulserasi mukosa, halitosis

dan penyakit periodontal. Xerostomia bisa disebabkan oleh konsumsi obat-obatan, terapi

radiasi, efek samping dari penyakit sistemik atau juga karena menurunnya fungsi tubuh

karena penuaan.1

Halitosis merupakan kondisi yang umum dijumpai dalam masyarakat, dan

perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap dilakukan setelah timbul masalah sosial.

Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya halitosis adalah adanya penyakit mulut

kering (xerostomia).

Kata kunci: Key words: Xerostomia, Halitosis, Saliva

2
PENDAHULUAN

Dentin Hipersensitif atau biasa dikenal gigi sensitif adalah salah satu kondisi paling

umum yang ditemui pada masalah klinis, umumnya lebih banyak terjadi pada

perempuan dibanding laki-laki, utamanya pada orang yang menginjak dekade ketiga

dan keempat hidup mereka.[1,2] Ciri khas dentin hipersensitif adalah rasa sakit yang

diderita bersifat akut, tajam tapi singkat pada dentin yang tidak terlindung email.

Reaksi tersebut merupakan respons terhadap rangsangan panas, penguapan,

sentuhan, osmotik atau bahan kimia .[3]

Nyeri/ngilu gigi dapat disebabkan oleh adanya permukaan dentin yang

berhubungan dengan dunia luar, bisa disebabkan oleh kasus abrasi, erosi, maupun

abfraksi. Gangguan tersebut dapat pula dikategorikan sebagai nyeri tanpa kavitas

atau dengan kavitas. Untuk itu perlu bagi seorang klinisi untuk membedakan

penyebab nyeri tersebut agar dapat memberikan perawatan dan penanganan yang

tepat .[4]

ETIOLOGI DENTIN HIPERSENSITIF

Penyebab utama yang mendasari untuk hipersensitivitas dentin adalah paparan

tubulus dentin.[5] Dentin sendiri adalah jaringan vital, terdiri dari tubulus dentin, dan

3
secara alami sensitif karena ekstensi odontoblas dan pembentukan kompleks dentin-

pulpa. .[1] Dentin menjadi terpapar oleh dua proses, yaitu tanpa kavitas (kehilangan

menutupi struktur periodontal/resesi gingiva) atau dengan kavitas (hilangnya

enamel) .[5]

a. Tanpa Kavitas

Penyebab klinis paling umum untuk tubulus dentin yang terpapar adalah resesi

gingiva. Resesi gingiva adalah tereksposnya bagian akar gigi karena terjadi

penurunan margin gingiva ke arah apikal menjauhi CEJ (Cemento Enamel Junction)J.

Berbagai faktor yang dapat menyebabkan resesi gingiva adalah tidak memadainya

gingiva, teknik menyikat gigi yang tidak tepat, operasi periodontal, kebiasaan

membersihkan gigi yang terlalu bersemangat, kebiasaan oral, dan lain-lain.

Ketika resesi gingiva terjadi, lapisan pelindung luar dentin akar, yaitu sementum akan

terkikis atau terkikis menjauh (Gbr. 26.9). Ini meninggalkan dentin dasar yang terbuka,

yang terdiri dari proyeksi protoplasma odontoblas di dalam ruang pulpa (Gbr. 26.10).

Sel-sel ini mengandung ujung saraf dan ketika terganggu, saraf mendepolarisasi dan

ini ditafsirkan sebagai rasa sakit (Gbr. 26.11).

4
Setelah tubulus dentinal terbuka, ada proses oral yang membuat mereka tetap

terbuka. Ini termasuk kontrol plak yang buruk, keausan enamel, teknik kebersihan

mulut yang tidak tepat, erosi serviks, keausan enamel dan paparan asam .[5]

b. Dengan Kavitas

Hilangnya enamel juga salah satu proses yang mengakibatkan dentin terpapar.

Penyebab hilangnya enamel adalah abfraksi, abrasi, dan erosi.

Abrasi adalah keausan di permukaan gigi, yang umumnya di bagian servikal

permukaan bukal/fasial yang disebabkan adanya gesekan benda-benda asing,

misalnya sikat gigi yang kasar, pasta gigi yang abrasif dan lain-lain. Penyikatan

dilakukan dengan pasta gigi abrasif memiliki berpotensi merusak permukaan dentin

dan dapat menyebabkan pembukaan tubulus dentin jika disertai dengan agen erosif.

Abfraksi secara klinis mirip abrasi, merupakan kerusakan di bagian servikal gigi yang

disebabkan oleh kekuatan oklusi eksentrik yang menyebabkan terjadi cekungan yang

tajam, biasanya karena pasien mengalami bruksisma atau maloklusi.

Erosi asam adalah jenis aus yang paling agresif dibandingkan dengan abrasi dan

abfraksi. Erosi adalah hilangnya struktur permukaan gigi karena faktor kimia, misalnya

konsumsi makanan/ minuman asam. Enamel menunjukkan tinggi kerentanan

terhadap erosi asam. Asam dapat berasal dari banyak sumber seperti sumber

lambung, intrinsik, dan ekstrinsik yang berasal dari makanan. Ketika asam

bersentuhan dengan gigi, tidak hanya hilangnya sebagian besar jaringan keras terjadi

tetapi ada pelunakan dari permukaan yang tersisa juga. Dentin yang lebih lunak dari

enamel juga lebih rentan erosi dan itu menunjukkan kerugian permanen yang

mengarah ke paparan tubulus dentinal.[3,4]

5
MEKANISE DENTIN SENSITIF

Berbagai teori dikembangkan untuk memahami bagaimana perjalanan rangsangan

dikirim ke otak sehingga diterima sebagai rasa ngilu, nyeri, atau sakit. 1

1. Teori inervasi langsung

Menurut teori inervasi langsung, ujung saraf menembus dentin dan meluas ke

persimpangan dentino-enamel. Rangsang langsung dari saraf-saraf ini akan

memicu potensi aksi. Sinyal-sinyal saraf ini kemudian dialirkan di sepanjang

serabut saraf aferen primer induk di pulpa, ke cabang-cabang saraf gigi lalu

kemudian dialirkan ke otak. Teori saraf/ inervasi langsung menganggap bahwa

seluruh panjang tubulus mengandung ujung saraf bebas. Teori ini memiliki

banyak kekurangan, seperti kurangnya bukti bahwa dentin luar, yang biasanya

merupakan bagian paling sensitif, dipersarafi. 1,5

2. Teori Tranduksi Odontoblasik

Teori ini mengasumsikan bahwa odontoblas meluas ke pinggiran. Teori

reseptor odontoblas menyatakan bahwa odontoblas bertindak sebagai

reseptor sendiri dan menyampaikan sinyal ke terminal saraf. Namun, dalam

studi terbaru; Thomas (1984) menunjukkan bahwa proses odontoblastik

terbatas pada sepertiga bagian dalam tubulus dentin. Dengan demikian

tampaknya bagian luar tubulus dentin tidak mengandung unsur seluler tetapi

hanya diisi dengan cairan dentin. Sebagian besar penelitian telah menunjukkan

bahwa odontoblas adalah sel pembentuk matriks dan karenanya mereka tidak

dianggap sebagai sel yang dapat dieksitasi, dan tidak ada sinapsis yang telah

ditunjukkan antara odontoblas dan terminal saraf. 1,5

6
3. Teori Hidrodinamik

Teori yang paling diterima hingga sekarang disebut dengan teori hidrodinamik.

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Gysi pada tahun 1900 dan kemudian

dikembangkan oleh Brannstorm pada tahun 1963. Teori ini menjelaskan bahwa

penerapan eksternal rangsangan seperti dingin atau panas, tekanan taktil atau

osmotik terkena dentin akan menyebabkan pergerakan cairan dentinal yang

ada di tubulus dentin.[3] Brannstrom mengemukakan bahwa perpindahan isi

tubulus cukup cepat untuk merusak serat saraf pada pulpa atau predentin atau

merusak sel odontoblas. Kedua efek ini tampaknya mampu menimbulkan rasa

sakit.

Saat ini sebagian besar peneliti menerima bahwa sensitivitas dentin

disebabkan oleh pergeseran cairan hidrodinamik, yang terjadi pada dentin

yang terbuka dengan tubulus terbuka (Gbr. 26.3). Pergerakan cairan yang

cepat ini pada gilirannya mengaktifkan saraf-sensor mekanik dari odoblast

dalam pulpa .[5] Mathews et al (1994) mencatat bahwa rangsangan seperti

dingin menyebabkan aliran cairan menjauh dari pulpa, menghasilkan respons

7
saraf pulpa yang lebih cepat dan lebih besar daripada yang seperti panas, yang

menyebabkan aliran ke dalam. Ini tentu akan menjelaskan respons cepat dan

berat terhadap rangsangan dingin dibandingkan dengan respons tumpul

lambat terhadap panas. Dehidrasi dentin oleh ledakan udara atau kertas

penyerap menyebabkan pergerakan cairan keluar dan menstimulasi

mekanisme penerimaan odontoblas, menyebabkan rasa sakit. Ledakan udara

yang berkepanjangan menyebabkan pembentukan sumbat protein ke dalam

tubulus dentin, mengurangi pergerakan cairan dan dengan demikian

mengurangi nyeri.

XEROSTOMIA PADA HALITOSIS

Faktor lain yang dapat menyebabkan halitosis adalah faktor risiko seperti

tembakau, alkohol, mulut kering, diet, makanan dan minuman, obat-obatan, dan gigi

tiruan. Para individu yang mempunyai saliva sedikit (mulut kering), akan

mengeluarkan bau mulut. Minuman beralkohol, obat-obatan, anti-depresan, anti-

asma, dan anti-histamin(anti alergi), dapat menyebabkan xerostomia yang ditandai

dengan mulut kering, saliva menjadi lebih kental, dan sering merasa harus

membasahi kerongkongan.

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau

tiadanya aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala

dari berbagai kondisi seperti perawatan yang di terima, efek samping dari radiasi di

kepala dan leher, atau efek samping dari pelbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau

tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.

8
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN XEROSTOMIA PADA HALITOSIS

Chamberlain et all, bila terdapat debris makanan yang lunak menempel pada

gigitiruan hal ini dapat dengan mudah dibersihkan dengan cara menyikat dan

berkumur. Deposit yang keras seperti kalkulus yang menempel pada gigitiruan sukar

dihilangkan. Komposisi dari deposit ini pada setiap individu sangat bervariasi, apabila

tidak dibersihkan akan menimbulkan bau tidak sedap. Dengan demikian pemeriksaan

bau mulut dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat seperti tongue cleaner,

oral chroma dan halimeter.

Gayford berpendapat bahwa pada dasarnya pencegahan halitosis merupakan

perawatan dari keadaan penyebab. Terutama terhadap kebersihan mulut, setiap

selesai makan. Kebersihan mulut merupakan bagian yang penting dari program

pemeliharaan gigi tiruan, sedang keberhasilan perawatan gigi tiruan salah satunya

tergantung pada tingkat kebersihan mulut itu. Telah membudaya pada masyarakat

bahwa kumur-kumur dipergunakan sebagai salah satu metode pemeliharaan

kebersihan mulut. Efek mekanis dari gerakan kumur itu sendiri terhadap daya

pelepasan deposit lunak didalam rongga mulut memang sangat memuaskan.

Berkumur secara seksama dengan menggunakan air bersih dapat membantu

membersihkan mulut walaupun efektifitasnya kecil.

Untuk mengurangi halitosis, Hipocrates menyarankan berkumur cairan rempah

dan anggur. Pengobatan lain dengan mengunyah biji lada (the Talmud) dan parsley.

Penduduk mediterania mengunyah karet pohon Pistacia Lectiscus . Menurut

Suwondo dkk., upaya untuk memanfaatkan daun sirih (Piper betle L) sebagai sumber

bahan obat dalam Kedokteran Gigi. Dizaman sekarang, untuk kebersihan gigi

digunakan pasta yang mengandung zat pembersih dan penyegar, mengunyah

9
permen karet penyegar dan obat kumur .

PEMBAHASAN

Perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva terjadi seiring dengan

meningkatnya umur, dimana kelenjar parenkim akan hilang dan digantikan oleh

jaringan ikat merupakan salah satu etiologi dari xerostomia. Xerostomia terjadi karena

perubahan atropi pada kelenjar saliva terkait dengan degenerasi akibat proses aging.

Kemunduran fungsi kelenjar saliva terjadi akibat hilangnya kelenjar parenkim yang

digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan

jumlah aliran yang juga berkontribusi pada penurunan produksi dan perubahan

komposisi saliva.

Sekresi air liur/saliva yang berkurang dapat menyebabkan rasa

ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, peningkatan tingkat karies gigi dan infeksi

mulut, serta kesulitan berbicara dan menelan makanan. Keluhan-keluhan yang

muncul akibat xerostomia ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan rongga mulut

yang selanjutnya berpengaruh terhadap tingkat kualitas hidup.

Tempat yang paling banyak dihuni oleh bakteri penyebab halitosis adalah celah

diantara papilla lidah bagian belakang. Jumlahnya akan meningkat dalam keadaan

mulut kering. Telah diketahui bahwa pada lansia sering terjadi xerostomia. Bakteri

anaerob mudah berkembang dalam kondisi kekurangan saliva yang mengandung

oksigen.

Air ludah (saliva) dapat membantu melembabkan, menghilangkan bakteri, dan

menjaga kebersihan mulut, namun kadar saliva setiap orang berbeda-beda. Para

10
individu yang mempunyai saliva sedikit (mulut kering), akan mengeluarkan bau mulut.

Minuman beralkohol, obat-obatan anti-depresan, anti-asma, dan anti-histamin (anti

alergi), dapat menyebabkan xerostomia yang ditandai dengan mulut kering, saliva

menjadi lebih kental, dan sering merasa harus membasahi kerongkongan. Seiring

dengan bertambahnya umur umumnya mulut menjadi kering, keadaan mulut yang

kering dapat menyebabkan kesulitan mengunyah dan menelan makanan atau

kesulitan dalam mempergunakan gigitiruan, hal ini dapat menimbulkan bau mulut

(halitosis).

DAFTAR PUSTAKA

1. Solgun F., Gun P., The Subjective meaning of xerostomia-an aggravating

misery.2009;4:245-255

2. Indriyadi G., Yuniardini SW., Oral Probiotik Indonesian Journal of Dentistry

2009; 16 (1):64-71 Fakultas Kedokteran Gigi http//www.fkg.ui.edu

3. Tingkat Keparahan Halitosis Pada Manula Pemakai Gigi Tiruan, M.

Dharmautama, AT. Koyama, A. Kusumawati., Dentofasial, Vol.7, No.2, Oktober

2008:107-111

4. Recognition and Management, by Philip C. Fox, DDS, FDS RCSEd., february

2008:2-6

5. Efficacy of chlorine dioxide mouthwash againt halitosis, by MD Bestari et al

2017 J. Phys,:Conf. Ser. 884 012136

6. J. Halitosis, LH. Ester, LT Debora., Universitas Kristen Krida Wacana 2014:43-

49

7. Sondang P, Hamada T. Menuju Gigi & Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan. Ed.

Rev. Medan: USU Press, 2017:53

11
8. Jenkinson HF., Lamont RJ., Oral Microbiology at a Glance, WILLEY-BLACKWELL.,

University of Bristol., 2010:9,14-15,39

12

Anda mungkin juga menyukai