HIPERSENSITIVITAS DENTIN
Oleh :
DosenPembimbing :
DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
TELAAH KASUS HIPERSENSITIVITAS
A. Skenario Kasus
Seorang perempuan (30 tahun) datang dengan keluhan gigi belakang kanan rahang atas
sering terasa ngilu terutama saat minum minuman dingin. Pasien mulai merasakan keluhan
sejak kurang lebih setahun yang lalu, namun keluhan tersebut dirasakan makin ngilu sejak 3
bulan terakhir. Pasien juga merasakan ngilu ketika menyikat gigi. Pasien belum pernah
mengobati keluhan sebelumnya. Pasien pernah membersihkan karang gigi sekitar 4 bulan
yang lalu. Pasien sikat gigi 1 kali sehari saat mandi pagi dengan gerakan kombinasi. Pasien
mengunyah 1 sisi. Dari pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 26 dan 27 pada bagian
bukalnya mengalami resesi 2 mm, kemudian dilakukan tes sondasi dan tes udara/syringe pada
gigi tersebut dengan hasil ngilu (+) sedangkan tes perkusi dan mobility nya negatif (-).
B. Hasil Pemeriksaan
Dari pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 26 dan 27 pada bagian bukalnya mengalami
resesi dengan resesi pada masing-masing gigi 2 mm, sehingga dilakukan tes sondasi dan tes
udara/air syringe pada gigi tersebut dengan hasil ngilu (+) sedangkan tes perkusi dan
mobility nya negatif (-).
C. Diagnosa
Pemeriksaan : Resesi gingiva klas I klasifikasi Miller pada gigi 26 dan 27
Tes air syringe : (+) ngilu pada gigi 26 dan 27
D/ Hipersensitivitas dentin
Etiologi : Penumpukan plak dan kalkulus resesi gingiva
Sikap pasien : kooperatif
D. RencanaPerawatan
1. Fase Initial : SRP (Scaling and root planing), DHE
2. Fase Bedah : Sub epithelial connective tissue graft pada gingiva 26 dan 27
3. Fase Restoratif :-
F. Prosedur Kerja
1. Menjelaskan semua prosedur dan hasil perawatan serta pengisian informed consent
2. Bersihkan daerah kerja dengan brush yang dihubungkan dengan low speed handpiece.
Pastikan bebas dari plak, debris, dan kalkulus.
3. Isolasi gigi dengan menggunakan cotton roll. Isolasi bertujuan untuk mencegah
kontaminasi fluor dengan saliva.
4. Keringkan gigi dengan air syringe.
5. Oleskan fluoride menggunakan cotton pellet ke bagian permukaan gigi 26 dan 27 dan
tunggu selama 4 menit.
6. Bersihkan larutan fluoride dari permukaan gigi menggunakan cotton pellet
7. Intruksi pasca tindakan:
Instruksikan pasien untuk tidak makan/minum selama 30 menit pasca tindakan
Instruksikan pasien untuk menggunakan pasta gigi untuk gigi sensitif
Instruksikan pasien untuk menggunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut
Instruksikan pasien untuk menyikat gigi dari arah gusi ke gigi (teknik Stillman
modifikasi)
Instruksikan pasien untuk menghindari makanan dingin atau panas
Instruksikan pasien untuk datang kontrol 1 minggu pasca perawatan
8. Kontrol 1 minggu :
- Tanya keluhan pasien
- Cek RKP pasien
- Oral profilaksis
HIPERSENSITIVITAS DENTIN
A. DEFINISI
Hipersensitivitas dentin adalah respon yang berlebih pada dentin yang terbuka dengan
gejala klinis nyeri yang tajam dan singkat terhadap rangsangan berupa termal, taktil,
osmotik/kimiawi.. Keadaan ini terjadi karena terpaparnya tubulus dentin karena resesi gingiva
atau kehilangan enamel dan sementum.
Struktur biologis gigi yang berperan dalam terjadinya hipersensitif adalah dentin dan
pulpa. Dentin merupakan bagian dari gigi yang ditutupi oleh enamel pada mahkota dan
sementum pada akar. Dentin tersusun atas rangkaian tubulus yang terisi oleh cairan seperti
cairan plasma, dengan diameter yang semakin kecil dan bercabang serta memanjang dari
pulpa hingga batas dentin-enamel.
Tubulus dentin merupakan pintu gerbang bagi stimulus yang memancar hingga ke
pulpa.. Diameter tubulus menjadi lebih kecil sesuai dengan pertambahan usia. Tubulus
dentin pada dentin sensitif berjumlah delapan kali lebih banyak, serta lebih tebal dibanding
dentin yang tidak sensitif jika dilihat dengan scanning electron microscope (SEM).
Pulpa akan dimasuki oleh ujung serabut saraf yang meluas hanya melewati pulpa
dentin yang menghubungkan tubulus dentin dimana serabut saraf terjalin disekitar prosesus
odontoblas. Odontoblas (sel pembentuk dentin) berada disekitar pulpa dan prosesusnya
meluas dari batas dentino-pulpa kira-kira sepertiga dari jarak tubulus dentin. Prosesus ini
menimbulkan respon penjalaran rasa sakit dari stimulus ke serabut saraf pulpa karena
panjangnya yang terbatas. Saraf dapat dirangsang melalui mekanisme depolarisasi neural
(pompa sodium-potassium) yang digolongkan sebagai respon terhadap stimulus.
Ada dua jenis utama serat saraf yang memicu terjadinya rasa sakit pada gigi. Serat-
serat ini digolongkan berdasarkan jenis rasa sakit, jika rasa sakit tajam dengan durasi yang
singkat maka yang berperan adalah serat tipe A sedangkan rasa sakit yang tumpul dengan
durasi lama yang berperan adalah serat tipe C. Sensasi ini akan membantu dalam
membedakan antara pulpa sensitive dan dentin sensitive. Serat tipe A : 1). Bermielin, dengan
kecepatan hantar yang cepat, 2). Diaktivasi oleh rangsangan pada tubulus dentin yang terbuka
sehingga menyebabkan pergerakan cairan dalam tubulus dentin, 3). Menghasilkan rasa sakit
yang tajam, terlokalisir dan bersifat sementara, yang merupakan ciri dari dentin hipersensitif.
Serat tipe C : 1). Tidak bermielin dengan kecepatan hantar yang lambat, 2). Diaktivasi oleh
mediator kimia inflamasi, tidak bereaksi terhadap rangsangan pada dentin, 3). Rasa sakit
tumpul dan lokasi tidak diketahui dengan jelas.
Rangsangan (sentuhan, uap,
dingin, panas, dan manis)
Permukaan
yang terkena
Cairan
rangsangan
Tubulus
Dentin Pergerakan cairan
Dentin Tubulus
yang dentin
Terpapar
Resesi
Gingiva
Pulpa gigi
Odontoblas
s
Syaraf pulpa
1. Teori Neural
Teori neural mengacu pada aktivasi ujung saraf yang terletak di dalam tubulus
dentin. Sinyal saraf ini dialirkan sepanjang serabut saraf aferen primer di dalam pulpa
menuju percabangan saraf dental dan kemudian diteruskan ke dalam otak. Teori
neural menganggap bahwa seluruh badan tubulus mengandung ujung-ujung saraf
bebas.
2. Teori Transduksi Odontoblas
Teori ini mengasumsikan bahwa odontoblas memanjang ke perifer. Awalnya
stimulus mengeksitasi prosesus odontoblas atau badan sel odontoblas. Membran
odontoblas bisa berdekatan dengan ujung-ujung saraf dalam pulpa atau di dalam
tubulus dentin dan odontoblas akan mentransmisikan sinyal eksitasi dari ujung-ujung
saraf terkait. Namun demikian, pada penelitian terakhir, Thomas (1984)
mengindikasikan bahwa prosesus odontoblas terbatas hanya sampai sepertiga bagian
dalam dari tubulus dentin. Dengan demikian, tampaknya bagian luar dari tubulus
dentin tidak mengandung elemen seluler tetapi hanya berisi cairan dentin.
3. Teori Hidrodinamik
Menurut teori ini, rasa nyeri terjadi akibat pergerakan cairan di dalam tubulus
dentin. Pergerakan cairan di dalam tubulus dentin diakibatkan adanya rangsangan
yang mengakibatkan perubahan tekanan di dalam dentin dan mengaktifkan serabut
saraf tipe A (bermyelin) yang ada disekeliling odontoblas atau pulpa, yang kemudian
direspon sebagai nyeri. Aliran hidrodinamik ini akan meningkat bila ada pemicu
seperti perubahan temperatur (panas atau dingin), kelembaban, tekanan udara dan
tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi pada gigi.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid terdiri atas 1% prednisolone yang dikombinasikan dengan 25%
parakhorofenol, 25% metakresilasetat dan 50% gum camphor terbukti efektif
dalam mencegah sensitivitas termal pasca perawatan. Penggunaan
kortikosteroid berdasarkan pada asumsi bahwa hipersensitivitas itu terkait
dengan inflamasi pulpa; dengan demikian diperluan informasi lebih lanjut
mengenai hubungan di antara kedua kondisi ini.
c. Obliterasi Parsial Tubulus Dentin
Pembentukan endapan tak larut untuk menyumbat tubulus. Garam larut
tertentu bereaksi dengan ion di struktur gigi dan membentuk kristal di
permukaan dentin. Agar efektif, kristalisasi sebaiknya terjadi dalam 1 sampai 2
menit dan kristal harus cukup kecil untuk memasuki tubulus namun cukup
besar untuk menyumbat sebagian tubulus.
Senyawa Fluor
Lukomsky (1941) adalah orang pertama yang mengajukan natrium fluorida
sebagai bahan desensitisasi, karena cairan dentin jenuh dengan ion kalsium
dan ion fosfat. Aplikasi NaF menyebabkan presipitasi kristal kalsium
fluorida, dengan demikian mengurangi diameter tubulus dentin.
- Natrium fluorida yang diasamkan (acidulated). Konsentrasi fluor di dalam
dentin yang diberi terapi dengan natrium fluorida yang diasamkan secara
signifikan lebih tinggi daripada yang dirawat hanya dengan natrium
fluorida.
- Natrium silikofluorida. Silicic acid membentuk gel dengan kalsium gigi
dan membentuk barier yang berfungsi sebagai insulator. Aplikasi 0.6%
natrium silikofluorida lebih manjur daripada larutan natriumfluorida 2%
sebagai agen desensitisasi.
- Stannous fluoride 10% membentuk lapisan tebal dari timah dengan
partikel bulat berisi fluor yang menyumbat tubulus dentin. SnF 0.4% juga
merupakan agen efektif, namun perlu penggunaan yang lebih lama (s/d 4
minggu) untuk mencapai hasil yang memuaskan.
3. Edukasi Pasien
a. Konseling Diet
Asam yang dikonsumsi mampu menyebabkan hilangnya struktur gigi karea
erosi sehingga sementum akan terlepas dan menyebabkan terbukanya tubulus
dentin. Karena itu, konseling diet harus difokuskan pada kuantitas dan
frekuensi konsumsi asam dalam hubungannya dengan menggosok gigi.
Perawatan akan gagal jika faktor ini tidak dikontrol. Riwayat diet secara
tertulis harus diperoleh dari pasien yang menderita dentin hipersensitif agar
bisa memberi saran terkait kebiasaan makan. Karena risiko tergerusnya
dentin meningkat ketika sikat gigi dilakukan segera setelah gigi bersentuhan
dengan makanan asam, pasien harus diperingatkan untuk tidak melakukan
hal ini.
b. Teknik Menyikat Gigi
Karena menyikat gigi yang tidak benar sepertinya merupakan faktor etiologi
pada hipersensitif dentin, instruksi mengenai cara menggosok gigi yang tepat
dapat mencegah tergerusnya dentin dan timbulnya hipersensitivitas.
c. Kontrol Plak
Saliva mengandung kalsium dan ion fosfat dan karena itu dapat membantu
pembentukan deposit mineral dalam tubulus dentin yang terpajan. Hadirnya
plak dapat mengganggu proses ini, karena plak adalah bakteri yang
menghasilkan asam dan mampu melarutkan endapan mineral yang terbentuk
dan membuka tubulus.
Davari, A., Ataei E., Assarzadeh H. 2013. Dentin hypersensitivity: etiology, diagnosis and
treatment; a literature review. Journal of dentistry (Shiraz, Iran), 14(3), 136–145.
Carranza, Jr., dan Newman G.M. 2018. Newman and Carranza’s Clinical Periodontology.
13th edition. W.BSaunders Company. Philadelphia.
Perry, Dorothy A., Phyllis L. Beemsterboer., dan Gwen Essex. 2013. Periodontology for
Dental Hygienist. 4th edition. Elsevier Saunders. Missouri.
Kanehira M., Ishihata H., Saito M. 2015 Dentin Hypersensitivity: Etiology, Prevalence and
Treatment Modalities. In: Sasaki K., Suzuki O., Takahashi N. (eds) Interface Oral
Health Science 2014. Springer. Tokyo.
Presentan :
No Nama BP
1. Bernard M. Novriwan 1841412001
2. Enda Markus 1841412049
3. Iswara Sardi 2041412044
4. Puti Nilam Safitri 1941412003
5. Valerio Alfa A. W.S 1841412048
Padang, 28 Desember 2021
Dokumentasi :