Anda di halaman 1dari 22

Referat

Diagnosis Anemia Pada Anak


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Anak
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin/FK Unsyiah
Banda Aceh

Disusun Oleh:
Dendri Yaneski
200750101010063

Pembimbing:
dr. Eka Destianti, E.M.Ked(Ped) Sp.A(K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
“Diagnosis Anemia pada Anak”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan ke
pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke zaman yang
berpendidikan dan terang benderang.

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik
senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USK/RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Selama penyelesaian referat ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,


pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Eka Destianti, E.M.Ked(Ped) Sp.A(K)
yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi
dan doa dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini.


Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini nantinya. Harapan penulis
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, 14 Agustus 2021

Penulis,

Dendri Yaneski

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................2
2.1 Definisi.......................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi...............................................................................................................3
2.3 Etiologi.......................................................................................................................3
2.4 Klasifikasi...................................................................................................................4
2.4.1 Anemia Defisiensi...................................................................................................4
2.4.2 Anemia Aplastik/Pansitopenia.................................................................................7
2.4.3 Anemia Hemolitik...................................................................................................7
2.5 Diagnosis....................................................................................................................9
2.6. Tatalaksana..............................................................................................................13

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................24


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................25

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin................................................2
Tabel 2.2 Pemeriksaan fisik pada anemia ...............................................................................10
Tabel 2.3 Anemia berdasarkan ukuran eritrosit dan usia.........................................................11

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pendekatan diagnosis berdasarkan mikrositik anemia.........................................11
Gambar 2.2 Pendekatan duagnosis berdarsarkan normositik anemia. ....................................12
Gambar 2.3 Pendekatan diagnosis berdasarkan makrositik anemia.......................................12
Gambar 2.4 Pendekatan diagnosis berdasarkan morfologi sumsum tulang ...................13

v
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia secara umum dapat diartikan berkurangnya volume sel darah merah(eritrosit)
atau volume hemoglobin. Anemia bukanlah suatu penyakit spesifik melainkan bisa
disebabkan oleh berbagai reaksi baik patologis ataupun fisiologis. Anemia ringan
memungkinkan tidak memberikan gejala, namun apabila sudah mengalami anemia berat
dapat menimbulkan gejala-gejala seperti keletihan, takipneu, takikardia, dilatasi jantung
hingga gagal jantung.1,2
Anemia adalah masalah kesehataan masyarakat diseluruh dunia, diperkirakan sebesar
3,4
43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun menderita anemia. Gejala anemia ringan pada
anak terlihat samar-samar dan sulit dideteksi sehingga sering terlambat dideteksi dan
menyulitkan penanganan , sehingga menyebabkan meningkatnya risiko kematian pada anak.
Pendekatan diagnosis anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan patofisiologi
anemia, serta keterampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.3,5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia bukanlah suatu
penyakit spesifik melainkan bisa disebabkan oleh berbagai reaksi baik patologis ataupun
fisiologis.2,3,6
Eritrosit adalah sel yang mengandung hemoglobin(Hb) yang mengangkut oksigen.
Banyaknya oksigen yang diterima jaringan tergantung kepada kadar fungsi Hb yang tersedia,
pola aliran darah yang efektif, dan keadaan jaringan serta cairan yang menerima oksigen itu.
Umur eritrosit berkisar hingga 120 hari. Terdapat tiga variable utama yang berikatan yaitu
kadar hemoglobin dalam darah (dalam gram/dL), hematokrit (Ht) atau persen eritrosit dalam
seluruh volume darah, serta jumlah absolut eritrosit di darah (dalam juta per mm 3 darah).
Pemeriksaan laboratorium eritrosit dikenal tiga indeks eritrosit rata-rata, yang terdiri dari
volume eritrosit rata-rata (Mean Corpuscular Volume/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata
(Mean Corpuscular Hemoglobin/MCH), dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration/MCHC). MCV didapat dengan cara membagi Ht
dengan jumlah eritrosit (satuan mikrokubik atau femtoliter dalam SI), MCH dihitung dengan
membagi kadar Hb dengan jumlah eritrosit (satuan pikogram), sedangkan MCHC dihitung
7–9
dengan membagi kadar Hb dengan Ht (dalam gram/dL). Nilai Normal Hb Hematokrit dan
MCV tertera pada tabel 2.1. Nilai laboratorium MCH adalah 28-38 pg/sel sedangkan MCHC
adalah 32-36 g/dL.
Tabel 2.1 Batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin. 3
Umur Hemoglobin Hematokrit MCV
(Tahun) Mean Batas Mean Batas Mean Batas
Bawah Bawah bawah
0,5-1,9 12,5 11,0 37 33 77 70
2-4 12,5 11,0 38 34 79 73
5-7 13,0 11,5 39 35 81 75
8-11 13,5 12,0 40 36 83 76
12-14
Wanita 13,5 12,0 41 36 85 78
Pria 14,0 12,5 43 37 84 77
15-17
Wanita 14,0 12,0 41 36 87 79
Pria 15,0 13,0 46 38 86 78
18-49
Wanita 14,0 12,0 42 37 90 80
Pria 16,0 14,0 47 40 90 80

2
2.2 Epidemiologi

Anemia merupakan masalah yang dihadapi secara global. World Health


Organization (WHO) mencatat, secara global pada tahun 2011, terdapat lebih dari 273 juta
anak usia 6-59 bulan menderita anemia dengan 9.6 juta diantaranya merupakan anemia
berat, lebih dari 496 juta wanita tidak hamil usia 15-49 tahun menderita anemia dengan 19.4
juta diantaranya merupakan anemia berat, dan 32.4 juta wanita hamil usia 15-49 tahun
menderita anemia dengan 800 ribu diantaranya merupakan anemia berat. Kurang lebih 50%
dari angka ini berkaitan dengan defisiensi besi (anak: 42%, wanita tidak hamil 49%, dan
wanita hamil 50%). Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013, di Indonesia terdapat
21,7% anak ≥1 tahun, 28.1% balita 12-59 bulan, dan 37.1% ibu hamil mengalami
anemia.1,7,11
2.3 Etiologi
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia yaitu3
1. Pendekatan kinetik Pendekatan ini didasarkan pada mekanis-me yang berperan dalam
turunnya Hb.
2. Pendekatan morfologi Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan
perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.
1. Pendekatan Kinetik3
Pendekatan kinetik Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independen:
1. Berkurangnya produksi sel darah merah
2. Meningkatnya destruksi sel darah merah
3. Kehilangan darah.
Berkurangnya produksi sel darah merah Anemia disebabkan karena kecepatan produksi
sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah
merah :
1. Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet,
malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)
2. Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia,
inflitrasi tumor)
3. Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)

3
4. Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin
pada gagal ginjal, hormon tiroid (hipotiroidisme) dan androgen (hipogonadisme)
5. Anemia penyakit kronis/anemia inl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe
dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup.
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa
hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah
110- 120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan
untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup
sel darah merah kira-kira 20 hari.
2. Pendekatan Morfologi2–4
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah
tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume 80-
96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti
limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus
darah tepi disebut makrositik.1 Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit
kecil disebut mikrositik.
Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan
sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka
dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koeefisien variasi volume sel
darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%.
Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan pendekatan
morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
1. Anemia makrositik
2. Anemia mikrositik
3. Anemia normositik

2.4 Klasifikasi

2.4.1 Anemia Defesiensi


Anemia defisiensi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin
B12, protein, piridoksin dan sebagainya. Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut
morfologi dan etiologi menjadi 3 golongan 3,6,8:

4
1. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran normal (MCV<80
fL). Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal
(MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik
dan kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia.
Dari semua itu defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.7
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan penyakit yang sering pada
bayi dan anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan
besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr
sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30
%, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak
lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan
kebutuhan 8 mg/hari sampai 10 mg/hari. 10
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan jejenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan
bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dioksidasi menjadi bentuk
feri, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah
berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin yang berfungsi untuk mengangkut besi
dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jairngan hati, limpa, dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.12
Adapun sumber besi dapat diperoleh dari10:
a) makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung klorofil,
terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam susu buatan atau
tepung untuk makanan bayi ditambahkan kandungan besi namun terkadang dapat
menimbulkan terjadinya hemokromatosis.
b) Cadangan besi dalam tubuh
a. Bayi normal/sehat cadangan besi cukup untuk 6 bulan
b. Bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang
terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Sedangkan besi yang
dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali
ke dalam iron pool dan digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. 9

5
Etiologi anemia defisiensi besi (ADB) cukup beragam. Penyakit ini bisa dipengaruhi
asupan zat besi yang kurang, keadaan perdarahan yang kronik, ataupun malabsorpsi zat besi.
1. Asupan Zat Besi
Daging merah menyediakan asupan zat besi dalam bentuk heme iron yang
bioavailabilitasnya lebih tidak dipengaruhi oleh konstituen diet. Prevalensi ADB dilaporkan
lebih rendah pada area dimana daging merah menjadi bagian penting diet setempat.10
2. Perdarahan Kronik
Pada perdarahan kronik, misalnya di traktus gastrointestinal ataupun reproduksi, ketika
kehilangan darah sudah mencapai titik tertentu, cadangan besi akan dipakai untuk
menstimulasi produksi hemoglobin di sumsum tulang. Ketika cadangan zat besi telah sangat
berkurang, sel darah menjadi mikrositik hipokromik.12
3. Malabsorpsi Zat Besi
Malabsorpsi zat besi dapat terjadi pada pasien yang menjalani gastric bypass
surgery ataupun memiliki penyakit kronik seperti Celiac disease. Keadaan achlorydria dalam
jangka waktu yang lama juga akan mengganggu absorpsi zat besi.11
2. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)
Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan
oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat.8,9,11
a. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat
dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh
dari hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum
bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa
adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan
b. Anemia Defisiensi Vitamin B12
Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang mengandung
sumber hewani seperti daging dan telur. Vitamin B12 merupakan bahan esensial untuk
produksi sel darah merah dan fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya
disebabkan karena kurangnya masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung
dan ileum terminale, malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa
penurunan nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk pengobatannya
dapat diberikan suplementasi vitamin B12.

6
3. Anemia Dimorfik13
Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan normositik atau makrositik. Biasanya
disebabkan oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan :
1. hipokrom makrositik
2. mikrositik normokrom
3. MCV, MCH, MCHC mungkin normal
4. Serum iron menurun sedikit
5. IBC (iron binding capacity) agak menurun
6. Sumsum tulang terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia
2.4.2 Anemia Aplastik/Pansitipenia13
Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara 
morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah
atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Anemia aplastik dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Anemia aplastik kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan onset klinis 1,5-22
tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional
aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita didapatkan anomali kongenital lain
seperti mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek,
hiperpigmentasi kulit.
2. Anemia aplastik didapat
a. radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif
b. zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb
c. obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon.
d. Individual seperti alergi
e. Infeksi seperti IBC milier, hepatitis
f. Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin
2.4.3 Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah destruksi prematur sel darah merah, yang dapat bersifat
kronik atau mengancam nyawa. Pasien dengan anemia hemolitik dapat datang dengan gejala

7
anemia, ikterus, hematuria, dyspnea, takikardia, dan terkadang hipotensi. Gejala yang muncul
akan merefleksikan penyebab yang mendasari hemolisis.3,7,8
Normalnya, sel darah merah memiliki usia sekitar 120 hari. Mekanisme yang dapat
menyebabkan destruksi prematur sel darah merah adalah deformabilitas sel yang buruk,
sehingga menyebabkan sel terperangkap di pembuluh darah kecil dan limpa, serta
merangsang fagositosis sel. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan anemia hemolitik
antara lain destruksi yang dimediasi antibodi, fragmentasi akibat mikrotrombi atau trauma
mekanis, oksidasi, atau destruksi seluler langsung. 3,7,8
Beratnya manifestasi klinis anemia hemolitik tergantung pada onset hemolisis dan
derajat kerusakan eritrosit yang terjadi. Bila hemolisis ringan, pasien dapat tanpa gejala.
Sedangkan pada hemolisis yang berat, pasien dapat mengalami komplikasi kardiopulmonal
yang mengancam nyawa. Dalam mendiagnosis anemia hemolitik, perlu dipertimbangkan
terlebih dulu penyebab hemolisis yang dapat mengancam nyawa, misalnya malaria,
mikroangiopati thrombotik, dan anemia hemolitik autoimun berat. 3,7,8
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit
100-120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga
dapat menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit
meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini
berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan
pembesaran limpa. Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu 3,7,8
1. Penyebab Korpuskular
Kelainan pada membran sel darah merah dapat dibagi menjadi penyebab herediter dan
didapat. Contoh penyebab herediter yang bisa menyebabkan anemia hemolitik
adalah hereditary spherocytosis, elliptocytosis, dan hereditary stomatocytosis. Contoh
penyebab didapat adalah paroxysmal nocturnal hemoglobinuria dan acanthocytosis.
Penyebab hemoglobinopati dapat dibagi menjadi defek hemoglobin kualitatif dan kuantitatif.
Contoh defek hemoglobin kualitatif adalah sickle cell anemia dan unstable hemoglobin.
Contoh defek kuantitatif adalah thalassemia. Contoh abnormalitas enzim yang bisa
menyebabkan anemia hemolitik adalah penyakit defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase,
defisiensi piruvat kinase, dan defisiensi pyrimidine-5-nukleotidase. 3,7,8

8
2. Penyebab Ekstrakorpuskular
Penyebab anemia hemolitik yang bersifat ekstrakorpuskular dan berkaitan dengan
sistem imun antara lain anemia hemolitik autoimun dan drug-induced hemolytic anemia.
Mekanisme ekstrakorpuskular mekanikal yang bisa menyebabkan anemia hemolitik
adalah hemolytic uremik sindrom, disfungsi katup jantung prostetik, dan HELLP syndrome.
Penyebab infeksi misalnya malaria dan babesiosis. Penyebab toksik dapat dibagi menjadi
eksogen dan endogen. Penyebab eksogen misalnya keracunan timbal, keracunan arsen,
dan gigitan ular. Penyebab endogen misalnya penyakit Wilson. 3,7,8

2.5 Diagnosis

Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif, prestasi sekolah


buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anak usia kurang dari 12
bulan dengan anemia terutama defisiensi besi kadar hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai
prediktif positif 10-40%. Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti
untuk mendeteksi dan menentukan penyebabnya sehingga pemeriksaan laboratorium dapat
seminimal mungkin.2,3,9
Anamnesis yang perlu dilakukan untuk menegakkan anemia adalah dimana pasien
mnegeluhkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pucat
2. Lemas, letih, lesu, lelah, lalai
3. Pica atau kebiasaan memakan benda yang tidak awam dianggap sebagai makanan
misalnya  kertas atau tanah
4. Sindrom Plummer-Vinson atau Patterson-Kelly: disfagia, glositis atropik, jaring
esofagus/esophageal web
5. Koilonikia
6. Alopesia
7. Sklera biru
8. Restless leg syndrome/RLS: rasa tidak nyaman pada kaki saat diam yang membaik
dengan pergerakan
9. Perdarahan kronis: hematemesis, melena, menometrorrhagia, hematuria
Pemeriksaan fisik penting dilakukan, dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:

9
Tabel 2.2 Pemeriksaan fisik pada anemia.3
Organ Tanda dan Gejala Kemungkinan Anemia
Kulit Pucat Anemia berat

Hiperpigmentasi Anemia aplastik Fancon


Jaundice Anemia hemolitik akut atau kronis,
hepatitis, anemia aplastik
Petekie, purpura Anemia hemolitik autoimun
dengan trombositopenia,
haemolytic uremic syndrome,
aplasia atau infiltrasi sumsum
tulang
Hemangioma kavernosus Anemia hemolitik mikroangiopati
Kepala dan leher Tulang frontal yang menonjol, Hematopoises
tulang maksila dan malar yang ekstramedular(thalasemia mayor,
menonjol anemia sickle cell, anemia
hemolitik kongenital lainnya)
Sklera Ikterik Anemia hemolitik kongenital dan
krisis, Hiperhemolitik yang
berkaitan dengan infeksi
Defisiensi enzim eritrosit, defek
membran eritrosit, thalasemia,
hemoglobinopati
Stomatitis angularis Defisiensi besi
Glositis Defisiensi besi atau vitamin B12
Dada Ronkhi, gallop, takikardi, murmur Gagal jantung kongesi, anemia
akut atau berat
Ekstremitas Displasia alat gerak radius Anemia aplastik fanconi
Spoon nails Defisiensi besi
Triphalangeal thambs Aplasia eritrosit
Limpa Splenomegali Anemia hemolitik kongenital,
infeksi, keganasan hematologis,
hipertensi portal
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis anemia perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi
pemeriksaan darah rutin sepeti Hb, PCV, leukosit, trombosit ditambah dengan pemeriksaan
indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total
iron binding capacity (TIBC)), status transferrin, FEP, feritin dan apus sumsum tulang.7,9,14
MCV menjadi salah satu standar dalam melakukan klasifikasi anemia menjadi
mikrositik, normositik dan makrositik. Pemeriksaan darah lengkap adalah salah satu prosedur
paling berguna pada evaluasi awal. Tanda sediaan yang tidak baik adalah hilangnya warna
pucat di tengah eritrosit, bentuk poligonal, dan sferosit artefak. Sferosit artefak, berlawanan
dengan artefak asli, tidak menampakkan variasi kepucatan di tengah sel dan lebih besar dari
eritrosit yang normal. Sediaan yang tidak baik tidak boleh diinterpretasikan. Setelah sediaan

10
telah dipastikan kelayakannya, diperiksa pada pembesaran 50x dan kemudian dengan 1000x.
Sel-sel digradasikan berdasarkan ukuran, intensitas pewarnaan, variasi warna, Dan
abnormalitas bentuk. Gangguan hemolisis eritrosit dapat diklasifikasikan menurut
morfologi.8,11,12
Tabel 2.3 Anemia berdasarkan ukuran eritrosit dan usia. 8,11,12
Usia Mikrositik Normositik Makrositik
Neonatus Three Gen deletion alfa Kehilangan darah akut, Aplasia kongenital
thalasemia Anemia hemolitik
kongenital
Isoimmunisasi
Infant dan todllers Defesiensi besi Anemia Hemolitik
Thalasemia Kongenital Defesiensi vitamin B12
Anemia sideroblastik -Hemoglobin Mutan Defesiensi asam folat
Inflamasi kronis - Defek enzim eritrosit Tanpa sumsum tulang
Anemia Hemilitik didapat megaloblastik
-Autoimun -Anemia apalstik
- Anemia hemolitik -Hipotiroid
mikroangiopatik -diamond-blackfan
-Sekunder oleh infeksi akut syndrome
Kehilangan darah akut Penyakit hati
Infiltrasi sumsum tulang
Anemia diseritropoietik
Adolescent Anemia defisiensi besi Anemia Hemolitik Defisiensi vitamin B12
Anemia kronis Anemia Hemolitik didapat Defisiensi asam folat
Thalasemia Anemia Kronik Penyakit hipotiroid
Perdarahan akut
Sickle cell disease
Bone marrow disorder

Apabila menemukan kadar hemoglobin rendah pada pasien maka penegakan diagnosis
menggunakan algoritma berikut:

11
Gambar 2.1 Pendekatan diagnosis berdasarkan mikrositik anemia11,12
Pada pasien yang didapatkan anemia normositik algoritma yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut.

Gambar 2.2 Pendekatan duagnosis berdarsarkan normositik anemia.11,12


Pada pasien yang didapatkan anemia makrositik algoritma yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut

12
Gambar 2.3 Pendekatan diagnosis berdasarkan makrositik anemia.11,12

Pemeriksaan sumsum tulang dilakukankan pengambilan dan analisis dengan tujuan


mengetahui apakah ada tidaknya kelainan sumsum tulang yang berkaitan dengan penyebab
anema. Pemeriksaan sumsum tulang juga merupakan pemeriksaan terakhir seandainya
penyebab anemia masih belum diketahui. Hasil interprestasi pemeriksaan sumsum tulang
dapat menggunakan algoritma sebagai berikut.

Gambar 2.4 Pendekatan diagnosis berdasarkan morfologi sumsum tulang. 3

2.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan anemia berdasarkan etiologi atau penyebab anemia tersebut. Pada


anemia defesiensi besi penanganan anak dengan prinsip utama yaitu mengatasi faktor
penyebab dan pemberian preparat besi.15,16
Penatalaksanaan secara oral dilakukan dengan cara:
1. Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum
makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.
2. Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal
3. Pemberian vitamin C 2x50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
4. Pemberian asam folat 2x5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis
5. Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur,
serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
6. Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian
preparat besi)
Parenteral dilakukan dengan indikasi15:

13
1. Adanya malabsorbsi
2. Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani dialisis
yang memerlukan eritropoetin)
3. Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral
Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia berat dengan Hb kurang dari 6g/dL
disertai risiko terjadinya gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang
diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara serial dengan tetesan lambat.

14
BAB III
KESIMPULAN

Anemia didefinisikan sebagai   penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit)


dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah nilai normal. Tanda dan
gejala yang sering timbul  adalah  sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis (keringat
dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif  cepat atau syok, dan pucat.

Pendekatan diagnosis anemia dimulai dari anamnesis riwayat penyakit dalam


keluarga, penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik untuk mengarahkan pemilihan
pemeriksaan penunjang yang tepat sesuai dengan penyakit yang diperkirakan. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi,
pengukuran MCV, jumlah retikulosit, bilirubin, tes Coomb, jumlah leukosit, jumlah
trombosit, dan aspirasi sumsum tulang untuk memeriksa bentuk eritroid, mieloid, dan
megakariosit.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Chaparro CM, Suchdev PS. Anemia Epidemiology,Pathophysiology, and Etiology in


Low- and Middle-Income Countries. Annals of the New York Academy of Sciences.
2019.

2. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.


Majority. 2016;5:166–9.

3. Oehadian A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. 2012;39(6):407–12.

4. Bakta IM. Pendekatan Diagnosis dan Terapi Terhadap Penderita Anemia. Bali Heal J.
2017;1(1):36–48.

5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementeri Kesehat


Republik Indones. 2011;(January):1–83.

6. Powell DJ, Achebe MO. Anemia for the Primary Care Physician. Prim Care - Clin Off
Pract. 2016;43(4):527–42.

7. Cascio MJ, DeLoughery TG. Anemia: Evaluation and Diagnostic Tests. Med Clin
North Am. 2017;101(2):263–84.

8. Khan L. Anemia in Childhood. Pediatr Ann. 2018;47(2):e42–7.

9. Irawan H. Diagnostic Approach of Anemia in Children. Fak Kedokt Univ Katolik


Atma Jaya. 2017;(July).

10. Fitriany J, Saputri AI. Anemia Defisiensi Besi. AVERROUS J Kedokt dan Kesehat
Malikussaleh. 2018;4(2):1.

11. Marks PW. Evaluation of Anemia in Children and Adults. Am Acad Fam Physicians.
2016;3–12.

12. Wang M. Iron Deficiency and Other Types of Anemia in Infants and Children. Am
Acad Fam Physicians. 2016;93(4):270–8.

13. Garg P, Dey B, Deshpande AH, Bharti JN, Nigam JS. Hematological Profile of
Dimorphic Anemia. J Appl Hematol. 2017;(October):40–2.

14. Lestari AAW, Putu IW, Yasa S. Diagnosis, Diagnosis Differensial dan
Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang pada Pasien Anemia
Aplastik. e-Jurnal Med Udayana. 2014;3(2):264–75.

15. Windiastuti E. Anemia Defisiensi Besi pada Bayi dan Anak [Internet]. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2013 [cited 2021 Jun 14]. Available from:
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-
bayi-dan-anak

16
16. Pusponegoro HD. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Suplemen Besi Untuk
Anak. Pediatr Outpatients. 2012;21–3.

17

Anda mungkin juga menyukai