Anda di halaman 1dari 2

Dentin Hypersensitivity

Definisi
Dentin hypersensitivity atau bisa disebut juga dengan gigi sensitif didefinisikan
sebagai nyeri yang berasal dari dentin yang terbuka sebagai respon terhadap
rangsangan kimia, thermal tactil, atau stimulasi osmotik yang tidak dapat dijelaskan
sebagai akibat dari cacat gigi atau kasus lain. Meskipun gigi sensitif merupakan
gangguan lazim dan menjadi salah satu penyakit yang paling mengganggu,
pengobatan yang ditawarkan tidak cukup memuaskan. Hal ini dapat berpengaruh pada
masalah fisik dan psikis pasien. Lebih -lebih lagi, ini akan sangat berpengaruh negatif
pada kualitas hidup seseorang terutama yang berkaitan dengan pemilihan makanan,
menjaga kebersihan gigi secara berkala, dan aspek kecantikan.

Epidemiologi
Distribusi prevalensi dan munculnya kasus ini dilaporkan secara berbeda dalam
penelitian yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan populasi, pola
makan, dan metode pemeriksaan yang dilakukan. Beberapa penelitian telah
melaporkan non-carious cervical lesions (NCCLs) dan dentin hypersensitivity pada
orang dewasa dengan tingkat prevalensi berkisar antara 5% sampai 85% dan 2-8%
sampai 74%. Penyakit ini lazim pada penderita dengan kisaran umur 20-50 tahun.
Namun lebih sering terjadi pada pasien dengan rentang umur 30-40 tahun dan lebih
banyak terjadi pada individu wanita yang mungkin terkait dengan kebersihan gigi dan
pola makanan mereka.
Ada dua metode umum untuk menentukan intensitas dari dentin hypersensitivity.
Salah satunya mengajukan beberapa pertanyaan dari pasien dan yang kedua bisa
melalui pemeriksaan klinis. Distribusi prevalensi pada metode pertama biasanya
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan metode kedua. Lalu, kejadian dentin
hypersensitivity ini kebanyakan terjadi pada gigi taring (canines) dan gigi geraham
(premolar) dibandingkan pada bagian gigi lainnya. Permukaan bukal gigi (buccal
surface) telah dilaporkan lebih rawan terkena penyakit dibanding bagian lain. Oleh
karena itu, Dokter gigi mempertimbangkan distribusi prevalensi 10-25% dari dentin
hypersensitivity pada pasien mereka dan yang menganggapnya sebagai masalah
serius hanya 1% dari mereka. Telah diamati bahwa beberapa orang yang mengidap
penyakit ini cenderung tidak memeriksakan diri mereka lebih lanjut. Namun, mereka
dapat melaporkannya dalam kunjungan klinis ke Dokter gigi. Ini barangkali terjadi
karena fakta bahwa mereka tidak menganggap dentin hypersensitivity sebagai
penyakit serius.

Etiologi
Pemahaman tentang etiologi penyakit atau suatu kondisi sangat penting untuk
pencegahan dan pengobatan yang efektif. Pengetahuan saat ini mengenai etiologi
dentin hypersensitivity masih terbatas dan faktor-faktor yang mengarah pada paparan
dentin masih belum pasti. Dentin dalam kondisi normal dilapisi oleh enamel atau
email dan sementum, tidak menunjukkan kepekaan terhadap rangsangan eksternal.
Oleh karena itu, dentin mulai menunjukkan sensitivitas yang berlebihan ketika
terpapar lingkungan mulut, setelah pemakaian struktur pelindung. Lapisan enamel
atau email dapat dihilangkan karena gesekan dari occlusal wear, kebiasaan
parafungsional, erosi dari asam, fraktur koronal, abfraksi gigi atau tambalan gigi yang
rusak. Resesi gingiva atau gusi, penyakit periodontal, operasi periodontal dan
menyikat gigi dengan cara yang salah dapat mengekspos permukaan akar. Setelah
terpapar, lapisan sementum yang tipis (20-25 mm) mudah dihilangkan. Selain faktor-
faktor diatas, sekitar 10% individu mempunyai masalah yaitu enamel atau email dan
sementum tidak bertemu sehingga mengekspos area dentin.
Dentin hypersensitivity mungkin berhubungan erat dengan tekanan oklusal, dimana
tekanan oklusal akan menyebabkan peningkatan tekanan intra pulpal, memicu
peningkatan kecepatan pergerakan cairan dentin sehingga melepaskan
hipersensitivitas tersebut. Hingga sekarang, tidak ada bukti mengenai ada atau
tidaknya perubahan pulpa yang berhubungan dengan gigi sensitif. Beberapa penulis
percaya bahwa ada perubahan kompleks pulpo dentin sebagai akibat dari dentin yang
terbuka, penetrasi zat terlarut dan toksin dari permukaan luar, terutama jika ada
rongga (karies) atau jika ada plak pada dentin. Namun, menurut Addy dan Pearce
(1994), fenomena sensitivitas terkait bakteri memiliki patologi yang pasti dan itu
bukan dentin hypersensitivity.

DAFTAR PUSTAKA

Davari, A., Ataei, E., & Assarzadeh, H. (2013). ‘Dentin hypersensitivity: etiology,
diagnosis and treatment; a literature review.’ Journal of dentistry (Shiraz, Iran),
vol. 14(3), hh. 136–145.
Orchardson R, Gillam DG. (2006). ‘Managing dentin hypersensitivity.’ Journal
American Dental Association, vol. 137, hh. 990–998.
Borges Ab, Barcellos Dc, Torres Crg, Borges Als, Marsillo Al, Carvalho Cat.
(2012). ‘Dentin Hypersensitivity-Etiology, Treatment Possibilities and Other
Related Factors: A Literature Review. World Journal Dentist, vol. 3(1), hh.
60-67.
Addy M. (2000). Dentine hypersensitivity: Definition, prevalence, distribution
and etiology. In: Addy M, Embery G, Edgar WM, Orchardson R,
editors. Tooth wear and sensitivity: Clinical advances in restorative
dentistry. London: Martin Dunitz; 2000. hh. 239–248.
Addy M. (1990). Etiology and clinical implications of dentine
hypersensitivity. Dental Clinics North America, vol. 34, hh. 503–514. 
Addy, M, & Pearce, N. (1994). ‘Aetiological, presdisposing and environmental
factors in dentine hypersensitivity.’ Archives of Oral Biology, vol. 39, hh. 33-
38

Anda mungkin juga menyukai