Anda di halaman 1dari 12

BLOK 15

PEMICU 3

Disusun oleh:

Preetypal Kaur Johal (180600244)

Kelompok 3

Fasilitator Pemicu:

Irma Ervina, drg., Sp. Perio(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Pemicu 3

Nama Pemicu: Gigi Sari yang berlubang

Penyusun: Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA, MSc, Irma Ervina, drg., S.Perio(K), Astrid
Yudith, drg., M.Si

Seorang anak perempuan usia 6 tahun dibawa ibunya ke RSGM FKG USU untuk
memeriksakan giginya yang banyak berlubang. Ini merupakan kunjungan pertama ke dokter
gigi. Hasil anamnese, anak bersekolah di PAUD “X”. Kebiasaan makan dan minum diluar
jam makan utama anak, rata-rata 3 kali perhari dan anak tidak menyukai sayuran dan buah-
buahan. Anak sudah teratur menyikat gigi pada usia 3 tahun pada waktu mandi sore dan
menjelang tidur malam, lama sikat gigi hanya kira-kira 1 menit. Keadaan umum anak: berat
badan 16,5 kg dan tinggi badan 106 cm. Anak merupakan anak normal, tidak mempunyai
alergi dan kategori fisik anak adalah ASA I. Hasil pemeriksaan klinis diperoleh gingiva
inflamasi dan kemerahan hampir diseluruh regio belakang, skor debris 1,5 dan skor kalkulus
0,67. Lidah terlihat lapisan tipis pseduomembran putih kekuningan pada bagian dorsal lidah,
Hubungan oklusi gigi molar permanen Klas I Angle. Diagnosis gigi 85 karies di oklusal,
karies mencapai pulpa, vitalitas (+), perkusi dan palpasi (-), di permukaan oklusal. Gigi 84,
karies di oklusal dan lingual, karies mencapai dentin. Gigi 75, keluhan terkadang ngilu jika
makan es, karies mencapai dentin dipermukaan oklusal dan lingual. Gigi 74, 65 tidak ada
keluhan, karies mencapai dentin dipermukaan oklusal. Gigi 64, karies mencapai dentin di
permukaan oklusal dan distal. Gigi 46 terlihat pit dan fisur dalam. Dokter gigi berencana akan
melakukan perawatan pada anak.

Pertanyaan:

1. Hitung BMI dan BMI percentile anak berdasarkan CDC growth charts, dan anak termasuk
pada kategori mana?

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies pada anak!


3. Jelaskan alergi apa saja yang harus ditanyakan kepada anak dan orangtua dan jelaskan
hubungannya dengan tindakan perawatan restorasi yang akan dilakukan

4. Hitung skor OHI-S anak, dan jelaskan klasifikasi penyakit gingiva pada anak, dan sebutkan
diagnosis serta diagnosis banding pada kasus diatas!

5. Jelaskan etiologi dan pathogenesis terjadinya inflamasi gingiva di daerah posterior kasus
tersebut!

6. Jelaskan diagnosis karies dan rencana perawatan awal dan akhir pada kasus tersebut
kemudian susunlah rencana kunjungan (ingat bahwa ini adalah kunjungan pertama anak ke
dokter gigi.

7. Jelaskan alasan pemilihan bahan restorasi pada semua rencana perawatan yang anda pilih
dibandingkan dengan bahan lain

8. Jelaskan tahapan preparasi pada gigi 64, 74, dan gigi 65 serta penggunaan instrumentasi
yang digunakan!

9. Jelaskan bagaimana tahapan pekerjaan rencana perawatan final yang akan dilakukan pada
gigi 85 (beserta alat dan bahan)

10. Jelaskan kapan kontrol berkala anak setelah seluruh perawatan selesai dilakukan!
(berdasarkan penentuan risiko karies pada anak berdasarkan CAMBRA).

JAWAPAN

1. BMI = Weight/ Height

=1.65 kg/ 1.06*2 m 1.1236

=14.68
Berdasarkan keterangan di atas anak termasuk dalam kategori berat badan normal.

2. a) Kebiasaan memberi makan manis, lengket dan minum susu

Kebiasaan memberi makan manis, lengket dan minum susu pada luar jam makan anak
dapat menyebabkan berlakunya karies terutamanya jika kurang pembersihan gigi dan
mulut dilakukan. Makanan yang mengandung karbohidrat atau pati dan gula susah
untuk dibersihkan dari gigi. Potensi timbulnya gigi berlubang.

b) Kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi anak

Pembersihan gigi seharunya dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali sehari selama 2


menit. Kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi anak kurang dapat menyebabkan
berlakunya karies. Pencegahan karies gigi yang sangat penting karena dengan
menyikat gigi mampu menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi
yang jika tidak segera dibersihkan akan menjadi plak dan selanjutnya dapat
menyebabkan karies gigi.

c) Tingkat pendidikan ibu dengan kejadian karies gigi pada anak

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang terhadap suatu informasi.


Dalam sisi kesehatan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesempatan seseorang
memperoleh informasi mengenai penatalaksanaan masalah kesehatan. Oleh itu,
terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan persepsi ibu terhadap
kejadian karies gigi.

1. Widayati N. faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4-6
tahun. Jurnal berkala epidemiologi 2014; 2:201.

3. Alergi apa saja yang harus ditanyakan kepada anak dan orangtua:

a) Apakah anak mempunyai alergi terhadap anastesi lokal?

Hal ini harus ditanyakan karena terdapat pasien yang mempunyai alergi terhadap
anestesi lokal dan dapat menyebabkan berlakunya anafilaksis syok pasien yang
diberikan anastesi tersebut. Reaksi ini mirip dengan sinkop, umumnya jauh lebih
parah dan mengakibatkan penurunan volume darah sirkulasi. Pasien biasanya
kehilangan kesadaran, tekanan darah turun dan denyut nadi turun.

b) Apakah anak alergi terhadap makanan-makanan tertentu?

Jika anak mempunyai alergi terhadap makanan-makanan tertentu, hal ini dapat
mempengaruhi perawatan dental. Hal ini karena terdapat beberapa bahan kedokteran
gigi seperti anastesi topical yang mungkin mengandungi bahan seperti fruit
flavouring, dalam fluoride terkandung gluten atau minyak kacang, pasta polishing
mengandungi gluten yang dapat menyebabkan timbulnya alergi pada pasien tersebut
dan menyebabkan keberhasilan perawatan terganggu.

c) Apakah pasien mempunyai alergi terhadap logam?

Jika pasien mempunyai alergi terhadap bahan logam pada restorasi maka hal ini akan
memungkinkan terjadinya kerusakan pada bagian periodonsium pasien serta bahan
restorative yang digunakan tidak akan bertahan lama.

1. Narlan Sumawinata. Anestesia lokal dalam perawatan konservasi gigi.


Jakarta ECG, 2013.

4. Hasil pemeriksaan klinis diperoleh gingiva inflamasi dan kemerahan hampir diseluruh
regio belakang, skor debris 1,5 dan skor kalkulus 0,67. Oleh itu, skor OHI-S anak
tersebut adalah indeks debris ditambah dengan indeks kalkulus lalu mendapat skor
OHI-S 2.17. Skor tersebut dikategorikan pada indeks OHI-S dengan kebersihan mulut
sedang.
Klasifikasi penyakit gingiva pada anak tersebut merupakan gingivitis induced plak.
Gingivitis yang disebabkan oleh plak (plaque-induced gingivitis) sangat berhubungan
dengan akumulasi plak dan kalkulus. Gingivitis ini adalah bentuk gingivitis yang
paling sering terjadi. Gingivitis ini diawali dengan akumulasi plak bakteria yang
berdekatan dengan gigi. Bakteri dan produk metabolisnya menstimulasi sel epitel dan
jaringan ikat yang akhirnya memproduksi mediator inflamasi dan menyebabkan
inflamasi lokal di daerah tersebut. Hal ini adalah seperti yang dialami oleh pasien
yaitu, hasil pemeriksaan klinis diperoleh gingiva inflamasi dan kemerahan hampir
diseluruh regio belakang.

Pada lidah pasien pula terdapat kandiasis oral terjadi disebabkan penjagaan mulut
yang kurang baik yang menyebabkan bakteri candida pada mulut pasien tersebut
berkembang.

Diagnosis banding untuk gingivitis induced plaque adalah periodontitis dan gingivitis
non induced plaque. Gingivitis yang tidak disebabkan oleh plak (nonplaque-induced
gingivitis) biasanya jarang terjadi dan sering disebabkan oleh bakteri, virus, atau
jamur. Gingivitis dapat berhenti perkembangannya atau berkembang menjadi
periodontitis. Manakala, periodontitis adalah penyakit inflamasi dari jaringan
pendukung gigi disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan destruksi yang
progresif dari ligamen periodontal, tulang alveolar dengan peningkatan kedalaman
probing, resesi atau keduanya.

Diagnosis banding untuk kandidasis oral merupakan keratosis reaktif, hairy


leukoplakia, serta migratory glossitis, karena semuanya memiliki gejala yang mirip
yaitu berupa lesi yang sulit dihilangkan pada rongga mulut.

1. Sunarto H. Plak sebagai penyebab utama keradangan jaringan


periodontal. Tesis. Jakarta: universitas Indonesia, 2014.

5. Etiologi gingivitis induced plaque

Ini adalah penyebab paling umum dari radang gusi. Plak adalah lapisan tipis yang
terbentuk di permukaan gigi karena kebersihan mulut yang buruk. Jika tidak dibuang
secara teratur, dapat mengeras dan membentuk kalkulus. Karena plak mengandung
banyak bakteri, peradangan dapat terjadi di gingiva akibat bakteri tersebut. Infeksi
biasanya dimulai ketika sistem kekebalan tubuh berkurang karena beberapa kondisi
lokal atau sistemik. Selain itu, beberapa faktor lokal dapat berkontribusi pada
pembentukan plak, seperti gigi berjejal sehingga pengangkatan plak menjadi sulit.
Gigi yang tidak sejajar seringkali membutuhkan koreksi ortodontik, yang menambah
kesulitan dalam pembersihan. Prostesis gigi yang tidak cukup pas atau tidak terpasang
dengan benar dapat bertindak sebagai nidus untuk penumpukan plak. Pada anak-anak,
erupsi gigi juga sering dikaitkan dengan radang gusi karena akumulasi plak cenderung
meningkat di area di mana gigi sulung terkelupas, dan gigi permanen sedang tumbuh
karena kebersihan mulut mungkin sulit dipertahankan di area ini. Ini disebut sebagai
gingivitis erupsi. Kondisi sistemik yang dapat menyebabkan gingivitis termasuk
diskrasia darah seperti leukemia. Ini dapat menyebabkan pembengkakan gingiva
menyebar

Patogenesis plak induced gingivitis.

Reaksi peradangan gingiva tergantung kepada jumlah akumulasi plak, jenis


mikroorganisme (virulensi) dan resistensi host (keadaan imun). Perubahan patologis
pada gingivitis disebabkan oleh keberadaan bakteri plak pada sulkus gingiva.
Mikrorganisme tersebut memilki kemampuan untuk mensisntesis produk-produk
misalnya, kolegenase, hyaluronidase, protease, kondritin sulfatase atau endotoksin
yang dapat merusak jaringan epitel dan konetik, matrix interselular, seperti kolegen,
substansi dasar dan glukokaliks. Perkembangan gingivitis terjadi dalam 4 tahap yaitu:

Initial lesion: Ini adalah tahap pertama gingivitis yang ditandai dengan respons
leukosit dan sel endotel terhadap plak (biofilm bakteri). Tahap ini tidak menunjukkan
tanda-tanda klinis peradangan. Namun, pada bagian histologis, perubahan terlihat
jelas. Pembuluh darah lokal melebar sebagai respons terhadap neuropeptida, yang
diproduksi oleh sitokin sebagai hasil dari produk metabolisme bakteri. Kemudian
neutrofil mulai bermigrasi menuju tempat peradangan.

Early lesion: Tahap ini ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil. Pada tahap ini,
tanda klinis dari radang gusi, seperti kemerahan dan perdarahan akibat gingiva, mulai
terlihat. Terjadi peningkatan cairan sulkus gingiva. Secara histologis terjadi
perkembang biakan epitel membentuk pasak rete. Protein komplemen diaktifkan.

Established lesion: Tahap ini ditandai dengan pergeseran dari respon imun bawaan
menjadi respon imun yang didapat. Terjadi peningkatan aktivitas kolagenolitik pada
tahap ini seiring dengan peningkatan jumlah makrofag, sel plasma, limfosit T dan B.
Secara klinis, perubahan warna dan kontur gingiva dapat dengan mudah terlihat
bersamaan dengan perdarahan gingiva. Ini dikategorikan dalam tahap gingivitis
sedang sampai berat.

Advanced lesion: Tahap ini merupakan transisi ke periodontitis. Hal ini ditandai


dengan hilangnya keterikatan yang tidak dapat diubah. Perubahan inflamasi dan
infeksi bakteri mulai mempengaruhi jaringan pendukung gigi dan struktur sekitarnya
seperti gingiva, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar yang mengakibatkan
kerusakan dan, akhirnya, kehilangan gigi.

1. Bosshardt DD, Selvig KA. Dental cementum: the dynamic tissue covering of
the root. Periodontol. 2000. 1997 Feb;13:41-75

6. Manakala, diagnosis untuk gigi 85 adalah K3 V. Untuk gigi 75 merupakan K2 dan


gigi 74, 65 dan 64 merupakan K2.

Perawatan awal dan akhir:

- Pada karies K3 perawatan awal yang boleh dilakukan adalah dengan pulpotomy dan
perawatan akhir pula adalah dengan stainless steel crown SSC

- Pada karies K2/karies dentin pada anak perawatan awal yang boleh dilakukan adalah
indirek pulp capping dengan menggunakan calcium hydroxide dan perawatan akhir
pula adalah dengan restorasi menggunakan bahan-bahan restorasi.

Rencana kunjungan:

- Pada kunjungan pertama pemeriksaan secara lengkap boleh dilakukan, pengambilan


ronsen foto sekiranya diperlukan, pembersihan rongga mulut, percetakan
rahang.tambahan pula, boleh dilakukan juga perawatan tahap awal berupa DHE dan
oral profilaksis serta analisis diet dan menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan
pasien. Sekiranya pasien anak yang kurang kooperatif, doctor gigi mungkin boleh
melakukan tell show do bagi memastikan pasien tersebut lebih koperatif sewaktu
perawatan selanjutnya dilakukan.

- Pada kunjungan kedua, perawatan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah
perawatan pulpa pada gigi 85 yaitu pulpotomi dan pada gigi 84,74,75,65,64 yang
terkena karies dentin dilakukan indirek pulp capping dengan calcium hydroxide dan
diberi restorasi sementara seperti GIC. Manakala, udntuk gigi yang dilakukan indirek
pulp capping haruslah di tunggu sehingga kering setelah 6 minggu.

- Pada kunjungan ketiga, lakukan perawatan akhir bagi gigi 85 yaitu stainless steel
crown terlebih dahulu dan juga pada gigi 84 dengan restorasi RMGIC. Hal ini
dilakukan pada satu regio terlebih dahulu supaya pasien lebih selesa untuk
mengunyah makanan di regio yang belum direstorasi.

- Pada kunjungan seterusnya pula, lakukan restorasi pada gigi 64,65,74,75 dengan
bahan restorasi sesuai indikasi. Dokter gigi boleh mendidik pasien dan orang tua
pasien agar dapat menjaga bahan restorasi pada gigi pasien supaya dapat bertahan
lebih lama. Berikan juga kunjungan selanjutnya untuk mengontrol kondisi gigi pasien
yang telah direstorasi.

1. Widhianti I. Perawatan Saluran Akar Satu kali Kunjungan. J Kedoktoran


Gigi Universitas Indonesia 2003; Edisi Khusus: 693-698.

7. Bahan restorasi yang dipilih adalah resin modified glass ionomer cement (RMGIC).
RMGIC ini merupakan material restorasi yang dihasilkan dari penggabungan sifat
semen ionomer kaca konvensional dengan resin komposit. RMGIC ini adalah bahan
perbaikan dari kekurangan yang ada pada GIC konvensional antaranya adalah
kekuatan bahan menjadi lebih kuat, pengerasan menjadi lebih cepat serta lebih estetis.
Kelebihan lain yang dimiliki oleh RMGIC adalah sifatnya yang lebih tahan terhadap
kontaminasi air pada tahap awal berlangsungnya setting time dari GIC. RMGIC
memiliki sifat fisik, kimia dan biologis yang lebih baik dibandingkan dengan
konvensional GIC. Sekiranya dikaitkan dengan kasus, RMGIC ini dipilih
dibandingkan GIC konvensional adalah kerna kekuatan RMGIC lebih kuat walaupun
flour yang dilepaskan kurang sedikit dibandingkan dengan GIC konvensional. Hal ini
karena, pada kasus pasien tersebut terkena karies pada bagian posterior yang
mempunyai fungsi penguyahan dan memerlukan tekanan yang kuat. Oleh itu, RMGIC
digunakan dalam kasus ini.

Jika dibandingkan dengan resin komposit, RMGIC dapat melepaskan flour dan resin
komposit tidak. Pada kasus gigi anak ini perlepasan flour pada restorasi sangat
diperlukan pada gigi anak. Resin komposit juga mudah terjadi shrinkage dan mudah
terkena karies sekunder.
1. Ningsih DS. Resin Modified Glass Ionomer Cement Sebagai Material
Alternatif Restorasi Untuk Gigi Sulung. ODONTO Dent J 2014; 1(2): 46-50.

8. Preparasi

1. Membuat outline form preparasi kavitas karies proksimal pada gigi molar.

2. Membentuk preparasi oklusal mengikuti bentuk fissure gigi molar yang


bersangkutan (sama seperti kavitas karies oklusal).

3. Preparasi dilanjutkan hingga memotong margin proksimal menggunakan bur


fissure parallel.

4. Boks aproksimal dibuat berbentuk step ke bawah pada sisi mesial atau distal dari
kamar pulpa + 1-1,5 mm.

5. Tepi lingual dan bukal dari boks aproksimal dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah dibersihkan.

6. Tepi gingiva dari boks aproksimal ditempatkan sedemikian rupa sehingga cukup
ruang antara daerah ini dengan gigi sebelahnya untuk pemasangan matriks.

7. Dasar pulpa dan dinding gingiva rata serta sejajar dengan bidang oklusal.

8. Dinding gingiva dibuat datar dan setinggi interdental papil di daerah proksimal

9. Dibuat bevel pada aksio pulpo line angle.

10. Mata bur yang digunakan sama seperti yang dipergunakan untuk restorasi pada
karies oklusal

11. Kavitas dibersihkan, kemudian permukaan kavitas diulasi cavity cleanser


menggunakan tip applicator

1. Drg. Yuliana Ratna Kumala, Sp.KG. Penyakit pulpa periapikal 1. Tesis.


Universita brawijaya, 2017: 14-15.

9. Pada gigi 85 ini perawatan awal adalah dengan melakukan pulpotomy. Hal ini
bertujuan melindungi pulpa yang masih sehat dan vital. Oleh itu perawatan finalnya
adalah sesuai digunakan Stainless Steel Crown. Hal ini karena, gigi yang telah
dilakukan perawatan endodontik seperti pulpotomy, giginya menjadi semakin rapuh
dan tidak kuat. Oleh itu salah satu indikasi SSC ini adalah seperti kasus gigi 85 ini.
Berikut adalah tahapan pekerjaan SSC ini dilaksanakan:

a) Preparasi gigi

Anestesi lokal harus digunakan ketika menempatkan SSC karena manipulasi pada
jaringan lunak. Prosedur klinik diawali dengan penumpatan restorasi gigi dengan
menggunakan semen ionomer kaca tipe restoratif sebelum preparasi untuk SSC.
Setelah itu permukaan oklusal yang pertama dikurangi sekitar 1,5 mm dengan
menggunakan bor diamond tapered. Reduksi oklusal yang merata akan mengurangi
resiko prematur kontak pada saat penempatan SSC. Dengan menggunakan bor
diamond tapered yang panjang, permukaan interproksimal mesial dan distal dipotong.
Pengurangan dilakukan hingga sonde dapat dilewatkan melalui daerah kontak.
Pengurangan daerah bukolingual hanya dilakukan seminimal mungkin karena daerah
ini merupakan daerah retensi.

b) Pemilihan mahkota

Tiga pertimbangan utama dalam memilih SSC yang tepat adalah diameter mesiodistal
yang tepat, ketinggian oklusal yang tepat, dan resistensi yang ringan saat penempatan
mahkota. Ukuran SSC dipilih dengan mengukur lebar mesiodistal. Mahkota yang
terlalu besar akan rotasi pada preparasi gigi dan akan memakan waktu lama pada saat
adaptasi mahkota.

c) Adaptasi mahkota

Mahkota yang telah dipilih diuji coba pada gigi. Mahkota harus sedikit longgar
dengan kelebihan 2 hingga 3 mm pada daerah gingival. Kemudian dengan scaler,
dibuat goresan sekeliling margin gingival mahkota. Garis goresan ini menunjukkan
garis gingival dan kontur gingival. Lepaskan mahkota dari gigi yang telah dipreparasi.
Mahkota dipotong 1 mm di bawah garis goresan dengan menggunakan gunting crown
and bridge. Mahkota diuji coba kembali sebelum sementasi. Penting untuk
diperhatikan bahwa tepi mahkota harus berada tidak lebih dari 1 mm subgingival. Jika
terdapat daerah pucat pada gingiva akibat tekanan tepi mahkota, maka harus
dilakukan pengurangan kembali. Dengan crimping plier tepi SSC dibengkokkan
sedikit ke dalam sekeliling tepi mahkota. Mahkota dipasang kembali pada gigi.
Adaptasi dapat diperiksa dengan menggunakan sonde pada semua tepi mahkota. Jika
terdapat daerah tepi yang terbuka, maka daerah tersebut harus dibentuk kembali
dengan plier. Penyelesaian terakhir dilakukan dengan menghaluskan tepi SSC dengan
batu putih dan dipoles dengan rubber wheel. Selanjutnya sementasi SSC dengan
semen ionomer kaca, semen seng-fosfat, atau polikarboksilat.

d) Sementasi mahkota

Sebelum sementasi mahkota daerah kontak diaplikasikan vaselin untuk memudahkan


pembuangan kelebihan semen setelah sementasi. Kuadran gigi yang akan direstorasi
diisolasi dengan cotton roll. Semen yang telah dimanipulasi sesuai dengan jenis yang
digunakan, diaplikasikan pada mahkota. Pemasangan mahkota biasanya pertama
dilakukan pada sisi lingual kemudian sisi bukal. Mahkota harus dipastikan masuk
dengan tepat. Jika gigi diisolasi dengan cotton roll, tutupi mahkota dengan foil kering
agar mahkota gigi tetap bebas kelembaban sampai semen mengeras. Setelah semen
mengeras, kelebihan semen dibuang dengan scaler atau sonde.

1. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA. efek klinis penggunaan mahkota
stainless steel pada gigi molar sulung terhdap Kesehatan gusi.
Tesis.Padjadjaran: Universitas Padjadjaran, 2006: 9-10.

10. Berdasarkan kasus kontrol berkala yang harus dilakukan pada anak setelah perawatan
selesai dilakukan adalah setiap 1-3 bulan. Berdasarkan CAMRA (Caries Management
by Risk Assessment) resiko karies pada pasien kasus tersebut merupakan resiko karies
yang tinggi. Oleh itu, control secara berkala amatlah diperlukan bagi memastikan
keadaan gigi pada anak ini dalam keadaan baik. Tambahan pula pemeriksaan
radiografi diperlukan jika permukaan proksimal tidak bisa diperiksa secara visul atau
dengan probe. Lebih lagi, tes saliva juga diperlukan. Pencegahan juga boleh dilakukan
dnegan penggunaan fluoride, bahan anti-bacterial, sesi konseling dan perawatan flour
jika terjadinya white lesion.

1. Table Caries Management by Risk Assessment (CAMBRA)

Anda mungkin juga menyukai