Anda di halaman 1dari 13

Hubungan Keterbatasaan Anak Sindrom Down Dalam Menjaga Kebersihan Gigi Mulut

Dengan Terjadinya Karies Gigi di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung
Nia Triswanti

ABSTRAK
Latarbelakang: Sindrom down merupakan kelainan genetik yang sering terjadi disebabkan oleh
adanya kelainan kromosom, baik dalam jumlah ataupun strukturnya, selain itu sindrom down juga
mempunyai banyak karakteristik gambaran klinis dan manifestasi oral. Adapun penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan keterbatasan anak sindrom down dalam menjaga kebersihan
gigi mulut dengan terjadinya karies gigi di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study,
dengan jumlah sampel sebanyak 45 responden anak berusia 7-14 tahun.
Hasil: Uji statistik menggunakan uji sommers’d didapatkan hasil keadaan rongga mulut
(p-value = 0.048), tingkat pemeliharaan gigi mulut (p-value= 0.001) dan tingkat kunjungan ke
pusat pelayanan kesehatan (p-value= 0.000), memiliki hubungan dengan terjadinya karies gigi di
SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa keadaan rongga mulut, tingkat pemeliharaan gigi mulut
dan tingkat kunjungan ke pusat pelayanan secara statistik berhubungan dengan terjadinya karies
gigi di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung.
Kata Kunci: Sindrom Down, Kebersihan Gigi Mulut, Karies Gigi.

ABSTRACT
Background: Down’s syndrome is a genetic disorder caused by chromosome abnormality; both
number and structure. As addition, down’s syndrome has many characteristics of clinical vie and
oral manifestation. This study was to identify the correlation between inability to care oral hygiene
and caries incidence on down’s syndrome children at Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Special
School of Bandar Lampung. Method: This was an analytical survey study with cross sectional
approach with 45 respondents in their 7 to 14 years. Result: Statistical study was done through
sommers’ test that showed oral cavity condition (p value = 0.048), oral care level (p value = 0.001)
and dental care center visit (p value = 0.000) correlate with caries incidence at Dharma Bhakti
Dharma Pertiwi Special School of Bandar Lampung. Conclusion: It can be concluded that oral
cavity, oral care level and dental care center visit correlates with caries incidence at Dharma Bhakti
Dharma Pertiwi of Bandar Lampung. Keywords: Down’s Syndrome, Oral Hygiene, Caries

PENDAHULUAN kesehatan khusus.1 Sindrom down


Setiap orang menginginkan hidup dalam merupakan kelainan genetik yang terjadi
kondisi yang sehat tanpa memerlukan suatu karena kelebihan jumlah kromosom pada
perawatan kesehatan yang khusus. Sehat kromosom 21 yang berjumlah tiga.2
menurut definisi WHO (1947) adalah suatu Perkembangan anak sindrom down lebih
keadaan yang sempurna baik secara fisik, lambat dari anak normal, salah satu
mental, dan sosial, serta tidak berada dalam diantaranya berupa hambatan kemampuan
kekurangan dan tidak dalam kondisi sakit motorik yang menyebabkan pertumbuhan
maupun lemah. Seorang anak dikatakan terganggu, sehingga anak sindrom down
mempunyai kebutuhan khusus apabila anak lebih lambat dalam belajar berjalan dan
tersebut berisiko tinggi atau mempunyai berbicara. Keterlambatan perkembangan
kondisi kronis secara fisik, perkembangan, tersebut menjadikan anak sindrom down
perilaku, atau emosi. Kekurangan tersebut tidak dapat menjaga kesehatan diri sendiri,
akan menyebabkan seorang anak termasuk kesehatan dalam memelihara
membutuhkan suatu bentuk perawatan kebersihan gigi dan mulut.6
Berdasarkan data World Health Organization karies gigi masih merupakan masalah utama
(WHO) kesehatan gigi dan mulut masih kesehatan mulut di berbagai negara. Negara
merupakan hal yang perlu mendapat industri misalnya di Amerika, Eropa dan
perhatian serius dari tenaga kesehatan sebab

Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 695
1
Australia mencapai 60-90% anak mengalami Terdapat beberapa karakteristik keadaan
karies gigi.10 rongga mulut yang ada pada sindrom down,
Kesehatan gigi merupakan bagian intergral yaitu lidah makroglosia, palatum dalam,
dari kesehatan pada umumnya. Selain itu gigi kelainan gigi, karies, bernafas melalui mulut,
merupakan salah satu organ pencernaan yang maloklusi, dan penyakit periodontal.
berperan penting dalam proses pengunyahan 1. Lidah
makanan, sehingga pemeliharaan kesehatan Sindrom down mempunyai lidah berukuran
gigi penting dilakukan, kesehaan gigi dan makroglosia serta berfisura pada permukaan
mulut di Indonesia masih menjadi keluhan dorsal 2/3 anterior yang terlihat pada Lidah
masyarakat yaitu sekitar 60%, diantaranya sindrom down mempunyai panjang dan
karies gigi (43,4%) dan penyakit periodontal kedalaman yang bervariasi. Permukaan
(16,6%).11 dorsal lidah biasanya kering dan tepi lidah
Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi mempunyai pola cetakan gigi yang
terjadinya karies gigi pada penduduk dinamakan scalloped tongue. Lidah
Indonesia dibandingkan tahun 2007 lalu, makroglosia (pembesaran lidah yang tidak
yaitu dari 43.4% (2007) menjadi 53,2% normal) menyebabkan bibir kering, pecah-
(2013) yaitu kurang lebih di Indonesia pecah, mulut terbuka, gangguan mastikasi,
terdapat 93.988.727 jiwa yang menderita kesulitan berbicara, dan lengkungan langit-
karies gigi.13 Berdasarkan Profil Kesehatan langit tinggi berbentuk V
Propinsi Lampung tahun 2013, masalah 2. Kelainan Gigi
mengenai gigi mulut yang paling tinggi yaitu Sindrom down memiliki kelainan gigi
kasus karies gigi, terlihat dari jumlah kasus meliputi ukuran, bentuk, dan jumlah gigi.
tumpatan gigi mencapai 13.287 kasus dan Kelainan dalam ukuran gigi biasanya berupa
pencabutan gigi mencapai 69.391 kasus.14 mikrodonsia (gigi dengan ukuran yang lebih
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kecil dari ukuran normal) kelainan dalam
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bentuk gigi adalah konus, kelainan dalam hal
“Apakah ada hubungan keterbatasan anak jumlah adalah anodonsia sebagian dan gigi
sindrom down dalam menjaga kebersihan supernumerary. Sindrom down sering
gigi mulut dengan terjadinya karies gigi di mengalami keterlambatan erupsi gigi, baik
SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar erupsi (munculnya tonjol gigi atau tepi insisal
Lampung? gigi menembus gingiva) gigi sulung maupun
permanen, hal ini dipengaruhi oleh faktor
RINGKASAN genetik dan hipotonia (otot lemah). Aktivitas
Rongga Mulut Anak Down Sindrom otot menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan rahang sehingga
3. Karies gigi dan datar, sinus maksilaris sempit dan
Karies gigi merupakan penyakit yang protusi lidah.3,7,19
ditandai dengan adanya kerusakan jaringan Karies Gigi
dimulai dari permukaan gigi dan dapat Karies adalah penyakit pada jaringan keras
meluas ke pulpa gigi, diikuti dengan gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum
kerusakan bahan organik yang dapat yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme
menyebabkan rasa ngilu sampai rasa nyeri.12 pada karbohidrat yang dapat
Menurut sebagian besar para peneliti, anak diragikan.26,27Mekanisme terjadinya karies
down sindrom memiliki tingkat karies gigi gigi dimulai dengan adanya plak di
yang lebih sedikit dibandingkan dengan permukaan gigi. Sukrosa (gula) dari sisa
anak-anak dan orang dewasa yang normal makanan dan bakteri berproses menempel
karena terdapatnya keterlambatan erupsi gigi dan berubah menjadi asam laktat yang akan
dan mikrodonsia sehingga terdapat jarak menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5)
diantara gigi geligi yang menyebakan plak dalam tempo 1 sampai 3 menit. Hal ini
mudah dibersihkan. 3,7,19 menyebabkan terjadinya demineralisasi
4. Bernafas melalui Mulut enamel dan dentin dan kemudian diikuti
Anak dengan sindrom down memiliki oleh kerusakan bahan organiknya.
kebiasaan bernafas melalui mulut, hal ini Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
disebabkan oleh bentuk hidung yang kecil kematian pulpa serta penyebaran infeksinya

696 Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1
ke jaringan periapikal yang dapat diketahui sebagai bakteri yang paling
menyebabkan nyeri, namun pada tahap awal berperan dalam proses terjadinya karies,
karies dapat dihentikan melalui proses namun setelah terbentuk kavitas Lactobacilli
remineralisasi.26,27 menjadi lebih dominan. Karies dianggap
sebagai penyakit yang disebabkan oleh
Faktor-Faktor yang berperan dalam infeksi bakteri yang memodifikasi
Karies Gigi karbohidrat. Bakteri ini bersifat asidofilik
Terdapat 4 faktor yang dapat yang dapat mensintesa asam secara cepat
menimbulkan karies, yaitu host (gigi dan dari gula dan memproduksi polisakarida
saliva), agent (mikroorganisme), substrat, ekstraselular yang lengket dimana
dan waktu.26,27 membantu bakteri lain melekat pada gigi.26,28

Host (Gigi dan Saliva) Substrat


Faktor-faktor yang dapat Substrat atau diet dapat mempengaruhi
meningkatkan atau menurunkan resistensi pembentukan plak karena membantu
gigi terhadap karies meliputi usia gigi, perkembangbiakan dan kolonisasi
kandungan fluoride, morfologi gigi, dan mikroorganisme yang ada pada permukaan
pemeliharaan yang dilakukan oleh individu enamel dan dapat mempengaruhi
secara keseluruhan.28 Plak yang metabolisme bakteri dalam plak dengan
mengandung bakteri merupakan awal menyediakan bahan-bahan yang diperlukan
terbentuknya karies. Oleh karena itu, daerah untuk memproduksi asam serta bahan yang
gigi yang memudahkan perlekatan plak aktif yang menyebabkan timbulnya karies.
sangat mungkin diserang karies. Makanan dan minuman yang mengandung
Terdapatnya gigi berjejal sangat gula, akan menurunkan pH plak dengan
berpengaruh pada sering terjadinya retensi cepat sehingga menyebabkan demineralisasi
makanan, sehingga faktor ini menjadi salah enamel. Sintesa polisakarida ekstra sel dari
satu yang meningkatkan kerentanan gigi sukrosa lebih cepat dibandingkan glukosa,
terhadap karies. Daerah yang mudah fruktosa, dan lakotsa. Oleh karena itu,
diserang oleh karies adalah area pit dan sukrosa merupakan gula yang paling
fisura pada gigi posterior yang disebabkan kariogenik karena banyak dikonsumsi
kedalaman fisura sehingga makanan dan sehingga sukrosa merupakan penyebab
debris dapat dengan mudah terselip pada karies gigi utama.26,28
fisura.11,26
Dalam keadaan normal, gigi geligi Indeks Karies Gigi
selalu dibasahi oleh saliva. Saliva Alat ukur yang digunakan untuk penilaian
mengandung ion kalsium dan fosfat atau pengukuran pengalaman karies gigi
sehingga dapat membantu dalam proses yaitu indeks DMF-T dan indeks def-T.
remineralisasi pada karies yang masih dini. Tujuan dari indeks DMF-T/def-T adalah
Saliva juga berperan dalam menurunkan untuk menentukan jumlah total pengalaman
akumulasi plak, membantu pembersihan dari karies gigi pada masa lalu dan sekarang.26,29
sisa-sisa makanan, dan mempunyai sifat anti Pemeriksaan DMF-T melibatkan 12 gigi
bakteri karena kandungan IgA, lisosim, pada permukaan bukal dan lingual. Rahang
laktoferitin dan laktoperoxida. Dengan atas dan rahang bawah masing-masing
demikian jika aliran saliva berkurang atau dibagi menjadi 3 segmen yaitu segmen
menghilang maka risiko karies gigi dapat pertama mulai dari distal caninus sampai
meningkat.26,28 molar ketiga kanan, segmen kedua diantara
caninus kanan dan kiri, segmen ketiga mulai
Agent (Mikroorganisme) dari mesial caninus sampai molar ketiga kiri.
Plak gigi merupakan faktor utama penyebab Pemeriksaan DMF-T melibatkan 6 gigi,
terjadinya karies. Komposisi yaitu 2 gigi diperiksa pada permukaan bukal,
mikroorganisme di dalam plak berbeda yaitu gigi molar pertama kiri dan kanan
beda, bakteri yang paling banyak dijumpai rahang atas, 2 gigi diperiksa pada
yaitu Streptopcoccus mutans dan permukaan labial yaitu gigi insisivus
Lactobacilli. Streptococcus mutans pertama kanan rahang atas dan gigi insisivus

Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1


697
pertama kiri rahang bawah, lalu 2 gigi 2. M (missing) adalah gigi yang telah
diperiksa pada permukaan lingual, yaitu gigi dicabut disebabkan oleh karies atau harus
molar pertama kiri dan kanan rahang bawah dicabut karena karies. Kriteria Skoring
yang terlihat pada Gambar 2.3.10,11 missing (M) adalah Mo (gigi yang telah
Pada pemeriksaan DMF-T apabila salah satu dicabut) dan Mi (gigi yang masih harus
gigi indeks telah hilang atau tinggal sisa dicabut)
akar, maka penilaian dapat dilakukan pada 3. F (filled) adalah gigi yang mempunyai
gigi pengganti, yaitu:11 satu atau lebih tambalan yang masih baik
1. Apabila gigi molar pertama rahang tanpa karies.
atas atau rahang bawah tidak ada, maka 4. Jika gigi mempunyai satu atau lebih
penilaian dilakukan pada gigi molar kedua tambalan, tetapi terdapat serangan karies
rahang atas atau rahang bawah. baru pada gigi yang sudah ditambal disebut
2. Apabila gigi molar pertama dan molar D dan F.
kedua rahang atas atau rahang bawah tidak
ada, maka penilaian tidak dapat dilakukan. Indeks def-T
3. Apabila gigi insisivus satu kanan Indeks def-T adalah indeks pengalaman
rahang atas tidak ada, maka penilaian karies pada gigi sulung secara kumulatif
dilakukan pada gigi insisivus satu kiri pada suatu kelompok masyarakat. Indeks
rahang atas def-T digunakan untuk menunjukkan jumlah
4. Apabila gigi insisivus satu kanan dan rata-rata gigi sulung yang terkena karies (d),
kiri rahang atas tidak ada, maka tidak tidak gigi diindikasikan untuk dicabut (e), dan gigi
dapat dilakukan penilaian. yang ditambal (f). Skoring indeks def-t
5. Apabila gigi insisivus satu kiri rahang adalah sebagai berikut: 10,29
bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan 1. d (decayed) adalah gigi yang
pada gigi insisivus satu kanan rahang bawah. mempunyai satu atau lebih tanda karies yang
tidak ditambal akan tetapi masih dapat
6. Apabila gigi insisivus satu kiri dan
ditambal.
kanan rahang bawah tidak ada, maka tidak
2. e (indicated for extraction) adalah
dapat dilakukan penilaian.
gigi karies yang tidak dapat ditambal lagi
dan harus dicabut.
3. f (filled) adalah gigi yang mempunyai
Indeks DMF-T
tambalan yang masih baik.
Indeks DMF-T merupakan indeks
4. Jika gigi mempunyai satu atau lebih
pengalaman karies pada gigi tetap atau
tambalan yang masih baik, terdapat lagi
permanen secara kumulatif pada suatu
kelompok masyarakat. Indeks DMF-T serangan karies yang baru disebut d dan f.
digunakan untuk menunjukkan jumlah rata-
rata gigi permanen yang rusak atau karies Faktor Predisposisi Karies Gigi
Selain keempat faktor diatas, terdapat juga
(decayed/D), dicabut karena karies
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
(missing/M), dan ditambal karena karies
(filled/F). Skoring Indeks DMF-T adalah pembentukan karies yang mungkin tidak
sama pada semua orang. Faktor-faktor
sebagai berikut:29
1. D (decayed) adalah gigi yang tersebut adalah
mempunyai satu atau lebih tanda karies,
yang tidak ditambal atau yang sudah 1 Jenis Kelamin
ditambal akan tetapi masih dapat ditambal. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Joshi
di India dari total populasi anak usia 7-14
Kriteria skoring decayed (D) yaitu
tahun sebanyak 150 orang, diperoleh
diskolorasi, ujung ekskavator menyangkut
kejadian karies lebih tinggi pada laki-laki
pada kavitas, karies dengan kavitas besar
yaitu 80% sedangkan perempuan 20%. Hal
yang melibatkan dentin atau pulpa baik
pulpa dalam keadaan vital maupun non- ini terjadi karena perempuan lebih memiliki
keinginan untuk menjaga kebersihannya.30
vital, karies yang terdapat pada restorasi
gigi.

698 Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1
2 Usia METODE
Penelitian epidemiologis menunjukan terjadi Penelitian ini menggunakan metode survei
peningkatan prevalensi karies sejalan analitik yaitu suatu survei atau penelitian
dengan bertambahnya umur. Gigi yang yang mencoba menggali bagaimana dan
paling akhir erupsi lebih rentan terhadap mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
karies. Kerentanan ini meningkat karena Kemudian melakukan analisis dinamika
sulitnya membersihakan gigi yang sedang korelasi antara fenomena atau antara faktor
erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran resiko dan faktor efek.33 Tempat penelitian
oklusal dan beroklusi dengan gigi di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi
antagonisnya. Anak mempunyai resiko Bandar Lampung, pada tanggal 15-20
karies yang paling tinggi ketika gigi mereka Januari 2016. Rancangan penelitian yang
baru erupsi.31 digunakan adalah cross sectional dimana
rancangan penelitian ini digunakan untuk
mempelajari dinamika korelasi antara
3 Tingkat Sosial Ekonomi faktor-faktor resiko dengan efek yaitu
Weinstein menjelaskan bahwa ada hubungan dengan menggunakan cara pendekatan,
antara keadaan sosial ekonomi dan observasi atau pengumpulan data sekaligus
prevalensi karies. Anak dari keluarga pada suatu waktu (point time approach).35
dengan tingkat sosial ekonomi rendah Populasi adalah keseluruhan objek
mengalami jumlah karies gigi yang lebih penelitian.36 Populasi dalam penelitian ini
banyak dan kecenderungan untuk tidak adalah siswa dan siswi Sekolah Dasar SLB
mendapatkan perawatan gigi lebih tinggi Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar
dibanding anak dengan tingkat sosial Lampung, yang jumlah keseluruhannya
ekonomi tinggi. Kemiskinan pada golongan adalah 87 orang. Pengambilan sample
minoritas juga meningkatkan risiko adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
kesehatan mulut yang buruk.32 yang dapat mewakili dari populasi.36 Teknik
pengambilan sample dalam penelitian ini
4 Kebiasaan Makan menggunakan teknik total sampling, yaitu
Anak dan makanan jajanan merupakan dua cara pengambilan sample dengan
hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak yang mengambil semua anggota populasi menjadi
memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis sample,37 dan disesuaikan dengan kriteria
jajanan secara berlebihan sehingga beberapa inklusi.
bakteri penyebab karies di rongga mulut Pengolahan data dilakukan dengan cara
akan mulai memproduksi asam yang statistik dan disajikan dalam bentuk tabel
menyebabkan terjadi demineralisasi yang yang kemudian diambil kesimpulannya.
berlangsung selama 20-30 menit setelah Analisis hubungan antara variabel derajat
makan. Diantara periode makan, saliva akan obesitas dengan variabel kadar gula darah
bekerja menetralisasi asam dan membantu puasa digunakan uji Chi Square dengan
proses remineralisasi. Namun, apabila tingkat kemaknaan p<0.05. dan
makanan jajanan terlalu sering dikonsumsi, menggunakan Uji Lambda.
maka enamel gigi tidak akan mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi
dengan sempurna sehingga terjadinya HASIL & PEMBAHASAN
karies.31 ANALISIS UNIVARIAT
1. Distribusi Frekuensi Umur
5 Menggosok Gigi Usia Frekuensi Persentase(%)
Menggosok gigi adalah membersihkan gigi <10
dari sisa sisa makanan, bakteri dan plak. 16 35.56
Tahun
Kebiasaan menggosok gigi yang baik 10-12
merupakan cara paling efektif untuk 24 53.33
tahun
mencegah karies gigi. Menggosok gigi dapat 13-14
menghilangkan plak dan deposit bakteri 5 11.11
tahun
lunak yang melekat pada gigi yang
Total 45 100.0
menyebabkan karies gigi.33,34

Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1


699
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat (46,67%) daripada keadaan rongga mulut
bahwa dari 45 siswa/siswi sindrom down, 16 makroglosia dan anomali gigi.
orang di antaranya berusia <10 tahun, 24 4. Distribusi Sampel Berdasarkan
orang di antaranya berusia 10-12 tahun dan Pemeliharaan Kesehataan Gigi
5 orang sisanya 13-14 tahun. Dari table 4.4 di atas dapat dilihat
2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin sebagian besar pemeliharaan kesehatan gigi
Jenis pada anak sindrom down adalah kelompok
Frekuensi Persentase(%) pemeliharaan kesehataan gigi yang tidak
Kelamin
baik sebanyak 14 orang (31.1%) daripada
Laki-Laki 25 55.56 kelompok pemeliharaan kesehataan gigi
yang baik. 700
Perempuan 20 44.44 5. Distribusi Sampel Berdasarkan
Kunjungan Ke Pusat Pelayanan
Total 45 100 Kesehatan
Berd Kunjungan Jumlah Persentase
Pemeliharaan Jumlah Persentas
asark Baik 12 26.7
Kesehatan e(%)
an Tidak baik 33 73.3
Gigi
Baik 14 31.1 tabel Jumlah 45 100
Tidak Baik 31 68.9 4.2 Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat sebagian
tenta besar tingkat kunjungan responden ke pusat
Jumlah 45 100 ng pelayanan kesehatan adalah kelompok
freku kunjungan responden ke pusat pelayanan
ensi responden menurut jenis kelamin dapat kesehatan yang tidak baik sebanyak 33
diketahui bahwa anak sindrom down dengan orang (73.3 %) daripada kelompok
jenis kelamin laki-laki jumlahnya paling kunjungan responden ke pusat pelayanan
banyak yaitu 25 responden (55,56%) dan kesehatan yang baik
jumlah jenis kelamin perempuan 20 6. Distribusi Sampel Berdasarkan
responden (44,44%). Kejadian Karies Gigi Menggunakan
Indeks DMF-T
3. Distribusi Sampel Berdasarkan
Keadaan Rongga Mulut Jumlah Indeks
Keadaan Jumlah Persentase(%) DMF-
D M F Siswa DMF-
Rongga T
T
Mulut 71 9 3 83 45 1,84
Maloklusi 21 46.67
Makroglosia 16 35.56 Dari tabel 4.6 di atas bahwa dari hasil
Anomali 8 17.77 pemeriksaan terhadapat 45 siswa sindrom
Gigi down di (Sekolah Luar Biasa) SLB Dharma
Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung
menunjukan bahwa gigi permanen karies
Jumlah 45 100 pada anak sindrom down (D) adalah 71 gigi,
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat sebagian gigi permanen yang dicabut dan
besar responden memiliki keadaan rongga diindikasikan dicabut karena karies (M)
mulut anak sindrom down paling banyak adalah 9 gigi, dan gigi permanen yang di
terjadi adalah maloklusi yaitu 21 responden tambal (F) adalah 3 gigi.

700 Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1
ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Keadaan Rongga Mulut Dengan Kejadian Karies gigi
Kejadian Karies Gigi
Keadaan Rongga Tidak Tota P
Mengalam Mengalami %
Mulut l value
i
N % N %
Maloklusi 2 9.5 19 90.5 21 100
Makroglosia 5 31.2 11 68.8 16 100 0.073
Anomali gigi 3 37.5 5 62.5 8 100
Total 10 22.2 35 77.8 45 100
Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat dari 45 Pada keadaan rongga mulut sudah
responden yang keadaan rongga mulut menggunakan uji Chi-square namun pada
terbanyak mengalami karies gigi adalah hasilnya tidak keluar pada nilai Fisher’s
maloklusi yaitu 19 orang (90,5%) tidak Exact Test dan penulis menggunakan uji
mengalami 2 orang (9.5%), keadaan rongga Lambda didapatkan p-value = 0.073 < 0,05,
mulut makroglosia yang mengalami karies artinya tidak ada hubungan yang bermakna
gigi 11 orang (68,8%) dan tidak mengalami antara keadaan rongga mulut anak sindrom
5 orang (32.1%), keadaan rongga mulut down dengan kejadian karies gigi
anomali gigi yang mengalami karies gigi 5
orang (62.5%), dan yang tidak mengalami
karies gigi 3 orang (37.5%).
2. Hubungan Tingkat Pemeliharaan Dengan Kejadian Karies Gigi

Kejadian Karies Gigi


Tingkat R
Ya Tidak Total % value
Pemeliharaan
N % N %
Tidak Baik 29 93.5 2 6.5 31 100
Baik 6 42.9 8 57.1 14 100 0.001 -0.629

Total 35 77.8 10 22.2 45 100


bermakna antara tingkat pemeliharaan
Dari tabel 4.8 di atas dapat dilihat dari 31 dengan Kejadian karies gigi, dan didapatkan
responden yang tingkat pemeliharan tidak nilai keeratan korelasi
baik, 29 orang (93.5 %) mengalami kejadian = -0.629 artinya setiap penurunan 1% rasio
karies gigi dan 2 orang (6.5 %) tidak tingkat pemeliharaan akan menaikkan
mengalami karies gigi. Sedangkan dari 14 kejadian karies gigi sebesar 0.629 kali
orang yang tingkat pemeliharaan baik, 6 (artinya kuat).
orang (42.9%) megalami kejadian karies
gigi dan 8 orang (57.1%) tidak mengalami
karies gigi.

Pada uji Somers’d didapatkan p-value=


0.001 < 0,05, artinya ada hubungan yang
3. Hubungan Kunjungan Ke Pusat Pelayanan Dengan Kejadian Karies Gigi
Kunjungan Ke Kejadian Karies Gigi
Total % P value R
Pusat Pelayanan Ya Tidak

1
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 701
n % N %
Tidak Baik 32 97.1 1 3.0 33 100
Baik 3 25.0 9 75.0 12 100 0.000 -0.814

Total 35 77.8 10 22.2 45 100


datar gigi, karniofasial, brachicephalic,
Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat dari 33 keterlambatan erupsi gigi walaupun menurut
responden yang tingkat tingkat kunjungan ke beberapa referensi menyebutkan bahwa
pusat pelayanan kesehatan tidak baik, 32 pasien dengan anak sindrom down
orang (97.1%) mengalami kejadian karies mempunyai hubungan antara keadaan
gigi dan 1 orang (3.05%) tidak mengalami rongga mulut dengan terjadinya karies
karies gigi. Sedangkan dari 12 orang yang gigi.36,37
tingkat kunjungan ke pusat pelayanan Khusus pada penderita retardasi mental
kesehatan baik, 3orang (25.0%) megalami yang mengalami sindrom down, macam
kejadian karis gigi dan 9 orang (75.0%) maloklusi yang sering ditemukan adalah
tidak mengalami karies gigi. gangguan pertumbuhan dentokraniofasial
yaitu mikrodonsi, anomali struktur fasial,
Pada uji Somers’d didapatkan p-value= oligodontia, prognatism, gigi berdesakan,
0.000 < 0,05, artinya ada hubungan yang gigitan silang dan gigitan terbuka. Menurut
bermakna antara tingkat kunjungan ke pusat Farsai dan Calabrese, mengatakan bahwa
pelayanan kesehatan dengan kejadian karies maloklusi merupakan predisposisi dari
gigi, dan didapatkan nilai keeratan korelasi = tingginya insidensi gingivitis, penyakit
-0.814 artinya setiap penurunan 1 % rasio periodontal, dan karies gigi. Malokusi pada
tingkat kunjungan ke pusat pelayanan penderita retardasi mental kebanyakan
kesehatan akan menaikkan kejadian karies sama dengan masyarakat lainnya, kecuali
gigi sebesar 0.814 kali (artinya sangat kuat). untuk mereka yang memiliki
ketidakmampuan dalam cerebal palsy
PEMBAHASAN ataupun sindrom down.42
ANALISIS BIVARIAT Menurut Carranza menyatakan bahwa
1. Hubungan Keadaan Rongga prevalensi penyakit periodontal pada
Mulut Dengan Kejadian Karies Gigi pasien sindrom down tinggi (terjadi hampir
100% dari pasien dibawah 30 tahun)
Pada penelitian ini didapatkan hasil uji Meskipun plak, kalkulus dan iritasi lokal
Lambda terdapat hubungan tidak signifikan seperti diastema, gigi berdesakan,
antara keadaan rongga gigi mulut anak perlekatan frenulum yang tinggi, adanya
sindrom down terhadap terjadinya karies maloklusi dan oral hygiene yang rendah,
gigi dengan nilai p-value=0.073 (p<0.05). tingkat keparahan kerusakan periodontal
Karena penelitian dengan sampel yang dapat meluas disebabkan oleh faktor lokal
sedikit dan banyaknya anak sindrom down itu sendiri. Kerusakan periodontal tersebut
yang susah untuk dilihat atau dibuka berjalan sangat cepat.42
mulutnya untuk diperiksa. Menurut 2. Hubungan Tingkat Pemeliharaan
Penelitian Sulistiyani Universitas Jember Dengan Kejadian Karies gigi
menyatakan bahwa keadaan rongga mulut
anak sindrom down tidak ada hubungan Pada penelitian ini didapatkan hasil uji
dengan terjadinya karies gigi atau berstatus somers’d terdapat hubungan signifikan
rendah karena keadaan rongga mulut antara pemeliharaan terhadap terjadinya
maloklusi, makroglosia dan anomali gigi karies gigi dengan nilai p-value=0.001
bukan pencetus terjadinya karies gigi, untuk (p<0.05). Berdasarkan hasil yang tercantum
menentukan karies gigi atau tidak karies gigi diatas menunjukkan bahwa dari 45 penderita
dilihat dari beberapa faktor keadaan rongga sindrom down yang memiliki tingkat
mulut yang lain juga seperti struktur gigi dan pemeliharaan tidak baik sebanyak 31 orang
derajat keasaman saliva, bernafas melalui (68.9%), hal ini disebabkan karena anak
mulut, permukaan oklusal gigi, permukaan

702 Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1
penderita sindrom down memiliki berbagai besar yang melakukan kunjungan ke pusat
macam manifestasi oral dan hambatan pelayanan kesehatan masuk dalam
kemampuan motorik sehingga tidak mampu kelompok tidak baik sebanyak 33 orang
melakukan aktifitasnya sendiri termasuk (73.3%).
dalam keterampilan merawat diri, menjaga Menurut Sitepu menyatakan bahwa
kesehatan diri dan tata cara berbusana pada perawatan rutinitas sejak awal dokter gigi
anak sindrom down sangat sulit dan perawatan sehari-hari dirumah dapat
dilakukan.43,44 memungkinkan individu dengan sindrom
Berdasarkan teori Blum, status kebersihan down merasakan manfaat mulut yang
rongga mulut seseorang atau masyarakat sehat.39 Berdasarkan teori, tingkat
dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu pengetahuan yang baik akan menghasilkan
keturunan, lingkungan, perilaku, dan sikap dan perilaku yang pula. Tetapi, pada
pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor penelitian ini masih didapati perilaku yang
tersebut, perilaku memegang peranan yang kurang. Perilaku manusia adalah suatu
penting dalam mempengaruhi status aktifitas dari pada manusia itu sendiri,
kebersihan rongga mulut secara langsung. perilaku manusia itu sangat kompleks dan
Berkaitan dengan teori di atas, maka mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
frekuensi menyikat gigi sebagai bentuk Menurut Benyamin Bloom dalam
perilaku akan mempengaruhi baik atau Notoatmodjo seorang ahli psikologi
buruknya kebersihan rongga mulut. Cara pendidikan membagi perilaku itu kedalam
terbaik untuk mengeliminasi debris dan tiga domain. Meskipun kawasan-kawasan
dental plak adalah dengan menyikat gigi tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas
dengan menggunakan sikat gigi manual dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan
ataupun sikat gigi elektrik.45 untuk kepentingan tujuan pendidkan. Bahwa
Peranan orang tua juga sangat dalam suatu tujuan pendidikan adalah
mempengaruhi dan diperlukan dalam mengembangkan atau meningkatkan ketiga
menjaga kebersihan rongga mulut pada anak domain perilaku tersebut yang terdiri dari
retardasi mental. Orang tua harus ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah
menanamkan kedisiplinan dalam psikomotor .49
pemeliharaan dan membersihkan rongga Dari penelitian diatas peneliti berpendapat
mulut mengingat adanya keterbatasan dari bahwa pengetahuan dan sikap yang baik
segi kognitif maupun psikomotorik pada merupakan faktor yang sangat penting dalam
anak retardasi mental.46,47,48 terbentuknya tindakan yang baik pula.
Tindakan merupakan realisasi dari
3. Hubungan Kunjungan Ke Pusat pengalaman dan sikap menjadi perbuatan
Pelayanan Dengan Kejadian Karies Gigi nyata. Tindakan juga merupakan respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
Pada penelitian ini didapatkan hasil uji nyata dan terbuka. Respon Terhadap
somers’d terdapat hubungan signifikan stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
antara kunjungan ke pusat pelayanan tindakan atau praktek, tetapi tidak sesalu
terhadap terjadinya karies gigi dengan nilai orang yang berpengetahuan baik langsung
p-value=0.000 (p<0.05). Berdasarkan hasil melakukan tindakan yang benar.
yang tercantum diatas menunjukkan bahwa
dari 45 penderita sindrom down sebagian

Keterbatasaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini tidak lepas variabel yang diteliti baik variabel
dari keterbatasaan dan kemungkinan bisa independen maupun dependen diobservasi
yang tidak bisa dihindarkan walaupun telah dalam waktu yang bersamaan dan
diupyakan untuk mengatasinya. diobservasi satu kali saja, sehingga sulit
Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara untuk menentukan sebab akibat.
lain: 2. Dalam pengumpulan data dilokasi
1. Desain penelitian ini mungkin penelitian yakni di SLB Dharma Bhakti
menggunakan cross sectional dimana Dharma Pertiwi Bandar Lampung peneliti

Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1


703
sulit melakukan pendekatan dengan pasien waktu yang panjang, sehingga kemungkinan
sehingga tingkat kooperatif pasien kurang terdapat perubahan tingkat kebersihan gigi
serta pemeriksaan berulang dalam jangka mulut dan karies gigi anak sindrom down.

KESIMPULAN terbanyak adalah responden kelompok


Berdasarkan analisis data hasil penelitian pemeliharaan kesehatan gigi yang tidak baik
mengenai hubungan keterbatasan anak down sebanyak 31 orang (68.9%) daripada
sindrom dalam menjaga kebersihan gigi kelompok pemeliharaan kesehataan gigi
mulut dengan terjadinya karies gigi di SLB anak sindrom down yang baik di SLB
Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar
Lampung diperoleh kesimpulan sebagai Lampung.
berikut : 3. Adanya hubungan kunjungan
1. Tidak ada hubungan keadaan responden ke pusat pelayanan kesehatan
rongga mulut anak sindrom down dalam pada anak sindrom down dalam menjaga
menjaga kebersihan gigi mulut dengan kebersihan gigi mulut dengan teradinya
terjadinya karies gigi, dan responden yang karies gigi, dan responden yang paling
memiliki keadaan rongga gigi mulut yang banyak adalah responden dengan kelompok
terbanyak yaitu pada maloklusi sebanyak 21 kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan
orang (46.67%) daripada keadaan rongga gigi yang tidak baik sebanyak 33 orang
mulut anak sindrom down makroglosia dan (73.3%) daripada kelompok kunjungan
anomali gigi di SLB Dharma Bhakti Dharma responden ke pusat pelayanan kesehatan di
Pertiwi Bandar Lampung. SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar
2. Adanya hubungan pemeliharan Lampung.
kesehatan gigi pada anak sindrom down
dalam menjaga kebersihan gigi mulut
dengan terjadinya karies gigi, dan responden

DAFTAR PUSTAKA

1. Chamidah AN. Pendidikan inklusif 6. Budiman, Juhaeriah J, Teresia A.


untuk anak dengan kebutuhan kesehatan Pengaruh penggunaan alat permainan
khusus. Journal Pendidikan Khusus. 2010; edukatif terhadap kemampuan motorik anak
7,2: 64-71. down syndrome di SLB B dan C Pambudi
Dharma 2 Cimahi. 2011.
2. Sarah S. Oral disease in children
with down syndrome: causes and preventive. 7. Astuti ESY, Nugraha PY, Pilimon
Proquest Nursing & Allied Health Source. LY. Masalah gigi mulut dan penatalaksanaan
2010; 83, 2: 18. pada anak penderita sindrom down.
Interdental; 6,2: 1-4.
3. Sudiono J. Gangguan tumbuh
kembang dentokranofasial. Dalam: Juwono 8. Amano A, Murakami J, Akiyama S,
L, editor. Jakarta: EGC; 2008. Hal 84-91. Morisaki I. Etiologic factors of early – onset
periodontal disease in down syndrome.
4. Situmorang C. Hubungan sindrom Japanese Dental Science Review. 2008; 44:
down dengan umur ibu, pendidikan ibu, 118-127.
pendapatan keluarga dan faktor lingkungan.
Journal Kedokteran Indonesia. 2011; 2, 1: 9. Srinivas SR. Low levels of caries in
96-101. aggressive periodontitis. A literature review.
5. Hodapp RM, Urbano RC, So SA. The Saudi Dental Journal. 2014; 26: 47-49.
Using an epidemiological approach to
examinance outcomes affecting young 10. World Health Organization. 2010.
children with down syndromeand their Future Use Materials for Dental Restoration.
families. Departements of Special Education, World Organization. Switzerland.
Pediatric. 2006; 10, 2: 83-93.

704 Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1
www.who.int.dental-material-com. Diakses 22. Tampubolon LF. Hubungan
pada tanggal 23 Januari 2016. pelaksanaan tindakan oral hygine dengan
kejadian infeksi rongga mulut di RSUD Dr.
11. Departemen Kesehatan.2007. Profil R. M. Djoelham binjai tahun 2011. Jurnal
Kesehatan Indonesia. Depkes RI : Jakarta. Keperawatan Stikes Deli Husada. 2011.

12. Kidd & Bechal. Dasar-dasar Karies 23. Perry DA, Beemsterboer PL.
Penyakit dan Penanggulannya EGC.2005 ; Periodontology for the dental hyginiest. 3rd
25-30. ed. Philadelphia. Saunders, an imprint of
Elsevier Inc; 2007. p. 166-170.
13. Departemen Kesehatan RI 2013.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 24. Dorland WAN. Kamus saku
(RISKESDAS). Badan Penelitian dan kedokteran dorland. 28th Edition. Jakarta:
Pengembangan Kesehatan Kementrian EGC; 2002.
Kesehatan RI : Jakarta.
25. Carranza FA, Klokkevold PR,
14. Dinas Kesehatan Provinsi Takei HH, Newman MG. Carranz’s Clinical
Lampung. 2013. Profil Kesehatan Provinsi periodontology. 10nd Edition. Saint Louis,
Lampung Tahun 2013 : Bandar Lampung. Missouri: Elsevier Sunders; 2006. P. 137,
170-171.
15. Soetjiningsih. Tumbuh kembang
anak. Jakarta: EGC; 1995. Hal 211. 26. Edwina, Bechal SJ. Dasar-dasar
karies penyakit dan penanggulangannya.
16. Irdawati, Muhlisin A. Sindrom Jakarta: EGC;1991.p.1-18.
downpada anak ditinjau dari segi biomedik
dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu
Keperawatan. 2009; 2 no1: 47-50.
27. Benerjee A, Watson TF. Pickard’s
17. Maryamatussalamah H, Milyarti R, Manual of Operative Dentistry. 9th
Nusantara H. Kegiatan bernyanyi pada siswa edition.New York: Oxsford;2011.
sindrom downdiSLB-C yayasan kaya bakti
Garut. 2013; 1 no.3. 28. Heyman HO, Swift EJ, Ritter Av.
Studervant’s Art and Science of Operative
18. Jaccarico J. Treating the special Dentistry. 7th edition. Canada: Elsevier;2013.
needs patient with a developmental disability.
ProQuest Nursing & Allied Health Source. 29. Hiremath SS. Textbook of
2009; 78,6. Peventive and Community Dentistry. 2nd
Edition . Elsevier. New Delhi, India; 2011
19. Cheng RHW, Yiu CKY, Leung
WK. Oral health in individuals with down 30. Joshi N., Rajesh R., Sunitha M.
syndrome. China: Faculty of Dentistry, The Prevalence of Dental Caries Among School
University of Hongkong. 2011. Children in Kulasekharam Village : A
Corellated Prevalence Survey. J Indian
20. McDonald RE, Avery DR, Dean Society Pedodonthics. 2005 : 138-140.
JA. Dentistry for the child and adolescent.
9th ed. St Louis: Mosby; 2011. p.164-66, 31. Marya CM. Public health
474. dentistry.First Edition. India:Jaypee Brothers
Medical Publishers;2011.
21. Notojhartojo IT, Halim FXS.
Gambaran kebersihan mulut dan gingivitis
pada murid sekolah dasar puskesmas sepatan, 32. Pintauli S., Hamada T. Menuju
kabupaten tangerang. Media Litbang Gigi dan Mulut Sehat : Pencegahan dan
Kesehatan. 2010; XX no.4: 179-210. Pemeliharaan Medan : USU Press, 2009 : 4-
6.

Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 3 No. 2 April 2016 1


705
44. Carranza, F. A. 2002. Glickman’s
33. Ratna D. Peranan Saliva dalam Clinical Periodontology 9 ed. Philadelphia:
Melindungi Gigi terhadap Karies. Jurnal W.B Saunders.
USU library. 2008.
45. Oredugba FA. Oral health condition
34. Wong, D.L, Honckenberry, M., and treatment needs of a group of Nigerian
Wilson, D., Winkelestein., & Schawartz. individuals with down syndrome. Journal
2008. Wong Buku Ajar Keperawatan Compilation. 2007; 12,1: 72-77
Pediatrik (vol 1. Edisi ke-4 (Agus Sutarna,
Neti Juniarti, H.Y Kuncara, Penerjemah). 46. Khadra TAA. Prevalence of dental
Jakarta: EGC. Dalam Setiyawati Rahayu. caries and oral hygine status among Down’s
2012. Syndrome patiens in Riyadh – Saudi Arabia.
Pakistan Oral & Dental Journal. 2011;
35. Notoatmojo, Soekidjo. Metodelogi 31,1:115-117
Penelitian Survei. Rineka Cipta: Jakarta;2010
: 37-38. 47. Azzahra NN, Wasilah S,
Aspriyanto D. Indeks kebersihan rongga
36. Arikunto,S. Prosedur Penelitian: mulut pada anak retradasi mental pada SDLB
Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). C Dharma Wanita. Jurnal kedokteran gigi,
Jakarta; PT. Rineka Cipta 2006. 2014; 2,1: 79-82

37. Alimul H, Aziz. Teknik Penulisan 48. Budiman, Juhaeriah J, Teresia A.


Ilmiah. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Pengaruh penggunaan alat permainan
Medika 2003. edukatif terhadap kemampuan motorik anak
down syndrome di SLB B dan C Pambudi
38. Manson, J.D. dan B.M. Elley. 1993. Dharma 2 Cimahi. 2011
Buku Ajar Periodonsia. Terjemahan
Anastasia S. Dari Outline of Periodontic. 49. Aryani T. Tingkat Kebersihan
1989. Alih bahasa : Jakarta :Hipocrates Gigidan Mulut pada Anak Sindrom Down
Umur 6-12 Tahun di SLB-C Kota Bandung
39. Houwink, Tan.1993. Ilmu Tahun 2002. Bandung: Fakultas Kedokteran
Kedokteran Pencegahan. Yogyakarta: Gigi Unpad. 2002
Gajah Mada University Press

40. Harty FJ, Ogston R. Dalam:


Sumawinata N, editor. Kamus kedokteran
gigi. Jakarta: EGC; 1995.
41. Sitepu, M.O.H. 2006.
Penanggulangan Gigi dan Mulut Pasien
Sindroma Down. FKG USU.

42. Suharsini, M. 1999. Masalah


Kesehatan Gigi dan Mulut Penderita
Sindrom Down serta Cara Perawatannya.
Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi USAKTI.2 (Edisi Khusus):
252-256

43. Farsai, P. dan Calabrese, J. 2001.


Aging with Mental Retardation: Oral Health
for Older Individuals with Disabilities.
http://www.uic.edu/orgs/rrtcamr/
index.html. [ 9 Mei 2010].

1
1

Anda mungkin juga menyukai