Anda di halaman 1dari 38

GAMBARAN KARIES RAMPAN PADA SISWA

TAMAN KANAK-KANAK (TK) HARAPAN MULIA

PALEMBANG

SURVEY EPIDEMIOLOGI

OLEH:

Kasiam Fatimah, S.KG (04074881820020)

Juliet Ramadhanti, S.KG (04074881820021)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Salah satu komponen dari kesehatan secara umum ialah kesehatan gigi dan

mulut yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan normal dari anak.

Masalah kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi perkembangan anak serta

dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Karies gigi masih menjadi

salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering terjadi pada

anak-anak.1

Karies gigi merupakan penyakit yang ditandai dengan rusaknya jaringan

keras gigi dimulai dari permukaan email yang meluas ke arah pulpa. Apabila terus

meluas, dapat menyebabkan infeksi, sakit bahkan sampai kehilangan gigi. 2 Karies

dapat mengenai gigi desidui maupun gigi permanen. Berdasarkan struktur dan

morfologi, gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air,

sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibanding gigi permanen dan ketebalan

email gigi desidui hanya setengah dari gigi permanen, sehingga gigi desidui lebih

rentan terhadap karies dibandingkan dengan gigi permanen.3

Karies rampan merupakan jenis karies gigi desidui yang umum terjadi.

Karies ini sering ditemukan pada anak usia di bawah lima tahun (balita), dengan

penyebaran tertinggi pada anak usia tiga tahun. Karies rampan dapat disebabkan

karena kurangnya perhatian dan kesadaran orang tua akan pentingnya menjaga

dan menanamkan kesehatan gigi dan mulut usia dini. Hal ini terjadi sangat cepat

dan mengenai beberapa gigi serta sering menimbulkan rasa sakit, kesulitan makan
dan gangguan berbicara. Jika tidak dirawat dapat memicu terjadinya kesulitan

mengunyah karena sakit gigi atau kehilangan dini pada gigi desidui.4

Di berbagai Negara, prevalensi karies rampan mencapai tingkat yang

tinggi dan keparahannya meningkat seiring pertambahan usia anak.5 Di Indonesia,

laporan mengenai kerusakan gigi desidui terutama karies rampan masih jarang

dilakukan, walaupun observasi lapangan menunjukkan bahwa cukup banyak

dijumpai karies rampan pada anak-anak prasekolah. Penelitian tentang karies

rampan sangat diperlukan untuk menilai bagaimana keadaan kesehatan gigi dan

keberhasilan upaya kesehatan gigi anak.

Menurut laporan penelitian oleh pengendalian dan pencegahan penyakit

pada tahun 2007 menunjukkan bahwa karies gigi telah meningkat khususnya pada

anak usia balita dan anak pra sekolah, yaitu dari 24% menjadi 28% dimana pada

anak usia 2 – 5 tahun meningkat 70% dari karies yang ditemukan.6

Puskesmas Merdeka Palembang memiliki program kunjungan rutin untuk

melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ke berbagai sekolah di beberapa

kecamatan kota Palembang. Pada bulan januari dijadwalkan untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut di taman kanak-kanak (TK) HARAPAN

MULIA. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan melihat

prevalensi karies rampan pada anak usia 3-5 tahun yang berada di taman kanak-

kanak (TK) HARAPAN MULIA di Palembang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran dan prevalensi karies rampan pada anak usia 3-5

tahun yang berada di taman kanak-kanak (TK) HARAPAN MULIA Palembang?


1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran dan prevalensi karies rampan pada anak usia

3-5 tahun yang berada di taman kanak-kanak (TK) HARAPAN MULIA

Palembang?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan pengetahuan mengenai gambaran karies rampan pada anak

usia 3-5 tahun.

2. Memberikan pengetahuan mengenai cara mencegah karies rampan dan

merawat kesehatan gigi dan mulut pada usia dini.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi

2.1.1 Pengertian karies gigi

Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin

dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik pada suatu

karbohidrat yang dapat diragikan menjadi masa yang asam yang menyebabkan

demineralisasi pada email. Tanda-tanda karies adalah adanya demineralisasi

jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya yang

dapat menyebabkan terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa bahkan penyebaran

infeksi ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.8

2.1.2 Mekanisme Karies

Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh empat faktor utama yang

berperan dalam proses terjadinya karies yaitu : host, mikroorganisme, substrat,

dan waktu. Keempat faktor tersebut akan bekerjasama dan saling mendukung satu

sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat misalnya sukrosa

kemudian hasil dari fermentasi tersebut menghasilkan asam, sehingga

menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1-3 menit sampai pH 4,5-5,0.

Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam waktu 30-60 menit,

dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus-menerus maka akan

menyebabkan demineralisasi email gigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai

oleh bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp, yang merupakan

mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies gigi. 8


Streptococcus mutans berperan dalam proses awal terjadinya karies gigi

sedangkan Lactobacillus sp berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan

karies gigi dengan tanda pertama kali terjadinya karies yaitu terlihat white spot

pada permukaan email kemudian proses ini akan berjalan secara perlahan-lahan

sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dengan adanya destruksi bahan organik,

kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblas, dan apabila karies

telah mencapai dentin dan tidak dilakukan pencegahan atau pengobatan maka

proses karies akan berlanjut ke pulpa. 8

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies

Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi.

Dari pengamatan yang dilakukan terlihat jelas bahwa semakin dekat manusia

tersebut hidup dengan alam semakin sedikit dijumpai karies pada giginya. Hal-hal

yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi antara lain:

a. Ras

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan tetapi

tulang ras suatu bangsa mungkin berhubungan dengan persentase karies yang

semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang

sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur, tentu dengan

keadaan gigi yang tidak teratur akan mempersulit pembersihan gigi dan hal ini

akan meningkatkan presentase karies gigi pada ras tersebut.3

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi karies gigi permanen pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Demikian juga halnya anak-anak,


prevalensi karies gigi desidui anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan

anak laki-laki. Hal ini disebabkan erupsi gigi anak perempuan lebih cepat

dibanding anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam

mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan

faktor resiko terjadinya karies. Selain karena waktu erupsi gigi, perbedaan ini juga

terjadi karena perempuan lebih sering mengalami perubahan hormonal yang

memungkinkan peningkatan terjadinya akumulasi plak di rongga mulut dibanding

laki-laki. 3

c. Keturunan

Kebersihan gigi dan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase

karies menjadi lebih tinggi. Faktor keturunan atau genetik merupakan faktor yang

mempunyai pengaruh terkecil dari faktor-faktor penyebab karies gigi lainnya.

Walaupun demikian, dari suatu penelitian yang melibatkan 12 pasang orang tua

dengan keadaan gigi baik, ternyata anak-anak dari pasangan orang tua tersebut

sebagian besar juga memiliki gigi baik. 3

d. Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan

semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan faktor resiko terjadinya karies yang

akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak dengan faktor resiko karies yang

tinggi akan menunjukan jumlah karies lebih besar dibanding anak dengan faktor

resiko karies rendah. Karies gigi sendiri sudah dapat terjadi pada anak-anak usia

3-4 tahun. Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi:
1. Periode gigi campuran, pada tahap ini gigi molar 1 paling sering terkena

karies.

2. Periode pubertas (remaja) umur antara 14 s/d 20 tahun. Pada masa

pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan

pembengkakan gusi, akibatnya kebersihan mulut menjadi kurang terjaga,

sehingga menyebabkan persentase karies meningkat.

3. Umur antara 40 s/d 50 tahun, Pada umur ini sudah terjadi retraksi atau

menurunnya gusi dan papila sehingga sisa-sisa makanan akan sukar untuk

dibersihkan. 3

2.1.4 Pencegahan Karies

a. Menyikat Gigi

Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak dapat

menyebabkan kerusakan gigi, misalnya gigi berlubang. Waktu menyikat gigi

minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur.8

b. Pembersihan Interdental

Permukaan aproksimal dan daerah pada gigi yang tidak beraturan tidak

dapat dicapai dengan sikat gigi biasa. Oleh karena itu, alat bantu seperti benang

gigi dapat digunakan untuk daerah sulit seperti itu. 8

c. Penggunaan Alat Pembersih Lidah

Sisa susu pada rongga mulut balita sering menempel pada lidah,

sedangkan orangtua sering mengabaikan tahap pembersihan permukaan lidah.

Oleh karena itu alat pembersih lidah dapat digunakan untuk membersihkan

permukaan lidah pada saat setelah menyikat gigi. 8


d. Pemberian Fluor

Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan

fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur

mengandung fluor, pemberian tablet fluor dan topikal varnish. Fluoridasi air

minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies

pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan

dalam air minum adalah 0,7–1,2 ppm. Bila air minum masyarakat tidak

mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet

fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi. Pemberian tablet

fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang

tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan

menghasilkan 1 mg F per hari). Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di

bawah umur 6 bulan sampai dengan usia 3 tahun adalah 0,25 mg, sedangkan usia

3 sampai dengan 6 tahun adalah 0,5 mg dan untuk anak umur 6 tahun ke atas

diberikan dosis sebanyak 0,5–1 mg. Penyikatan gigi dua kali sehari dengan

menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor juga terbukti dapat menurunkan

karies. 8

2.2 Rampan karies

2.2.1 Definisi Rampan karies

Rampan karies adalah bentuk spesifik karies gigi desidui pada bayi dan

anak-anak yang sebelumnya pernah digunakan untuk menunjukkan karies yang

parah yang terjadi pada usia yang sangat muda (<3 tahun). Rampan karies juga
dapat didefinisikan sebagai adanya satu atau lebih gigi yang rusak baik lesi

kavitasi atau non kavitasi, gigi hilang karena karies, atau permukaan gigi yang

ditumpat di setiap gigi desidui pada anak usia 71 bulan atau kurang dari 71 bulan.9

Rampan karies awalnya ditandai dengan lesi white spot, yaitu

demineralisasi email yang secara cepat berkembang menjadi kerusakan di

sepanjang margin gingiva, pada kondisi ini karies akan terus berkembang dan

dapat menyebabkan kerusakan total dari mahkota, yang mengarah ke akar gigi.

Pola klinis yang khas dari rampan kariesyaitu berupa empat gigi insisivus desidui

rahang atas terkena dampak kerusakan yang paling parah, serta jarang atau tidak

adanya kerusakan pada gigi insisivus rahang bawah. Selain itu gigi desidui lain

seperti gigi kaninus dan molar dapat terlibat tergantung seberapa lama proses

karies tetap aktif, namun perkembangan lesi karies biasanya tidak separah pada

gigi insisivus desidui rahang atas. 10

2.2.2 Karakteristik klinis Rampan karies

Pola klinis rampan karies adalah rampan. Karies biasanya mempengaruhi

gigi desidui dengan urutan sebagai berikut :

Gigi insisivus sentral rahang atas → gigi insisivus lateral rahang atas →

gigi molar 1 rahang atas → gigi caninus dan molar 2 rahang atas → gigi molar

rahang bawah → gigi caninus dan insisivus rahang bawah. Pemeriksaan klinis

seluruh mulut dilakukan dengan pemeriksaan visual secara menyeluruh dengan

sumber cahaya yang baik dan permukaan kering. Jika ada tumpukan plak, maka

plak harus dihilangkan dengan cara menyeka permukaan dengan kain kasa.
Pemeriksaan gigi secara visual dengan bantuan kaca mulut sangat berguna untuk

mendiagnosa lesi karies.11

Secara klinis, Karies rampan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Karies rampan tipe I

Adalah lesi karies yang melibatkan satu atau dua gigi anterior rahang atas.

b. Karies rampan tipe II

yaitu lesi karies yang melibatkan lebih dari dua gigi anterior rahang atas.

c. karies rampan tipe III

yaitu lesi karies yang melibatkan satu atau dua gigi anterior rahang atas

dan satu atau lebih gigi molar.


d. Karies rampan tipe IV

yaitu lesi karies yang melibatkan dua atau lebih permukaan gigi anterior

rahang atas dengan pulpa terbuka pada satu atau lebih gigi, dan karies telah

terlihat pada gigi anterior rahang bawah.

2.2.3 Etiologi Rampan karies

Rampan karies adalah bentuk agresif dari karies gigi yang terjadi pada

permukaan gigi yang biasanya tidak mengalami kerusakan, seperti permukaan

labial gigi insisivus rahang bawah. Hal tersebut terjadi karena terdapat faktor

khusus yang terlibat dalam perkembangan raman karies.11

Rampan karies secara historis berkaitan dengan penggunaan botol susu

atau menyusui bayi dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan botol susu,

terutama pada waktu tidur, diyakini berkaitan dengan peningkatan risiko karies,

tetapi hal ini bukan satu-satunya faktor dalam proses perkembangan rampan

karies. Lesi karies disebabkan karena interaksi antara mikroorganisme kariogenik,

fermentasi karbohidrat, dan permukaan gigi yang rentan terhadap karies. 11

2.2.3.1 Faktor Risiko Utama

a. Substrat
Gula (seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa) serta fermentasi karbohidrat

lainnya berperan penting dalam inisiasi dan perkembangan karies gigi. Sukrosa

mendorong peningkatan proporsi Streptococcus mutans dan lactobacilli.12

Tingkat kebersihan karbohidrat di dalam mulut sangat rendah selama tidur.

Ketika aliran saliva berkurang dan kontak antara plak dan substrat meningkat, hal

ini akan mendukung peningkatan pertumbuhan mikroorganisme kariogenik,

sehingga meningkatkan kemungkinan demineralisasi struktur gigi. 12

b. Host

Faktor risiko host bagi perkembangan karies yaitu berkurangnya aliran

saliva, faktor imunologi, adanya kecacatan email, ditandai dengan hipoplasia

email, morfologi gigi dan karakteristik genetik gigi meliputi ukuran, permukaan,

kedalaman fossa dan fisur serta susunan gigi yang crowded. 12

Gigi yang memiliki fossa dan fisur yang dalam sangat rentan terhadap

karies karena sisa makanan sangat mudah menumpuk pada bagian tersebut. Plak

juga mudah melekat pada permukaan gigi yang kasar dan akan mempercepat

perkembangan karies. Gigi desidui lebih mudah terkena karies daripada gigi

permanen, hal ini terjadi karena gigi desidui mengandung lebih banyak bahan

organik dan air sedangkan jumlah mineral lebih sedikit daripada gigi permanen.

Selain itu, secara kristalografis gigi desidui tidak sepadat gigi permanen. Hal ini

juga yang mungkin menjadi salah satu alasan tingginya prevalensi karies pada

anak.12

Selain faktor dari struktur email, aliran saliva juga berperan dalam proses

terjadinya karies. Saliva merupakan sistem pertahanan utama dari host terhadap
karies. Saliva dapat menghilangkan sisa makanan dan bakteri, dan menyediakan

sistem buffer terhadap asam yang dihasilkan. Saliva juga berfungsi sebagai

reservoir mineral kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk remineralisasi email.

Selama tidur, penurunan laju aliran saliva mengurangi kapasitas buffernya,

sehingga menyebabkan gigi lebih rentan terhadap karies. 12

c. Mikroorganisme Kariogenik

Mikroorganisme kariogenik utama adalah Streptococcus, (Streptococcus

mutans, sobrinus) dan lactobacillus. Streptococcus mutans adalah suatu bakteri

gram positif yang paling sering menyebabkan terjadinya karies. Bakteri ini

bersifat non motil, anaerobik fakultatif, berbentuk bulat dan tidak membentuk

spora. Streptococcus mutans juga bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam

serta bersifat asidurik sehingga bakteri ini dapat tinggal di daerah asam. 12

Patogen ini dapat berkoloni di permukaan gigi, ketika dikombinasikan

dengan produk yang mengandung fermentasi karbohidrat, bakteri akan

menginisiasi proses metabolisme dan menghasilkan produk akhiran berupa asam

yang pada akhirnya akan menyebabkan demineralisasi email gigi, sehingga

berkontribusi pada proses terjadinya karies gigi. 12

d. Dental Plak

Plak adalah lapisan tipis, padat dan menutupi permukaan email gigi. Setiap

miligram plak mengandung lebih besar dari 1010 CFU bakteri. Diperkirakan lebih

dari 400 spesies bakteri terdapat di dalam plak. Dental plak mengandung bakteri

yang menghasilkan asam dan bisa hidup dalam suasana asam. 12


2.2.3.2 Faktor Predisposisi

a. Konsumsi Susu Botol

Konsumsi Susu botol terutama malam hari ketika anak-anak tidur dengan

botol yang tetap berada dalam mulut mereka terbukti dapat menyebabkan karies.

Anak-anak yang mengkonsumsi susu botol memiliki risiko lima kali lebih besar

mengalami rampan karies dibandingkan anak yang mengkonsumsi ASI. Namun,

konsumsi susu botol pada malam hari bukan satu-satunya faktor penyebab

terjadinya rampan karies .13

Penggunaan botol bayi pada malam hari berkaitan dengan penurunan

aliran saliva, sehingga kapasitas netralisasi dari saliva juga menurun, dan akhirnya

akan menyebabkan menempelnya makanan pada gigi dan paparan yang lama

dengan fermentasi karbohidrat. Gigi insisivus rahang bawah berada dekat dengan

kelenjar saliva utama dan dilindungi oleh lidah dari isi cairan dari botol susu, hal

itulah yang menyebabkan gigi insisivus rahang bawah jarang mengalami rampan

karies .14

b. Konsumsi Air Susu Ibu (ASI)

Pemberian ASI dalam jangka waktu yang lama ternyata merupakan risiko

berkembangnya karies gigi atau nursing caries. Seiring dengan dampak kesehatan

yang positif dari pemberian ASI, beberapa studi epidemiologi telah membuktikan

hubungan pemberian ASI dengan tingkat kejadian karies gigi yang rendah. The

world health organisation (WHO) telah merekomendasikan pemberian ASI pada

anak-anak sampai usia 24 bulan.15


Pemberian ASI telah diasumsikan berkaitan dengan terjadinya rampan

karies ketika ASI diberikan dengan pola ad libitum (semaunya), dan ketika

pemberian ASI yang terlalu sering dan dalam jangka waktu lama, khususnya di

malam hari. Pemberian ASI tidak akan berdampak buruk pada kesehatan gigi dan

mulut, asalkan dilakukan langkah-langkah pencegahan, seperti menyikat gigi

dengan pasta gigi berfluoride dan mengurangi frekuensi pemberian ASI.16

c. Oral hygiene (OH)

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa kebiasaan menyikat gigi pada

anak-anak, frekuensi menyikat gigi, dan penggunaan pasta gigi fluoride berkaitan

dengan kejadian dan perkembangan karies gigi. Hasilnya ternyata bahwa anak-

anak yang tidak membersihkan gigi mereka pada waktu tidur memiliki risiko lebih

tinggi terkena ECC .17

d. Fluoride

Pemeliharaan kadar fluoride dalam rongga mulut merupakan hal penting

untuk menjaga ketahanan email, mengurangi jumlah mineral yang hilang selama

demineralisasi dan mempercepat remineralisasi. Sejumlah penelitian telah

menunjukkan bahwa anak-anak berusia lima tahun yang mendapatkan fluoridasi

air minum memiliki karies sekitar 50% lebih sedikit dibandingkan mereka yang

tidak mendapatkan fluoridasi.18 Selain itu menyikat gigi sebelum tidur dengan

pasta gigi berfluoride adalah langkah penting untuk mengontrol karies, karena hal

tersebut akan mempertahankan konsentrasi fluoride dalam saliva untuk periode

yang lebih lama. 10


e. Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua telah terbukti berkorelasi dengan kejadian

dan keparahan rampan karies pada anak-anak. Prevalensi karies gigi dan rata-rata

skor DMFT yang rendah berkaitan dengan tingkat pendidikan orangtua yang

tinggi. Peran ibu dalam mencegah karies pada anaknya yaitu dengan melalui

penerapan pengetahuan dan perilaku dental yang tepat serta perawatan umum

pada anaknya. 19

f. Faktor Sosioekonomi

Anak dengan rampan karies cenderung berasal dari latar belakang sosial

ekonomi rendah. Terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dan

jumlah anak dengan kejadian rampan karies. Anak yang orangtuanya berasal dari

sosial ekonomi rendah memiliki rata-rata skor def-t empat kali lebih tinggi

daripada yang berasal dari sosial ekonomi tinggi.20

Sosial ekonomi mempengaruhi lingkungan, kemampuan menyediakan

makanan, akses pelayanan kesehatan yang memadai dan pendidikan anak.

Faktor-faktor ini berperan terhadap terjadinya rampan karies . Jumlah anak dalam

keluarga dan status orangtua tunggal juga berperan pada kejadian rampan karies.21

2.2.4 Pencegahan Rampan karies

Karies dapat dicegah dan dikontrol dengan beberapa metode yaitu:

a. Diet

Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan

pencegahan karies. Untuk anak-anak dengan masalah karies yang berat, dokter
harus mengevaluasi semua faktor etiologi termasuk pola makan dan diet. Dokter

harus bekerja sama dengan orangtua dengan melakukan modifikasi diet. 9

b. Pemberian Fluor

Pemberian fluor bertujuan untuk meningkatkan remineralisasi email gigi

dan meningkatkan resistensi email terhadap demineralisasi serta menurunkan

produksi asam dalam plak. Pemberian fluor dapat dilakukan secara sistemik

maupun secara topikal.9

c. Pemberian Xylitol

Xylitol adalah gula alami yang mampu mengurangi tingkat karies gigi.

Xylitol pada anak dapat diberikan dalam bentuk sirup dan topikal. Sedangkan,

untuk anak dengan usia yang lebih tua, xylitol dapat diberikan dalam bentuk

permen karet maupun makanan ringan.13

d. Pemeliharaan Oral Hygiene

Usaha pemeliharaan oral hygiene yaitu dengan melakukan penyikatan gigi

minimal dua kali sehari dan melakukan kunjungan ke dokter gigi tiap 6 bulan

sekali.13

e. Penyuluhan Kesehatan Gigi di Sekolah

Dalam hal ini anak-anak diharapkan mampu mengontrol dirinya dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut setelah dilaksanakan

penyuluhan di sekolah, serta mampu mengambil tindakan cepat apabila ada gejala

kelainan-kelainan pada gigi dan mulutnya.13


2.2.5 Penanganan Rampan karies

Penanganan rampan karies dapat dilakukan melalui berbagai jenis

intervensi, tergantung pada perkembangan dari rampan karies, usia anak, sosial,

perilaku dan riwayat kesehatan anak. Memeriksakan seorang anak kepada dokter

gigi dimulai dari tahun pertama merupakan langkah yang ideal dalam pencegahan

dan intervensi dari rampan karies.19 Selama pemeriksaan awal ini, dapat dilakukan

penilaian risiko karies sehingga dapat memberikan data dasar yang diperlukan

untuk panduan orangtua pada pencegahan kerusakan gigi.11

Daerah demineralisasi awal atau lesi white spot dan hipoplasia pada gigi

dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu kavitas. Jika lesi dapat

diidentifikasi lebih awal, penggunaan agen antikariogenik dapat mengurangi

risiko perkembangan karies. Orangtua harus diajarkan bagaimana membersihkan

gigi anak mereka dengan pasta gigi berfluoride. Permukaan gigi harus secara hati-

hati digosok setiap selesai pemberian susu.22

Pengaplikasian fluoride varnish dengan interval satu bulan, dapat menjadi

pilihan praktis, terutama ketika anak sudah mengalami karies pada gigi insisivus

rahang atas. Ketika rampan karies telah berkembang menjadi kavitas, maka akan

dibutuhkan penanganan secara lebih definitif. Tahap awal kavitas dapat dirawat

secara restoratif, sedangkan pada tahap lanjut akan membutuhkan suatu langkah-

langkah yang lebih rumit seperti strip crown untuk gigi anterior dan stainless steel

crown untuk gigi posterior. Tergantung pada sejauh mana perkembangan lesi,

bahkan ekstraksi gigi juga dapat diindikasikan.23


2.3 Pemberian Susu Formula

2.3.1 Pengertian Susu Formula

Susu formula merupakan susu yang diproduksi oleh industri untuk

keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia

dalam bentuk bubuk. Susu formula banyak mengandung protein, karbohidrat, dan

beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh. Susu formula pada anak biasa

diberikan dengan menggunakan botol, oleh karena itu orangtua harus mengetahui

cara membersihkan botol, pembuatan susu dan pemberian susu yang tepat. Jika

pengetahuan orangtua pada penggunaan botol susu untuk anak rendah, maka akan

memicu terjadinya penyakit pada anak seperti karies dan diare.24

2.3.2 Komposisi Susu Formula

a. Lemak susu

Lemak susu merupakan sumber utama lipid yang dibutuhkan untuk

pembentukan lemak tubuh pada hari pertama setelah anak lahir. 25

b. Protein susu

Protein susu yang ada pada susu formula mengandung beberapa protein

khusus. Komponen utama protein dalam susu adalah kasein. Kasein mempunyai

komposisi asam amino yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

bayi dan anak. 25

c. Laktosa

Laktosa adalah karbohidrat atau gula susu yang hanya ditemukan dalam

susu dan hanya dapat dibentuk oleh mamalia. Kandungan laktosa susu sapi dan

kambing dibawah 5%. Laktosa bersifat mudah larut dengan tingkat kemanisan
1/2-1/6 kali glukosa, dimana bila susu dipanaskan maka laktosa akan membentuk

laktulosa yang mudah larut dan bersifat lebih manis.25.

d. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh dalam proses

kehidupan. Susu formula mengandung vitamin yang larut dalam lemak (vitamin

A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B1, B2, B6, dan

B12.25

e. Mineral

Susu formula dilengkapi dengan mineral seperti kalsium dan fosfor.

Mineral ini dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk mempercepat pertumbuhan

tulang dan perkembangan otak pada bayi.25

2.3.3 Tahapan Pemberian Susu Formula Menggunakan Botol

a. Tahapan Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu proses penghilangan mikroorganisme pada

benda tertentu. Sterilisasi botol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

menggunakan air mendidih dan air mengalir.26

Hal pertama yang dilakukan untuk melakukan sterilisasi dengan air

mendidih adalah panaskan air yang sudah berada di dalam panci. Tunggu air

hingga mendidih. Ambil botol dan dot direndam seluruhnya di dalam air panas

hingga tidak ada udara dalam botol. Tutup panci dan biarkan hingga 5-10 menit.

Hal ini dilakukan agar bakteri yang menempel pada botol dan dot terbunuh.

Kemudian, ambil botol dan dot dan keringkan di tempat bersih. 26


Sedangkan, sterilisasi dengan air mengalir dilakukan dengan cara

menyikat botol dan dot menggunakan sabun. Seluruh area botol dan dot disikat

agar botol dan dot hygienis. Kemudian, bersihkan botol dan dot menggunakan air

mengalir. Para orangtua harus memperhatikan secara rinci pada botol apakah

masih terdapat sabun atau tidak. Setelah itu, keringkan di tempat bersih. 26

b. Pembuatan Susu

Air direbus terlebih dahulu hingga mendidih. Kemudian susu dan air

dimasukkan ke dalam botol susu sesuai takaran. Kocok botol agar susu dan air

dapat tercampur. 26

c. Pemberian Susu

Dalam pemberian susu menggunakan botol, orangtua harus

memperhatikan posisi anak. Posisi berbaring merupakan posisi yang salah. Anak

diposisikan setengah duduk. Sebelum diberikan, periksa kembali suhu pada susu

botol apakah dapat dikonsumsi oleh anak atau tidak dengan membandingkan suhu

botol dengan suhu kulit. Setelah itu, botol dapat langsung diberikan pada anak.

Botol diposisikan miring agar susu dapat mengalir ke dalam dot.27

Orangtua harus memperhatikan anaknya ketika meminum susu botol.

Anak tidak boleh dibiarkan tetap meminum susu botol hingga tertidur karena susu

akan tertampung di dalam rongga mulut. Apabila hal ini terus-menerus dibiarkan,

maka akan menimbulkan risiko terjadinya karies pada anak. 27

Ketika anak memasuki usia diatas 12 bulan, orangtua sebaiknya mengganti

susu dengan air putih untuk diminum oleh anak sebelum tidur. Hal ini dilakukan

agar anak menjadi terbiasa meminum air putih. Selain itu, anak dapat dilatih
menggunakan cangkir pada usia 6 bulan. Penggunaan cangkir harus sering dilatih

agar anak tidak tergantung dengan penggunaan botol susu. 27

2.3.4 Pengaruh Konsumsi Susu Formula Terhadap Rampan karies

Susu formula merupakan suatu produk makanan yang mengandung nilai

gizi cukup tinggi, karena sebagian besar zat gizi esensial seperti protein, kalsium,

fosfor, vitamin A, dan vitamin B1 ada di dalam susu formula. Tambahan susu

formula dalam pola konsumsi anak sangat dianjurkan untuk melengkapi

kebutuhan zat gizi dan nutrisi anak bagi pertumbuhan dan perkembangan. Susu

formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah kandungan

komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak

seratus persen sama. Proses pembuatan susu formula, kandungan karbohidrat,

protein dan mineral dari susu sapi telah diubah kemudian ditambah vitamin serta

mineral sehingga mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai untuk bayi

berdasarkan usianya. Namun terkadang pemberian susu formula malah

menimbulkan masalah bagi kesehatan anak, salah satunya berkaitan dengan

kesehatan gigi dan mulut anak.28 Hal ini berkaitan dengan kandungan karbohidrat

pada susu formula. Salah satu penelitian yang meneliti hubungan karbohidrat pada

susu formula yang dikonsumsi dengan kejadian karies gigi pada anak play group,

penelitian ini meneliti berbagai macam merek susu formula di pasaran dengan

kadar kandungan karbohidrat yang berbeda-beda. Hasilnya menunjukkan tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kandungan karbohidrat pada susu

yang dikonsumsi dengan kejadian karies gigi pada anak play group. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar karbohidrat pada susu formula anak bukan merupakan

faktor penyebab utama pada kejadian karies anak.29

Selain itu seperti yang kita ketahui sukrosa dan glukosa yang terkandung

pada susu formula akan terus yang menempel pada permukaan gigi anak apabila

tidak dibersihkan dan akan difermentasi oleh mikroorganisme rongga mulut

menjadi produk asam melalui proses glikolisis. Mikroorganisme yang berperan

dalam proses glikolisis adalah Lactobacillus dan Streptococcus mutants. Asam

yang dibentuk dari hasil glikolisis akan mengakibatkan larutnya email gigi

sehingga terjadi proses demineralisasi email gigi yang diawali dengan lesi white

spot pada gigi kemudian kerusakan tersebut akan berlanjut ke dentin dan

terjadilah proses karies gigi. 27 Dari segi kerentanan, usia anak-anak lebih rentan

terkena karies dibandingkan orang dewasa, hal ini disebabkan karena gigi desidui

anak memiliki struktur dan morfologi yang berbeda dari gigi permanen pada

orang dewasa. Gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air,

sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibanding gigi permanen, selain itu

ketebalan email pada gigi desidui hanya setengah dari ketebalan email pada gigi

permanen.

Selain kandungan susu formula, pola konsumsi susu formula juga

berhubungan dengan kejadian karies anak seperti cara penyajian yang

menggunakan botol susu yang berkaitan dengan lama pemberian, frekuensi, dan

waktu pemberian yang kurang tepat seperti pemberian susu botol saat anak

menjelang tidur hingga anak tertidur semalaman dengan botol susu yang masih

berada di mulut anak. Hal tersebut akan menyebabkan telalu lamanya kontak
antara cairan susu formula dengan permukaan gigi anak. Hal ini tentunya dapat

menjadi salah satu faktor penyebab dan akan memperparah karies pada anak

terutama rampan karies.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan desain

cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak (TK) HARAPAN

MULIA Palembang yang bertempat di

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh siswa yang

bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) HARAPAN MULIA sebanyak

HARAPAN MULIA orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan dengan metode total

sampling, yaitu mengambil semua siswa yang termasuk dalam kriteria sampel.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Anak usia 3-5 tahun

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian


3. Bersikap kooperatif

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Tidak bersedia menjadi responden penelitian

2. Tidak kooperatif

3.5 Alat dan Bahan

1. Alkohol 70%

2. Kapas

3. Masker

4. Sarung tangan

5. Kaca mulut

6. Sonde

7. Pinset

8. Alat tulis

9. Formulir pemeriksaan gigi anak

3.6 Prosedur Penelitian

1. Sampel penelitian dijelaskan tentang timdakan yang akan dilakukan

2. Sampel diminta kesediaannya untuk dilakukan pemeriksaan pada giginya

3. Menulis hasil data pemeriksaan

3.7 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis univariat yaitu dengan menghitung

distribusi frekuensi dari variabel penelitian.


3.8 Alur Penelitian

Pemilihan subjek penelitian


yang memenuhi kriteria

Sampel penelitian dijelaskan mengenai


prosedur yang akan dilakukan

Melakukan pemeriksaan karies


rampan

Pengumpulan data dan


analisis data

Kesimpulan
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian tentang gambaran karies rampan pada siswa Taman Kanak-Kanak

(TK) Harapan Mulia Palembang dilakukan pada 100 siswa yang dipilih

menggunakan metode penarikan sampel berupa total sampling. Penelitian ini

dilakukan selama sehari yaitu pada tanggal 16 Januari 2019.

Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase
Laki-Laki 45 45%
Perempuan 55 55%
Total 100 100%
Tabel 4.1 menjelaskan bahwa siswa TK Harapan Mulia Palembang yang

memenuhi kriteria untuk dijadikan subjek penelitian terdiri dari 45 orang (45%)

yang berjenis kelamin laki-laki dan 55 orang


30 (55%) yang berjenis kelamin

perempuan. Hal ini berarti mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah berjenis

kelamin perempuan.

Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia


Usia Jumlah(orang) Presentase
3 tahun 4 4%
4 tahun 29 29%
5 tahun 67 67%
Total 100 100%
Tabel 4.2 menjelaskan karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, yang

terdiri dari 4 orang (4%) berusia 3 tahun, 29 orang (29%) berusia 4 tahun, dan 67

orang (67%) berusia 5 tahun.


Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan ada-tidaknya karies rampan
Karies rampan Jumlah Presentase
Ada 45 45%
Tidak 55 55%
Total 100 100%

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa siswa Taman Kanak-Kanak (TK) Harapan

Mulia Palembang yang memiliki karies rampan berjumlah 45 orang (45%) dan

yang tidak memiliki karies rampan berjumlah 55 orang (55%). Hal ini berarti

mayoritas siswa tidak memiliki karies rampan dalam rongga mulutnya.

Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan tipe karies rampan


Tipe karies rampan Jumlah Presentase
I (minimal) 13 28,9%
II (mild) 12 26,7%
III (moderate) 14 31,1%
IV (severe) 6 13,3%
Total 45 100%

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa dari total 45 siswa yang memiliki karies

rampan, mayoritas siswa memiliki karies rampan dengan tipe III (moderate) yaitu

sebanyak 14 siswa (31,1%) dan yang paling sedikit adalah tipe IV (severe) yaitu

sebanyak 6 siswa saja (13,3%).

Tabel 4.5 Distribusi tipe karies rampan berdasarkan jenis kelamin


Tipe karies rampan
Jenis Total
I II III IV
kelamin
n % n % n % n % N %
Laki-Laki 3 6,7% 8 17,8% 6 13,3% 3 6,7% 20 44.4%
Perempuan 10 22,2% 4 8,9% 8 17,8% 3 6,7% 25 55,6%
Total 13 28,9% 12 26,7% 14 31,1% 6 13,3% 45 100%

Tabel 4.5 menjelaskan hasil pemeriksaan karies rampan pada 45 sampel

dalam penelitian ini yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, terlihat


bahwa pada siswa berjenis kelamin laki-laki yang menderita karies rampan tipe I

sebanyak 3 orang (6,7%), menderita karies rampan tipe II sebanyak 8 orang

(17,8%), menderita karies rampan tipe III sebanyak 6 orang (13,3%), dan yang

menderita karies rampan tipe IV sebanyak 3 orang (6,7%). Pada siswa berjenis

kelamin perempuan yang menderita karies rampan tipe I sebanyak 10 orang

(22,2%), menderita karies rampan tipe II sebanyak 4 orang (8,9%), menderita

karies rampan tipe III sebanyak 8 orang (17,8%), dan yang menderita karies

rampan tipe IV sebanyak 3 orang (6,7%). Hal ini berarti mayoritas siswa laki-laki

memiliki karies rampan tipe II dan mayoritas siswa perempuan memiliki karies

rampan tipe I.

Tabel 4.6 Distribusi tipe karies rampan berdasarkan usia


Tipe karies rampan
Total
Usia I II III IV
N % N % n % N % N %
3 tahun 0 - 0 - 0 - 1 2,2% 1 2,2%
4 tahun 2 4,4% 8 17,7% 5 11,1% 1 2,2% 16 25,5%
5 tahun 11 24,4% 4 8,8% 9 20% 4 8,8% 28 62,2%
Total 13 28,8% 12 26,6% 14 31,1% 6 13,3% 45 100%

Tabel 4.6 menjelaskan hasil pemeriksaan karies rampan pada 45 sampel

dalam penelitian ini yang dikelompokkan berdasarkan usia, terlihat bahwa pada

usia 3 tahun tidak ada yang menderita karies rampan tipe I, II dan III sedangkan

yang menderita karies rampan tipe IV sebanyak 1 orang (2,2%). Pada anak usia 4

tahun yang menderita karies rampan tipe I sebanyak 2 orang (4,4%), menderita

karies rampan tipe II sebanyak 8 orang (17,7%), menderita karies rampan tipe III

sebanyak 5 orang (11,1%), dan yang menderita karies rampan tipe IV sebanyak 1

orang (2,2%). Pada anak usia 5 tahun yang menderita karies rampan tipe I
sebanyak 11 orang (24,4%), menderita karies rampan tipe II sebanyak 4 orang

(8,8%), menderita karies rampan tipe III sebanyak 9 orang (20%), dan yang

menderita karies rampan tipe IV sebanyak 4 orang (8,8%). Hal ini berarti siswa

usia 3 tahun mayoritas memiliki karies rampan tipe IV dan anak usia 4 tahun

mayoritas memiliki karies rampan tipe II sedangkan siswa usia 5 tahun mayoritas

memiliki karies rampan tipe I.

4.2 Pembahasan

Subjek yang diteliti pada penelitian ini yaitu siswa Taman Kanak-Kanak

(TK) Harapan Mulia Palembang yang berusia 3 sampai 5 tahun. Penetapan usia

yang digunakan pada penelitian ini dihitung berdasarkan terakhir kali subjek

berulang tahun. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu sebanyak 100 orang.

Hasil penelitian yang dibagi berdasarkan jenis kelamin seperti yang terlihat pada

tabel 4.1 menunjukkan bahwa mayoritas sampel berjenis kelamin perempuan

dengan jumlah 55 orang (55%) dan yang berjenis kelamin laki-laki 45 orang

(45%). Subjek yang berusia 5 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 67 orang

(67%), kemudian diikuti oleh usia 4 tahun dengan jumlah 29 orang (29%), dan

yang terakhir adalah subjek yang berusia 3 tahun yaitu 4 orang (4%).

Berdasarkan hasil penelitian, siswa yang mengalami karies rampan

berjumlah 45 orang (45%), sedangkan siswa yang tidak mengalami karies rampan

sebanyak 55 orang (55%). Tipe karies rampan yang paling banyak ditemukan

pada penelitian ini adalah karies rampan tipe III. Hal ini sejalan dengan penelitian

Winda dkk pada siswa PAUD Desa Pineleng II Indah tahun 2015 yang

memperlihatkan hasil serupa, yaitu pada rentang usia 3-5 tahun, tipe karies
rampan yang paling banyak ditemukan adalah tipe III. Salah satu faktor resiko

dari karies rampan yaitu faktor perilaku diet. Pola pemberian makan tertentu,

seperti penggunaan botol susu pada waktu tidur, menyusui, dan seringnya

memberi minuman yang mengandung gula berkontribusi terhadap perkembangan

karies rampan. Penelitian American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa

bayi yang dibiarkan tertidur dengan botol susu maupun menyusui ASI sepanjang

malam beresiko tinggi terjadi karies gigi. Pemakaian botol susu pada bayi

merupakan faktor predisposisi karies rampan karena dot dapat menahan saliva

pada gigi insisivus rahang atas, sedangkan gigi insisivus rahang bawah yang dekat

dengan kelenjar ludah tidak terkena.31 Pada pemeriksaan dapat dilihat kerusakan

yang paling parah yaitu pada keempat gigi insisivus maksila, gigi insisivus

maksila merupakan gigi yang pertama erupsi pada rahang atas sehingga gigi

insisivus maksila akan terlebih dahulu mengalami serangan karies.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa persentase karies rampan

pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki. Hasil penelitian ini

sependapat dengan penelitian Pontonuwu J di Tomohon yang menunjukkan

bahwa status karies pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.32 Hasil

penelitian dari Sihombing tentang karakteristik penderita karies gigi di RSU Dr.

Pirngadi di Medan menunjukkan bahwa pengalaman karies lebih tinggi pada

wanita daripada pria selama periode anak-anak sampai remaja.33

Berdasarkan usia, tabel 4.6 memberikan gambaran bahwa usia responden

yang paling banyak menderita karies rampan yaitu usia 5 tahun sebanyak 28 siswa

(62,2%). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dikemukakan Zaura pada tahun


2007 di negara-negara berkembang seperti Asia termasuk di Indonesia, bahwa

anak-anak umur 5 tahun ke atas 80-90 % mengalami kerusakan gigi. Menurut

peneliti pada usia 5 tahun ke atas anak mulai memakan makanan yang dilarang

dan pada masa tersebut anak paling banyak menderita karies dentin kemungkinan

karena pola makan yang kurang teratur dan ketidaktahuan dalam menjaga

kesehatan gigi sehingga dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.34 Pada usia 5

tahun anak masih membutuhkan bimbingan dari orang tua untuk mengingatkan

makanan dan minuman apa yang menyebabkan karies rampan dan bagaimana cara

mencegah terjadinya karies rampan dengan berkumur maupun menyikat gigi

secara teratur 2 kali sehari.

Siswa yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu berusia 3 sampai 5

tahun yang artinya masih dalam periode gigi sulung. Tidak adanya pengetahuan,

informasi dan perhatian tentang bagaimana pentingnya menjaga kesehatan gigi

dan mulut mulai dari usia anak sekolah yang diberikan oleh orang tua maupun

tenaga pengajar di sekolah menyebabkan besarnya resiko terjadinya karies

rampan. Orang tua dan tenaga pengajar di sekolah harus mengerti akibat yang

timbul akibat pemberian minuman dan makanan manis agar bisa mencegah karies

rampan. Orang tua dapat mengurangi risiko terjadinya karies gigi dengan

menginstruksikan anaknya untuk berkumur dengan air bersih setelah minum susu

maupun makan makanan yang manis dan rajin menggosok gigi pagi setelah

sarapan dan malam sebelum tidur. Orang tua juga harus membiasakan anaknya

memeriksakan gigi mereka ke dokter gigi 6 bulan sekali. Para pengajar di sekolah

juga berperan penting dalam menjaga kesehatan dan kebersihan rongga mulut
siswanya dengan mengajarkan cara menggosok gigi yang baik dan benar serta

waktu menyikat gigi yang tepat. Pihak sekolah juga dapat membuat program-

program untuk kebersihan dan kesehatan gigi, contohnya dengan membuat

penyuluhan dan pemerikasaan gigi yang berkoordinasi dengan pihak puskesmas

terdekat dan juga program menyikat gigi bersama setiap minggu.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di TK Harapan Mulia

Palembang, maka diperoleh kesimpulan yaitu karies rampan paling banyak

dijumpai pada siswa yang berumur 5 tahun dan yang berjenis kelamin perempuan.

Tipe karies rampan yang paling banyak ditemui yaitu tipe III dan yang paling

sedikit adalah tipe IV.

5.2 Saran

Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk dapat memperoleh

gambaran karies rampan pada anak TK yang berada di kota Palembang. Bagi

sekolah diharapkan dapat menyediakan fasilitas seperti UKS/UKGS untuk dapat

menunjang upaya pelayanan kesehatan. Bagi Orang tua diharapkan lebih

memperhatikan dan menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan mengajarkan dan

mengingatkan anaknya menyikat gigi secara benar dan teratur. Bagi Puskesmas

diharapkan dapat melakukan penyuluhan serta pemeriksaan gigi dan mulut secara

berkala dan optimal untuk anak-anak TK yang berada di wilayah kerja

Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Annerosa B, Maik W, Sussane K. Early childhood caries: a multi-factoral


disease. OHDMBSC 2010;9(1):p. 32-8.
2. Andrijana C, Mirjana I. The role of streptococcus mutans group and
salivary immunoglobullins in etiology of early childhood caries. Stom
glass 2006:p. 113-7.
3. Tarigan R. Karies gigi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2014, 15-21.
4. Gomez, Francisco R., et al. Caries Risk Assessment, Prevention, and
Management in Pediatric Dental Care. Pediatric Dentistry.2010; 505-517.
5. Fatemeh M, Maryam T, Musa Z. Prevalence of early childhood caries and
its risk factors in 6-60 months old children in Quchan. Dent res J
2007;4(2):p. 96-101.
6. Jean-March B, Chantal G. The high incidence of early childhood caries in
kindergarten-age children. JODQ 2006:p. 4.
7. RISKESDAS. [serial online] 2007 [2013 Oktober 12]. Available from:
URL:
http://www.litbang.depkes.go.id/laporanRKD/Indonesia/Riskesdas_2007_
English.zip
8. Hakan Colak, Coruh T. Dulgergil, Mehmet Dalli. Early Childhood Caries
Update: A Review of Causes, Diagnoses, and Treatments. Journal of
Natural Science, Biology And Medicine. 2013; 4(1):29-38.
9. A. De Grauwe, J.K.M. Aps, L.C. Martens. Early Childhood Caries
(ECC):What’s In A Name?. European Journal Of Paediatric Dentistry;
2004 ; 62-70.
10. Sobia Zafar, Soraya Yasin Harnekar, Allauddin Siddiqi. Early Childhood
Caries: Etiology, Clinical Considerations, Consequences And
Management. International Dentistry Sa. 2009; 11 (4) : 24-36.
11. Yumiko Kawashita,Masayasu Kitamura. Review Article Early Childhood
Caries. International Journal of Dentistry.2011; 1-8.
12. Twetman S, Garcia-Godoy F, Goepferd SJ. Infant Oral Health. Dent Clin
North Am. 2000; 44:487-505.
13. Selwitz R H ,Ismail A I, Pitts AI. Dental Caries. Lancet. 2007; 369: 51–59.
14. World Health Organization (WHO). Global Strategy for Infant and Young
Child Feeding. Geneva: WHO. 2003; 1-30.
15. Ribeiro NM, Ribeiro MA. Breastfeeding and Early Childhood Caries: A
Critical Review. J Pediatr (Rio J). 2004;80(5 Suppl): S199- S210.
16. Harris R, Nicoll AD, Adair PM, Pine CM. Risk Factors for Dental Caries
in Young Children: a Systematic Review of The Literature. Community
Dent Health. 2004; 21(Suppl):S71-85.
17. Marinho VC, Higgins JP, Sheiham A, Logan S. Combinations of Topical
Fluoride (Toothpastes, Mouthrinses, Gels, Varnishes) Versus Single
Topical Fluoride for Preventing Dental Caries in Children and
Adolescents. Cochrane Database System Rev. Comment in: Evid Based
Dent 2004; 5(2): 38.
18. Dini EL, Holt RD, Bedi R. Caries and Its Association with Infant Feeding
and Oral Health-Related Behaviours in 3-4 Year-Old Brazilian Children.
Community Dent Oral Epidemiol 2000; 28: 241-248.
19. Hallet KB,O’Rourke PK. Social and Behavioural Determinant of Early
Childhood Caries. Aust Dent J. 2013;48(1) :27-33.
20. Tsai AI, Chen CY, Li LA, Hsiang CL, Hsu KH. Risk Indicators for Early
Childhood Caries in Taiwan. Community Dent Oral Epidemiology. 2006;
34: 437-445.
21. Syed S, Nisar N, Mubeen N. Early Childhood Caries: a Preventable
Disease. Dent Open J. 2015; 2(2): 55- 61.
22. Marrs Jo Ann, Trumbley S, Malik G. Early Childhood Caries:
Determining the Risk Factors and Assessing the Prevention Strategies for
Nursing Intervention.Pediatric Nursing. 2011; 37(1): 9-15.
23. Khasanah, Nur. ASI atau Susu Formula ya ?. Jogjakarta : FlashBook.
2011.
24. Susilorini eko tri, Sawitri erry manik. Produk Olahan Susu. Jakarta:
Penebar Swadaya.2007; 28 – 35
25. Gunardi, H. Kumpulan Tips Pediatri 2nd ed . Jakarta: IDAI; 2011.
26. Maulani & Jubilee Enterprise. Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta :
Gramedia; 2005.
27. Maulani, dkk. Panduan Orangtua dalam Merawat dan Menjaga Kesehatan
Gigi Bagi Anak - anaknya. Jakarta : Gramedia; 2005.
28. Editorial. Preventing Baby Bottle Tooth Decay.[Online]. 2008.
29. Dewi, Nyoman Ni, dkk. Hubungan Karbohidrat pada Susu yang
dikonsumsi dengan Kejadian Karies Gigi Botol pada Anak Play Group.
Jurnal Kesehatan Gigi. 2013; 1(1): 27-31.
30. Broderick E, Mabry J, Robertson D, Thompson J. Baby bottle tooth decay
in native American children in Head Start Centers. Public Health Reports
1989;104(1):p. 50-3.
31. Ivo A. Early childhood caries (ECC). [serial online]. Available from URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8602/1/09E00832.pdf
32. Pontonuwu J. Gambaran status karies anak sekolah dasar di kelurahan
Kinilow 1 kecamatan Tomohon Utara [serial online]. Available from URL
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/article/view/3145
33. Sihombing J. Karakteristik penderita karies gigi yang berobat di Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi. Medan: USU. [Online]. 2009. Available from
URL: http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/14660/1/09E01300.pdf.
34. Korneliani K. Hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dan kesukaan
makanan kariogenik anak usia pra sekolah dengan terjadinya karies gigi di
taman Kanak-Kanak Islam Hidayatullah Semarang [serial online]. 2004.
Available from URL http://eprints.undip.ac.id/6215/1/2117.pdf

Anda mungkin juga menyukai