Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Kesehatan Gigi

Gambaran Karies Gigi


Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 29 Dangin Puri
Denpasar

Oleh:

Drg I Gusti Agung Dyah Ambarawati

NIP : 19811124200122004

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2016
JURNAL KESEHATAN GIGI
GAMBARAN KARIES GIGI PADA SISWA
SEKOLAH DASAR NEGERI 29 DANGIN PURI DENPASAR

Oleh:
drg I Gusti Agung Dyah Ambarawati
NIP : 19811124200122004

ABSTRAK
Karies merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang
sering terjadi pada anak. Hal ini memengaruhi pertumbuhan serta perkembangan
gigi anak. Karies sering ditemukan pada siswa sekolah dasar, karena masih
kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran karies pada siswa di SD N 29 Dangin Puri Denpasar.
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian cross-sectional study
dengan sampel siswa yang berusia 6-13 tahun yaitu sebanyak 60 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan ialah random sampling. Pemeriksaan karies
rampan dilakukan dengan menggunakan kriteria WHO kemudian didiagnosis
berdasarkan tingkat perluasannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks
plak sedang pada usia 6-9 tahun sebanyak 48% dan pada kelompok usia 10-13
tahun sebanyak 52%, sedangkan indeks plak sangat rendah pada usia 6-9 tahun
42 % dan 58 % pada kelompok usia 10-13 tahun. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu karies paling banyak dijumpai pada siswa yang kelompokusia 10-13 tahun
dan pada siswa yang berjenis kelamin laki-laki.

Kata kunci : karies gigi, indeks plak, indeks karies

Latar belakang
Kesehatan gigi dan mulut, menjadi perhatian yang sangat penting dalam
pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok
anak usia sekolah terhadap gangguan kesehatan gigi. Gigi merupakan pintu
masuknya nutrisi dan berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh. Gigi salah satu
bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan
bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting, maka akan
menjadi alasan prioritas untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat
bertahan lama dalam rongga mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di
negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah
penyakit jaringan keras gigi (caries dentis) di samping penyakit gusi. Karies
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum
yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Kerusakan seperti ini akan berakibat
terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang
dapat menyebabkan rasa nyeri. Proses terjadinya karies melibatkan sejumlah
faktor yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu gigi dan saliva (host),
mikroorganisme, substrat dan waktu (Willet dkk., 1991 ; Kidd dkk., 1992 ;
Samaranayake, 2002).
Indeks karies digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap
karies. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut
tidak tumbuh. Karies dapat dideteksi dengan visual atau menggunakan sonde dan
dihitung dengan menggunakan indeks karies Klein yaitu DMF-T (Kidd dkk.,
1992).
Kecenderungan terjadinya karies merupakan ciri-ciri nyata anak dengan
kondisi oral hygiene buruk, sering dijumpai penumpukan plak dan deposit-deposit
lainnya pada permukaan gigi. Plak gigi adalah lapisan biofilm bakteri yang
melekat kuat gigi dan permukaan lain pada rongga mulut. Menurut Gurenlian
(2007) plak adalah lapisan gelatin tipis dan transparan, yang biasanya lepas dari
pengamatan, hanya tampak bila dicari secara teliti, dan bukan suatu material alba
(masa yang menutupi gigi) ataupun suatu sordes (bahan putih yang menutupi gusi,
terutama pada keadaan sakit). Plak gigi mengandung mikroorganisme dan matriks
intermikroba. Plak tersusun dari 80% air, sedangkan 20% merupakan masa plak
yang terdiri dari komponen anorganik (kalsium, fosfor dan fluoride) dan
komponen organik (karbohidrat, protein dan lemak) (William dan Wilkins, 1999).
Pengukuran oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran skor
plak menurut Sillness & Loe dengan pemberian disclosing solution dan
dicocokkan dengan tabel skoring plak gigi (Carranza dkk.,2002).
Menurut Bahar salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan
mulut penduduk di Negara Berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal
penting yang dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat.
Perilaku yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan
dan pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluor (Herijulianti dkk., 2001).
Peningkatan karies oleh karena kurangnya kebiasaan membersihkan gigi,
dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995,
penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit
yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dan penyakit periodontal, yang
menyatakan bahwa 63% penduduk Indonesia menderita kerusakan gigi aktif
(kerusakan pada gigi yang belum ditangani). Berdasarkan SKRT 2004 prevalensi
karies gigi mencapai 90,05%.
WHO (2003) menyatakan 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh
dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Prevalensi
karies tertinggi terdapat di Asia dan Amerika Latin dan prevalensi terendah di
Afrika. Di Amerika Serikat karies gigi merupakan penyakit kronis anak-anak
yang sering terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari penyakit lainnya.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2007 melaporkan di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang
bersumber dari karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu 46,5% menunjukkan
bahwa masyarakat Indonesia rata-rata memiliki sekitar lima gigi karies setiap
orangnya.
Tingginya prevalensi karies disebabkan kurangnya kebiasaan menjaga
kebersihan rongga mulut, sehingga menyebabkan mikroorganisme flora normal
mulut mengalami peningkatan. Dari berbagai mikroorganisme di dalam rongga
mulut, yang termasuk kariogenik adalah bakteri golongan Streptococcus,
Actinomyces viscosus, dan Laktobasili (Kidd dkk., 1992; Samaranayake, 2002).
Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri dari
genus Streptococcus, yaitu bakteri Streptococcus mutans yang ditemukan dalam
jumlah besar pada penderita karies. Bakteri Streptococcus mutans memiliki enzim
glikosiltransferase yang dapat mengubah sakarosa saliva menjadi polisakarida
ekstraseluler (PSE) melalui proses glikosilasi. Polisakarida ekstraseluler ini akan
membentuk suatu matriks di dalam plak di mana bakteri dapat melekat. Bakteri
yang memiliki toleransi tinggi terhadap asam (aciduric bacteria), yang juga
mampu memproduksi asam dalam jumlah besar, dapat tumbuh dalam plak
supragingival (Walsh, 2005).
Beberapa jenis bakteri seperti Streptococcus mutans dan Laktobasilus
merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari
karbohidrat yang dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur
dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena
kemampuannya membuat polisakharida ekstra sel yang sangat lengket dari
karbohidrat makanan. Polisakharida ini, yang terutama terdiri dari polimer
glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin.
Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat
satu sama lain. Makin tebal plak maka makin menghambat fungsi saliva dalam
menetralkan plak tersebut (Kidd dan Joyston, 1992). Beberapa peneliti telah
membuktikan bahwa karies terjadi karena adanya peran bakteri dalam rongga
mulut seperti S. mutans yang memproduksi ekstraseluler polisakarida, seperti
dekstran dan levan. Substansi ini memiliki peran dalam pembentukan plak dan
perlekatan secara adhesi dari mikroorganisme. Hasil produksi dari bakteri tersebut
lama kelamaan akan mengurangi enamel gigi kemudian terbentuklah karies
(Carransa, 2002).
Sejak tahun 1951 pemerintah Indonesia mengupayakan usaha peningkatan
pengetahuan kesehatan gigi anak usia sekolah dasar melalui Usaha Kesehatan
Gigi Sekolah (UKGS). Program UKGS tersebut merupakan upaya menjaga
kesehatan gigi dan mulut pada anak Sekolah Dasar (SD) yang menitik beratkan
pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat gigi masal, serta pemeriksaan kesehatan
gigi dan mulut pada setiap murid. Usia sekolah dasar (6-12 tahun) dipilih karena
merupakan periode usia yang penting bagi perkembangan manusia. Pada usia ini
anak mulai mengalami perubahan yang cepat dalam menerima informasi,
mengingat, membuat alasan, dan memutuskan tindakan. Pada usia inilah anak
mulai belajar tentang semua kompetensi diri (Departemen kesehatan, 2000 ;
Departemen Kesehatan RI, 2005).
Data triwulan terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar tentang karies
gigi pada anak-anak sekolah dasar sebanyak 718 orang. Dinas Kesehatan Kota
Denpasar membawahi 11 puskesmas, salah satunya Puskesmas Denpsar Timur 1.
Gambaran karies pada anak di Puskesmas Denpasar Timur diperkirakan 1 masih
tinggi, terutama di SD Negeri 29 Dangin Puri dan memerlukan pendataan yang
lebih baik sebagai tindakan preventif.

Rumusan masalah
1. Apakah Indeks Plak berhubungan dengan kejadian karies ?
2. Bagaimana gambaran karies siswa di SD Negeri 29 Dangin Puri Denpasar ?

Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Indeks plak
berhubungan dengan kejadian karies dan bagaimana gambaran karies pada siswa
di SD Negeri 29 Dangin Puri Denpasar.

Manfaat penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peneliti, Puskesmas
Denpasar Timur 1 sebagai pemberi pelayanan kesehatan gigi serta kapada
klinisi sebagai data dasar dalam penanggulangan karies gigi.
2. Peneliti dapat memberikan informasi kepada pasien yang datang ke
Puskesmas Denpasar Timur 1 serta upaya penganggulangannya

Tinjauan Pustaka
Epidemiologi karies gigi
Masalah karies gigi masih mendapat perhatian karena sampai sekarang
penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi
dan mulut, yaitu penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat
Indonesia dan menempati urutan ke empat penyakit termahal dalam pengobatan
(Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI, 1994)
Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dalam Depkes
(2000) menunjukkan bahwa 65,7% penduduk Indonesia menderita karies gigi
aktif atau kerusakan pada gigi yang belum di tangani. SKRT 1997 menunjukkan
63% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau belum ditangani. Rerata
pengalaman karies perorangan, yang diukur dengan index DMF-T untuk
Indonesia adalah 6,44 di mana 4,4 gigi sudah dicabut, 2 gigi belum ditangani dan
hanya 0,16 gigi yang telah ditumpat atau ditambal. Data Susenas (1998)
menyatakan bahwa 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak berobat,
sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan hanya 12,3 %.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007
didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia
yaitu pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok
usia >65 tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena
kebersihan mulut yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia
55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah makan pagi dan sebelum
tidur malam) 5,4 % sedangkan kelompok usia > 65 tahun hanya 3,5%.
Hasil analisis lanjut Riskedas (2007), diketahui bahwa responden yang
mempunyai kebiasaan sering makan manis cenderung untuk mendapat karies di
atas rerata (>2) adalah sebesar 1,16 kali dibanding dengan responden yang tidak
mempunyai kebiasaan makan manis. Kebiasaan makan manis dengan frekuensi
lebih dari 3 kali sehari, maka kemungkinan terjadinya karies jauh lebih besar.
Sebaliknya, bila frekuensi makan gula dikurangi 3 kali, maka email mendapat
kesempatan untuk mengadakan remineralisasi. Peningkatan prevalensi karies gigi
banyak dipengaruhi perubahan dari pola makan.
Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan
(fisik maupun social budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari ke empat
faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi
status kesehatan gigi dan mulut. Di samping mempengaruhi kesehatan gigi dan
mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor lingkungan dan
pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi hubungan antara
individu dan lingkungannya (Boedihardjo, 1985 ; Herijulianti dkk., 2001).
Menurut Kidd dan Bechal (1992), menyatakan masyarakat yang banyak
mengonsumsi makanan yang berserat cenderung mengurangi terjadinya karies
daripada masyarakat yang mengonsumsi makanan lunak dan banyak mengandung
gula. Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan
mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan
gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit
penyangga gigi. Namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hubungan
perilaku dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut (Herijulianti dkk., 2001).
Menurut Hawskins dkk. (2000) usaha pemerintah untuk meningkatkan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peranserta
masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan
pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan oleh
pemerintah melalui puskesmas setiap tahun. Pendidikan kesehatan yang diberikan
beserta dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.
Karies gigi juga disebabkan karena perilaku waktu menyikat gigi yang
salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi sore dan bukan sesudah
makan pagi dan menjelang tidur malam. Padahal menyikat gigi menjelang tidur
sangat efektif untuk mengurangi karies gigi. Perilaku menggosok gigi
berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berhubungan juga dengan proses
terjadinya karies, yaitu sisa makanan yang lama tertinggal dalam mulut dan tidak
segera dibersihkan akan menyebabkan terjadinya karies (Notoatmodjo, 2003).
Masih tingginya angka karies gigi bisa berhubungan dengan pola
kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih
meenyukai makanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi
masyarakat bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian sehingga
masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut dan
mendudukkan masalah pada tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir. Padahal
gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit
ginjal dan jantung (Notoatmodjo, 2003 ; Putri dkk, 2011).
Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan semakin baiknya
tingkat sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih tingginya
penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan dasar yang
disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.
Penelitian Kiswaluyo dan Dwiatmoko (1997) yang dalam penelitiannya
menyatakan bahwa status gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada
tulang dan gigi, yaitu berupa pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan
ini dapat menyebabkan gigi mudah karies.

Karies gigi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan.
Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya
mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan
sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat
sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi
kavitas (Schachtele, 1983; Kidd, 2005).
Menurut Newbrun (1989a) ; Kidd and Bechal (1992) karies gigi adalah
suatu penyakit jaringan keras gigi dengan adanya demineralisasi bahan anorganik
yang kemudian diikuti bahan organiknya yang mengenai email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat difermentasikan. Terjadinya invasi bakteri dan kematian
pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan
nyeri.

Etiologi karies gigi


Karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi. Gula (sukrosa)
dari sisa makanan dan bakteri menempel pada waktu tertentu berubah menjadi
asam laktat yang akan menurunkan PH mulut menjadi kritis (5,5) dalam waktu
1-3 menit. Hal ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies
gigi. Penurunan PH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies
terjadi dari permukaan gigi (pit, fissure dan daerah interproksimal) meluas ke arah
pulpa (Schachtele, 1983; Almstahl dkk., 2001 ; Kidd, 2005).
Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan menyatakan bahwa karies
merupakan suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat faktor utama yang memegang
peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat
atau diet, dan ditambah faktor waktu. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila
terjadi interaksi antara ke empat faktor tersebut. (Kidd and Bechal, 1992; Kidd,
2005).

Gambar 1 Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial


yang disebabkan faktor host, mikroorganisme, substrat, waktu
(Kidd and Bechal,1992; Kidd, 2005).

Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling
mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik,
substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Kidd and Bechal,1992; Kidd, 2005).
Keempat faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Host (gigi dan saliva)
Enamel merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks
yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan
bahan organik 2%. Lapisan luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih
sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Gigi desidui
lebih mudah terserang karies dibandingkan dengan gigi permanen, karena
enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen (Bratthall,
2004).
Daerah pit dan fissure pada permukaan oklusal gigi merupakan daerah
yang paling sering terkena karies gigi. Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa
makanan, mikroorganosme yang tertinggal di daerah pit dan fissure yang
dalam serta bulu sikat gigi yang tidak mampu untuk mencapai fisura gigi yang
dalam (Lestari and Boesro, 1999).
Peranan saliva dalam menjaga kelestarian gigi sangat penting. Banyak
ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Saliva
berfungsi sebagai pelican, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti
bakteri. Saliva juga berperan penting dalam proses terbentuknya plak gigi.
Saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme
tertentu yang behubungan dengan karies (Kidd, 2005).
b. Substrat atau diet
Substrat adalah sisa makanan atau minuman yang menepel pada
permukaan gigi. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme
yang ada pada
permukaan enamel (Bratthall, 2004).
Karbohidrat dari makanan seperti sukrosa dan glukosa akan membantu
pembuatan asam bagi bakteri dan sintesis polisakarida ekstra sel. Karbohidrat
dengan berat molekul seperti gula akan segera menyerap ke dalam plak dan
dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri ( Kidd and Bechal, 1992; Seminario,
dkk., 2005).
c. Agent (mikroorganisme)
Plak memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak merupakan suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk
dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan (Bratthall, 2004;
Kidd and Bechal, 1992)
Terdapat sejumlah organisme asidogenik yang dapat ditetapkan melalui
kemampuan berkoloni pada gigi untuk menurunkan PH sampai 4,1. Kondisi
lingkungan yang mengandung gula menguntungkan streptococcus mutans,
streptococcus sanguinis, lactobacillus acidophilus, caser dan actinomyces
viscosus hampir memenuhi kriteria ini. Streptococcus mutans merupakan
kuman kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat,
karena fermentasi kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam
dan dapat menempel pada permukaan gigi (Schachele, 1983; Kidd and Bechal,
1992; Bratthall, 2004).
d. Waktu
Proses terjadinya karies perlu waktu tertentu, karena bakteri kariogenik
butuh waktu lama dalam memfermentasikan karbohidrat menjadi asam yang
akan melarutkan email (Kidd dan Bechal, 1992).
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Kidd and Bechal, 1992; Bratthall, 2004).

Klasifikasi karies gigi


Menurut Willet dkk (1991) dan Samaranayake (2006). Bentuk-bentuk dan
letak karies gigi diklasifikasikan berdasarkan kedalaman karies gigi yaitu :
a. Karies superfisialis
Karies yang sudah mengenai email, sedangkan bagian dentin belum terkena.
Gambar 2.2 Karies Superfisialis (Tarigan, 1995)

b. Karies media
Karies yang sudah mengenai bagian dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin atau belum mengenai pulpa gigi.

Gambar 2.3 Karies Media (Tarigan, 1995)


c. Karies profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan masih selapis dentin

Gambar 2.4 Karies Profunda (Tarigan, 1995)

Pencegahan karies gigi


Putri dkk., 2011 menyatakan bahwa langkah-langkah tindakan pencegahan
dalam bidang kedokteran gigi menurut Leavel dan Clark terdiri dari lima
tingkatan pencegahan (five level of preventive) dalam melakukan pendidikan
kesehatan, sebagai berikut:
1. Health promotion
Tahap ini dapat diterapkan pada pencegahan karies gigi, di antaranya
pendidikan kesehatan gigi (dental health education), pendidikan mengenai
gizi, yaitu tuntunan pemberian kualitas makanan yang baik selama
pembentukan dan perkembangan gigi.
2. Specific protection
Tahap ini adalah aplikasi topikal fluor di daerah yang tidak terjangkau
fluoridasi air minum, penutupan fisura, serta kemungkinan dilakukan
imunisasi aktif.
3. Early diagnosis and prompt treatment
dilakukan untuk mendeteksi karies gigi dan penyakit mulut lainnya yang
bersamaan dengan program kesehatan gigi. Program ini sebaiknya dilakukan
secara berkala dan berkesinambungan.
4. Disability limitationhap
Pada tahap ini misalnya kegagalan dalam mendeteksi dini suatu penyakit atau
dalam tahap lanjutan yang telah mengenai pulpa sehingga harus dilakukan
perawatan saluran akar atau pencabutan.
5. Rehabilitation
Pada tahap terakhir ini dapat dilakukan penggantian gigi serta penempatan
gigi pada posisi yang tepat.

Bahan dan Metode


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan potong
lintang (cross-sectional). Pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan
dengan menggunakan metode random sampling sebanyak 60 siswa.
Pengumpulan data didahului dengan survey awal. Setelah dilakukan survei awal,
dilanjutkan meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian.
Setelah disetujui oleh pihak sekolah, peneliti memberikan lembar persetujuan
(informed consent) kepada wali kelas untuk diberikan kepada orang tua siswa.
Setiap siswa yang telah memenuhi kriteria sampel dan telah memperoleh
persetujuan oleh orang tuanya kemudian dipanggil dan duduk kemudian
diperiksa.Pemeriksaan dilakukan menggunakan kaca mulut dan sonde setengah
lingkaran. Pada setiap gigi dan hasil pemeriksaan dicatat pada lembar
pemeriksaan yang tersedia bedasarkan kode dan kriteria menurut WHO, yaitu :
d=karies, e=indikasi untuk pencabutan, f=tumpatan pada gigi.

Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini telah dikumpulkan sebanyak 60 sampel dari pasien
karies gigi dari anak kelas 1 sampai kelas 6 di SD Negeri 29 Dangin puri
Denpasar. Karakteristik penderita sebagai sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tebel berikut :
Tabel 1 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin

Jenis Kelamin
Umur Jumlah
Laki-Laki Perempuan
6-9 tahun 17 12 29
10-13 tahun 19 12 31
Jumlah 36 24 60/60 (100%)

Sampel pada penelitian ini lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu
36 orang dari 60 sampel anak dengan karies ( 60 %) dibanding dengan anak
perempuan yaitu sebesar 24 orang dari 60 sampel anak dengan karies ( 40 %).
Dari karakteristik umur semua sampel paling banyak sampel berasal dari kisaran
umur 10-13 tahun yaitu 31 orang dari 60 sampel anak dengan karies ( 52 %),
demikian juga jenis kelamin laki-laki dimana masing-masing ditemukan usia
pasien terbanyak dari usia 10-13 tahun, sebanyak 19 orang dan sampel pada
sampel perempuan sama banyaknya pada kedua kelompok umur tersebut yaitu
sebanyak 12 orang dengan karies.

Sebanyak 60 sampel anak dengan karies di SD Negeri 29 Dangin puri


Denpasar diperiksa indeks plaknya, dan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2. Indeks plak sampel anak dengan karies di SD Negeri 29 Dangin Puri
Denpasar

Jenis Kelamin Indeks plak Indeks karies Jumlah


Umur Laki- Sangat Sangat
Perempuan Baik Sedang Jelek Rendah Sedang Tinggi
laki rendah tinggi
6-9 17 12 29 25 4 29
tahun
10-13 19 12 31 26 5 31
tahun
Jumlah 36 24 60 51 9 60/60(100)

Dari tabel 2 pada siswa usia 6-9 tahun didapatkan indeks plak tertinggi
pada indeks plak sedang sebanyak 29 orang dari 60 siswa (48 %), sedangkan pada
usia 10-13 tahun indeks plak dengan kategori sedang sebanyak 31 orang dari 60
siswa ( 52 %). Pada penelitian ini didapatkan semua indeks plak pada kedua
kelompok usia menunjukkan indeks plak dengan kategori sedang.
Indeks karies pada kedua kelompok usia menunnjukkan indeks karies
dengan kategori sangat rendah menunjukkan hasil terbanyak.. Pada usia 6-9
tahun indeks karies sangat rendah terdapat pada 25 orang siswa dari 60 siswa
(42%) dan pada kelompok usia 10-13 tahun sebanyak 26 orang dari 60 siswa (58
%). Indeks plak rendah pada kelompok usia 6-9 tahun sebanyak 4 orang dan pada
usia 10-13 tahun sebanyak 5 orang siswa.

Bahasan
Subjek yang diteliti pada penelitian ini yaitu siswa di Sekolah Dasar
Negeri 29 Dangin Puri Denpasar. Subjek penelitian tersebut meliputi siswa yang
berusia 6 sampai 13 tahun. Penetapan usia yang digunakan pada penelitian
iniadalah siswa kelas 1 sampai kelas 6. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria
yaitu 60 orang. Hasil penelitian yang dibagi berdasarkan jenis kelamin seperti
yang terlihat pada tabel 1. Sampel pada penelitian ini lebih banyak pada jenis
kelamin laki-laki yaitu 36 orang dari 60 sampel anak dengan karies ( 60 %)
dibanding dengan anak perempuan yaitu sebesar 24 orang dari 60 sampel anak
dengan karies (40 %). Dari karakteristik umur semua sampel paling banyak
sampel berasal dari kisaran umur 10-13 tahun yaitu 31 orang dari 60 sampel anak
dengan karies (52 %), demikian juga jenis kelamin laki-laki dimana masing-
masing ditemukan usia pasien terbanyak dari usia 10-13 tahun, sebanyak 19 orang
dan sampel pada sampel perempuan sama banyaknya pada kedua kelompok umur
tersebut yaitu sebanyak 12 orang dengan karies.
Indeks Plak di SD N 29 Dangin Puri Denpasar diperoleh hasil pada siswa
usia 6-9 tahun indeks plak sedang sebanyak 29 orang dari 60 siswa (48 %),
sedangkan pada usia 10-13 tahun indeks plak dengan kategori sedang sebanyak 31
orang dari 60 siswa ( 52 %). Pada penelitian ini didapatkan semua indeks plak
pada kedua kelompok usia menunjukkan indeks plak dengan kategori sedang.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh antara indeks plak terhadap
kejadian karies pada siswa di semua kelompok usia. Indeks plak menendakan
tingkkat kebersihan rongga mulut yang masih kurang. Kebersiha rongga mulut
mencerminan masih kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan prilaku yang
kurang dalam hal menjaga kebersihan gigi. Prilaku dalam menjaga kesehatan gigi
seperti kebiasaan makan dan cara sikat gigi yang kurang baik berpengaruh terhadap
akumulasi plak pada gigi sehinnga akan menyebabkan terjadinya karies gigi.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD N 29 Dangin Puri
Denpasar masih banyaknya kejadiaan karies meskipun dengan indeks karies
sedang dan indeks plak sangat rendah. Persentase indeks plak kategori sedang
sebanyak 48% pada usia 6-9 tahun dan 52 % pada siswa usia 10-13 tahun,
menandakan masih perlu peningkatan pengetahuan dan peningkatan prilaku
tentang kesehatan gigi.peningkatan pengetahuan dan pilaku hidup sehat dapat
menurunkan angka kejadian karies pada siswa.

SARAN
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk dapat memperoleh
gambaran karies pada siswa di SD N 29 Dangin Puri Denpasar sejak didni. Bagi
sekolah diharapkan dapat menyediakan fasilitas seperti UKS/UKGS untuk dapat
menunjang upaya pelayanan kesehatan. Bagi Orang tua diharapkan lebih
memperhatikan dan menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan mengajarkan dan
mengingatkan anaknya menyikat gigi secara benar dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Aas, A.J., Griffen, A.L., Dardis, S.R., Lee, A.M., Olsen, I., Dewhirst, F.E., Leys
E.J.m and Paster, B.J. 2008. Bacteria of Dental Caries in Primary and
Permanent Teethin Children and Young Adults. Journal of Clinical
Microbiology, p. 1407-1417, Vol. 46, No. 4

Adyatmaka,1992.Perawatan dan pemeliharaan kesehatan gigi. http//www


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1141/.../fkg-sayuti3.pdf.txt
Accesed on 15 april 2013.

Ajdic D, McShan WM, McLauglhin RE, Savic G, Carson MB. 2002. Genome
sequence of Streptococcus mutans UA159, a cariogenic dental
pathogen. Proc Natl Acad Sci USA. (99):14434-39.
Almstahl, A., Wikstrom, M., Kroneld, U. 2001. Microflora in oral ecosystems in
Primary Sjogren’s syndrome. J Rheumatol 28, p. 1007-1013.

Araoye, M. 2003. Research Methodology with Statistics for Health and Social
Sciences.,http//www Revista de Biología Tropical [HTML]. Accesed on
15 april 2013.

Ari, W. N. 2008. Streptococcus Mutans. Si Plak Dimana-mana. Available from :


http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans31.
pdf. Accesed on 16 Januari 2013.

Arora, D.R., Arora, B.B. 2009. Textbook of Microbiology fo Dental Student :


Streptococcus Published in Singapore by Alkem Company (S) Pte Ltd.
P. 170-178.

Baker GC. 1999. Identification of Indonesian hyperthermoghiles using 16 sr RNA


Sequencing. Bandung: PPAU Bioteknologi ITB

Barrientos Silvia, Rodrigues, Adriana. 2011. Production of Glucosyltransferase B


and Glucans by Streptococcus mutans strains isolated from carries –free
individuals,Colombia.Vol.24,num 3.2011.p.258-264.

Bergey's Manual of Determinative Bacteriology,. 8 th ... Budi SW, Van Tuinen D,


Negrel J, Martinotti G, Gianinazzi S. 1998. ... Cappuccino JG, Sherman
N. 2005.
Boedihardjo.1985 Pemeliharaan kesehatan gigi keluarga. Surabaya : Airlangga
University Press; 1985, p.3,9

Bowen WH, Koo H. 2011. Biology of Streptococcus mutans-derived


glucosyltransferases: role in extracellular matrix formation of
cariogenic biofilms. http//www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21346355
Accesed on 15 april 2013

Bratthall D. 2000 Introducing the Significant Caries Index together with a


proposal for a new global oral health goal for 12-yearolds. International
dental journal, 50(6):378–84.

Bratthall, D. 2004. Dental caries. Faculty of Odontology Malmo University,


Sweden, Int Dent J 2005 ; 50:378-384.

Carmona. L.E., Reyes Niradiz, Gonzales Farith. 2011. Polymerase Chain Reaction
for detection of Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus in
dental plaque of children from Cartagena, colombia. vol. 42,
num.4,2011.p.430-437
Carranza FA, Newman MG, Takei HH. Clinical Periodontology 9th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2002, p.98-101.

Carvalho, A. S., and Cury, J.A. 1999. Fluoride Release from Some Dental
Materials in Different Solutions. J Op Dent, 24, page 14-19

Departemen Kesehatan RI. 1994. Profil kesehatan gigi dan mulut di Indonesia
pada Pelita V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI., 2005. Survei Kesehatan Nasional. Survei Kesehatan


Rumah Tangga (SKRT) 2004. Vol. 3. Jakarta : Badan Litbangkes.

Departemen Kesehatan., 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi di


Puskesmas. Jakarta

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Gurenlian JoAnn R., R.D.H, PhD.2007. The Role of Dental Plaque Biofilm in
Oral Health. Journal of Dental Hygiene, page 4-12.

Harshanur Itjingningsih, W.1991. Anatomi gigi, EGC. Jakarta

Hawkins RJ, et al.2000 Oral hygiene knowledge of high-risk grade one children:
an evaluation of two methods of dental health education.J community
Dentistry and Epidemiology 2000; 28: 336–43

Anda mungkin juga menyukai