Anda di halaman 1dari 53

STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)

YANG DIPICU OLEH STRES


PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi

Oleh:

RAFEATUN NISA NIM : 070600140

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2011

Rafeatun Nisa

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

x + 69 halaman

Stomatitis Aftosa Rekuren merupakan salah satu masalah klinis yang sering
dijumpai oleh dokter gigi. Penyakit ini seringkali dihubungkan dengan kondisi
psikiatrik penderita sebagai salah satu predisposisinya, antara lain stres.
Insiden SAR cenderung ditemukan antara yang tertinggi pada mahasiswa
kedokteran gigi daripada populasi umum lainnya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi
SAR yang diderita oleh mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara,
untuk mengetahui tingkat keparahan stres, untuk mengetahui faktor-faktor
yang dapat menimbulkan stres dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa
kedokteran gigi dan untuk mengetahui tanggapan dan perhatian mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara terhadap SAR yang diderita.

dental serta tanggapan dan perawatan yang mereka lakukan terhadap SAR
yang pernah mereka derita. Penilaian tingkat keparahan stres diukur dengan
menggunakan Skala Likert, sedangkan penilaian faktor penyebab stres diukur
menggunakan Skala Penilaian Grafik. Analisa data dilakukan dengan data
diolah secara deskriptif yaitu dihitung dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian didapati bahwa proporsi faktor stres sebagai salah satu faktor
predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara
yaitu sebanyak 56,8%. Sebagian besar mahasiswa mengalami tingkat stres
tinggi yaitu sebanyak 77,8%. Faktor utama penyebab stres dikalangan adalah
faktor akademik yaitu sebanyak 49,3%. Diantara stresor tertinggi dari
lingkungan dental adalah ujian dan nilai ujian (64%), pasien yang terlambat
atau tidak hadir seperti dijanjikan (60%), dan jumlah tugas kuliah (56,7%).

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagi


mahasiswa kedokteran gigi, para ahli maupun dokter gigi bahwa mengetahui
stresor yang dialami amatlah penting supaya dapat diketahui dengan pasti
faktor apakah yang menyebabkan timbulnya SAR. Dengan demikian, dapat
memperkecil resiko terjadinya SAR dan dapat menentukan perawatan yang
tepat dan adekuat bagi SAR.
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam
dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada
mukosa mulut yang paling sering terjadi.1 SAR merupakan salah satu kasus
yang sering dijumpai oleh dokter gigi diseluruh dunia sehingga dihasilkan
beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan SAR.2

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari
penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi
SAR berkisar 15-25% dari populasi.3-8 Di Amerika, prevalensi tertinggi
ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi
56% dan mahasiswa profesi 55%.9 Resiko terkena SAR cenderung meningkat
pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan
denganmeningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-
jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan
individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.6,7

anti-depresi, hasilnya mayoritas pasien menjalani penyembuhan setelah


diberikan obat penenang. Yaacob & Ab-Hamid (1985) melihat ini sebagai
indikasi adanya hubungan pengaruh negatif dan terjadinya SAR.2

mahasiswa kedokteran gigi sering menderita SAR tanpa menyadari penyebab


utamanya.14,15

Pada dasarnya SAR dapat memicu dalam meningkatkan stres dan


ketidaknyamanan, kemudian akan dapat meningkatkan kemungkinan terjadi
penyakit infeksi selain dapat mengganggu penyakit lainnya yang terjadi secara
psikoneuroimunologi.2 Walaupun SAR tidak mengancam kehidupan tetapi
keluhan rasa sakit yang hebat sangat mengganggu penderita pada saat makan,
menelan atau berbicara terutama pada penderita yang sering berulang
kejadiannya.2,3 Selanjutnya akan terjadi penurunan kualitas hidup dan kondisi
kesehatan secara menyeluruh. Dengan latar belakang yang demikian maka SAR
sampai sekarang masih merupakan penyakit mulut yang dianggap penting.2

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

Berapakah proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR
yang diderita oleh mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui tingkat keparahan stres pada mahasiswa kedokteran gigi


Universitas Sumatera Utara yang menderita SAR.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dari


lingkungan dental dikalangan mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera
Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti:

1. Bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara:


Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi Fakultas
Kedokteran Gigi dalam menghasilkan lingkungan yang menyenangkan bagi
mahasiswa agar mereka dapat melanjutkan studi tanpa berasa takut dan
cemas.

2. Bagi mahasiswa kedokteran gigi:

Dapat memberi informasi mengenai cara-cara menanggulangi stres yang


dihadapi terhadap terjadinya SAR dan menyadari betapa pentingnya menjaga
kesehatan rongga mulut untuk meningkatkan kualitas hidup.

3. Bagi dokter gigi:

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa
ulser tunggal maupun lebih dari satu.3,6-8,16 SAR dapat menyerang mukosa
mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral
lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.16

2.1.1 Definisi

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang di teliti. Angka
prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.3,9
Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia
(1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya
jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada
masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika
Utara.9 Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat,
tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo
tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode
2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR
17,3%.18

SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40
tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith
dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih
sering ditemukan pada masa dewasa muda.2 SAR paling sering dimulai selama
dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser
akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan
tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.5

2.1.4 Faktor Predisposisi

sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi


dan sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri,
penyakit sistemik, dan obat-obatan. Dokter gigi sebaiknya mempertimbangkan
bahwa faktor-faktor tersebut dapat memicu perkembangan ulser SAR.3,16,23

2.1.4.1 Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen


berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur,
yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser,
disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan
oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS
mengalami sariawan yang lebih sedikit. Penurunan ini ditemukan setinggi 81%
dalam satu penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek
penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan
daripada pada saat mereka menggunakan pasta gigi yang menggandung
SLS.3,8,24
2.1.4.2 Trauma

merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua


penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.26

2.1.4.3 Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak
hal tersebut.

HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan


mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat
bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul
SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita
SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat
keluarga SAR.9,24

2.1.4.4 Gangguan Immunologi

menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2


pada penderita SAR.9

2.1.4.5 Stres

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan


lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan
emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara
tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan
dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.
2.1.4.6 Defisiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam
folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi
terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR
dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi
subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami
perbaikan.27

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi
dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR
yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink
pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR
menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR
pada umumnya normal.28

2.1.4.7 Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak
yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen
dan progesteron.20,26

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan


progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya
penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan
terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut,
memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang
berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga
mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur
pergantian epitel mukosa mulut.26
2.1.4.8 Infeksi Bakteri

penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai


penyebab SAR. Donatsky dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut
dengan melaporkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap Streptokokus
sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.9

2.1.4.9 Alergi dan Sensitifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan


(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi
antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi
protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk
antibodinya sendiri.29

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah
berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan
edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal,
dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
SAR.29

2.1.4.10 Obat-obatan

2.1.4.11 Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.3
2.1.4.12 Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien


yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi
dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan
dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR
setelah berhenti merokok.3,24

2.1.3 Gambaran Klinis

Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR.


Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada
tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan
menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.

2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR.
Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.
Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.

3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada
tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh
lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang
berkurang.

4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan
ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak
meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR
menyembuh dan lesi baru berkembang.6,9,19

Berdasarkan hal tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa
rekuren tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa
rekuren tipe herpetiformis.
2.1.3.1 SAR Tipe Minor

eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-


keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa
tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh
dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.3,8,9,20

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.21

2.1.3.2 SAR Tipe Mayor

Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe
minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm,
berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana
saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.3

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.3

2.1.3.3 SAR Tipe Herpetiformis

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.3

Gambar 4. Karateristik gambaran klinis dari stomatitis aftosa rekuren.3

2.1.5 Diagnosa

predisposisi juga harus dicatat.16 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan


ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm
yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti
pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung
sembuh.8,11,17
2.1.6 Perawatan

Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien SAR, tahapannya adalah :


1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang
dialami yaitu SAR agar mereka mengetahui dan menyadarinya.

2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan


menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya SAR.

3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien


dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan.

Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya dengan


menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi
nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.
Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-
kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR juga dapat
dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur
dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.24

tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan
meningkatkan periode bebas penyakit.3

Bagi pasien yang mengalami stomatitis aftosa rekuren mayor, perawatan


diberikan dengan pemberian obat untuk penyembuhan ulser dan
diinstruksikan cara pencegahan. Bagi pasien yang mengalami SAR akibat
trauma pengobatan tidak diindikasikan. 3,6,17

Pasien yang menderita SAR dengan kesakitan yang sedang atau parah, dapat
diberikan obat kumur yang mengandung benzokain dan lidokain yang kental
untuk menghilangkan rasa sakit jangka pendek yang berlangsung sekitar 10-15
menit. Bagi menghilangkan rasa sakit yang berlangsung sehingga enam jam,
dapat diberikan zilactin secara topikal. Zilactin dapat lengket pada ulser dan
membentuk membran impermeabel yang melindungi ulser dari trauma dan
iritasi lanjut. Dapat juga diberikan ziladent yang juga mengandung benzokain
untuk topikal analgesia. Selain itu, dapat juga menggunakan larutan betadyne
secara topikal dengan efek yang sama. Dyclone digunakan sebagai obat kumur
tetapi hanya sebelum makan dan sebelum tidur. Aphthasol merupakan pasta
oral amlexanox yang mirip dengan zilactin yang digunakan untuk mengurangi
rasa sakit dengan membentuk lapisan pelindung pada ulser. 3,6,17

Thalidomide adalah obat hipnotis yang mengandung imunosupresif dan anti-


inflamasi. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan stomatitis aftosa
rekuren mayor, sindrom Behcet, serta eritema nodosum. Namun, resiko pada
teratogenesis telah membatasi penggunaannya.6

Klorheksidin adalah obat kumur antibakteri yang mempercepatkan


penyembuhan ulser dan mengurangi keparahan lesi SAR. Selain itu, tetrasiklin
diberikan sesuai dengan efek anti streptokokus, tetrasiklin 250mg dalam 10 cc
sirup direkomendasikan sebagai obat kumur, satu kali sehari selama dua
minggu. 3,6,17

Levamisol telah dianjurkan sebagai perawatan yang mungkin untuk SAR,


namun oleh karena efek samping immunostimulatornya, pemakaian obat ini
kurang diindikasikan. 3,6

Pemberian obat-obatan tertentu yang tidak diperbolehkan hanya dapat


merusak jaringan normal disekeliling ulser dan bila pemakaiannya berlebihan
maka akan mematikan jaringan dan dapat memperluas ulser.8

2.2 Peranan Faktor Stres

2.2.1 Stres dan Stresor

Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak
terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan.
Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif
disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang
bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang
menyebabkan stres.31

Dalam menghadapai stres seseorang dapat mengadakan penyesuaian diri


secara efektif yaitu bersifat objektif, resional, dan efektif. Setiap orang
mempunyai cara-cara penyesuaian diri yang khusus terhadap stres yang
dialami, yang tergantung dari kemampuan, pengaruh lingkungan, pendidikan
dan pengembangan diri.32
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Beberapa tipe
stresor yaitu : 33

a) Fisikokimia : lingkungan eksternal misalnya perubahan iklim dan cuaca,


polusi, bencana dan zat kimia.

b) Sosial : lingkungan sosial misalnya lingkungan hidup seperti pekerjaan,


rumah, pendidikan, dan hubungan antara manusia.

c) Biologis : lingkungan internal yaitu beberapa perubahan yang terjadi di


dalam tubuh. Misalnya penyakit, cedera, kelelahan, dan lain-lain.

2.2.2 Respon Stres

Menurut Selye (1956), General Adaptation Syndrome (GAS) merupakan salah


satu teori yang paling banyak diterima mengenai stres dan dampaknya
terhadap tubuh manusia. Ketika tubuh bertemu stresor, penyesuaian terjadi
dalam upaya tubuh mendapatkan kembali keseimbangannya (homeostatis).2

Pada tahap pertama GAS, terjadinya reaksi alarm. Setiap trauma fisik atau
mental akan memicu reaksi yang segera dalam menghambat stres. Akibat dari
sistem imun tubuh yang pada awalnya tertekan, tingkat normal daya tahan
tubuh akan menurun menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan
penyakit. Jika stres yang dihadapi ringan dan tidak berlangsung lama, tubuh
akan kembali normal dan pulih dengan cepat.2

Pada tahap kedua GAS, terjadinya resistensi atau adaptasi tubuh akibat dari
stresor yang tidak dapat diatasi. Akhirnya, tubuh beradaptasi terhadap stres
dan cenderung menyebabkan tubuh lebih tahan terhadap penyakit. Pada
keadaan ini, sistem imun bekerja lebih supaya dapat mengikuti kebutuhan
yang diharapkan. Sering kali individu merasa bahwa telah berhasil mengatasi
efek stres dan tubuh mereka kebal terhadap efek stres. 2

timbulnya penyakit. Bagi mendukung asumsi ini, Mcnally telah melakukan


penelitian dan ditemukan SAR pada responden yang mengalami tingkat stres
yang tinggi.2
2.2.3 Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Telah beberapa dekade dilakukan penelitian empiris klinis yang menunjukkan


bahwa faktor psikis mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit SAR.11
Genco et.al. (1998) menuliskan stres jalur umum dari terjadinya sejumlah
penyakit kronik, salah satu bagian tubuh yang dapat dipengaruhi oleh stres
adalah rongga mulut.34

Beberapa peneliti telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara


stresor psikologis dengan pengaruh sistem imun, dimana respon imun tubuh
dapat dimodulasi oleh stresor psikologis. Pada kondisi stres, hipotalamus
memicu aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex).
Aderenal korteks mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari
respon imun. Kortisol ini akan melepaskan glukokortikoid dan katekolamin
yang akan menyebabkan penurunan produksi INF-γ (sitokin tipe 1) dan
meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan memicu
terjadinya perubahan keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 yang lebih ke arah
respon tipe 2. Namun, penelitian terbaru menyatakan bahwa disregulasi dari
keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 inilah yang memainkan peranan penting
dalam menghubungkan pengaruh stres terhadap sistem imun.Dalam upaya
menghasilkan homeostatis akibat stres sering menghasilkan kondisi patologis
terhadap tubuh.35

mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut,


sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan.36

Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita


ulser mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang
menderita ulser pada waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah, dan
pada beberapa studi telah dilaporkan ada hubungan diantara keduanya.
Dengan meningkatnya stresor seiring perkembangan zaman, maka prevalensi
SAR yang berhubungan dengan stresor psikologis dapat diduga akan lebih
tinggi.2,11,36
2.2.4 Perawatan

Perawatan pasien SAR yang berhubungan dengan stres psikologis, dapat


dilakukan dengan mengurangi tingkat stres yang diamati, dengan cara
konseling dan psikoterapi pada kasus SAR yang parah dan dukungan sosial
teman atau keluarga pada kasus yang kurang parah.11 Menurut Janicki (1971),
konseling dan psikoterapi kelihatannya mempunyai efek terhadap seringnya
dan rekurensi dalam mengurangi terjadinya SAR. Selain itu, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial mempunyai efek pendukung
sistem imun.2

2.3 Mahasiswa Kedokteran Gigi dan Stres

proses pembelajaran sebagai mahasiswa kedokteran gigi.14,15 Prevalensi stres


dikalangan mahasiswa kedokteran gigi telah dilaporkan di beberapa negara
antaranya Amerika Serikat, United Kingdom, German, Greece, Jordan, Nigeria,
Afrika Selatan, India, Singapura, Malaysia, Jepang, Australia, dan West
Indies.15

Menurut penelitian yang diterbitkan, menemukan bahwa sumber stres terjadi


pada semua tahapan karier kedokteran gigi yang dimulai dari awal pendidikan
sarjana kedokteran gigi.12,13 Tingginya tingkat stres yang dirasakan dikalangan
mahasiswa kedokteran gigi sering dikaitkan dengan gejala fisik, tekanan
psikologis, kelelahan karir, dan kelelahan emosi.12 Beberapa penelitian
menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran gigi sering mengalami gejala stres,
ansietas yang lebih tinggi daripada populasi umum, tingkat depresi yang tinggi,
dan mengalami sensitivitas interpersonal.13

Diantara faktor pencetus yang paling tinggi terjadinya stres adalah beban
tugas, tekanan prestasi, ujian, takut gagal, dan keyakinan diri. Intensitas stres
sangat berbeda mengikut tahun studi. Analisa dari beberapa penelitian
berpendapat bahwa mahasiswa kedokteran gigi tahun ke-4 dan yang telah
lulus kurang khawatir dengan beban tugasan yang banyak, kesulitan
kepaniteraan klinik, dan kegagalan tetapi mereka lebih khawatir akan masa
depan profesi mereka. Bagi mahasiswa baru, mereka lebih prihatin mengenai
kurangnya waktu untuk relaksasi.13
dan staf pendukung, hubungan dengan teman dan keluarga, takut mengalami
kegagalan, dan ketakutan menghadapi orang tua setelah mengalami
kegagalan. Perbedaan jenis kelamin juga telah dilaporkan, mahasiswa wanita
sering mengalami stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Masalah
yang sering ditemukan pada mahasiswa wanita adalah berkaitan dengan
kepercayaan diri, memperoleh keterampilan klinis dan memenuhi persyaratan
akademik.14,15 Selain itu, pengaruh orangtua dalam terjadinya stres juga
memainkan peranan penting. Orangtua yang tidak dapat memenuhi impian
mereka untuk menjadi dokter gigi akan mencoba memenuhinya melalui anak-
anak mereka. Dalam banyak kasus, anak-anak dipaksa untuk mempelajari
bidang yang bukan pilihan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa
seperti ini akan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa
yang mempelajari bidang yang merupakan pilihan mereka.37

KERANGKA KONSEP

STRES STOMATITIS AFTOSA REKUREN

• Trauma

• Genetik

• Hormonal

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong


silang (cross-sectional), yaitu mengetahui proporsi SAR yang disebabkan stres
pada mahasiswa kedokteran gigi, dimana tiap subjek hanya diperiksa satu kali
saja.38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera


Utara. Waktu penelitian adalah dari bulan Desember 2010 sehingga Januari
2011.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar sebagai
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang menderita atau
pernah menderita SAR.

3.3.2 Sampel

Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive non

tertentu dari populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.38

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini,
penulis menggunakan persentase insiden SAR dikalangan mahasiswa
kedokteran gigi dari hasil penelitian Ship (1967) yaitu 66%,10,11 diperoleh
sampel dengan menggunakan rumus besar sampel untuk data nominal
terhadap sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
(Sudigdo,S .2008) yaitu sebagai berikut: 38

n = Zα2. P. Q d2

= 1,962. 0,66 . (1-0,66) (0.10)2

= 86,2

Dengan ketentuan : n : jumlah sampel

Zα : tingkat kemaknaan yang dikehendaki = 1,96 P : prevalensi SAR (dari


penelitian terdahulu) = 0,66 Q : ( 1- P ) = 1- 0,66 = 0,34

d : tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki = 0,10


3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi sampel mahasiswa kedokteran gigi USU : - Mahasiswa yang


mempunyai riwayat SAR

Kriteria eksklusi sampel mahasiswa kedokteran gigi USU : - Mahasiswa yang


menolak diwawancarai

3.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Stres

Variabel terikat : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Variabel terkendali :


Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

3.6 Definisi Operasional

a) SAR merupakan suatu lesi yang ulang kambuh berbentuk bulat atau oval
dengan ukuran bervariasi 1- 10 mm tertutup selaput putih kekuningan,
berbatas tegas dan dikelilingi oleh batas eritematus.2,3,6,8

b) Penderita SAR merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas


Sumatera Utara yang mempunyai riwayat penyakit SAR, dimana data diperoleh
melalui anamnesa.

d) Genetik adalah faktor keturunan dimana ada atau tidak riwayat SAR pada
orang tua atau keluarga lainnya,24 yang diperoleh dari kuesioner SAR.

e) Trauma adalah luka atau cedera yang terjadi pada jaringan mukosa mulut
akibat kontak fisik, kimia, thermis,24 yang dapat diketahui dari kuesioner SAR.

f) Alergi adalah reaksi hipersensitifitas akibat kontak dengan sesuatu bahan


tertentu,24 yang dapat diketahui dari kuesioner SAR.

g) Gangguan hormonal, misalnya siklus menstruasi,24 yang diperoleh dari


kuesioner SAR.

3.7 Sarana Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa tiga jenis kuesioner yaitu:

a) Kuesioner SAR : untuk mengetahui penyebab timbulnya SAR pada


mahasiswa kedokteran gigi.
c) Kuesioner Dental Environment Stress (DES) : untuk mengetahui penyebab
terjadinya stres dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa kedokteran gigi.
Kuesioner ini diambil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. 12-15,37,39

3.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada mahasiswa kedokteran gigi USU yang


mempunyai riwayat penyakit SAR, data diperoleh melalui anamnesa, kemudian
diberikan informed consent bagi mahasiswa yang bersedia menjadi sampel.
Kemudian diberikan lembaran kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui
penyebab yang dapat menimbulkan ulser rekuren pada mahasiswa.

Untuk mengukur dan mengetahui ada tidaknya faktor stres pada mahasiswa
sebagai penyebab SAR, dilakukan dengan menyajikan kuesioner Perceived
Stress Scale (PSS). Metode skala yang digunakan adalah metode Skala Likert.
Metode ini meliputi 5 jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), kadang-
kadang (KK), hampir tidak pernah (HTP), tidak pernah (TP). Untuk item positif
skornya bergerak dari 0 SS, 1 S, 2 KK, 3 HTP, 4 TP dan item negatif 4 SS, 3 S, 2
KK, 1 HTP, 0 TP. Skor stres diklasifikasikan ke dalam empat kategori; tingkat
stres rendah (skor 0 hingga 11), tingkat stres normal (skor 12 hingga 15),
tingkat stres tinggi (skor 16 hingga 26), dan tingkat stres sangat tinggi (skor 27
dan lebih).2

untuk mencek titik tertentu dari suatu kontinum pada garis tertentu.40 Nilai
skala yang di gunakan adalah 0 (tidak stres) hingga 5 (sangat stres). Bagi
mempermudahkan dalam menganalisis data, item dibagikan kedalam lima
stressor utama yaitu : penyesuaian diri (item 1 hingga 4), faktor pribadi (item 5
hingga 14), lingkungan pendidikan (item 15 hingga 19), faktor akademik (item
20 hingga 29), dan faktor klinis (item 30 hingga 37).14

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data ditabulasi dengan menggunakan Mictosoft Office Excel 2007.

3.10 Analisa Data


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karekteristik Responden

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 orang


mahasiswa yang mempunyai riwayat SAR diambil dari Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara. Dari 95 orang mahasiswa, 63 orang (66,3%)
mahasiswa masih kuliah dan 32 orang (33,7%) mahasiswa sedang menjalani
kepaniteraan klinik. Sebagian besar sampel berdasarkan jenis kelamin
merupakan mahasiswa perempuan sebanyak 80 orang (84,2%) dan mahasiswa
laki-laki sebanyak 15 orang (15,8%). Informasi karakteristik responden dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. INFORMASI KARAKTERISTIK RESPONDEN, TAHUN 2011

No. Kriteria n

(nT = 95 )

1. Mahasiswa Kuliah

Kepaniteraan Klinik

4.2 Status Stomatitis Aftosa Rekuren

Dari 95 orang mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara,


ditemukan bahwa ada beberapa faktor predisposisi terjadinya SAR yang terdiri
dari trauma, hormonal, alergi, genetik dan stres. Distribusi dan frekuensi
berdasarkan faktor predisposisi dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik
persentase berdasarkan faktor predisposisi dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 2. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI
PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,
TAHUN 2011

No. Faktor Predisposisi n

(nT = 95 )

1. Trauma 16

2. Hormonal 12

3. Alergi 8

4. Genetik 5

5. Stres 54

Gambar 5. PERSENTASE BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI SAR PADA


MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN
2011

Tabel 3. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN TINDAKAN


MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN
2011

Menjaga kebersihan mulut Menggunakan obat kumur

84 11

88,4% 11,6% Keterangan : n dinyatakan dalam orang


4.3 Tingkat Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Menurut persentase faktor predisposisi yang didapat, dijumpai sebanyak 54


orang (56,8%) mahasiswa mengalami riwayat SAR disebabkan faktor stres. Dari
54 orang, jumlah mahasiswa perempuan 43 orang (79,6%) dan 11 orang
(20,4%) mahasiswa laki-laki.

mahasiswa dengan tingkat stres tinggi, dan 1 orang (1,9%) mahasiswa dengan
tingkat stres sangat tinggi. Grafik persentase tingkat stress dapat dilihat pada
Gambar 6. dan distribusi dan frekuensi tingkat stres berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI TINGKAT STRES BERDASARKAN JENIS


KELAMIN MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SAR, TAHUN 2011

No. Jenis Kelamin Tingkat Stres n Keterangan : n dinyatakan dalam orang

4.4 Faktor Pencetus Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Tabel 5. HASIL KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES) PADA


MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, TAHUN
2011

No. Stressor %

1 Ujian dan nilai ujian 64.0%

2 Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan 60.0%

3 Jumlah tugas kuliah 56.7%

4 Kekurangan waktu klinis yang diberikan 53.7%

5 Masalah keuangan 53.0%

6 Takut mengalami kegagalan dalam pelajaran 53.0% 7 Kurangnya waktu untuk


melakukan pekerjaan kuliah yang ditugaskan 52.6%

8 Takut tidak mampu untuk mengejar karena ketinggalan dalam pelajaran


52.6%
9 Kurangnya waktu untuk relaksasi 51.1%

10 Takut menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan 49.6%

11 Kesulitan tugasan kuliah 49.3%

12 Kurangnya suasana seperti rumah di tempat tinggal 46.7%

13 Persaingan nilai ujian 43.0%

14 Jauh dari pangkuan keluarga 42.6%

15 Perbedaan pendapat staf klinis mengenai perawatan pasien 42.6% 16


Kesulitan dalam mempelajari prosedur klinis 41.5%

17 Kesulitan dalam pemahaman literatur 40.4%

18 Kesulitan dalam mempelajari ketelitian ketrampilan manual yang diperlukan


dalam pekerjaan praklinis dan laboratorium

40.0%

19 Melengkapi persyaratan klinis 38.5%

21 Menerima kritikkan mengenai pekerjaan klinis atau akademik 36.3%

22 Keberadaan dokter jaga di klinik 36.0%

23 Peralihan ke kepaniteraan klinik 35.2%

24 Kesehatan fisik diri 34.8%

25 Peraturan dan persyaratan fakultas 34.8%

26 Melengkapi persyaratan wisuda 34.0%

27 Kurangnya kepercayaan untuk menjadi mahasiswa kedokteran gigi yang


sukses 33.7%

28 Keberadaan teknisi lab 32.6%

29 Konflik dengan rekan 31.9%

30 Bekerja pada pasien dengan kebersihan oral yang jelek 31.9%


31 Masalah lain yang berkaitan dengan tempat tinggal 30.0%

32 Kurangnya kepercayaan untuk menjadi dokter gigi yang sukses 30.0%

33 Diskriminasi karena ras, status kelas, atau kelompok etnis 27.8%

34 Hubungan dengan pacar 26.0%

35 Lingkungan belajar yang sesuai 23.0%

36 Ingin berteman 18.5%

37 Ketergantungan (misalnya narkoba, alkohol, merokok) 7.8%

BAB 5 PEMBAHASAN

SAR telah menjadi salah satu penyakit ulang kambuh pada mukosa mulut yang
paling sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi berdasarkan prevalensi
tertinggi yaitu 66% dalam penelitian Ship (1967).10,11 Prevalensi ini cukup
tinggi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi faktor
stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi
Universitas Sumatera Utara.

Responden yang mempunyai riwayat SAR terdiri 15 (15,8%) mahasiswa laki-laki


dan 80 (84,2%) mahasiswa perempuan. Adanya bias dalam penelitian ini dapat
terjadi karena jumlah sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang,
sehingga perbandingan SAR berdasarkan jenis kelamin tidak dapat
membuktikan literatur yang menyatakan bahwa perempuan lebih sering
terserang SAR dari laki-laki dengan ratio 3:2.6-8

ACTH menstimulasi korteks adrenal mensekresi hormon glukokortikoid


(kortisol). Hormon kortisol ini akan meningkatkan aktifitas Th-2 melalui IL-4, IL-
4 akan menstimuli mast cell, basofil, dan sel plasma menghasilkan Ig E
sehingga menimbulkan reaksi anafilatik pada jaringan menyebabkan jaringan
rentan terhadap jejas. Hal inilah yang kemungkinan besar menyebabkan
seseorang yang stres rentan terhadap SAR. 35,41
yang mereka alami dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayur, hasil ini
sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa untuk mencegah atau
mengurangi timbulnya SAR dapat diimbangi dengan banyak mengkonsumsi
buah dan sayur, sebab faktor lain penyebab timbulnya SAR adalah defisiensi
nutrisi.27 Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanggapan dan
tindakan pencegahan mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara
sangatlah baik sesuai dengan tujuan penelitian.

Hasil penelitian mengenai pengukuran tingkat stres pada mahasiswa


kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara, mayoritas mahasiswa yang
mengalami tingka stress tinggi berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menjelaskan bahwa perempuan lebih cenderung mudah
emosi dan labil.42 Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki
dan perempuan pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada
perempuan dan laki-laki, dimana perempuan lebih peka terhadap
lingkungannya dan lebih mudah menderita beban psikis seperti cemas dan
merasa tidak senang.42

Berdasarkan dari hasil kuesioner DES, didapati stresor utama pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara adalah faktor akademik yaitu
sebanyak 49,3%. Hasil ini amat mendukung literatur yang menunjukkan bahwa
stresor disebabkan akademik dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
psikologis mahasiswa. Menurut Polychronopoulou A, dkk (2005) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa faktor akademik juga merupakan stresor
utama pada mahasiswa kedokteran gigi di Greek.13

Stresor kedua tertinggi merupakan item yang terkait dengan faktor klinis pada
kuesioner DES yaitu “Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang
dijanjikan” dengan persentase sebanyak 60%. Stresor ini merupakan yang
paling sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi yang sedang mengalami
kepaniteraan klinik.12-14,37,39 Hal ini karena, kehadiran pasien merupakan
perkara yang amat penting dalam melengkapi persyaratan klinis supaya dapat
meneruskan kegiatan klinis ke tahap selanjutnya.

Stresor ketiga tertinggi adalah “Jumlah tugas kuliah” yaitu sebanyak 56,7%.
Hasil ini amat sesuai dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa
beban tugasan kuliah amat mendorong dalam terjadinya stres pada mahasiswa
kedokteran gigi.12-14,37,39 Hal ini disebabkan beban tugasan yang banyak
dapat mengurangi waktu untuk melakukan revisi karena hampir semua waktu
digunakan untuk menyelesaikan tugasan kuliah sehingga pada akhirnya
mahasiwa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk relaksasi dan akan
merasa kelelahan. Sekiranya hal ini berlanjut, ini akan mendatangkan efek
negatif terhadap prestasi akademik mahasiswa.

“Kurangnya waktu klinis yang diberikan” merupakan stresor keempat tertinggi


yaitu sebanyak 53,7%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terlalu banyak
persyaratan yang harus dilengkapi di setiap departemen klinis sehingga
mahasiswa khawatir waktu klinis yang diberikan tidak mencukupi untuk
melengkapi semua persyaratan.

uang untuk materi kuliah termasuk buku, instrumen dan bahan-bahan klinis.
Selain itu, mahasiswa juga sering kali harus menanggung segala biaya
perawatan yang dilakukan terhadap pasien.

Namun, seperti yang dinyatakan dalam penelitian sebelumnya bahwa variasi


stresor yang dirasakan oleh mahasiswa kedokteran gigi sangat berbeda
mengikut fakultasnya.12 Westerman et al, (1993) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa mahasiswa yang sedang berkuliah lebih tinggi mengalami
stres dari mahasiswa kepaniteraan klinik.37 Dalam penelitian ini peneliti tidak
dapat untuk membuktikan pernyataan tersebut karena peneliti hanya mencari
faktor-faktor penyebab stres secara umum pada mahasiswa kedokteran gigi
Universitas Sumatera Utara yang mempunyai riwayat SAR. Untuk itu perlu
kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari perbandingan
mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stres mengikut jenis
kelamin dan tingkat studi mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera
Utara. Ini karena mahasiswa pada tingkat studi yang berbeda akan
memberikan stresor yang berbeda.13
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai


berikut :

1. Faktor predisposisi terjadinya SAR pada mahasiswa kedokteran gigi


Universitas Sumatera Utara terdiri dari trauma (16,8%), hormonal (12,6%),
alergi (8,4%), genetik (5,3%) dan stres (56,8%).

2. Proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara mencatatkan jumlah tertinggi yaitu
sebanyak 56,8%.

3. Sebagian besar mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara


mengalami tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 77,8%.

4. Faktor utama penyebab stres dikalangan mahasiswa kedokteran gigi


Universitas Sumatera Utara adalah faktor akademik yaitu sebanyak 49,3%. 5.
Diantara stresor tertinggi dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa

6.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan adalah :

1. Perlunya relaksasi pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera


Utara untuk mengurangi tingkat stres dan kejenuhan yang dialami.

2. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan faktor yang dapat


menyebabkan stres sehingga terjadinya SAR berdasarkan jenis kelamin dan
tingkat studi mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Diharapkan agar fakultas kedokteran gigi dapat meningkatkan kualitas


lingkungan yang menyenangkan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dalam
memaksimalkan prestasi mahasiswa dan meminimalkan stres yang dialami. 4.
Diharapkan mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara supaya

DAFTAR RUJUKAN

1. Anonymous. Sariawan/stomatitis. 24 Januari 2008.

(http://kesehatangigi.blogspot.com/2008/01/sariawanstomstitis.html) (24
Agustus 2010).

2. Nally M. I.M. Recurrent aphthous stomatitis and perceived stress (a


preliminary

study). (http://apthous-stressutdy.tripod.com/html) (23 Agustus 2010).

3. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of


recurrent

aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc. 2003;134:200-7.

4. Gallo CB, Mimura MAM, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent

aphthous stomatitis. Clinics. 2009;64(7):645-8.

5. Rosarina A, Hendarti H.T, Soenartyo H. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren

(SAR) yang dipicu oleh stress psikologis: di Klinik Penyakit Mulut Psgm Fkg
Unair September-oktober 2009. O Me Dent Journal. 2009;1;2:42-5.

6. Melamed F. Aphthous stomatitis. 17 April 2001.

(http://www.med.ucla.edu/modules/wfsection/article.php?articleid=207) (23
Agusuts 2010).

7. Scully C. Aphthous ulceration. N Engl J Med. 2006;355(2):165-72

8. Greenberg MS, Glick M. Burkets oral medicines diagnosis and treatment.


10th ed., Philadelphia, London, Mexico City, New York, St. Louis, San Paulo,
Sydney: J.B. Lippincott Company., 2004; 63-65.
9. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SK. Mucosal Disease Series; Number VI

(www.biomedexperts.com/Abstract.bme/16390463/
mucosal_disease_series_Num ber_VI_Recurrent_apthous_stomatitis-) (23
Agusutus 2010)

10. Zain R.B. Classification, epidemiology and aetiology of oral recurrent

ulceration/stomatitis, Annal Dent Univ Malaya 1999;6:34-37.

11. Lubis S. Stomatitis aftosa rekuren & lichen planus: kasus yang berhubungan

dengan stress. Dentika J Dent 2005;10:(2):102-7.

12. Polychronopoulou A, Divaris K. Dental Students’ Perceived Sources of


Stress: A

Multi-Country Study. J Dent Educ 2009;73(5):631-9.

13. Polychronopoulou A, Divaris K. Perceived Sources of Stress Among Greek

Dental Students. J Dent Educ 2005;69(6):687-692.

14. Naidu R.S, Adams J.S, Simeon D, Persad S. Sources of stress and
Psychological

Disturbance Among Dental Students in the West Indies. J Dent Educ

2002;66(9):1021-30.

15. Pau A, Rowland M.L, Naidoo S, Abdulkadir R, Makrynika E, Moraru R, et al.

Emotional Intelligence and Perceived Stress in Dental Undergraduates: A


Multinational Survey. J Dent Educ 2007;71(2):197-204.

16. Casiglia JM. Aphthous stomatitis (http://www.emedicine.com/emedicine


specialties/dermatology/diseases of the oral mucosa.html) (23 Agustus 2010).
17. Zunt L. Susan. Recurrent Aphthous Ulcers: Prevention And Treatment.

(http://www.mmcpub.com/pdf/2001jph/200104jph_pdf/01jphv10n4p17.pdf)
18. Harahap, A.O. Kesembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor Dengan

Pemberian Daun Pegagan (Centella asiatica). Jakarta: Jurnal Ilmiah dan


19. Roger RS. Recurrent aphthous stomatitis : clinical characteristic and
associated

systemic disorder. Seminars in Cutaneus Medicine and Surgery 1997; 16 (4);

278-283.

20. Lewis M.A.O, Lamey P.J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral

Medicine). Cetakan I. Alih bahasa Elly Wiriawan. Jakarta: Widya Medika, 1998:

48-49.

21. Mcbride DR. Management of Aphthous Ulcers

(http://www.aafp.org/afp/20000701/149.html ) (23 Agustus 2010).

22. Gayford JJ, Haskel R. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi ke 2. Alih
bahasa lilian yuwono, Jakarta: EGC, 1990: 1-11.

23. Kilic SS. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) In Children. Jaypee Brothes
Publishers, New Delhi, 2004.

(http://immunoloji.uludag.edu.tr/notlar_seminerler/aphthous_eng_w.htm)

24. Anonym. Cancer Sores (Recureent Aphthous Stomatitis).


(http://www.animated-teeth.com/canker_sores/t1_canker_sores.htm)

25. Houston G. Traumatic Ulcers.

(emedicine.medscape.com/article/1079501-overview)

26. Adhwa. Faktor Predisposisi Recurrent Aphthous Stomatitis (Sariawan).

(http://adhwanotebook.blogspot.com/2009/01/faktor-predisposisi-recurrent-
aphthous.html)

27. Wray D, Ferguson MM, Mason DK, Hutcheon AW, Dagg JH. Recurrent

aphthae: treatment with Vitamin B12, folic acid and iron. Br Med J, 1975;

28. Bor N.M, Karabiyikoglu A, Karabiyikoglu T. Treatment of Recurrent


Aphthous
Stomatitis with Systemic Zinc Sulfate. J Islamic Academy of Sciences 1990; 3(4):

343-47.

29. Pratiknyo M, Hendarmin S. Aspek Klinik dan Penanggulangan Penyakit


Alergi

(Clinical Aspect and Treatment of Allergy). Jakarta: Jurnal PDGI, Agustus 2007;

Vol. 57 No. 3; 77-81.

30. Fernandes R, Tuckey T, Lam P, Allidina S, Sharifi S, Nia D. The Best


Treatment

For Aphthous Ulcers, An Evidence-Based Study of The Liteature.

(www.utoronto.ca/dentistry/newsresources/evidence_based/
aphtousulcer.pdf) 31. Gunawan B, Sumadiono. Stres dan Sistem Imun Tubuh:
Suatu Pendekatan

Psikoneuroimunologi. Cerm Dun Kedokteran 2007;154: 13-6.

32. Wade C, Tavris C. Psikologi. Edisi ke 9. Jilid 2, Alih bahasa Mursalin P,


Dinastuti., Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007; 285-91.

33. Anonymous. Stress.


(http://library.thinkquest.org/20017/eh/advanced.html) (22 November 2010).

34. Dewi NH, Hayatun S. Stressor sebagai faktor predisposisi berbagai penyakit

kronik temasuk penyakit periodontium. IJD (edisi khusus). KPPIKG XIV, 2006:

32-6.

35. Agarwal SK, Marshall GD. Stress effects on immunity and its application to

clinical immunology. Clinical and Experimental Allergy 2001;31: 25-31.

36. Sulistyani E. Mekanisme eksaserbasi recurrent aphthous stomatitis yang


dipicu

oleh stressor psikologis. J Dent (edisi khusus temu ilmiah nasional III), 2003;
37. Acharya S. Factors Affecting Stress Among Indian Dental Students. J Dent
Educ 2004;67(10):1140-8.

38. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-


3. Sagung Seto. Jakarta, 2008 : 78-109

39. Sanders AE, Lushington K. Effect of Perceived Stress on Student


Performance in

Dental School. J Dent Educ 2002;66(1):75-81.

40. Nazir M. Metode Penelitian Edisi ke-3. Ghalia Indonesia. Jakarta, 1988 :
383-404.

41. Tsigos C, Kyrou I, Chrousos G. Stress, Endocrine Physiology and

Pathophysiology. (http://www.endotext.org/adrenal/adrenal8/adrenal8.htm)
(2Nov 2010).

42. Nasution IK. Stres pada remaja. USU Repository; Medan: 2007.

Lampiran 1

Lampiran 2

Lembar informed consent

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat Sejahtera Saudara / Saudari,

Perkenalkan nama saya Rafeatun Nisa, saat ini saya sedang menjalani
pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin
memberitahukan kepada Saudara/Saudari bahwa saya sedang melakukan
penelitian dengan judul “Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh
Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi SAR (sariawan) yang
dipicu oleh stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
Manfaat dari penelitian ini adalah supaya dapat memberikan informasi
mengenai stres yang dapat menyebabkan SAR (sariwan) agar dapat
memberikan edukasi, pencegahan dan perawatan yang sebaiknya dalam
menunjang kesehatan mahasiswa baik kesehatan rongga mulut maupun
keseluruhannya.

Penelitian akan dilakukan pada mahasiswa kedokteran gigi yang memenuhi


kriteria sampel, yaitu mempunyai riwayat penyakit SAR (sariawan). Mahasiswa
yang dapat meluangkan waktu dan bersedia menjadi sampel akan diminta
untuk mengisi kuesioner yang tersedia dengan memilih jawaban yang tertera
dalam lembar kuesioner. Sebelum itu, saya akan mencatat identitas
Saudara/Saudari (nama, umur, jenis kelamin, nim). Kemudian, Saudara/Saudari
akan diberikan 3 lembaran kuesioner yaitu: 1) Kuesioner SAR(sariwan) yang
bertujuan untuk mengetahui penyebab Saudara/Saudari mengalami sariawan,
2) Kuesioner Perceived Stress Scale

(PSS) untuk mengetahui dan mengukur tingkat keparahan stres yang dialami
pada

(73)

untuk mengetahui penyebab terjadinya stres dari lingkungan dental yang


dialami pada Saudara/Saudari.

Partisipasi Saudara/Saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan


terjadi efek samping sama sekali.

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu


Saudara/Saudari, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,
(74)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Nim :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan


penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini berjudul :

“Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”.

Medan, / / 2011

Peneliti, Peserta Penelitian,


(75)

Lampiran 3

Lembar Kuesioner Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN


ILMU PENYAKIT MULUT

STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) YANG DIPICU OLEH STRES

PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan melingkari


jawaban yang tepat.

KUESIONER STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)

1. Adakah anda pernah mengalami ulser sariawan (SAR) di rongga mulut? a)


Pernah

b) Tidak pernah

2. Sekiranya pernah adakah anda mengalaminya pada bulan lalu? a) Ya


b) Tidak

3. Sejak kapan anda pernah mengalami SAR? a) Sejak usia dini

(76)

4. Biasanya setelah berapa lamakah SAR tersebut sembuh? a) Kurang dari 1


minggu

b) 1-2 minggu c) Lebih 2 minggu

5. Biasanya berapa seringkah anda mengalami SAR? a) Lebih dari 1 kali dalam
sebulan

b) Sebulan sekali c) Setahun sekali

d) Di saat tertentu sahaja

6. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit sistemik? Jika Ya, nyatakan. a)


Ya :

b) Tidak

7. Apakah anda menyadari adanya alergi yang memicu terjadinya SAR? a) Ya


b) Tidak

8. Apakah anda menyadari adanya trauma yang memicu terjadinya SAR? a) Ya

b) Tidak

9. Khusus mahasiswi: Adakah anda sering mengalami SAR pada pra, sewaktu,
dan pasca menstruasi?

a) Ya b) Tidak

10. Apakah orang tua atau anggota keluarga anda sering menderita SAR? a) Ya

b) Tidak

11. Disaat anda sedang menghadapi suatu masalah, dan tidak dapat
menyelesaikannya, apakah anda sering mengalami SAR? a) Ya

(77)

12. Apakah anda melakukan perawatan? a) Ya

b) Tidak
13. Jika ya, perawatan apa? a) Berobat ke dokter b) Minum vitamin

c) Konsumsi banyak buah dan sayur

14. Biasanya apa yang anda lakukan untuk mencegah timbulnya SAR? a)
Menjaga kebersihan mulut

(78)

KUESIONER PERCEIVED STRESS SCALE (PSS)

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan melingkari


jawaban yang tepat.

Pada bulan lalu :

1. Seberapa sering Anda merasa terganggu mengenai sesuatu yang terjadi


tanpa terduga?

2. Seberapa sering Anda merasa bahwa tidak dapat mengendalikan hal-hal


penting dalam kehidupan Anda?

3. Seberapa sering Anda merasa gelisah dan tegang?

• Tidak pernah
• Hampir tidak pernah

• Kadang-kadang

• Sering

• Sangat sering

(79)

5. Seberapa sering Anda merasa bahwa segalanya berjalan mengikut kehendak

6. Seberapa sering Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat mengatasi


segala hal yang harus Anda lakukan?

7. Seberapa sering Anda mampu mengontrol gangguan dalam kehidupan


Anda?

• Tidak pernah

• Hampir tidak pernah

• Kadang-kadang

• Sering
• Sangat sering

8. Seberapa sering Anda merasa senang dalam segala hal yang Anda lakukan?

• Tidak pernah

• Hampir tidak pernah

• Kadang-kadang

• Sering

• Sangat sering

(80)

10. Seberapa sering Anda merasa kesulitan yang menumpuk sehingga Anda
tidak dapat mengatasinya?

• Tidak pernah

• Hampir tidak pernah

• Kadang-kadang
• Sering

(81)

KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES)

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan


nilai yang sesuai di ruang yang disediakan.

No. Pertanyaan 0 1 2 3 4 5

Tidak Sangat stres stres

1. Jauh dari pangkuan keluarga

2. Kurangnya suasana seperti rumah di tempat tinggal 3. Lingkungan belajar


yang sesuai

4. Masalah lain yang berkaitan dengan tempat tinggal 5. Ingin berteman

6. Masalah keuangan 7. Kesehatan fisik diri 8. Hubungan dengan pacar 9.


Konflik dengan rekan

10. Takut menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan 11. Kurangnya
waktu untuk relaksasi
12. Ketergantungan (misalnya narkoba, alkohol, merokok)

13. Kurangnya kepercayaan untuk menjadi mahasiswa kedokteran gigi yang


sukses

14. Kurangnya kepercayaan untuk menjadi dokter gigi yang sukses 15.
Menerima kritikkan mengenai pekerjaan klinis atau akademik 16. Peraturan
dan persyaratan fakultas

17. Melengkapi persyaratan wisuda

(82)

21. Kesulitan tugasan kuliah 22. Persaingan nilai ujian

23. Kesulitan dalam mempelajari prosedur klinis 24. Ujian dan nilai ujian

25. Kesulitan dalam mempelajari ketelitian ketrampilan manual yang


diperlukan dalam pekerjaan praklinis dan laboratorium

26. Takut mengalami kegagalan dalam pelajaran

27. Kurangnya waktu untuk melakukan pekerjaan kuliah yang ditugaskan 28.
Takut tidak mampu untuk mengejar karena ketinggalan dalam
pelajaran

29. Kesulitan dalam pemahaman literatur

30. Kurangnya kepercayaan dalam pengambilan keputusan klinis 31. Peralihan


ke kepaniteraan klinik

32. Keberadaan dokter jaga di klinik

33. Kekurangan waktu klinis yang diberikan

34. Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan 35.
Keberadaan teknisi lab

Figur

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.21 Gambar 1. Stomatitis aftosa


rekuren tipe minor.21 p.28

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.3 Gambar 2. Stomatitis aftosa


rekuren tipe mayor.3 p.29

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.3 Gambar 3. Stomatitis


aftosa rekuren tipe herpetiformis.3 p.30

Gambar 4. Karateristik gambaran klinis dari stomatitis aftosa rekuren.3 Gambar


4. Karateristik gambaran klinis dari stomatitis aftosa rekuren.3 p.30

Gambar 5. PERSENTASE BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI SAR Gambar 5.


PERSENTASE BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI SAR p.50
Tabel 3. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN TINDAKAN Tabel 3.
DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN TINDAKAN p.51

Tabel 4. Tabel 4. p.52

Tabel 4. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI TINGKAT STRES BERDASARKAN Tabel 4.


DISTRIBUSI DAN FREKUENSI TINGKAT STRES BERDASARKAN p.53

Tabel 5. HASIL KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES) PADA Tabel 5.


HASIL KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES) PADA p.54

Gambar 7. PERSENTASE BERDASARKAN STRESOR UTAMA PADA Gambar 7.


PERSENTASE BERDASARKAN STRESOR UTAMA PADA p.56

Baca lebih lajut

Referensi

Memperbarui...

DOWNLOAD (PDF - 82 Halaman - 697.31KB)

Related subjects : Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)


yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) PADA
MAHASISWA DI PONTIANAK Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh
Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

Outline : PEMBAHASAN

Lainnya : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Permasalahan
Manfaat Penelitian PENDAHULUAN Definisi Epidemiologi Stomatitis Aftosa
Rekuren Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS Trauma Genetik Gangguan
Immunologi Stres Defisiensi Nutrisi Hormonal Infeksi Bakteri Alergi dan
Sensitifitas Obat-obatan Penyakit Sistemik SAR Tipe Minor SAR Tipe Mayor SAR
Tipe Herpetiformis Diagnosa Perawatan Stomatitis Aftosa Rekuren Stres dan
Stresor Respon Stres Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren Mahasiswa
Kedokteran Gigi dan Stres Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Variabel Penelitian Definisi Operasional Sarana
Penelitian Cara Pengumpulan Data Karekteristik Responden Status Stomatitis
Aftosa Rekuren Tingkat Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren Faktor Pencetus
Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren PEMBAHASAN Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR) yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara

DOKUMEN TERKAIT

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)


PADA MAHASISWA DI PONTIANAK

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)


PADA MAHASISWA DI...

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi


menyikat gigi dengan riwayat Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Nilai PR = 1,284
artinya prevalensi SAR

8 0 19

Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...

Menyatakan bersedia untuk turut serta secara sadar dan tanpa paksaan dalam
penelitian mengenai GAMBARAN TIPE WAJAH DENGAN BENTUK LENGKUNG
GIGI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

14 0 1

Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...

Kesimpulannya adalah tipe wajah dan bentuk lengkung gigi mahasiswa


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara didominasi oleh tipe
wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung

12 0 1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat

11 0 0

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas obat kumur


yang mengandung ekstrak kapulaga 2,5% dibanding dengan klorheksidin 0,12%
terhadap

15 0 4

Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) pada Pengguna Gigi Tiruan
Lepasan (GTL)

Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) pada Pengguna Gigi Tiruan
Lepa...
Kes selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam penyelesaian
literature review ini dengan judul “ Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR) pada Pengguna

32 0 3

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi USU

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran...

Dari beberapa laporan penelitian diatas yang menyatakan stres dapat memicu
terjadinya stomatitis aftosa rekuren, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui

87 0 1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Mahasiswa juga mempelajari mengenai proses radang, infeksi dan pemulihan


jaringan, yang meliputi: struktur dan pertumbuhan bakteri, metabolisme
mikroorganisme, flora normal

38 0 2

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2013

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SUMAT...

Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan
yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu
dan self-control yang lebih besar
10 0 5

NaSulistiani, dkk, Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren


(SAR) di Klinik..

NaSulistiani, dkk, Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa


Rekuren...

Adanya variasi angka prevalensi penderita SAR di RSGM FKG Universitas


Jember juga ditemukan pada tiap-tiap periode waktu dalam satu tahunnya,

8 0 0

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang
paling sering diderita manusia dengan

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang
paling...

Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran stres pada mahasiswa


pendidikan profesi Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi yang

6 0 0

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kandungan


hidroksiapatit (HAp), struktur kristal dan derajat kristalinitas hidroksiapatit
(HAp) pada cangkang keong

63 0 0
DOKUMEN TERKAIT

Hubungan Migren dengan Stres Pada Mahasiswa Stambuk 2010 Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hubungan Migren dengan Stres Pada Mahasiswa Stambuk 2010 Fakultas


Kedokteran Uni...

87 0 8

Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara Angkatan 2013

Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas


Sumat...

77 6 86

Tingkat Stres Pada Mahasiswa Malaysia Semester I Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014

Tingkat Stres Pada Mahasiswa Malaysia Semester I Fakultas Kedokteran Gigi


Univer...

86 1 8

Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokte...

74 6 91

Gambaran Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara

Gambaran Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran


Universitas Suma...

67 10 46
Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR

Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa


Universitas...

55 1 9

Ukuran Dan Bentuk Lengkung Gigi Rahang Bawah Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Ukuran Dan Bentuk Lengkung Gigi Rahang Bawah Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...

65 0 6

Hubungan Tingkat Stres Dengan Konstipasi Fungsional Pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hubungan Tingkat Stres Dengan Konstipasi Fungsional Pada Mahasiswa


Fakultas Kedo...

11 0 12

Hubungan Tingkat Stres Dengan Konstipasi Fungsional Pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hubungan Tingkat Stres Dengan Konstipasi Fungsional Pada Mahasiswa


Fakultas Kedo...

2 0 1

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)


PADA MAHASISWA DI PONTIANAK

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)


PADA MAHASISWA DI...

8 0 19
123dok.com

ID | EN

SERVICE GUEST POST

TENTANG KAMI

KEBIJAKAN TENTANG CARA MENJUAL DOKUMEN

SYARAT PENGGUNAAN

HUBUNGI KAMI

Copyright 123dok.com © . 2022

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.21 p.28


Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.3 p.29

Gambar 4. Karateristik gambaran klinis dari stomatitis aftosa rekuren.3 p.30

Anda mungkin juga menyukai