Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi
Oleh:
(2)
Rafeatun Nisa
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
x + 69 halaman
Stomatitis Aftosa Rekuren merupakan salah satu masalah klinis yang sering
dijumpai oleh dokter gigi. Penyakit ini seringkali dihubungkan dengan kondisi
psikiatrik penderita sebagai salah satu predisposisinya, antara lain stres.
Insiden SAR cenderung ditemukan antara yang tertinggi pada mahasiswa
kedokteran gigi daripada populasi umum lainnya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi
SAR yang diderita oleh mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara,
untuk mengetahui tingkat keparahan stres, untuk mengetahui faktor-faktor
yang dapat menimbulkan stres dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa
kedokteran gigi dan untuk mengetahui tanggapan dan perhatian mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara terhadap SAR yang diderita.
dental serta tanggapan dan perawatan yang mereka lakukan terhadap SAR
yang pernah mereka derita. Penilaian tingkat keparahan stres diukur dengan
menggunakan Skala Likert, sedangkan penilaian faktor penyebab stres diukur
menggunakan Skala Penilaian Grafik. Analisa data dilakukan dengan data
diolah secara deskriptif yaitu dihitung dalam bentuk persentase.
Hasil penelitian didapati bahwa proporsi faktor stres sebagai salah satu faktor
predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara
yaitu sebanyak 56,8%. Sebagian besar mahasiswa mengalami tingkat stres
tinggi yaitu sebanyak 77,8%. Faktor utama penyebab stres dikalangan adalah
faktor akademik yaitu sebanyak 49,3%. Diantara stresor tertinggi dari
lingkungan dental adalah ujian dan nilai ujian (64%), pasien yang terlambat
atau tidak hadir seperti dijanjikan (60%), dan jumlah tugas kuliah (56,7%).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam
dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada
mukosa mulut yang paling sering terjadi.1 SAR merupakan salah satu kasus
yang sering dijumpai oleh dokter gigi diseluruh dunia sehingga dihasilkan
beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan SAR.2
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari
penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi
SAR berkisar 15-25% dari populasi.3-8 Di Amerika, prevalensi tertinggi
ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi
56% dan mahasiswa profesi 55%.9 Resiko terkena SAR cenderung meningkat
pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan
denganmeningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-
jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan
individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.6,7
1.2 Permasalahan
Berapakah proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?
Untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR
yang diderita oleh mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa
ulser tunggal maupun lebih dari satu.3,6-8,16 SAR dapat menyerang mukosa
mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral
lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.16
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang di teliti. Angka
prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.3,9
Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia
(1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya
jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada
masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika
Utara.9 Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat,
tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo
tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode
2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR
17,3%.18
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40
tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith
dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih
sering ditemukan pada masa dewasa muda.2 SAR paling sering dimulai selama
dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser
akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan
tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.5
2.1.4.3 Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak
hal tersebut.
2.1.4.5 Stres
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam
folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi
terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR
dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi
subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami
perbaikan.27
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi
dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR
yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink
pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR
menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR
pada umumnya normal.28
2.1.4.7 Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak
yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen
dan progesteron.20,26
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah
berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan
edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal,
dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
SAR.29
2.1.4.10 Obat-obatan
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.3
2.1.4.12 Merokok
2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR.
Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.
Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada
tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh
lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang
berkurang.
4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan
ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak
meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR
menyembuh dan lesi baru berkembang.6,9,19
Berdasarkan hal tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa
rekuren tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa
rekuren tipe herpetiformis.
2.1.3.1 SAR Tipe Minor
Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe
minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm,
berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana
saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.3
2.1.5 Diagnosa
tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan
meningkatkan periode bebas penyakit.3
Pasien yang menderita SAR dengan kesakitan yang sedang atau parah, dapat
diberikan obat kumur yang mengandung benzokain dan lidokain yang kental
untuk menghilangkan rasa sakit jangka pendek yang berlangsung sekitar 10-15
menit. Bagi menghilangkan rasa sakit yang berlangsung sehingga enam jam,
dapat diberikan zilactin secara topikal. Zilactin dapat lengket pada ulser dan
membentuk membran impermeabel yang melindungi ulser dari trauma dan
iritasi lanjut. Dapat juga diberikan ziladent yang juga mengandung benzokain
untuk topikal analgesia. Selain itu, dapat juga menggunakan larutan betadyne
secara topikal dengan efek yang sama. Dyclone digunakan sebagai obat kumur
tetapi hanya sebelum makan dan sebelum tidur. Aphthasol merupakan pasta
oral amlexanox yang mirip dengan zilactin yang digunakan untuk mengurangi
rasa sakit dengan membentuk lapisan pelindung pada ulser. 3,6,17
Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak
terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan.
Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif
disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang
bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang
menyebabkan stres.31
Pada tahap pertama GAS, terjadinya reaksi alarm. Setiap trauma fisik atau
mental akan memicu reaksi yang segera dalam menghambat stres. Akibat dari
sistem imun tubuh yang pada awalnya tertekan, tingkat normal daya tahan
tubuh akan menurun menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan
penyakit. Jika stres yang dihadapi ringan dan tidak berlangsung lama, tubuh
akan kembali normal dan pulih dengan cepat.2
Pada tahap kedua GAS, terjadinya resistensi atau adaptasi tubuh akibat dari
stresor yang tidak dapat diatasi. Akhirnya, tubuh beradaptasi terhadap stres
dan cenderung menyebabkan tubuh lebih tahan terhadap penyakit. Pada
keadaan ini, sistem imun bekerja lebih supaya dapat mengikuti kebutuhan
yang diharapkan. Sering kali individu merasa bahwa telah berhasil mengatasi
efek stres dan tubuh mereka kebal terhadap efek stres. 2
Diantara faktor pencetus yang paling tinggi terjadinya stres adalah beban
tugas, tekanan prestasi, ujian, takut gagal, dan keyakinan diri. Intensitas stres
sangat berbeda mengikut tahun studi. Analisa dari beberapa penelitian
berpendapat bahwa mahasiswa kedokteran gigi tahun ke-4 dan yang telah
lulus kurang khawatir dengan beban tugasan yang banyak, kesulitan
kepaniteraan klinik, dan kegagalan tetapi mereka lebih khawatir akan masa
depan profesi mereka. Bagi mahasiswa baru, mereka lebih prihatin mengenai
kurangnya waktu untuk relaksasi.13
dan staf pendukung, hubungan dengan teman dan keluarga, takut mengalami
kegagalan, dan ketakutan menghadapi orang tua setelah mengalami
kegagalan. Perbedaan jenis kelamin juga telah dilaporkan, mahasiswa wanita
sering mengalami stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Masalah
yang sering ditemukan pada mahasiswa wanita adalah berkaitan dengan
kepercayaan diri, memperoleh keterampilan klinis dan memenuhi persyaratan
akademik.14,15 Selain itu, pengaruh orangtua dalam terjadinya stres juga
memainkan peranan penting. Orangtua yang tidak dapat memenuhi impian
mereka untuk menjadi dokter gigi akan mencoba memenuhinya melalui anak-
anak mereka. Dalam banyak kasus, anak-anak dipaksa untuk mempelajari
bidang yang bukan pilihan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa
seperti ini akan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa
yang mempelajari bidang yang merupakan pilihan mereka.37
KERANGKA KONSEP
• Trauma
• Genetik
• Hormonal
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar sebagai
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang menderita atau
pernah menderita SAR.
3.3.2 Sampel
Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive non
tertentu dari populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.38
Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini,
penulis menggunakan persentase insiden SAR dikalangan mahasiswa
kedokteran gigi dari hasil penelitian Ship (1967) yaitu 66%,10,11 diperoleh
sampel dengan menggunakan rumus besar sampel untuk data nominal
terhadap sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
(Sudigdo,S .2008) yaitu sebagai berikut: 38
n = Zα2. P. Q d2
= 86,2
a) SAR merupakan suatu lesi yang ulang kambuh berbentuk bulat atau oval
dengan ukuran bervariasi 1- 10 mm tertutup selaput putih kekuningan,
berbatas tegas dan dikelilingi oleh batas eritematus.2,3,6,8
d) Genetik adalah faktor keturunan dimana ada atau tidak riwayat SAR pada
orang tua atau keluarga lainnya,24 yang diperoleh dari kuesioner SAR.
e) Trauma adalah luka atau cedera yang terjadi pada jaringan mukosa mulut
akibat kontak fisik, kimia, thermis,24 yang dapat diketahui dari kuesioner SAR.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa tiga jenis kuesioner yaitu:
Untuk mengukur dan mengetahui ada tidaknya faktor stres pada mahasiswa
sebagai penyebab SAR, dilakukan dengan menyajikan kuesioner Perceived
Stress Scale (PSS). Metode skala yang digunakan adalah metode Skala Likert.
Metode ini meliputi 5 jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), kadang-
kadang (KK), hampir tidak pernah (HTP), tidak pernah (TP). Untuk item positif
skornya bergerak dari 0 SS, 1 S, 2 KK, 3 HTP, 4 TP dan item negatif 4 SS, 3 S, 2
KK, 1 HTP, 0 TP. Skor stres diklasifikasikan ke dalam empat kategori; tingkat
stres rendah (skor 0 hingga 11), tingkat stres normal (skor 12 hingga 15),
tingkat stres tinggi (skor 16 hingga 26), dan tingkat stres sangat tinggi (skor 27
dan lebih).2
untuk mencek titik tertentu dari suatu kontinum pada garis tertentu.40 Nilai
skala yang di gunakan adalah 0 (tidak stres) hingga 5 (sangat stres). Bagi
mempermudahkan dalam menganalisis data, item dibagikan kedalam lima
stressor utama yaitu : penyesuaian diri (item 1 hingga 4), faktor pribadi (item 5
hingga 14), lingkungan pendidikan (item 15 hingga 19), faktor akademik (item
20 hingga 29), dan faktor klinis (item 30 hingga 37).14
HASIL PENELITIAN
No. Kriteria n
(nT = 95 )
1. Mahasiswa Kuliah
Kepaniteraan Klinik
(nT = 95 )
1. Trauma 16
2. Hormonal 12
3. Alergi 8
4. Genetik 5
5. Stres 54
84 11
mahasiswa dengan tingkat stres tinggi, dan 1 orang (1,9%) mahasiswa dengan
tingkat stres sangat tinggi. Grafik persentase tingkat stress dapat dilihat pada
Gambar 6. dan distribusi dan frekuensi tingkat stres berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 4.
No. Stressor %
2 Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan 60.0%
40.0%
BAB 5 PEMBAHASAN
SAR telah menjadi salah satu penyakit ulang kambuh pada mukosa mulut yang
paling sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi berdasarkan prevalensi
tertinggi yaitu 66% dalam penelitian Ship (1967).10,11 Prevalensi ini cukup
tinggi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi faktor
stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi
Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan dari hasil kuesioner DES, didapati stresor utama pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara adalah faktor akademik yaitu
sebanyak 49,3%. Hasil ini amat mendukung literatur yang menunjukkan bahwa
stresor disebabkan akademik dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
psikologis mahasiswa. Menurut Polychronopoulou A, dkk (2005) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa faktor akademik juga merupakan stresor
utama pada mahasiswa kedokteran gigi di Greek.13
Stresor kedua tertinggi merupakan item yang terkait dengan faktor klinis pada
kuesioner DES yaitu “Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang
dijanjikan” dengan persentase sebanyak 60%. Stresor ini merupakan yang
paling sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi yang sedang mengalami
kepaniteraan klinik.12-14,37,39 Hal ini karena, kehadiran pasien merupakan
perkara yang amat penting dalam melengkapi persyaratan klinis supaya dapat
meneruskan kegiatan klinis ke tahap selanjutnya.
Stresor ketiga tertinggi adalah “Jumlah tugas kuliah” yaitu sebanyak 56,7%.
Hasil ini amat sesuai dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa
beban tugasan kuliah amat mendorong dalam terjadinya stres pada mahasiswa
kedokteran gigi.12-14,37,39 Hal ini disebabkan beban tugasan yang banyak
dapat mengurangi waktu untuk melakukan revisi karena hampir semua waktu
digunakan untuk menyelesaikan tugasan kuliah sehingga pada akhirnya
mahasiwa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk relaksasi dan akan
merasa kelelahan. Sekiranya hal ini berlanjut, ini akan mendatangkan efek
negatif terhadap prestasi akademik mahasiswa.
uang untuk materi kuliah termasuk buku, instrumen dan bahan-bahan klinis.
Selain itu, mahasiswa juga sering kali harus menanggung segala biaya
perawatan yang dilakukan terhadap pasien.
6.1 Kesimpulan
2. Proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa
kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara mencatatkan jumlah tertinggi yaitu
sebanyak 56,8%.
6.2 Saran
DAFTAR RUJUKAN
(http://kesehatangigi.blogspot.com/2008/01/sariawanstomstitis.html) (24
Agustus 2010).
4. Gallo CB, Mimura MAM, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent
(SAR) yang dipicu oleh stress psikologis: di Klinik Penyakit Mulut Psgm Fkg
Unair September-oktober 2009. O Me Dent Journal. 2009;1;2:42-5.
(http://www.med.ucla.edu/modules/wfsection/article.php?articleid=207) (23
Agusuts 2010).
(www.biomedexperts.com/Abstract.bme/16390463/
mucosal_disease_series_Num ber_VI_Recurrent_apthous_stomatitis-) (23
Agusutus 2010)
11. Lubis S. Stomatitis aftosa rekuren & lichen planus: kasus yang berhubungan
14. Naidu R.S, Adams J.S, Simeon D, Persad S. Sources of stress and
Psychological
2002;66(9):1021-30.
(http://www.mmcpub.com/pdf/2001jph/200104jph_pdf/01jphv10n4p17.pdf)
18. Harahap, A.O. Kesembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor Dengan
278-283.
20. Lewis M.A.O, Lamey P.J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral
Medicine). Cetakan I. Alih bahasa Elly Wiriawan. Jakarta: Widya Medika, 1998:
48-49.
22. Gayford JJ, Haskel R. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi ke 2. Alih
bahasa lilian yuwono, Jakarta: EGC, 1990: 1-11.
23. Kilic SS. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) In Children. Jaypee Brothes
Publishers, New Delhi, 2004.
(http://immunoloji.uludag.edu.tr/notlar_seminerler/aphthous_eng_w.htm)
(emedicine.medscape.com/article/1079501-overview)
(http://adhwanotebook.blogspot.com/2009/01/faktor-predisposisi-recurrent-
aphthous.html)
27. Wray D, Ferguson MM, Mason DK, Hutcheon AW, Dagg JH. Recurrent
aphthae: treatment with Vitamin B12, folic acid and iron. Br Med J, 1975;
343-47.
(Clinical Aspect and Treatment of Allergy). Jakarta: Jurnal PDGI, Agustus 2007;
(www.utoronto.ca/dentistry/newsresources/evidence_based/
aphtousulcer.pdf) 31. Gunawan B, Sumadiono. Stres dan Sistem Imun Tubuh:
Suatu Pendekatan
34. Dewi NH, Hayatun S. Stressor sebagai faktor predisposisi berbagai penyakit
kronik temasuk penyakit periodontium. IJD (edisi khusus). KPPIKG XIV, 2006:
32-6.
35. Agarwal SK, Marshall GD. Stress effects on immunity and its application to
oleh stressor psikologis. J Dent (edisi khusus temu ilmiah nasional III), 2003;
37. Acharya S. Factors Affecting Stress Among Indian Dental Students. J Dent
Educ 2004;67(10):1140-8.
40. Nazir M. Metode Penelitian Edisi ke-3. Ghalia Indonesia. Jakarta, 1988 :
383-404.
Pathophysiology. (http://www.endotext.org/adrenal/adrenal8/adrenal8.htm)
(2Nov 2010).
42. Nasution IK. Stres pada remaja. USU Repository; Medan: 2007.
Lampiran 1
Lampiran 2
Perkenalkan nama saya Rafeatun Nisa, saat ini saya sedang menjalani
pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin
memberitahukan kepada Saudara/Saudari bahwa saya sedang melakukan
penelitian dengan judul “Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh
Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi SAR (sariawan) yang
dipicu oleh stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.
Manfaat dari penelitian ini adalah supaya dapat memberikan informasi
mengenai stres yang dapat menyebabkan SAR (sariwan) agar dapat
memberikan edukasi, pencegahan dan perawatan yang sebaiknya dalam
menunjang kesehatan mahasiswa baik kesehatan rongga mulut maupun
keseluruhannya.
(PSS) untuk mengetahui dan mengukur tingkat keparahan stres yang dialami
pada
(73)
Peneliti,
(74)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Nim :
“Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”.
Medan, / / 2011
Lampiran 3
b) Tidak pernah
(76)
5. Biasanya berapa seringkah anda mengalami SAR? a) Lebih dari 1 kali dalam
sebulan
b) Tidak
b) Tidak
9. Khusus mahasiswi: Adakah anda sering mengalami SAR pada pra, sewaktu,
dan pasca menstruasi?
a) Ya b) Tidak
10. Apakah orang tua atau anggota keluarga anda sering menderita SAR? a) Ya
b) Tidak
11. Disaat anda sedang menghadapi suatu masalah, dan tidak dapat
menyelesaikannya, apakah anda sering mengalami SAR? a) Ya
(77)
b) Tidak
13. Jika ya, perawatan apa? a) Berobat ke dokter b) Minum vitamin
14. Biasanya apa yang anda lakukan untuk mencegah timbulnya SAR? a)
Menjaga kebersihan mulut
(78)
• Tidak pernah
• Hampir tidak pernah
• Kadang-kadang
• Sering
• Sangat sering
(79)
• Tidak pernah
• Kadang-kadang
• Sering
• Sangat sering
8. Seberapa sering Anda merasa senang dalam segala hal yang Anda lakukan?
• Tidak pernah
• Kadang-kadang
• Sering
• Sangat sering
(80)
10. Seberapa sering Anda merasa kesulitan yang menumpuk sehingga Anda
tidak dapat mengatasinya?
• Tidak pernah
• Kadang-kadang
• Sering
(81)
No. Pertanyaan 0 1 2 3 4 5
10. Takut menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan 11. Kurangnya
waktu untuk relaksasi
12. Ketergantungan (misalnya narkoba, alkohol, merokok)
14. Kurangnya kepercayaan untuk menjadi dokter gigi yang sukses 15.
Menerima kritikkan mengenai pekerjaan klinis atau akademik 16. Peraturan
dan persyaratan fakultas
(82)
23. Kesulitan dalam mempelajari prosedur klinis 24. Ujian dan nilai ujian
27. Kurangnya waktu untuk melakukan pekerjaan kuliah yang ditugaskan 28.
Takut tidak mampu untuk mengejar karena ketinggalan dalam
pelajaran
34. Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan 35.
Keberadaan teknisi lab
Figur
Referensi
Memperbarui...
Outline : PEMBAHASAN
Lainnya : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Permasalahan
Manfaat Penelitian PENDAHULUAN Definisi Epidemiologi Stomatitis Aftosa
Rekuren Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS Trauma Genetik Gangguan
Immunologi Stres Defisiensi Nutrisi Hormonal Infeksi Bakteri Alergi dan
Sensitifitas Obat-obatan Penyakit Sistemik SAR Tipe Minor SAR Tipe Mayor SAR
Tipe Herpetiformis Diagnosa Perawatan Stomatitis Aftosa Rekuren Stres dan
Stresor Respon Stres Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren Mahasiswa
Kedokteran Gigi dan Stres Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Variabel Penelitian Definisi Operasional Sarana
Penelitian Cara Pengumpulan Data Karekteristik Responden Status Stomatitis
Aftosa Rekuren Tingkat Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren Faktor Pencetus
Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren PEMBAHASAN Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR) yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara
DOKUMEN TERKAIT
8 0 19
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...
Menyatakan bersedia untuk turut serta secara sadar dan tanpa paksaan dalam
penelitian mengenai GAMBARAN TIPE WAJAH DENGAN BENTUK LENGKUNG
GIGI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
14 0 1
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...
12 0 1
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat
11 0 0
15 0 4
Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) pada Pengguna Gigi Tiruan
Lepasan (GTL)
Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) pada Pengguna Gigi Tiruan
Lepa...
Kes selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam penyelesaian
literature review ini dengan judul “ Risiko Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR) pada Pengguna
32 0 3
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran Gigi USU
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa
Kedokteran...
Dari beberapa laporan penelitian diatas yang menyatakan stres dapat memicu
terjadinya stomatitis aftosa rekuren, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui
87 0 1
38 0 2
Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan
yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu
dan self-control yang lebih besar
10 0 5
8 0 0
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang
paling sering diderita manusia dengan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa mulut yang
paling...
6 0 0
63 0 0
DOKUMEN TERKAIT
87 0 8
77 6 86
86 1 8
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Gambaran Tipe Wajah Dan Bentuk Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokte...
74 6 91
67 10 46
Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Pada Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR
55 1 9
Ukuran Dan Bentuk Lengkung Gigi Rahang Bawah Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Ukuran Dan Bentuk Lengkung Gigi Rahang Bawah Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran...
65 0 6
11 0 12
2 0 1
8 0 19
123dok.com
ID | EN
TENTANG KAMI
SYARAT PENGGUNAAN
HUBUNGI KAMI